Anda di halaman 1dari 23

RESUME

TEKNIK MERAWAT LUKA PADA PASIEN


(GAWAT DARURAT,KRONIS,AKUT DAN INFEKSI)

Dosen : Adi Waluya, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Oleh :
Sri Rahayu
C1AB21030

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2023
A. LUKA

Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau

pembedahan. Luka ini bisa diklasifisikan bedasarkan struktur anatomis, sifat, proses

penyembuhan dan lama penyumbuhan. Jenis-Jenis Luka Bedasarkan tingkat

kontaminasi;

1. Clean wounds ( Luka Bersih ) yaitu luka bedah takrinfeksi yang mana tidak terjadi

proses peradangan (infamasi) dan infelksi pada system pernapasan, pencernaan

genital dan urinary tidak terjadi.

2. Clean- contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan luka

pembedahan dimana saluran respirasi pencernaan, genital atau perkemihan dalam

kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi

luka adalah 3% - 11%

3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka

akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan Teknik aseptic dan

kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,

inflamasi nonpurulen.

Perawatan luka adalah tindakan merawat luka dengan upaya untuk mencegah

infeksi, membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman/bakteri pada kulit dan

jaringan tubuh lainnya. Hal-hal yang dapat membantu penyembuhan luka antara

lain dengan cara, makan makanan bergizi, mengikuti terapi dokter, minum obat

secara teratur.
Cuci tangan sebelum dan setelah merawat luka. Berhenti merokok atau minum

alkohol serta hindari Stress. Lakukanlah cara merawat luka dengan benar. Makanan

yang bergizi yaitu makanan sumber protein dan vitamin C. Makanan sumber

protein terdiri dari Hewani dan nabati. Makanan sumber protein hewani seperti ikan

, ayam, ikan , telur dan lain-lain. Makanan sumber protein nabati seperti tahu,

tempe, kacang-kacangan dan hasil olahannya. Sedangkan makanan sumber vitamin

C seperti Jeruk, jambu biji tomat.

B. PROSES PENYEMBUHAN LUKA

1. Fase inflamantori: Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari

2. Fase proliferative: Fase kedua ini berlangsung dari haro ke-3 atau 4 sampai hari-21

setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke

daerah luka mulai 24jam pertama setelah pembedahan

3. Fase Maturnasi: Fase maturnasi dimulai dari hari ke21- dan berakhir 1-

2 tahun setelah pembedahan Penyembuhan luka adalah respon organisme terhadap

kerusakan jaringan atau organ serta usaha mengembalikan dalam kondisi homeostatis

sehingga dicapai kestabilan fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit

terjadi penysunan Kembali jaringan kulit ditandai dengan terbentuknya epitel

fungsional yang menutupi luka. Sebagai respon terhadap jaringan yang rusak tubuh

memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengganti jaringan yang hilang.

Memperbaiki struktur, kekuatan, dan kadang kadang juga fungsinya. Pemyembuhan

luka
juga dapat melibatkan integrasi proses fisiologis, sifat penyembuhan pada semua

luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi luka, keparahan luka dan luas

cidera. Selain itu, penyembuhan luka dipengaruhi oleh kemampuan sel dan jaringan

untuk melakukan regenerasi. Bedasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan

menjadi tiga yaitu:

1. Healing by primary intention Tepi luka bisa menyatu Kembali, permukaan

bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang,

penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke eksternal.

2. Healing by secondary intention Terdapat Sebagian jaringan yang hilang,

proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan

granulasi pada dasar luka dan sekitarnya

3. Delayed primari healing (tertiary healing) Penyembuhan luka berlangsung

lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan secara

manual.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUKA

1. Usia

2. Nutrisi

3. Infeksi

4. Sirkulasi (hipvolemia dan oksigenasi)

5. Hematoma

6. Benda asing

7. Iskemia
8. Diabetes

9. Keadaan Luka

10. Obat

D. TUJUAN PERAWATAN LUKA

1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

2. Absorbsi drainase

3. Menekan dan imboliasasi luka

4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri

6. Meningkatkan hemostatis dengan menekan dressing

7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

E. TEKNIK MERWAT LUKA PADA PASIEN

1. Gawat Darurat

Teknik merawat luka pada pasian gawat darurat, diawali identifikasi luka, irigasi dan

debridement luka, pemberian anestesi, penjahitan luka, dan perawatan luka.

Untuk teknik perawatan luka pada pasien gawat darurat dengan luka bakar menjadi

cedera yang paling umum terjadi, terutama di usia anak-anak. Luka ini ditandai

dengan kerusakan kulit yang menyebabkan sel kulit yang terinfeksi menjadi mati.

Kebanyakan orang dapat pulih dari luka bakar tanpa konsekuensi yang serius,

bergantung pada penyebab dan tingkat cederanya. Perawatan luka bakar yang serius

harus dilakukan untuk mencegah komplikasi dan kematian.


Gejala luka bakar dilihat dari seberapa dalam kerusakan yang terjadi pada kulit.

Tingkat keparahannya yaitu:

 Tingkat 1. Luka bakar ini bersifat ringan atau minor dan memengaruhi lapisan

kulit luar atau epidermis. Luka bakar ini hanya menimbulkan warna kemerahan

dan disertai rasa sakit.

 Tingkat 2. Jenis luka bakar ini memengaruhi epidermis dan lapisan kulit kedua

atau dermis. Ini dapat menyebabkan kulit bengkak dan merah atau putih.

Lepuhan dapat berkembang, rasa nyeri juga bisa parah. Luka bakar tingkat dua

yang dalam dapat menyebabkan jaringan parut.

 Tingkat 3. Luka bakar ini mencapai lapisan lemak di bawah kulit. Area yang

terbakar mungkin akan berubah menjadi kehitaman, cokelat atau putih. Kulit

yang terinfeksi akan terlihat kasar. Luka bakar tingkat ini menghancurkan saraf

dan menyebabkan mati rasa

Perawatan Luka Bakar

Kebanyakan luka bakar ringan dapat dirawat sendiri di rumah, dan bisa sembuh

dalam waktu beberapa minggu. Untuk luka bakar serius, setelah pertolongan

pertama, perawatan luka bakar dengan melibatkan obat mungkin diperlukan, seperti

pembalut luka, dan operasi. Tujuannya untuk mengendalikan rasa sakit, mengangkat

jaringan yang mati, mencegah terjadinya infeksi, dan mengurangi risiko jaringan

parut.

Untuk luka bakar yang sifatnya ringan, perawatannya bisa dilakukan dengan:

 Dinginkan luka. Berikan air mengalir untuk mendinginkan luka, bukan air

dingin. Oleskan kompres dingin dan basah sampai rasa sakitnya berkurang.
 Lepaskan cincin atau benda ketat lain dari area yang terbakar sebelum area

yang terbakar mengalami pembengkakan.

 Jangan sampai lecet. Lepuhan berisi cairan mungkin melindungi kulit dari

infeksi, jika lepuhan ini pecah, bersihkan dengan air dan oleskan salep antibiotik.

Namun, hentikan penggunaan jika muncul ruam.

 Berikan losion yang mengandung pelembap. Ini membantu mencegah

pengeringan dan memberikan rasa dingin.

 Perban luka dengan kassa steril, bukan kapas halus. Bungkus dengan longgar

untuk menghindari tekanan pada kulit yang terbakar. Perban mencegah udara

keluar dari daerah tersebut, sekaligus mengurangi rasa sakit dan melindungi kulit

yang melepuh

Sementara itu, perawatan luka bakar yang sifatnya serius, yaitu:

 Lindungi orang yang cedera dari bahaya yang lebih serius. Untuk luka bakar
karena sengatan listrik, pastikan sumber listrik padam sebelum kamu
mendekati orang yang terbakar.

 Pastikan bahwa korban luka bakar masih bernapas. Jika diperlukan, berikan


napas buatan.

 Lepaskan semua perhiasan, ikat pinggang, dan barang lain terutama di area
yang terbakar dan leher karena daerah yang terbakar akan mengalami
pembengkakan dengan cepat.

 Tutupi area luka bakar dengan perban dingin atau kain bersih.

 Jangan merendam luka bakar besar dalam air, karena dapat menyebabkan
hilangnya panas tubuh yang serius.

 Tinggikan area yang terbakar, angkat hingga posisinya lebih tinggi dari


jantung jika memungkinkan.

 Perhatikan tanda syok, seperti pingsan, kulit memucat, dan bernapas dengan
terengah-engah.
2. Kronis

Dalam penatalaksanaan luka kronik, berbagai faktor lokal maupun sistemik harus

diperhatikan untuk membantu mencapai penyembuhan yang optimal. Luka kronik

adalah luka yang tidak menyembuh sesuai dengan proses fisiologis dan anatomis

yang normal, baik dalam hal tahapan maupun waktu penyembuhan. Luka dianggap

sebagai kronik jika tidak menunjukkan perkembangan ke arah penyembuhan

dalam 30 hari. Contoh luka kronik adalah ulkus diabetikum, ulkus vena, dan ulkus

tekan.

Evaluasi Luka

Sebelum menentukan pilihan tata laksana yang sesuai, perlu dilakukan evaluasi

luka. Hal yang perlu dievaluasi adalah mekanisme terjadinya luka, risiko

kontaminasi, cedera struktur yang lebih dalam, defisit perfusi, status tetanus,

gangguan fungsi, dan banyaknya jaringan yang hilang. Bila luka disebabkan oleh

trauma, lakukan pemeriksaan penunjang seperti rontgen dan USG untuk

menyingkirkan kemungkinan fraktur dan benda asing.

Faktor-faktor seputar kesehatan pasien harus diperhatikan agar tata laksana bersifat

holistik. Faktor ini mencakup adanya alergi, komorbiditas (misalnya diabetes),

radioterapi, status merokok, nutrisi, dan konsumsi obat (misalnya kortikosteroid).

Compliance pasien penting dipertimbangkan, terutama untuk perawatan luka

dengan metode tertentu, misalnya NPWT (negative pressure wound therapy).

Penatalaksanaan disesuaikan dengan masalah spesifik setiap pasien. Misalnya,

pasien dengan imobilisasi harus menjalani protokol perubahan posisi berkala atau
menggunakan kasur khusus untuk mencegah atau menghambat progresi ulkus

tekanan. Pada pasien dengan ulkus diabetikum di kaki, offloading dan kontrol gula

darah merupakan aspek kunci terapi. Sementara terapi kompresi merupakan

komponen penting pada pasien dengan ulkus vena

Untuk membantu evaluasi dan tata laksana luka dengan pendekatan yang

terstruktur, dikembangkanlah prinsip TIME. Awalnya, TIME adalah konsep

mempersiapkan luka hingga kondisi optimal sebelum dilakukan penutupan luka

dengan rekonstruksi oleh dokter bedah plastik. Pada perkembangannya, TIME

dianggap relevan untuk menjadi pedoman perawatan luka secara sekunder. [1,2]

Untuk membantu tim multidisiplin mengevaluasi luka, dikembangkanlah CDST

(clinical decision support tool) TIME yang meliputi pendekatan ABCDE sebagai

berikut :

 Assess: diagnosis pasien dan penilaian luka yang akurat

 Bring: libatkan MDT (multidisciplinary team, tim multidisiplin)

 Control: kontrol dan tata laksana penyebab sistemik

 Decide: putuskan terapi yang sesuai

 Evaluate: evaluasi hasil terapi dan tercapainya tujuan perawatan luka [4]

Tissue (Jaringan)

Aspek ini meliputi penilaian dan debridemen jaringan nekrotik, benda asing,

materi dressing yang menempel, biofilm atau slough, eksudat, dan debris. Slough

adalah jaringan nonviabel yang dapat memiliki warna dan tekstur bervariasi.
Warna slough dapat berupa kuning krem, coklat, hingga abu. Tekstur bisa basah

berserat atau tebal dan menempel. Unsur-unsur tersebut memberikan pengaruh

negatif yang signifikan terhadap penyembuhan luka (kemajuan granulasi,

kontraksi, dan epitelialisasi), menjadi potensi fokus infeksi, dan membangkitkan

respon inflamasi. Keberadaan jaringan granulasi dan epitelialisasi luka juga turut

dinilai. Granulasi dapat berupa jaringan abnormal yang rapuh dan mudah berdarah,

dan dapat disertai pocketing atau bridging jaringan.

Perkembangan data ilmiah terkini menunjukan pentingnya melakukan debridemen

dan pembersihan luka repetitif. Metode debridemen yang dapat dipilih antara lain :

 Autolitik : Melembabkan jaringan nekrotik untuk didegradasi oleh enzim tubuh.

Contoh: dressing oklusif atau semioklusif (hidrokoloid), hidrogel, saline

hipertonik, dan sebagian antiseptik (perak atau produk berbasis iodine)

 Enzimatik : Menggunakan enzim eksogen untuk membantu kerja enzim endogen

luka. Terapi ini bersifat spesifik tetapi bekerja dengan lambat, dan membutuhkan

penggantian balutan yang cukup sering. Enzim yang digunakan adalah

kolagenase atau papain

 Mekanik : Menggunakan irigasi tekanan tinggi atau dressing basah ke kering

(dengan aplikasi kassa lembab pada luka untuk kemudian diangkat ketika sudah

mengering). Bersifat nonspesifik, tetapi lebih cepat. Dapat menimbulkan nyeri

dan merusak jaringan sehat


 Biologis : Mikrodebridemen selektif dengan menggunakan belatung atau larva

yang steril. Spesimen yang dapat digunakan adalah Lucilia sericata, Phaenicia

sericata, dan Lucilia cuprina

 Surgikal (bedah) : Merupakan metode debridemen secara tajam dengan scalpel

dan gunting oleh dokter bedah yang berkompeten. Metode ini bersifat

nonselektif serta berisiko menimbulkan perdarahan, kerusakan jaringan, dan

nyeri

 Kimiawi : Debridemen menggunakan antiseptik seperti octenidine, perak,

povidone iodine, chlorhexidine, dan PHMB (polyhexamethylene biguanide).

Agen-agen ini dapat menimbulkan nyeri dan memiliki efek toksik terhadap

jaringan sehat, tetapi dapat efektif bila digunakan untuk waktu singkat

Pembersihan luka harus dilakukan secara berkala. Tidak ada rekomendasi yang

mendukung larutan atau teknik irigasi tertentu.

[1] Larutan yang digunakan disarankan bersifat netral, misalnya cairan salin

normal. Larutan toksik dan iritatif seperti hidrogen peroksida tidak disarankan.

[2] Air keran tertentu dapat digunakan untuk irigasi luka dan mengurangi infeksi,

dengan keamanan sebanding air steril atau salin, tetapi harus hati-hati bila

digunakan pada pasien immunocompromised.

NPWT (negative pressure wound therapy) adalah penggunaan tekanan negatif pada

luka yang ditutup dengan busa atau kassa. NPWT membantu drainase luka,

mengurangi edema dan bioburden mikroorganisme, serta meningkatkan perfusi


luka dan pembentukan granulasi, kontraksi, dan epitelialisasi. NPWT juga dapat

melepaskan slough dan jaringan nekrotik sehingga membantu proses debridement.

3. Akut

Teknik merawat luka akut diawali identifikasi luka, irigasi dan debridement luka,

pemberian anestesi, penjahitan luka, dan perawatan luka.

Persiapan Pasien

Pada persiapan melakukan manajemen luka, diperlukan identifikasi faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi kesembuhan luka dan risiko terhadap infeksi. Lakukan

pemeriksaan apakah pasien memiliki penyakit komorbid seperti diabetes, anemia,

atau imunokompromais.

Selain itu, lakukan pemeriksaan terhadap lukanya. Tanyakan riwayat mekanisme

terjadinya luka, lokasi, waktu kejadian. Identifikasi adanya kemungkinan

kontaminasi atau infeksi.

Setelah dilakukan pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik, perlu

dilakukan informed consent kepada pasien atau anggota untuk menjelaskan

mengenai tindakan, indikasi, kontraindikasi, risiko, prosedur, dan komplikasi yang

terjadi apabila tindakan tidak dilakukan

Peralatan

Beberapa peralatan yang dibutuhkan adalah irigasi, anestesi dan penjahitan.

Peralatan untuk Irigasi


 Jarum suntik ukuran besar (19 G)

 Syringe 20-25 cc

 Cairan normal saline atau air bersih (paling tidak 250 cc)

 Sarung tangan steril

 Swab alkohol atau cairan povidone iodine 10%[3]

Peralatan untuk Anestesi

 Lidocaine 1% dengan 1:100.000 epinefrin atau bupivacaine 0,25%

dengan/atan tanpa epinefrin

 Jarum Suntik ukuran 24 atau 27 G

 Syringe 10 cc[3]

Peralatan untuk jahitan (hecting)

 Forseps jaringan atau pinset

 Needle holder

 Gunting

 Retractor

 Scalpel untuk diseksi

 Benang jahit dan jarum

 Kassa steril

 Kain duk steril

 Vaksin tetanus (jika diperlukan)

Jenis-Jenis Benang

Tindakan jahit atau hecting merupakan standar penutupan luka secara primer.

Sehingga, pemilihan dan penggunaan benang harus menjadi pertimbangan klinisi


Jenis benang untuk hecting dapat dibagi menjadi alami dan sintetik, absorbable

dan non-absorbable, serta monofilamen dan multifilamen. Pemilihan benang dan

teknik tergantung dari tipe luka, kedalaman, ketegangan jaringan dan hasil

kosmesis.

Benang non-absorbable digunakan pada luka superfisial. Sedangkan benang

absorbable digunakan pada luka dalam yang membutuhkan penjahitan double

layer. Tujuan penjahitan secara double layer adalah menghindari dehisensi

jaringan dan secara estetik lebih baik.

Berikut ini adalah beberapa contoh benang hecting, antara lain:

1. Benang alami absorbable: chromic catgut dan catgut

2. Benang sintetis absorbable: polyglactin (vicryl), polyglycolic acid (dexon)

3. Benang sintetis non-absorbable: poliglecaprone (monocryl), polyglycolide-

trimethylene carbonate (Maxon), polydioxanone

Adhesives dan Staples

Standar penutupan luka terbaik luka akut adalah penutupan luka secara primer

menggunakan hecting. Namun, pada beberapa kasus trauma massal yang

membutuhkan penutupan secara cepat dapat digunakan staples. Namun, pada

beberapa kasus, penutupan luka akut menggunakan staples diindikasikan pada

luka yang minor. Pada luka laserasi linear di lokasi scalp dan ekstremitas dapat

digunakan metode staples.


Keuntungan penggunaan staples adalah cost-effective, mudah diaplikasikan, tidak

membutuhkan pelatihan khusus, dan memiliki pola penyembuhan yang sama

dengan hecting.

Adhesive biasanya digunakan pada kasus luka sederhana terutama pada kasus

pediatrik. Biasanya mereka tidak menimbulkan inflamasi lokal dan memiliki

tingkat infeksi yang lebih rendah dibandingkan hecting.

Posisi Pasien

Posisi pasien ditentukan oleh letak luka. Pastikan posisi pasien dan dokter yang

akan melakukan tindakan dalam posisi yang aman dan nyaman.

Prosedural

Prosedur terbagi menjadi beberapa yaitu penggunaan alat pelindung diri, irigasi

luka, anestesi lokal, dan penjahitan.

Penggunaan Alat Pelindung Diri

Dokter yang akan melakukan tindakan manajemen luka perlu melakukan tindakan

asepsis dan antisepsis. Cuci tangan sesuai dengan langkah yang ditentukan dan

menggunakan sarung tangan steril. Gunakan masker, apron, dan kacamata

pelindung jika diperlukan.

Irigasi Luka

Masukkan cairan normal saline atau air bersih ke dalam syringe dan lakukan

irigasi pada daerah luka selama minimal 10 menit. Pastikan debris dan benda

asing sudah tidak ada. Pada beberapa kasus luka yang kotor, dapat digunakan
gunting diseksi atau scalpel untuk membuang benda asing yang menempel pada

jaringan dan lakukan irigasi kembali.

Setelah irigasi dilakukan, lakukan asepsis pada daerah sekitar luka dengan

povidone iodine 10%.sebaiknya cairan tidak mengenai luka, karena dapat

mengganggu proses penyembuhan luka.

Anestesi Lokal pada Daerah Mata

Pada beberapa kondisi, anestesi dapat dilakukan pada saat irigasi untuk membantu

mempermudah irigasi. Berikan anestesi lokal dengan lidocaine 1% atau

bupivacaine 0,25%pada daerah luka pada daerah batas luka. Tunggu 2-3 menit

atau sampai pasien merasakan adanya kebas atau efek anestesi sudah terjadi.[8]

Jahitan (Hecting) Luka

Penjahitan luka biasanya dilakukan pada luka laserasi yang > 5cm, luka pada

bagian dermis, atau lokasi yang sering terjadi fleksi atau tensi. Setelah dilakukan

penjahitan luka, diberikan dressing dengan kassa steril atau diperban.

Ada tiga henis hecting luka: simple interrupted, mattress suture (jahitan matres)

and subcuticular suture.

Simple Interrupted

Jenis jahitan ini merupakan jahitan yang paling umum dan banyak digunakan,

terutama untuk menutup luka laserasi (kulit). Jarum dimasukkan secara tegak

lurus ke dalam epidermis, kemudian melintasi epidermis dan dermis secara

transversal ke arah sisi luka yang berlawanan. Kemudian jarum dikeluarkan

kembali secara tegak lurus dari epidermis sisi luka yang berlawanan tersebut.

Kedalaman dan panjang jahitan diusahakan simetris (kurang lebih 1 cm).[15]


Mattress Sutures

Terdapat dua jenis mattress suture, yaitu jahitan matras vertikal dan horizontal.

Pada matras vertikal masukkan jarum secara tegak lurus ke epidermis sekitar 10

mm dari tepi luka, kemudian masukkan sampai lapisan dermis atau subdermis.

Keluarkan jarum pada tepi sisi luka yang berlawanan (dengan jarak sama 10 mm).

Kemudian, masukkan kembali jarum dengan jarak yang lebih dekat pada tepi

luka. Kemudian jarum diarahkan ke dalam lapisan yang lebih superfisial

dibandingkan sebelumnya. Kemudian, jarum dikeluarkan pada daerah tepi luka

dimana jarum pertama kali dimasukkan.[15]

Horizontal Sutures

Pada matras horizontal, jarum yang sudah terikat benang dimasukkan secara tegak

lurus ke epidermis sampai lapisan epidermis/subepidermis pada sekitar 10 mm

dari tepi luka. Keluarkan jarum pada tepi sisi luka yang berlawanan (dengan jarak

yang sama 10 mm). Kemudian, masukkan jarum secara horizontal pada sekitar

5mm-10 mm lateral ke bagian exit point. Kemudian jarum dikeluarkan dengan

kedalaman yang sama pada daerah tepi luka yang berlawanan (sisi pertama kali

jarum dimasukkan).

Subcuticular Suture

Pada jahitan subkutikuler dilakukan dengan menempatkan jarum pada daerah

subkutikuler dengan bentuk jahitan seperti matras horizontal. Tidak ada nada

bekas yang terlihat dari luar.

Pemberian Antibiotik Topikal


Antibiotik biasanya tidak diperlukan pada sebagian besar kasus manajemen luka

di unit gawat darurat. Sebuah meta-analisis oleh Tong et al. menyatakan bahwa

walaupun pemberian antibiotik topikal dapat menurunkan infeksi pada luka pasca

operasi, namun manfaat yang ditemukan sangat minim. Sebaiknya penggunaan

antibiotik pada luka akut dihindari. Penggunaan antiseptik sebagai alternatif

antibiotik topikal sebaiknya dipertimbangkan.

Berbeda dengan luka kronis yang memiliki biological burden.

Penggunaan dressing dengan antimikroba dapat dipertimbangkan. Beberapa kasus

yang luka kronis yang dapat diberikan perawatan luka

menggunakan dressing antimikroba adalah pressure injury, ulkus varikosum,

ulkus arteri, dan ulkus diabetikum

Sedangkan antibiotik sistemik dapat dipertimbangkan pada kasus selulitis,

gangrene, osteomyelitis, malodor, atau demam. Contoh luka akut yang dapat

diberikan antibiotik sistemik adalah gigitan manusia, gigitan hewan dan luka kotor

Follow up

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil merawat luka.

Sebaiknya luka dalam keadaan lembab agar sel-sel tapi terhidrasi dengan baik,

terjadi angiogenesis, dan adanya aktivasi faktor pertumbuhan dengan optimal.

Selama di rumah sebaiknya pasien menjaga agar luka tetap kering dan bersih.

Perban sebaiknya diganti setiap hari, terutama jika dressing luar basah. Pasien

diperbolehkan mandi, namun sebaiknya air tidak mengenai daerah jahitan

Sebaiknya pada kasus manajemen luka yang memerlukan jahitan, pasien perlu

kembali ke dokter untuk melepas jahitan. Biasanya, jahitan pada daerah wajah dan
kulit kepala dilakukan lepas jahitan 5 hari setelah tindakan, sedangkan pada

daerah batang tubuh dan ekstremitas 7-10 hari setelah tindakan.

4. Infeksi

Pengenalan infeksi penting terutama pada pasien dengan kondisi umum buruk

atau immunocompromised. Bila keseimbangan bakteri dapat ditangani secara

topikal, antibiotika sistemik tidak diperlukan.

Bioburden :

Bioburden mikroba pada luka dapat berupa kontaminasi, kolonisasi, kolonisasi

kritis, serta infeksi lokal dan sistemik.

 Kontaminasi : bakteri tidak berkembang biak dan menyebabkan masalah klinis

 Kolonisasi : bakteri berkembang biak, tetapi tidak merusak jaringan

 Kolonisasi kritis atau infeksi lokal : bakteri berkembang biak hingga

mengganggu penyembuhan luka dan merusak jaringan. Kemungkinan besar

terdapat biofilm pada dasar luka

 Infeksi menyebar : bakteri menyebar dan menimbulkan masalah pada jaringan

sehat sekitar luka (selulitis, limfangitis, eritema)


 Infeksi sistemik : bakteri menyebar dan menimbulkan infeksi di seluruh tubuh

(respon inflamasi sistemik, sepsis, hingga disfungsi organ) [1]

Biofilm :

Biofilm adalah komunitas mikroba kompleks yang terdiri dari bakteria di dalam

matriks protektif gula dan protein (glikokaliks). Biofilm melindungi

mikroorganisme yang berada di dalamnya, meningkatkan ketahanan terhadap

sistem imunitas tubuh, antimikroba, dan stres lingkungan. Biofilm merupakan

faktor pendukung signifikan terhadap proses inflamasi persisten pada luka kronik.

Biofilm yang sudah matur dapat melepaskan fragmen biofilm dan mikrokoloni

yang dapat menyebarkan proses infeksi.

Keberadaan biofilm tidak dapat dideteksi secara klinis maupun laboratorium,

bahkan dengan pemeriksaan mikrobiologi klinis standar. Indikator klinis yang

paling memungkinkan hanyalah progresi penyembuhan luka dengan berkurangnya

eksudat dan slough.

Tata laksana terhadap biofilm mencakup debridemen agresif berulang, antibiotika

sistemik dosis tinggi durasi panjang bila diperlukan, dan kombinasi agen

antibakterial untuk mencegah pembentukan ulang biofilm.

Debridemen tajam merupakan metode terbaik untuk membuang biofilm. Bakteri

dapat membentuk kembali biofilm 3 hari setelah debridemen, sehingga perlu

dilakukan rutin untuk mengurangi potensi rekurensi.

Antimikroba :

Antimikroba terdiri dari disinfektan, antiseptik, dan antibiotika. Sensitivitas

mikroba harus didiagnosis dengan biopsi jaringan atau kultur apus untuk
menentukan terapi antimikroba yang sesuai. Dengan meningkatnya resistensi

terhadap antibiotika, antiseptik topikal adalah metode yang lebih dipilih untuk

mengontrol bioburden luka.

Agen topikal spektrum luas yang dapat digunakan antara lain perak, iodine, dan

PHMB (polyhexamethylene biguanide). Pemberian dilanjutkan selama 2 minggu

kemudian dievaluasi ulang. Antibiotika topikal tidak direkomendasikan.

Moisture

Berbeda dengan luka kronik, cairan luka akut kaya akan leukosit dan nutrient. Luka

kronik memiliki kadar protease, sitokin proinflamasi, dan MMP yang tinggi. Hal ini

menyebabkan aktivitas proteolisis yang tinggi sehingga merusak dasar luka,

penurunan TIMP (tissue inhibitor MMP), mengganggu kerja faktor pertumbuhan,

mendegradasi matriks ekstraseluler, merusak integritas kulit sekitar luka,

memperpanjang proses inflamasi, menurunkan pH luka, dan menghambat

penyembuhan luka.

Pembentukan eksudat yang berlebih atau insufisien memberikan pengaruh buruk

terhadap penyembuhan luka. Kelembaban yang sesuai dibutuhkan untuk kerja

faktor pertumbuhan, sitokin, dan migrasi sel. Kelembaban meningkatkan laju

epitelialisasi hingga dua kali lipat.

Eksudat berlebih akan merusak kulit sekitar luka dan meningkatkan risiko infeksi,

sementara eksudat yang terlalu sedikit menghambat aktivitas sel dan berujung pada

pembentukan eschar. Luka yang kering dan dehidrasi akan menimbulkan nyeri dan

gatal.
Keropeng kering juga menghambat penyembuhan luka karena epitel tidak dapat

bermigrasi melalui jaringan kering. Keropeng juga menyebabkan hasil estetik

suboptimal.

Pembentukan biofilm diasosiasikan dengan manajemen eksudat yang buruk, karena

eksudat merupakan sumber nutrisi potensial bagi biofilm.

Karakteristik volume dan viskositas eksudat harus dievaluasi untuk

memilih dressing yang tepat. Eksudat dapat bersifat :

 Serous : jernih tanpa darah, pus, debris

 Sanguinous : berdarah

 Serosanguinous : darah bercampur cairan jernih

 Purulen : pus berwarna kehijauan atau kekuningan, lengket, kental, berbau

Eksudat berlebih diatasi dengan dressing absorptif atau NPWT (negative pressure

wound therapy). Sementara luka yang kering ditangani dengan dressing yang

meningkatkan kelembaban. Dressing yang ideal harus dapat mempertahankan

kelembaban yang sesuai, mencegah maserasi atau desikasi dasar luka, mencegah

kontaminasi, membatasi pertumbuhan bakteri, tidak bulky, tidak nyeri ketika

diganti, nyaman dikenakan, menghilangkan bau, tidak perlu sering diganti, mudah

dipasang dan dilepaskan, serta memiliki harga terjangkau.

Edge of Wound (Tepi Luka)

Penilaian tepi luka (kemajuan epitelisasi), adanya undermining tepi luka, dan

kondisi kulit sekitar luka menandakan efikasi perawatan luka serta kemajuan

kontraksi dan epitelialisasi. Majunya epitelialisasi adalah tanda penyembuhan luka

yang paling jelas. Setelah 2-4 minggu, area luka seharusnya berkurang 20-40%. [1]
Tepi luka yang menebal (hiperkeratosis dan callus) akan memperlambat kontraksi

dan epitelialisasi luka.

Modalitas terbaru yang bertujuan meningkatkan kemajuan penyembuhan luka

antara lain EMT (terapi elektromagnetik), laser, ultrasound, terapi oksigen sistemik,

dan NPWT.

Aspek Lain

Intervensi bedah mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan jaringan nekrotik,

penilaian struktur yang lebih dalam, dan rekonstruksi penutupan defek. Tindakan

bedah diindikasikan bila penyembuhan luka lambat, terdapat komplikasi infeksi

rekuren, atau penampilan estetik tidak optimal. Debridemen dapat dilakukan di

ruangan rawat bila intervensi luka tidak menimbulkan nyeri atau pasien memiliki

komorbiditas multipel sehingga berisiko tinggi bila dilakukan anestesi umum. 

Anda mungkin juga menyukai