Anda di halaman 1dari 21

Bersyukur dan Resiliensi Akademik Mahasiswa

Lufiana Harnany Utami


UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jl. A.H Nasution No. 105 Bandung
Lufiana.harnany@uinsgdbdg

Abstract
Resiliensi akademik adalah kemampuan menghadapi tantangan, kesulitan, dan tekanan dalam seting
akademik. Penerapan sistem keyakinan dan tradisi yang ada dalam budaya dan agama merupakan salah
satu hal yang disarankan untuk pembentukan resiliensi. Bersyukur merupakan tradisi yang disarankan
dalam agama untuk dapat menjalani hidup dengan positif. Penelitian ini melihat hubungan bersyukur
dengan resiliensi akademik pada mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati. Penelitian kuantitatif dengan desain
korelasional melibatkan 400 mahasiswa untuk mendapatkan data bersyukur dan resiliensi. Instrumen
pengukuran yang digunakan adalah The Gratitude Questionnaire-6 yang dikembangkan oleh McCullough,
Emmons, & Tsang (2002) dan skala resiliensi Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) yang
dikembangkan oleh Connor dan Davidson (2003). Teknik analisis data yang digunakan adalah uji regresi
linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bersyukur memiliki kontribusi terhadap pembentukan
resiliensi akademik pada mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Saran bagi penelitian berikutnya
dapat menggunakan variabel lain untuk perluasan kajian tentang resiliensi.

Keywords: resiliensi akademik, bersyukur, mahasiswa

Pendahuluan dan akademik mahasiswa. Mereka


Mahasiswa memiliki pengalaman PHQHPXNDQ EDKZD OLQJNDUDQ ³GLVUXSWLRQ´
yang berbeda-beda dalam menghadapi GDQ ³UHLQWHJUDWLRQ´ dianggap sebagai
kehidupan akademik di perguruan tinggi proses resiliensi.
dengan berbagai masalah dan kesulitan Resiliensi bukan trait yang tidak
yang dihadapi. Fenomena yang terlihat di bisa berubah karena itu adalah proses yang
perguruan tinggi adalah sejumlah dinamis dan melibatkan adaptasi positif
mahasiswa dapat melalui serta mencapai dalam menghadapi tantangan dan kesulitan
berbagai tahapan dengan baik namun ada dalam hidup (Smith, 1999). Selain itu
pula yang gagal menjalaninya. Morales dan resiliensi juga dinilai sebagai kondisi
Trotman (2004) mengatakan bahwa setiap multidimensi sehingga bisa jadi individu
individu mahasiswa menghadapi masalah berbeda kemampuannya dalam menghadapi
dan kesulitan yang berbeda dalam bentuk kesulitan yang sama (Taylor, 2000).
kehidupan akademik. Sejumlah penelitian Setiap individu terlahir dengan kemampuan
yang dilakukan pada populasi mahasiswa di resiliensi yang dimiliki sehingga resiliensi
America (Dyson & Renk, 2006), Canada bukanlah sesuatu yang spektaluler karena
(Struthers, Perry & Menec, 2000), China itu adalah proses yang dialami setiap
(Tao, Dong, Pratt, Hunsberger & Pancer, individu (Richardson dan Waite, 2002).
2000), Australia (Stallman, 2010), dan Benard (2007) menambahkan bahwa 70%
Inggris (Wilcox, Winn & Fyvie-Gauld, pemuda yang hidup dalam kesulitan
2005) menyoroti banyaknya tuntutan dan terbiasa untuk menghadapi kesulitan,
tantangan di perguruan tinggi seperti mengembangkan kemampuan dan
belajar, menghadapi ujian, pembentukan ketrampilannya menghadapi hidup.
identitas, dan kemandirian dari orangtua Masten, Best, dan Garmezy
mempengaruhi fungsi sosial, emosi, fisik, (1990) menggambarkan tiga karakteristik

1
resiliensi yaitu kemampuan individu adanya tingkat depresi yang signifikan pada
menghadapi masalah dan beradaptasi akhir tahun ajaran pertama. Memasuki
dengan kondisi yang tidak menyenangkan, dunia perguruan tinggi akan memicu proses
kemampuan beradaptasi dengan dirinya resiliensi akademik dimana mahasiswa
sendiri menghadapi pengalaman hidup akan mengalami intensitas kekacauan
yang menekan dan kemampuan HPRVL \DQJ GLVHEXW ³GLVUXSWLRQ´ 1DPXQ
menghadapi kondisi yang pernah mahasiswa juga akan mengalami tahap
menimbulkan trauma seperti bencana alam, ³UHLQWHJUDWLRQ´ VHWHODK WDKDS GLVUXSWLRQ
kematian orang dekat atau pengalaman dimana akhirnya mahasiswa dapat
mengalami kecelakaan. +DQHZDOG¶V menyesuaikan diri, berhasil melalui segala
menjabarkan tiga bentuk resiliensi yaitu (1) bentuk ujian, pembentukan identitas diri,
³overcoming the odds´ yang dan mencapai kemandirian dalam
menggambarkan kekuatan personal memberdayakan fungsi sosial, emosional,
individu menghadapi kesulitan, (2) fisik dan akademik (Pancer, Pratt & H
³coping´ kemampuan menghadapi berbagai unsberger, 2000).
bentuk resiko negatif, dan (3) ³recovery Resiliensi secara akademik dalam
from trauma´ adalah kemampuan untuk konteks perguruan tinggi diartikan sebagai
kembali bangkit dari kesulitan atau kemampuan menghadapi tantangan,
keterpurukan. kesulitan, dan tekanan dalam seting
Connor dan Davidson (2003) akademik secara efektif (Martin & Marsh,
menambahkan bahwa individu yang 2006). Ada sejumlah faktor resiko yang
resilien tidak hanya mampu menghadapi harus dihadapi mahasiswa seperti nilai
kesulitan yang dihadapi tetapi juga dapat yang rendah, mengejar batas waktu yang
beradaptasi secara positif dengan kejadian- telah ditentukan, tugas yang sulit, absensi
kejadian yang negatif. Secara psikologis yang ketat, serta kewajiban mengikuti
resiliensi adalah kecenderungan untuk sejumlah kelas perkuliahan (Martin &
dapat menghadapi stress dan kondisi sulit Marsh, 2006). Singkatnya resiliensi
(Masten, 2009). Wolin dan Wolin (1993) akademik mengacu pada fenomena yang
mengatakan bahwa kekuatan dapat muncul digambarkan dengan kemampuan mencapai
setelah menghadapi kesulitan. Kesulitan hasil yang baik meskipun berhadapan
memang dapat melemahkan atau dengan kesulitan dalam berdaptasi dan
menguatkan individu tergantung bagaimana mengikuti perkembangan akademik.
dia memanfaatkan kondisi sulit tersebut. Menurut Wang dan Gordon (1994)
Jika memang kesulitan itu menyakitkan pembelajar yang memiliki resiliensi
akan mendorong individu tidak mampu akademik mampu mengubah lingkungan
melanjutkan kehidupannya yang sehat. yang dianggap sulit menjadi sumber
Namun jika mereka mampu motivasi dengan tetap mempertahankan
menghadapinya dengan baik maka harapan dan aspirasi yang tinggi,
kesulitan itu akan dapat menjadi berorientasi pada tujuan, memiliki
kesempatan atau tantangan yang ketrampilan dalam memecahkan masalah,
membuatnya menjadi lebih kuat dan serta memiliki kompetensi secara sosial.
mendapatkan banyak kemampuan lainnya. Alva (1991) menambahkan bahwa individu
Menurut Masten dan Reed (2002) yang memiliki resiliensi akademik dapat
resiliensi telah banyak diteliti sebagai berhasil mencapai keberhasilan dalam
kemampuan individu untuk beradaptasi, proses pendidikan yang dijalani dimana
menghadapi stress, dan menghadapi mereka berjuang dalam situasi yang negatif
kondisi sulit. Winter dan Yaffe (2000) dan tetap memiliki kemungkinan tidak
dalam penelitian yang dilakukan pada 408 berhasil.
mahasiswa semester satu menunjukkan

2
Menurut Morales (2008) resiliensi akademik, pandangan positif terhadap
akademik dipengaruhi oleh keyakinan yang sekolah, serta self-esteem yang tinggi
dimiliki mahasiswa tentang dirinya, orang adalah faktor yang membentuk resiliensi
lain dan dunia sekitarnya sehingga akademik mahasiswa. Wasonga, Christman
resiliensi itu berangkat dari kesehatan dan Kilmer (2003) membandingkan antara
mental yang dialami mahasiswa. Rickinson mahasiswa yang memiliki resiliensi
(1997) juga menambahkan bahwa akademik dan yang tidak. Hasil
ketrampilan coping yang dimiliki penelitiannya menunjukkan bahwa mereka
mahasiswa dapat meningkatkan yang memiliki resiliensi tinggi adalah
resiliensinya, motivasi dan persistensinya mereka dengan persepsi tinggi terhadap
sampai dia dapat menyelesaikan masa motivasi prestasi, kepuasan diri,
studinya. keterlibatan, serta konsep diri tentang
Martin dan Marsh (2009) akademik. Gonzales dan Padilla (1997)
melakukan penelitian tentang resiliensi mengatakan bahwa rasa memiliki menjadi
akademik pada dimensi psikologi yang prediktor yang signifikan terhadap
lebih luas dan menemukan lima faktor yang resiliensi akademik sehingga itu
dapat memprediksi relisiensi akademik mendukung teori yang mengatakan bahwa
yaitu self-efficacy, kontrol diri, mahasiswa yang terlibat dalam berbagai
perencanaan, kecemasan yang rendah, serta kegiatan akademik dan memiliki hubungan
kegigihan. Jika ingin membuat intervensi positif dengan lingkungan kampus akan
pada resiliensi mahasiswa maka kelima memiliki resiliensi akademik yang lebih
faktor tersebut harus dilibatkan dan besar.
dipertimbangkan dalam merancang Bernard (1991) menyarankan
materinya. Dass-Brailsford, (2005) dalam upaya yang dapat dilakukan institusi
penelitiannya pada pemuda Afrika selatan akademik untuk menyediakan kesempatan
yang memiliki resiliensi akademik yang bagi mahasiswa dalam mengembangkan
tinggi serta berhasil mencapai keberhasilan aset internal untuk dapat memiliki
akademik menunjukkan bahwa kemiskinan resiliensi. Bernard (1991) menegaskan
keluarga memang menjadi faktor resiko bahwa mengajarkan ketrampilan untuk
mereka namun dukungan dari keluarga menyelesaikan masalah akan membuat
yang didapat, karakteristik keluarga serta mahasiswa memiliki resiliensi dan mampu
role mode dan dukungan dari sekolah tetap mengatasi situasi sulit yang dihadapi yang
mereka dapatkan. Mereka memiliki self- akan membentuk pribadi mandiri yang
esteem yang tinggi, motivasi yang tinggi tentunya nanti akan mengarahkan mereka
serta punya orientasi pada tujuan. Selain itu menjadi produktif dan sukses dalam hidup.
mereka mereka menjadikan guru mereka McMillan dan Reed (1994)
sebagai role model dan sumber semangat. mengidentifikasi sejumlah upaya yang
Keyakinan yang tertanam pada mereka dilalui mahasiswa yang terukur memiliki
adalah kekuatan yang tinggi akan resiliensi akademik yang tinggi yaitu
memberikan kenyamanan pada hidup adanya keterlibatan dalam program
mereka nantinya di masa depan. intervensi, sibuk dengan berbagai kegiatan
Brown, & Benard (2001) juga untuk menggunakan waktu secara positif di
mengatakan bahwa dukungan lingkungan perguruan tinggi. Memiliki tujuan yang
kampus berhubungan dengan resiliensi jelas dan untuk jangka waktu pendek dan
siswa. Keterlibatan dalam kegiatan panjang, optimis tentang hidup serta punya
3
keyakinan untuk dapat mencapai apa yang mahaisiswa melewati tahapan akademik di
dituju tentunya mengalami berbagai perguruan tinggi.
kesulitan dan kendala semua itu
membentuk resiliensi akademik mahasiswa
selama mereka berada dalam lingkungan
perguruan tinggi.
McMillan dan Reed (1994)
menambahkan sejumlah karakter
mahasiswa yang memiliki resiliensi
akademik yaitu memiliki kendala internal
yang kuat tentang hidupnya dan memiliki
tanggung jawab personal terhadap tindakan
yang diambil. Mereka juga memiliki role
model yang diyakini baik untuk diikuti. Gambar 1. Faktor Pendukung Resiliensi
Pentingnya akademik resiliensi pada Mahasiswa
digambarkan oleh Finn dan Rock (1997) Gambar 1 menunjukkan sejumlah
bahwa akademik resiliensi sangat penting faktor pendukung resiliensi yang dapat
dalam keberhasilan akademik mahasiswa. dimiliki oleh individu mahasiswa. Faktor
Mahasiswa yang memiliki keterlibatan pendukung pertama adalah faktor dari
dalam kegiatan kampus dan merasa lebih dalam diri individu. Benard (2004)
memiliki hubungan dengan lingkungan mengatakan bahwa setiap individu
kampus terlihat lebih memiliki resiliensi memiliki resiliensi dalam diri yang dibawa
akademik. Smokowski (1999) secara genetik dan itu bisa terungkap secara
menambahkan bahwa keterlibatan alami dengan adanya sejumlah atribut di
akademik dan keterlibatan sosial adalah lingkungan tempat mereka berada.
aspek penting dalam pembentuakan Sejumlah faktor pendukung yang sifatnya
resiliensi akademik mahasiswa. Mahasiswa personal adalah ketrampilan memecahkan
yang memiliki resiliensi akademik mampu masalah, kemandirian, self-efficacy,
menterjemahkan lingkungan yang sulit kemampuan sosial, internal locus of control
menjadi sumber motivasi dengan tetap tingkatan yang tinggi dalam keterlibatan
mempertahankan harapan dan aspirasi yang semua itu dianggap karakteristik individu
tinggi, memiliki orientasi tujuan yang jelas, yang memiliki resiliensi akademik.
memiliki ketrampilan menyelesaikan Ketrampilan menyelesaikan masalah
masalah yang baik, serta memiliki mencakup ketrampilan membuat rencana
kompetensi berhubungan sosial dengan dan mengolah sejumlah alternatif solusi
berbagai pihak. dalam keadaan yang sulit serta berpikir
Finn dan Rock (1997) secara kritis, kreatif, dan reflektif.
menggambarkan mahasiswa yang memiliki Kemandirian menunjukan bahwa
resiliensi akademik lebih suka bekerja mahasiswa memiliki kemampuan
keras, jarang meninggalkan kelas, dan mengendalikan diri, mandiri mengambil
jarang mengalami masalah dalam kelas. keputusan serta memiliki keyakinan positif
Wolin dan Wolin (1993) menambahkan terhadap masa depan.
karakteristik resiliensi akademik lainnya Selain itu mahasiswa juga
yaitu memiliki wawasan, mandiri, kreatif, memiliki otonomi, mereka percaya pada
memiliki selera humor, dan punya inisiatif. kemampuannya untuk mempengaruhi
Singkatnya resiliensi akademik dipengaruhi kondisi sekitar mereka (Bernard, 1993).
oleh sejumlah faktor pendukung yang itu Mahasiswa yang memiliki kompetensi
akan menjadi kunci keberhasilan sosial yang baik tentunya memiliki
kemampuan berinteraksi dan

4
mengakomodasi hal-hal yang dibutuhkan akademik mahasiswa. Sacker dan Schoon
dalam komunitas kampus. Kemampuan (2007) mengatakan bahwa mahasiswa yang
lainnya yang juga menjadi faktor berhasil tergantung pada dukungan yang
pendukung personal adalah daya toleransi diberikan oleh keluarga dan peran orang tua
terhadap pengaruh negatif yang ada, self- sebagai pengasuh dan motivator.
esteem, keyakinan pada kemampuan yang Mahasiswa mendapatkan keuntungan dari
dimiliki, kemampuan mengelola keterlibatan orang tua melalui kehadiran
lingkungan dan masa depan, punya rasa yang baik, tingkat penyelesaian pekerjaan
humor, punya banyak harapan, memiliki rumah yang baik, tingkat kelulusan yang
srategi menghadapi stress, memiliki nilai- baik, keterlibatan dalam kegiatan
nilai positif yang dipegang dan diyakini, ekstrakurikuler, dan orang tuan yang
memiliki perspektif yang seimbang dalam memiliki sikap positif. Keluarga adalah
pengalaman, memiliki ketabahan, keuletan lingkaran masyarakat terkecil yang dapat
dan bersikap menyelesaikan jika ada menyediakan kesempatan untuk
masalah. mengembangkan kemampuan belajar yang
Pascarella dan Terenzini (1998) dimiliki siswa. Keluarga terus mencari
mengatakan bahwa konsep diri yang positif dukungan pengembangan kesehatan, fisik
dan pandangan mental yang positif dan intelektual. Peran keluarga sangat
cenderung memperkaya pengalaman penting dalam mendukung pencapaian
mahasiswa karena mereka secara intrinsik akademik siswa terutama dalam
memiliki motivasi untuk memnuhi menghadapi sejumlah kendala atau masalah
kewajiban akademik mereka. Bandura yang tidak dapat diselesaikan (Werner dan
(1993) juga mengatakan bahwa self- Smith, 2001). Keterlibatan keluarga
efficacy memiliki implikasi penting bagi terutama orang tua sangat penting dalam
motivasi dimana mahasiswa menilai dirinya keberhasilan akademik siswa (Bernard
memiliki kemampuan dan usaha untuk 1991). Faktor pendukung dari keluarga
mencapai keberhasilan akademiknya. memiliki komitmen yang sangat mendasar
Adapun internal locus of control adalah dalam menyelesaikan program sarjana di
keyakinan individu tentang hasil yang perguruan tinggi yang meliputi dukungan
dapat dicapai dalam hidup ini berdasarkan moral, keuangan, dukungan sehari-hari,
usaha yang dikerjakan serta kemampuan mempertahankan minat, pujian dan
yang dimiliki (Clauss-Ehlers, Yang, & sebagainya. Dukungan dari orang tua
Chen, 2006). Tokoh lainnya yaitu Fitch dan adalah faktor kunci yang mempengaruhi
Marshall (2003) juga mengatakan bahwa aspirasi mahasiswa untuk masuk ke
individu yang berhasil akan optimis perguruan tinggi bagaimanapun tingkat
terhadap masa depannya sehingga mereka pendidikan orang tua, dan sebaliknya
dapat mengendalikan apa yag ada di kurangnya dukungan keluarga menjadi
lingkungannya. Sejumlah faktor pendukung penghalang keberhasilan mahasiswa di
dari personal individu diperoleh dari perguruan tinggi.
pengalaman dan situasi yang berbeda Faktor pendukung berikutnya
dalam kehidupan mahasiswa. berasal dari Institusi pendidikan dimana
Faktor pendukung berikutnya mahasiswa menghabiskan waktu mereka
berasal dari keluarga dimana keluarga Institusi harus bertindak sebagai perekat
dapat memberikan pengaruh positif yang menyatukan semua faktor pendukung
maupun pengaruh negatif bagi keberhasilan agar menguntungkan mahasiswa. Institusi
5
menjadi tempat mereka berkembang, komunitas tetangga, role model, mentor,
belajar melalui keterlibatan sosial dan pelatih, tetangga, dan konselor (Garmezy,
akademik. Namun Braxton, Bray dan 1991). Teman sebaya yang memiliki pola
Berger (2000) mengatakan bahwa pikir yang sama, tujuan serta latar belakang
lingkungan perguruan tinggi menghadapi yang sama menjadi pengaruh penting bagi
banyak tantangan dalam upaya memberikan pencapaian akademik mahasiswa karena
iklim yang mendukung pembentukan mereka akan melihat bahwa mereka tidak
resiliensi akademik mahasiswa. Iklim sendiri dalam berjuang (Giordano, 1993).
kampus seharusnya menyambut hangat Mahasiswa yang berhasil biasanya
semua mahasiswa, memberikan memiliki role model dan pihak yang peduli
kenyamanan dan berkontribusi tehadap pada mereka yang selalu memberikan
keberhasilan mahasiswa. masukan dan bantuan dalam mengambil
Pengalaman positif seperti keputusan yang baik. Mereka juga memiliki
interaksi positif dengan teman sebaya, kemampuan untuk memiliki teman yang
interaksi positif dengan mahasiswa satu baik sehingga pengaruh teman sebaya itu
fakultas, regulasi dan peraturan yang jelas, penting ketika membuat keputusan untuk
harapan pencapaian yang tinggi, umpan tetap berjuang di perguruan tinggi. Benard
balik yang membangun, dan keterlibatan (1995) mengatakan bahwa hubungan
akademik untuk mendukung perilaku dengan teman sebaya memberikan
resiliensi (Niesel & Griebel, 2005). kontribusi terhadap perkembangan sosial,
Pengaruh teman sebaya yang baik juga kognitif, dan kemampuan sosialisasi
penting ketika mengambil keputusan mahasiswa.
pemilihan karir dan dosen juga menjadi Faktor yang mempengaruhi
aset bernilai bagi mahasiswa. Interaksi perkembangan resiliensi akademik
yang bermakna antara mahasiswa dan mahasiswa juga berhubungan dengan orang
dosen memberikan keuntungan sosial dan dewasa sekitar yang ikut memberikan
akademik bagi mahasiswa (Werner & dukungan dan kontribusi. Menurut Werner
Smith, 1992). (1993), mahasiswa yang berhasil memiliki
Menurut Reed, McMillan dan keyakinan keyakinan pada diri mereka
McBee (1995) program intervensi seperti sendiri bahwa ada makna hidup setelah
konseling dan penasehat dalam institusi kesulitan dan kesusahan. Komunitas ibadah
merupakan sumber yang bernilai untuk memberikan stabilitas dan struktur
membantu mahaisswa mendapat bantuan resiliensi pada mahasiswa. Interaksi yang
agar bisa betahan dalam situasi yang sulit. terjadi antara faktor pendukung yang
Institusi akademik membantu mahasiswa berasal dari individu mahasiswa, faktor
mengembangkan resiliensi akademik pendukung dari keluarga, faktor pendukung
dengan menyediakan lingkungan belajar dari institusi pendidikan, serta faktor
yang positif dan aman, menciptakan pendukung dari lingkungan sosial
harapan akademik yang tinggi namun dapat menghasilkan resiliensi akademik (Pianta
tercapai serta memfasilitasi keberhasilan & Walsh, 1998). Penelitian Morales (2010)
akademik dan sosial mahasiswa. melihat individu yang memiliki resiliensi
Adapun faktor pendukung yang akademik memiliki hubungan yang positif
berasal dari lingkungan sosial meliputi dengan teman sebaya, mendapat dukungan
teman sebaya yang mendukung, pengaruh dari keluarga, dan dukungan dari
komunitas yang positif seperti komunitas masyarakat.
ibadah, teman di luar kampus yang yang Menurut Kendra (2003) penelitian
mudah dihubungi, komunitas olahraga, tentang resiliensi akademik menyarankan
serta role model yang positif. Faktor sejumlah hal untuk pembentukan resiliensi
pendukung lingkungan meliputi juga seperti membangun hubungan dengan

6
orang lain, menguatkan ketrampilan adaptif yang dihasilkan dari kepedulian terhadap
dan regulasi diri, serta menerapkan sistem orang lain.
keyakinan dan tradisi yang ada dalam McCullough, Emmons, dan Tsang
budaya dan agama. Salah satu tradisi yang (2002) menambahkan bahwa sifat
disarankan dalam agama adalah bersyukur bersyukur memiliki empat aspek yaitu
atas apa yang dimiliki dan dihadapi. intensitas, frekuensi, rentang waktu, dan
Individu dibekali kemampuan menghadapi kepadatan. Rentang waktu diartikan
kondisi stress dengan bersyukur karena sebagai jumlah keadaan hidup yang perlu
bersyukur dapat meningkatkan kepuasan disyukuri sedangkan kepadatan diartikan
hidup, menurunkan keinginan terhadap dengan jumlah orang yang harus diucapkan
materi, serta menjadi penguat dalam terima kasih atas setiap hasil positif yang
hubungan sosial (Emmons & McCullough, didapatkan. Kondisi orang yang bersyukur
2003). lebih banyak berterima kasih setiap
Bersyukur digambarkan oleh harinya, merasa berterima kasih atas semua
Lambert, Graham dan Fincham (2009) aspek kehidupan yang ada dalam hidupnya
sebagai faktor yang dapat mengendalikan seperti keluarga, agama, pekerjaan dan
efek depresi terutama membantu lingkungan yang dimiliki. Syukur adalah
menghargai kembali situasi yang penuh kebajikan dan watak manusia, maka
dengan masalah menjadi terasa lebih individu yang bersyukur selalu merasa
ringan. Cannon (2002) juga menunjukkan berterima kasih dalam segala bentuk
bahwa syukur adalah salah satu pembeda kondisi dan waktu (Emmons & Crumpler,
antara mereka yang dapat bertahan dan 2000).
syukur itu ada pada cerita para korban yang Menurut Emmons dan Shelton
bisa bertahan. Ryan (2006) menambahkan (2002) bersyukur mengacu pada kebiasaan
bahwa syukur merupakan kekuatan yang baik dari karakter personal individu dan itu
luar biasa untuk menaikkan kembali diajarkan dalam agama yang ada di dunia.
individu yang jatuh dan membuat individu Rind dan Bordia (1995) mengatakan bahwa
dapat kembali fokus pada apa yang bersyukur berfungsi untuk meningkatkan
dinikmati dalam hidup meskipun mereka hidup individu melalui perasaan berharga
berada pada kondisi yang paling sulit. dan memiliki manfaat bagi sosial.
Konsep bersyukur ada di semua Sedangkan menurut Watkins (2004),
budaya, ras, dan lintas wilayah dan bersyukur dan bahagia ada dalam satu
menganggap hal itu adalah kepribadian tingkatan dimana individu yang merespon
yang positif meskipun bentuknya berbeda- situasi dengan syukur akan lebih bahagia
beda cara pengungkapan rasa syukur karena merasa memiliki manfaat dalam
tersebut. Peterson dan Seligman (2005) hidupnya. Emmons (2007) menjelaskan
mengartikan syukur sebagai rasa bahwa ada beberapa hal yang dapat
berterimakasih dan sukacita karena menjadi intervensi melatih bersyukur yaitu
mendapatkan hadiah, apakah hadiah itu menuliskan sejumlah hal yang patut
menjadi manfaat nyata dari yang lain atau disyukuri dalam hidup ini, menuliskan 3-5
momen kebahagiaan karena keindahan hal setiap hari apayang disyukuri dan
alam. McCullough, Kilpatrick, Emmons, alasannya, menuliskan kartu atau surat
dan Larson (2001) mengartikan syukur terima kasih yang sudah membantu dalam
sebagai pengaruh moral karena syukur itu hidup, mengingat hal yang buruk yang
mendorong perilaku moral, dan perilaku pernah kita alami, serta coba tanyakan apa
7
yang saya terima dari ..., apa yang saya kelebihan yang dimiliki, atas apa yang kita
sudah berikan pada ..., dan masalah apa terima dan yang kita berikan, kualitas
yang sudah saya buat. Tokoh lainnya juga dalam diri yang kita miliki, serta
menyarankan sejumlah upaya untuk kemakmuran dan keberkahan yang
melatih bersyukur yaitu Froh (2008) yang diterima. Wood, Froh, dan Geraghty (2010)
menganjurkan untuk beribadah sebagai menemukan sejumlah faktor yang dapat
upaya mengungkapkan syukur, dan menimbulkan bersyukur yaitu penghargaan
menghitung nikmat yang telah diterima. terhadap kehidupan seseorang,
Peterson dan Seligman (2004) penghargaan terhadap keindahan alam dan
mengartikan bersyukur dalam arti yang dunia, fokus pada manfaat personal dan
lebih sempit yaitu respon terima kasih lingkugan yang positif, dan aspek
setelah menerima sesuatu yang bernilai hubungan interpersonal.
baik berbentuk materi maupun momen Penelitian Watkins (2004)
karena keindahan alam. Emmons dan menemukan bahwa syukur merupakan
McCullough (2003) mengartikan bersyukur salah satu karakteristik dengan rasa
sebagai konsep emosi, sikap, pandangan memiliki tujuan seperti integritas dan
moral, kebiasaan, kepribadian, dan respon optimis. Rasa memiliki tujuan adalah salah
menghadapi sitausi. Froh, Kashdan (2009) satu faktor pendukung dari resiliensi
mengatakan bahwa bersyukur dialami oleh sehingga dapat dikatakan bahwa syukur
individu ketika menerima sesuatu yang berhubungan dengan resiliensi. Singkatnya
berharga sehingga sebagai bentuk dapat dikatakan bahwa syukur dapat
penghargaan ketika seseorang melakukan membantu individu untuk menghadapi
sesuatu yang baik dan bermanfaat. kesulitan dan itu adalah kemampuan
Bersyukur adalah ekspresi penghargaan resiliensi.
terhadap kontribusi yang diterima dari Cannon (2002) dalam
individu lain. Wood, Maltby, Stewart, penelitiannya menemukan bahwa syukur
Linley, & Joseph (2008) menjelaskan berhubungan dengan resiliensi. Namun
delapan domain bersyukur yaitu ekpsresi penelitian Fredrickson (2003) mengatakan
penghargaan terhadap perilaku kebaikan sebaliknya dimana syukur tidak
yang diterima dari orang lain, fokus pada berhubungan dengan resiliensi. Banyak
apa yang dimiliki daripada apa yang tidak penelitian yang mengatakan bahwa orang
dimiliki, perasaan kagum saat melihat yang bersyukur tidak mudah merusak
keindahan, membagikan kebaikan kepada dirinya, lebih pro sosial, dan bersikap lebih
orang lain setelah menerima, fokus pada bermoral. Wood, Maltby, Gillett, Linley,
hal positif saat ini, penghargaan terhadap dan Joseph (2008) meneliti hubungan
pemahaman bahwa hidup ini singkat, antara bersyukur, dukungan sosial, stress
perbandingan sosial yang positif antara diri dan depresi pada mahasiswa baru. Hasilnya
sendiri dan orang lain, dan perbedaan menunjukkan bahwa bersyukur yang tinggi
individu dalam mengalami efek bersyukur. membuat individu mendapatkan dukungan
Emmons (2003) memberikan sosial yang tinggi serta memiliki tingkat
konsep yang lebih luas tentang syukur yaitu stress dan depersi yang rendah. Nelson
emosi, sikap, pandangan moral, kebiasaan, (2009) menegaskan bahwa semua agama di
trait kepribadian, atau respon coping. dunia menyakini bahwa bersyukur adalah
Syukur adalah ungkapan berterima kasih prinsip yang penting dan umum. Ungkapan
dalam hidup pada orang lain, situasi, dan rasa syukur adalah bentuk ibadah yang
keadaan dalam hidup, pada apa yang kita paling tinggi dan dan universal sifatnya
terima, kita alami dan apa yang dipelajari. sehingga tidak ada agama di dunia ini yang
Syukur juga menjadi sumber spiritual yang tidak menganggap bersyukur itu penting
dimiliki, ungkapan terima kasih atas (Emmons dan Crumpler, 2000)

8
Emmons (2007) menjelaskan McCullough (2006) menggambarkan
bahwa bersyukur secara positif bahwa profil hedoisme berlawanan dengan
berhubungan dengan hal kritis yaitu orang yang bersyukur dan sikap bersyukur
kepuasaan hidup, kesehatan, kebahagiaan, dapat menurunkan pengaruh negatif dari
self-esteem, optimisme, harapan, empati, mengejar materialis seperti tidak bahagia,
dan keinginan untuk memberikan dukungan dan tidak puas dengan kehidupan. Syukur
kepada orang lain. Sebaliknya tidak dapat lebih kompleks sifatnya seperti yang
bersyukur berhubungan dengan kecemasan, disampaikan oleh Naito, Wangwan, dan
depresi, iri hati, dn kesepian. Hubungan Tani (2005) yang meneliti tentang rasa
yang positif antara bersyukur dengan bersyukur mahasiswa di Jepang dan
atribut sosial lainnya juga dibahas oleh Thailand. Mereka menemukan bahwa
McCullough, Emmons Kilpatrick dan mahasiswa pada kedua negara tersebut
Larson (2001) dimana dikatakan bahwa memiliki perasaan positif seperti bahagia,
bersyukur berpengaruh pada perilaku hangat dan berterima kasih serta perasaan
moral. Tiga pengaruh bersyukur dalam negatif (malu, menyesal menyebabkan
perilaku moral adalah sebagai respon masalah,kegelisahan dan merasa berhutang
terhadap persepsi perilaku moral yang setelah menerima bantuan). Hasil
ditunjukkan orang lain, motivator untuk penelitian itu menjelaskan bahwa perasaan
bersikap secara bermoral kepada orang lain, positif dan perasaan merasa berhutang
serta mendorong individu untuk bersikap adalah komponen bersyukur. Perasaan
bermoral. positif diasosiasikan dengan ekspresi wajah
Selanjutnya Lyubomirsky (2005) dan verbal, memberikan kembali baik
menambahkan pentingnya bersyukur bentuknya uang atau barang, serta
sebagai antidote emosi negatif, menetralisir meningkatkan perilaku prososial.
iri hari, kerendahan hati dan kekhawatiran. Namun penelitian Sheldon dan
Perkembangan syukur tampaknya Lyubomirsky (2005) menemukan bahwa
merupakan sebuah proses. Sejumlah rasa beryukur tidak menurunkan pengaruh
penelitian menemukan bahwa syukur negatif dan tidak menaikkan pengaruh
berguna bagi kesejahteraan individu dan positif di antara mahassiwa. Watkins
masyarakat. Syukur dapat memberikan (2004) mengatakan bahwa syukur
pengaruh positif terhadap kepuasan hidup, berhubungan secara positif dengan hal-hal
sikap optimis, harapan, kebahagiaan, dan yang disengaja (seperti ingatan dari
kesehatan. Di sisi lain syukur berhubungan kejadian khusus baik positif maupun
negatif dengan perasaan iri, dan depresi negatif) dan hal yang sifatnya intrusif
(Emmons and McCullough, 2003). Orang (mengganggu) seperti mengingat peristiwa
yang punya rasa syukur cenderung yang berlawanan. Ini artinya bahwa
memiliki karakteristik prososial kepada kejadian hidup yang menyenangkan datang
orang lain dengan konsisten sehingga kepada siswa yang banyak bersyukur
syukur dapat berguna bagi masyarakat. daripada mereka yang kurang bersyukur
Selanjutnya McCullough, Emmons, dan (Watkins, 2004)
Tsang (2002) mengatakan bahwa syukur Sejumlah penelitian menunjukkan
berhubungan secara positif dengan bahwa bersyukur dinilai efektif sebagai
spiritualitas dan keagamaan dan kemampuan untuk menghadapi depresi.
berhubungan negatif dengan sikap Bersyukur secara langung mendorong
materialistis. Penelitian Polak dan dukungan sosial dan menjadi protective
9
agent yang mengurangi stress dan depresi. baru. Hasilnya menunjukkan bahwa
(Wood, Joseph, & Linley, 2007). bersyukur yang tinggi membuat individu
Bersyukur juga mendorong dukungan mendapatkan dukungan sosial yang tinggi
sosial menjadi lebih tinggi tingkatannya serta memiliki tingkat stress dan depersi
serta menurunkan stress dan depresi. yang rendah.
Bersyukur juga berhubungan positif dengan Kehidupan di perguruan tinggi
upaya mencari dukungan sosial baik yang dapat menjadi transisi hidup yang
bentuknya emosi maupun yang berbentuk signifikan pada mahasiwa yang menuntut
instrumen, perkembangan yang positif, kemampuan beradaptasi. Mahasiswa baru
rencana dan upaya menghadapi masalah khususnya seringkali bukan mengalami
dengan cara positif. Sebaliknya bersyukur pengalaman yang menyenangkan
berhubungan negatif dengan penyimpangan melainkan kesulitan dan ketakutan. Mereka
perilaku, menyalahkan diri sendiri, dan beradaptasi dengan segala kehidupan
penolakan. kampus yang baru, berkenalan dengan
Syukur berhubungan dengan orang-orang baru, dan menghadapi
stress, dimana syukur dapat menfasilitasi tantangan akademik yang berat.
kekuatan yang menekan munculnya stress Menurut Seligman, Steen, Part,
(Wood, Joseph, & Linley, 2007). Sejumlah dan Peterson (2005) resiliensi akademik
penelitian menunjukkan bahwa syukur adalah topik khusus dan menarik untuk
berhubungan dengan tingkat stress yang melihat pencapaian akademik siswa dan
rendah (Krause, 2006). Penelitian Wood, menganalisa proses kognitif dan afektif
Maltby, Stewart, Linley, & Joseph (2008) pada siswa. Pemahaman terhadap
pada mahasiswa baru di semester awal bagaimana resiliensi mahasiswa dalam
menunjukkan tingkatan stress yang rendah menghadapi segala bentuk kesulitan yang
hal itu dikarenakan mahasiswa yang ada dalam dunia akademik menjadi hal
memiliki sikap bersyukur cenderung aktif penting untuk diteliti. Resiliensi pada
mekasime coping stressnya seperti pendidikan tinggi juga mulai banyak
memiliki ketrampilan memecahkan mendapatkan perhatian dalam penelitian
masalah dan proses emosi. Sejumlah karena itu diangap sebagai upaya
penelitian berspekulasi bahwa syukur mahasiswa bertahan dalam kondisi sulit
memiliki peran penting dalam menurunkan perguruan tinggi (Boyer, 2005). Meskipun
stress dan secara signifikan menjadi isu syukur menjadi salah satu intervensi
dalam kesehatan. psikologi positif yang berhasil membantu
Emmons (2003) menjelaskan resiliensi namun intervensi itu belum
mengapa bersyukur dapat meningkatkan menjalani pengujian yang ketat.
well-being karena bersyukur memfasilitasi Kajian resiliensi banyak
kemampuan menghadapi stress, ditemukan berhubungan dengan variabel
mengurangi emosi yang negatif dari hasil psikologi lainnya. Penelitian Javanmard
perbandingan terhadap diri dan sosial, (2013) menunjukkan bahwa keyakinan
mengurangi upaya mengejar materi, regilius berhubungan secara positif dengan
meningkatkan self-esteem, membangun resiliensi. Keyakinan yang kuat secara
sumber sosial, meningkatkan akses religious menjadi prediktor terbentuknya
keingatan positif. Selain itu Fredrickson variabel resiliensi. Canon (2002)
(2001) menambahkan bahwa bersyukur mengatakan bahwa syukur berhubungan
memotivasi perilaku moral dan pikiran dengan resiliensi, namun penelitian
yang spiritual. Wood, Maltby, Gillett, Fredrickson, Tugade, Waugh, dan Larkin
Linley, dan Joseph (2008) meneliti (2003) menunjukkan hasil sebaliknya
hubungan antara bersyukur, dukungan dimana syukur tidak berhubungan dengan
sosial, stress dan depresi pada mahasiswa resiliensi. Sejumlah karakter juga dianggap

10
sebagai faktor pendukung resiliensi seperti skala bersyukur dan skala resiliensi.
keberanian, kreatifitas, keingintahuan, Peneliti mengadaptasi skala alat ukur
keadilan, memaafkan dan pengampunan, Connor-Davidson Resilience Scale (CD-
harapan, humor, integritas, kebaikan, RISC) yang dikembangkan oleh Connor
kepemimpinan, suka belajar, berpikiran dan Davidson (2003) yang terdiri dari 25
terbuka terhadap masukan, ketahanan diri, aitem. Setiap aitem memiliki nilai
perspektif, kebijaksanaan, regulasi diri, menggunakan skala likert (0±4), dimana
kecerdasan sosial, spiritualitas, dan daya semakin tinggi nilai yang diperoleh maka
hidup. Namun masih sedikit sekali kajian menunjukkan semakin tinggi tingkat
yang membahas hubungan resiliensi resiliensinya. Sedangkan bersyukur
akademik dengan rasa bersyukur. Selain itu menggunakan The Gratitude
hasil penelitian yang melihat hubungan Questionnaire-6 yang dikembangkan oleh
antara resiliensi dengan rasa bersyukur McCullough, Emmons, & Tsang (2002).
terlihat tidak konsisten. Ada 7 pilihan jawaban dengan skala likert
Atas dasar alasan-alasan tersebut, yaitu mulai dari 1 (sangat tidak setuju)
penelitian ini bertujuan untuk melihat sampai nilai 7 (sangat setuju). Teknik
hubungan bersyukur dengan tingkat analisis data yang digunakan untuk uji
resiliensi mahasiswa baru di UIN bandung. hipotesis dalam penelitian ini adalah uji
Tingkat resiliensi mahasiswa perlu untuk regresi linier sederhana.
mendapatkan perhatian karena semakin
tinggi tingkat resiliensi yang dimiliki
Hasil Penelitian dan Pembahasan
mahasiswa akan semakin baik penyesuaian
dirinya secara psikologis. Sebagaimana yang telah diajukan dalam
bab 1 bahwa hipotesis dalam penelitian ini
Metode Penelitian adalah ada pengaruh rasa bersyukur
terhadap resiliensi mahasiswa UIN Sunan
Penelitian ini merupakan penelitian Gunung Djati Bandung. Pengujian
kuantitatif dengan menggunakan desain hipotesis dilakukan dengan menganalisis
non eksperimen. Penelitian ini bersyukur sebagai variabel bebas dan
menggunakan satu variabel bebas yaitu resiliensi sebagai variabel terikat. Analisis
bersyukur dan satu variabel terikat yaitu regresi sederhana dilakukan untuk melihat
resiliensi. Populasi dalam penelitian ini pengaruh bersyukur terhadap resiliensi dan
adalah mahasiswa UIN Sunan Gunung hipotesis terjawab dari hasil analisis yang
Djati Bandung yang terdaftar pada tahun disajikan pada tabel 1 berikut ini.
ajaran 2017/2018. Ada 400 mahasiswa Tabel 1. Hasil analisis model 1
dilibatkan dalam penelitian ini untuk Coefficientsa
mendapatkan data bersyukur dan resiliensi. Unstandardized Standardized
Sample dianggap sama karena memiliki Coefficients Coefficients
Std.
karakteritik yang sama yaitu ada di tahun Model B Error Beta t Sig.
pertama tahap perguruan tinggi dan masih 1 (Constant) 82.278 .405 203.071 .000
dalam masa adaptasi dengan dunia bersyukur -10.992 .571 .821 19.237 .000
akademik di perguruan tinggi. Teknik a. Dependent Variable: Resiliensi
sampling yang digunakan adalah clucter
random Sampling. Instrumen pengukuran Hasil pada tabel 1 di atas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menunjukkan variabel bersyukur memiliki
11
nilai t = 19,237 dengan probabilitas 0,000 bahwa syukur berhubungan dengan
< 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan resiliensi.
demikian dapat dikatakan bahwa terdapat Rasa syukur terlihat memberikan
pengaruh signifikan rasa bersyukur kontribusi yang cukup besar terhadap
terhadap resiliensi. Nilai koefisien sebesar terbentuknya resiliensi mahasiswa.
19,237 menunjukkan nilai positif yang Interpretasi yang dapat diberikan pada hasil
artinya semakin tinggi rasa bersyukur yang penelitian ini adalah bahwa rasa bersyukur
ada pada mahasiswa maka semakin tinggi yang tinggi membuat mahasiswa memiliki
resiliensi yang dimiliki. tingkat stress dan depresi yang rendah
Berikutnya tabel 2. menunjukkan sehingga membentuk resiliensi pada
besarnya pengaruh variabel bebas terhadap mahasiswa. Hal itu digambarkan oleh
variabel terikat. Wood, Maltby, Gillett, Linley, dan Joseph
(2008) bahwa ada hubungan antara
Tabel 4.2. Hasil analisis model 1 bersyukur, dukungan sosial, stress dan
Model Summary depresi pada mahasiswa baru dimana
Adjusted R Std. Error of bersyukur yang tinggi membuat individu
Model R R Square Square the Estimate mendapatkan dukungan sosial yang tinggi
1 .826a .682 .678 3.80087
dan akhirnya mereka memiliki tingkat
stress dan depersi yang rendah.
a. Predictors: (Constant), bersyukur Adanya kontribusi bersyukur
b. Dependent Variable : resiliensi terhadap terbentuknya resiliensi
menunjukkan bahwa bersyukur membuat
mahasiswa memiliki kontrol diri yang lebih
Seperti terlihat pada tabel 2 nilai R Square baik. Salah satu faktor protektif yang
sebesar 0,682 yang artinya pengaruh rasa membentuk resiliensi adalah locus of
bersyukur terhadap resiliensi pada control (Banerjee dan Pyles, 2004). Ketika
mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati mahasiswa mampu mengontrol dirinya
Bandung adalah sebesar 68,2%. Dengan maka upaya menghadapi dan memecahkan
kata lain ada sekitar 31,8% resiliensi masalah menjadi hal yang tidak terlalu
dipengaruhi oleh faktor lainnya. menguras energi. Mereka menjadi yakin
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, bahwa dengan bersyukur dapat melihat apa
maka hasil penelitian ini menunjukkan yang telah dimiliki dan apa yang menjadi
bahwa ada pengaruh rasa bersyukur kelebihan pada dirinya. Rasa dan sikap
terhadap resiliensi mahasiswa UIN Sunan bersyukur yang dimiliki mampu
Gunung Djati Bandung. Adapun besarnya mengarahkan mahasiswa bertahan dalam
kontribusi rasa bersyukur terhadap menghadapi situasi yang sulit. Fokus
resiliensi adalah sebesar 68,2%. bersyukur yang tidak hanya melihat pada
kekurangan tapi lebih melihat pada apa
Hasil uji hipotesis menunjukkan yang telah dimiliki oleh individu membuat
ada pengaruh signifikan variabel bersyukur mahasiswa memiliki banyak laternatif
terhadap variabel resiliensi. Hasil tersebut pemecahan masalah yang itu menjadi
mendukung hipotesis yang diajukan dalam pembentuk resiliensi.
penelitian ini. Temuan penelitian ini Kondisi bersyukur juga akan
menunjukkan bahwa rasa bersyukur menghasilkan energi positif sehingga
memberikan kontribusi terhadap membuat individu lain merasa nyaman
terbentuknya resiliensi pada mahasiswa. berada bersama mereka. Hal itu
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian digambarkan oleh Wood, Maltby, Gillett,
Cannon (2002) yang juga menemukan Linley, dan Joseph (2008) bahwa individu
yang bersyukur akan mendapatkan

12
dukungan sosial yang tinggi dan itu akan sebaya akan menjadi kuat menghadapi
membuat mereka memiliki tingkat stress berbagai bentuk kesulitan yang ada karena
dan depresi yang rendah. Individu mendapatkan dukungan (Morales, 2010).
mahasiswa yang memiliki sikap bersyukur Berikutnya adalah hubungan yang
akan cenderung melakukan kegiatan yang positif antara bersyukur dengan atribut
positif dan mengarahkan mereka pada sosial lainnya juga dibahas oleh
sosialisasi dengan individu lain. Hubungan McCullough, Emmons Kilpatrick dan
yang dijalin dengan mahasiswa dan dosen Larson (2001) dimana dikatakan bahwa
di universitas akan membuat mereka bersyukur berpengaruh pada perilaku
mendapatkan dukungan sosial yang moral. Adanya rasa bersyukur yang
membantu meringankan stress yang dimiliki mahasiswa mendorong individu
dirasakan. Connor dan Davidson (2003) untuk bersikap bermoral. Lingkungan
menggambarkan sosialisasi yang dilakukan kampus memberikan peluang bagi
mahasiswa itu membuat mereka mampu mahasiswa untuk melakukan kegiatan
menghadapi kesulitan yang dihadapi dan spiritual seperti sholat berjamaah, ada
belajar beradaptasi secara positif dengan asrama dengan segala kegiatan religius.
kejadian-kejadian yang negatif. Keterlibatan mahasiswa dalam sejumlah
Sejumlah faktor protektif juga kegiatan keagamaan dan sosial
terlihat pada individu mahasiswa yang ada mengarahkan mereka untuk memiliki
di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. pandangan positif serta self-esteem yang
Berbagai aktivitas yang ada di kampus tinggi yang itu merupakan faktor
membuat mahasiswa terlibat dan pembentuk resiliensi akademik mahasiswa
mendapatkan dukungan sosial baik dari Bormab dan Overman (2004) juga
institusi universitas maupun dari teman mengatakan bahwa dukungan lingkungan
sebaya. Mahasiswa menunjukkan sikap kampus berhubungan dengan resiliensi
bersyukurnya dengan menikmati siswa.
pertemanan yang ada di lingkungan Rasa syukur mempengaruhi
kampus. Peran teman sebaya menjadi salah tingkat resiliensi dengan terbentuknya sikap
satu faktor protektif yang dapat membentuk prososial yang dimiliki mahasiswa.
resiliensi mahasiswa selama beradapatasi Rancangan kegiatan dalam pembelajaranan
dengan kondisi perkuliahan. maupun program universitas seperti kuliah
Lingkungan sosial seperti teman kerja nyata membentuk sikap prososial
sebaya dan komunitas yang positif baik pada mahasiswa. Orang yang punya rasa
komunitas ibadah, teman di luar kampus syukur cenderung memiliki karakteristik
yang yang mudah dihubungi, komunitas prososial kepada orang lain dengan
olahraga, ataupun role model yang positif konsisten sehingga syukur dapat berguna
membuat mahasiswa mampu beradaptasi bagi masyarakat.
dengan komunitas yang diikuti. Emmons Bersyukur dapat mempengaruhi
(2007) menjelaskan bahwa bersyukur tingkat resiliensi mahasiswa karena rasa
membuat individu menjadi lebih prososial dan sikap bersyukur yang dimiliki akan
serta memiliki sikap peduli. Hubungan membuat mereka mampu meminimallisir
positif yang dijalin dengan teman sebaya emosi negatif yang muncul. Ketika
menurut adalah salah satu pembentuk mahasiswa melihat ada individu lain yang
resiliensi akademik karena individu yang memliki kelebihan dari dirinya maka
memiliki hubungan positif dengan teman mereka akan mengatakan bahwa saya pun
13
punya kelebihan yang diberikan Tuhan. Hal Gambaran lain yang mencoba
itu juga digambarkan oleh Lyubomirsky menjelaskan variabel bersyukur dapat
(2005) bahwa bersyukur dapat berperan membentuk resiliensi pada mahasiswaUIN
sebagai antidote emosi negatif, menetralisir bandung adalah sejumlah aktivitas
iri hari, kerendahan hati dan kekhawatiran. mahasiswa UIN Bandung yang bersifat
Berbagai kondisi yang membuat mahasiswa keagamaan seperti sholat berjamaah, mata
melihat apa yang tidak dimiliki menjadi hal kuliah yang bermuatan agama serta iklim
yang positif karena dimensi bersyukur akademik yang religious. Banerjee dan
adalah fokus pada apa yang telah dimiliki Pyles (2004) menjelaskan bahwa salah satu
bukan pada apa yang belum ada pada faktor protektif yang membuat
dirinya. Connor dan Davidson (2003) terbentuknya resiliensi adalah keyakinan
mengilustrasikan kondisi tersebut sebagai spiritual melalui keimanan yang dimiliki.
kondisi resiliensi dimana individu Fredrickson (2001) juga menambahkan
mahasiswa mampu menghadapi kondisi bahwa bersyukur memotivasi perilaku
yang tidak nyaman, sabar, dan memiliki moral dan pikiran yang spiritual. Berbagai
toleransi adaptif terhadap apa yang hal tersebut menjadi faktor protektif bagi
dihadapi. terbentuknya resiliensi seperti yag
Emmons (2007) menjelaskan disampaikan oleh McCullough, Emmons,
bahwa bersyukur secara positif dan Tsang (2002) bahwa syukur
berhubungan dengan kepuasaan hidup dan berhubungan secara positif dengan
mereka yang memiliki resiliensi tinggi spiritualitas dan keagamaan.
adalah mereka yang memiliki persepsi Adapun faktor pendukung terakhir
tinggi terhadap kepuasan hidup. Dengan adalah lingkungan sosial seperti teman,
kata lain individu yang bersyukur memiliki masyarakat, dan kelompok ibadah.
kepuasan terhadap apa yang dimiliki dalam Sejumlah faktor pendukung tersebut
hidupnya dan itu merupakan pembentuk mendukung keterlibatan sosial dan
resiliensi akademik pada mahasiswa. keterlibatan akademik yang saling
Pengaruh bersyukur terhadap resiliensi berhubungan dan dianggap sebagai sistem
mahasiswa UIN Bandung terlihat dari cara pendukung dan kunci untuk menciptakan
mereka bersyukur atas apa yang dimiliki. lingkungan yang mendukung dan
Konsep bersyukur dalam agama Islam juga mengembangkan akademik resiliensi.
menjadi bahan pembentuk resiliensi Werner dan Smith (2001) mengidentifikasi
mahasiswa karena secara tidak langsung keyakinan dan harapan sebagai komponen
proses pembelajaran dalam perkuliahan inti pada resiliensi. McMillan dan Reed
memasukan unsur bersyukur. (1994) mengidentifikasi sejumlah upaya
Emmons and McCullough (2003) yang dilalui mahasiswa yang terukur
juga mengatakan bahwa syukur dapat memiliki resiliensi akademik yang tinggi
memberikan pengaruh positif terbentuknya yaitu adanya keterlibatan dalam program
sikap optimis, harapan, kebahagiaan, dan intervensi, sibuk dengan berbagai kegiatan
kesehatan. Di sisi lain syukur berhubungan untuk menggunakan waktu secara positif di
negatif dengan perasaan iri, dan depresi. perguruan tinggi. Keterlibatan akademik
Tampilan sikap bersyukur mahasiswa UIN dan keterlibatan sosial adalah aspek penting
Bandung dapat dilihat dari sikap yang dalam pembentukan resiliensi akademik
ditunjukkan dan itu menjadi sumber mahasiswa.
pembentuk resiliensi mereka. Masten Faktor pendukung berikutnya
(2009) mengatakan bahwa kemampuan berasal dari Institusi pendidikan dimana
untuk dapat beradaptasi dengan perubahan mahasiswa menghabiskan waktu mereka
dan menghadapi kondisi sulit adalah (Braxton, Bray dan Berger, 2000). UIN
pengertian umum dari resiliensi. Bandung sebagai institusi pendidikan Islam

14
cukup banyak memberikan peluang bagi EHQWXN UHVLOLHQVL \DLWX ³RYHUFRPLQJ WKH
mahasiswa untuk belajar banyak hal RGGV´ \DQJ PHQJJDPEDUNDQ Nekuatan
tentang kehidupan. Kelas tempat personal individu menghadapi kesulitan,
perkuliahan menjadi lingkup terkecil ³FRSLQJ´ NHPDPSXDQ PHQJKDGDSL
tempat mahasiswa berinteraksi dengan berbagai bentuk resiko negatif, dan (3)
individu lainnya. UIN Bandung menjadi ³UHFRYHU\ IURP WUDXPD´ DGDODK NHPDPSXDQ
institusi menjadi tempat mahasiswa untuk kembali bangkit dari kesulitan atau
berkembang, belajar melalui keterlibatan keterpurukan.
sosial dan akademik. Sejumlah kegiatan Keterkaitan syukur dengan
yang dilakukan mahasiswa di kampus resiliensi juga dapat dijelaskan dengan
membuat mereka merasa memiliki gambaran yang disampaikan oleh Wood,
lingkungan kampus tersebut. Gonzalez dan Joseph, dan Linley (2007) bahwa syukur
Padilla (1997) mengatakan bahwa berhubungan dengan stress dimana syukur
lingkungan akademik yang supportif dan dapat menfasilitasi kekuatan yang menekan
rasa memiliki dalam institusi pendidikan munculnya stress. Ketika mahasiswa
menjadi prediktor yang signifikan terhadap memiliki kemampuan untuk mensyukuri
terjadinya resiliensi. apa yang dimiliki dengan kondisi yang
Banyak tantangan dalam upaya dihadapi maka itu akan membantunya
memberikan iklim yang mendukung bersahabat dengan stress. Sejumlah
pembentukan resiliensi akademik penelitian menunjukkan bahwa syukur
mahasiswa dan rasa syukur yang dimiliki berhubungan dengan tingkat stress yang
mahasiswa menjadi faktor protektif rendah artinya ketika individu mahasiswa
terbentuknya resiliensi. Pengalaman dapat mewujudkan rasa syukurnya dalam
positif seperti interaksi positif dengan sikap maka mereka mampu menahan
teman sebaya, interaksi positif dengan kondisi yang membuat mereka stress.
mahasiswa satu fakultas, regulasi dan Penelitian Wood, Maltby, Stewart, Linley,
peraturan yang jelas, harapan pencapaian & Joseph (2008) pada mahasiswa baru di
yang tinggi, umpan balik yang semester awal menunjukkan tingkatan
membangun, dan keterlibatan akademik stress yang rendah hal itu dikarenakan
untuk mendukung perilaku resiliensi mahasiswa yang memiliki sikap bersyukur
(Niesel & Griebel, 2005). cenderung aktif mekasime coping stressnya
Wood, Joseph, & Linley (2007) seperti memiliki ketrampilan memecahkan
juga mengatakan bahwa bersyukur masalah dan proses emosi.
mendorong dukungan sosial menjadi lebih Smokowski (1999) juga
tinggi tingkatannya serta menurunkan stress mengatakan bahwa mahasiswa yang
dan depresi. Bersyukur juga berhubungan memiliki resiliensi akademik mampu
positif dengan upaya mencari dukungan menterjemahkan lingkungan yang sulit
sosial baik yang bentuknya emosi maupun menjadi sumber motivasi dengan tetap
yang berbentuk instrumen, perkembangan mempertahankan harapan dan aspirasi yang
yang positif, rencana dan upaya tinggi, memiliki orientasi tujuan yang jelas,
menghadapi masalah dengan cara positif. memiliki ketrampilan menyelesaikan
Sebaliknya bersyukur berhubungan negatif masalah yang baik, serta memiliki
dengan penyimpangan perilaku, kompetensi berhubungan secara sosial
menyalahkan diri sendiri, dan penolakan. dengan berbagai pihak. Sejumlah
+DQHZDOG¶V PHQJDWDNDQ DGD penelitian berspekulasi bahwa syukur
15
memiliki peran penting dalam menurunkan yang telah dimiliki oleh individu membuat
stress dan secara signifikan menjadi isu mahasiswa memiliki banyak aternatif
dalam kesehatan. Ketika mahasiswa pemecahan masalah yang itu menjadi
memiliki rasaa syukur dan mampu bersikap pembentuk resiliensi. Dengan kata lain rasa
positif bersyukur dalam menghadapi bersyukur yang tinggi membuat mahasiswa
apapun kondisi yang ada, maka memiliki kemampuan bertahan dalam
kemampuan mereka untuk menghadapi menghadapi situasi sulit.
kesulitan juga semakin terasah. Tingkat Bersyukur merupakan salah satu
resiliensi mahasiswa juga dapat faktor protektif personal pembentuk
dipengaruhi dari proses bersyukur yang resiliensi akademik. Sikap bersyukur
dijalani. Connor dan Davidson (2003) membuat mahasiswa cenderung melakukan
menambahkan bahwa individu yang kegiatan yang positif dan mengarahkan
resilien tidak hanya mampu menghadapi mereka pada sosialisasi dengan individu
kesulitan yang dihadapi tetapi juga dapat lain. Hubungan yang dijalin dengan
beradaptasi secara positif dengan kejadian- mahasiswa dan dosen di universitas
kejadian yang negatif. membuat mereka mendapatkan dukungan
Emmons (2003) menjelaskan sosial yang membantu meringankan stress
mengapa bersyukur dapat meningkatkan yang dirasakan. Mahasiswa menunjukkan
well-being karena bersyukur memfasilitasi sikap bersyukurnya dengan menikmati
kemampuan menghadapi stress, pertemanan yang ada di lingkungan
mengurangi emosi yang negatif dari hasil kampus. Teman sebaya dalam komunitas
perbandingan terhadap diri dan sosial. positif yang bernuansa Islami juga menjadi
Ketika mahasiswa mampu mensyukuri apa faktor protektif yang dapat membentuk
yang dihadapi maka mereka belajar untuk resiliensi mahasiswa selama beradapatasi
beradaptasi dengan kondisi yang membuat dengan kondisi perkuliahan.
merek atidak nyaman. Masten dkk (1990) Rasa syukur membentuk sikap
menggambarkan karakteristik resiliensi prososial pada mahasiswa yang itu
adalah kemampuan individu menghadapi merupakan sumber resiliensi akademik bagi
masalah, beradaptasi dengan kondisi yang mahasiswa. Sejumlah faktor protektif yang
tidak menyenangkan, dan menghadapi tersedia di UIN Sunan Gunung Djati juga
pengalaman hidup yang menekan. Pada ikut membantu pembentukan resiliensi
saat mahasiswa menghadapi sejumlah mahasiswa. Aneka kegiatan positif seperti
tuntutan tugas dan kondisi tidak nyaman sholat berjamaah, ceramah, praktek ibadah,
dalam berbagi kondsi maka mereka sedang serta mata kuliah yang bermuatan Islam
dalam proses meningkatkan resiliensi. membentuk sikap prososial pada
mahasiswa yang akhirnya itu berhubungan
dengan resiliensi mahasiswa. Konsep
Simpulan dan Saran bersyukur dalam agama Islam juga menjadi
Bersyukur terbukti memiliki bahan pembentuk resiliensi mahasiswa
kontribusi terhadap pembentukan resiliensi karena mahasiswa belajar untuk
akademik mahasiswa UIN Sunan Gunung menghadapi kondisi tidak nyaman, sabar,
Djati Bandung. Pernyataan itu didukung dan memiliki toleransi adaptif terhadap apa
oleh hasil penelitian ini yang menunjukkan yang dihadapi. Ketika mahasiswa memiliki
adanya pengaruh yang signifikan dari rasa syukur dan mampu bersikap positif
variabel bersyukur pada variabel resiliensi. dan bersyukur dalam menghadapi apapun
Kontribusi bersyukur cukup besar terhadap kondisi yang ada, maka kemampuan
terbentuknya resiliensi mahasiswa. Fokus mereka untuk menghadapi kesulitan juga
bersyukur yang tidak hanya melihat pada semakin terasah.
kekurangan tapi lebih melihat pada apa

16
Hasil penelitian ini dapat dijadikan Practical ideas for overcoming risks
rujukan sebagai alternatif wacana untuk and building strengths in youth,
merancang kegiatan positif dalam kampus families and communities (pp. 3-7).
UIN Sunan Gunung Djati yang membantu Ojai, CA: Resiliency in Action
meningkatkan resiliensi akademik Boyer, P. G. (2005). College student
mahasiswa khususnya mahasiswa baru persistence of first-time freshmen at a
dalam upaya beradaptasi dengan lingkungn midwest university: A longitudinal
akademik di perguruan tinggi. Sejumlah study. Research for Educational
konsep self dalam psikologi perlu Reform, 10(1), 16-27.
mendapatkan perhatian karena berbagai Braxton, J. M., Bray, N. J., & Berger, J. B.,
kekuatan personal yang dimiliki mahasiswa (2000). Faculty teaching skills and
dapat ditingkatkan dengan memberikan their influences on the college student
peluang dan fasilitas yang memadai. departure process. Journal of College
Saran bagi penelitian berikutnya Student Development, 41, 215-227.
dapat menggunakan variabel lain untuk %URZQ - + '¶HPLGLR-Caston, M., &
perluasan kajian tentang resiliensi. Selain Benard, B. (2001). Resilience
itu penelitian yang sifatnya eksperimen education. CA: Corwin Press, Inc
juga dapat dilakukan dengan membuat Cannon, J. T. (2002). Experiences of the
program pengembangan potensi soft skill 1989 Loma Prieta earthquake: A
mahasiswa yang berangkat dari konsep narrative analysis (Doctoral
psikologi positif. dissertation, Saybrook Graduate
School, 2002). Dissertation Abstracts
International, 64(4-B), 1938
Daftar Pustaka Connor, K. M., Davidson, J. R. T., Lee L-
C. (2003). Spirituality, Resilience,
Alva, S. A. (1991). Academic
and Anger in Survivors of Violent
invulnerability among Mexican-
Trauma: A Community Survey.
American students: The importance
Journal of Traumatic Stress, 16(1),
of protective resources and
487 494.
appraisals. Hispanic Journal of
Connor, K. M., & Davidson, J. R. T.
Behavioral Sciences, 13(1), 18-34.
(2003). Development of a new
Bandura, A. (1993). Perceived self-efficacy
resilience scale: The Connor-
in cognitive development and
Davidson Resilience Scale (CD-
functioning. Educational
RISC). Depression and Anxiety, 18,
Psychologist, 28(2), 117-148.
76-82.
Benard B (2004) Resiliency: What have
Dass-Brailsford, P. D. (2005). Exploring
we learned? San Francisco,
resiliency: Academic achievement
California, USA.
among disadvantaged black youth in
Benard, B. (1995). Fostering resilience in
South Africa. South African Journal
children. ERIC Digest. ERIC
of Psychology, 35(3), 574-591
Document Reproduction Service No.
Dyson, R., & Renk, K. (2006). Freshmen
ED 386 327
adaptation to university life:
Bernard, B. (2007). The foundations of the
Depressive symptoms, stress, and
resiliency paradigm. In N.
coping. Journal of Clinical
Henderson, (Ed.) Resliency in action:
Psychology, 62(10), 1231-1244.
17
Emmons, R. A., & McCullough, M. E. affect as a moderator. The Journal of
(2003). Counting blessings versus Positive Psychology, 4(5), 408±422.
burdens: an experimental Garmezy, N. (1991). Resiliency and
investigation of gratitude and vulnerability to adverse
subjective well-being in daily life. developmental outcomes associated
Journal of Personality and Social with poverty. American Behavioral
Psychology, 84(2), 377±389 Scientist, 34(4), 416-430
Emmons, R. A., & Crumpler, C. A. (2000). Giordano, P.C., Cernkovich, S.A. &
Gratitude as a human strength: DeMaris, A. (1993). The family and
Appraising the evidence. Journal of peer relations of black adolescents.
Social and Clinical Psychology, Journal of Marriage and the Family,
19(1), 56-69 55(2), 277-287
Emmons, H. C. (2007). The rise and fall of Gonzalez, R., & Padilla, A. M. (1997). The
resilience: Prevention and holistic academic resilience of Mexican
treatment of depression among American high school students.
college students. Journal of College Hispanic Journal of Behavioral
Student Psychotherapy, 21(3/4), 225- Sciences, 19(3), 301-317.
241. Hanewald, R. (2011). Reviewing the
Finn, J. D., & Rock, D. A. (1997). Literature on "At-Risk" and Resilient
Academic success among students at Children and Young People.
risk for school failure. Journal of Australian Journal of Teacher
Applied Psychology, 82(2), 221-34. Education, 36(2), 16-27.
Fredrickson, B. L. (2001). The role of Javanmard. G.H. Hossein.G. (2013).
positive emotions in positive Religious Beliefs and Resilience in
psychology:The broaden and build Academic Students. Social and
theory of positive emotions. Behavioral Sciences. 84 (2), 744 ±
American Psychologist, 56(3), 748
218-222 Kendra, J. and Wachtendorf, T. (2003).
Fredrickson, B. L., Tugade, M. M., Waugh, Elements of resilience after the world
C. E., & Larkin, G. R. (2003). What trade center disaster: Reconstituting
good are positive emotions in crises? QHZ \RUN FLW\¶V HPHUJHQF\ RSHUDWLRQV
A prospective study of resilience and centre. Disasters, 27(1),37±53.
emotions following the terrorist Krause, N. (2006). Gratitude Toward God,
attacks on the United States on Stress, and Health in Late Life.
September 11th, 2001. Journal of Research on Aging, 28(2), 163±183.
Personality & Social Psychology, 70
84(2), 365-376. Lyubomirsky, S., King, L., & Diener, E.
Froh, J. J., Sefick, W. J., & Emmons, R. A. (2005). The benefits of frequent
(2008). Counting blessings in early positive affect: Does happiness lead
adolescents: an experimental study of to success? Psychological Bulletin,
gratitude and subjective well-being. 131(6), 803-855
Journal of School Psychology, 46(2), Martin, A. and Marsh, H. (2006).
213±33. Academic resilience and its
Froh, J. J., Kashdan, T. B., Ozimkowski, K. psychological and educational
M., & Miller, N. (2009). Who correlates: A construct validity
benefits the most from a gratitude approach. Psychology in the Schools,
intervention in children and 43(3), 267-281.
adolescents? Examining positive Martin, A. J., & Marsh, H.W. (2009).
Academic resilience and academic

18
buoyancy: An encompassing Morales, E. E., & Trotman, F. (2004).
multidimensional and hierarchical Promoting academic success
framing of concepts, causes, resilience in multicultural America:
correlates, and cognate constructs. Factors affecting student success.
Oxford Review of Education, 35(4), New York: Peter Lang.
353-370. Naito, T., Wangwan, J., & Tani, M. (2005).
Masten, A. S., Best, K. M., & Garmezy, N. Gratitude in university students in
(1990). Resilience development: Japan and Thailand. Journal of
Contributions from the study of Cross-Cultural Psychology, 36(2),
children who overcome adversity. 247-263.
Development and Psychopathology, Nelson, C. (2009). Appreciating gratitude:
2(2), 425-444. Can gratitude be used as a
Masten, A. S., & Reed, M. J. (2002). psychological intervention to
Resilience in development. In C. R. improve individual well-being?.
Snyder & S. J. Lopez (Eds.), Counselling Psychology Review,
Handbook of positive psychology 24(3), 38-50.
(pp. 74-88). New York: Oxford Niesel, R., & Griebel, W. (2005).
University Press. Transition Competence and
Masten, A. S. (2009). "Ordinary Magic: Resiliency in educational
Lessons from research on resilience institutions. International Journal of
in human development. Education Transitions in Childhood, 1(2), 4-
Canada, 49 (3), 28 32. 11.
McCullough, Emmons Kilpatrick dan Pancer, S. M., Hunsberger, B., Pratt, M.
Larson (2001) links of grateful W., & Alisat, S. (2000). Cognitive
moods to individual differences and Complexity of Expectations and
daily emotional experience. Journal Adjustment to University in the
of Personality and Social First Year. Journal of Adolescent
Psychology, 86(2), 295±309 Research, 15(1), 38±57.
McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Pascarella, E. T., & Terenzini, P. T. (1998).
Tsang, J.-A. (2002). The grateful Studying college students in the
disposition: A conceptual and 21st century: Meeting new
empirical topography. Journal of challenges. The Review of Higher
Personality and Social Psychology, Education, 21(2), 151-195.
82(1), 112±127 Peterson, C., & Seligman, M.E.P. (2004).
McMillan, J., & Reed, D. (1994). At-risk Character strengths and virtues: A
students and resiliency: Factors handbook and classification. New
contributing to academic success. York, NY: Oxford University Press.
Clearing House, 67(3), 137-140. Pianta, R. C., & Walsh. D. J., (1998).
Morales, E. E. (2010). Linking Strengths: Applying the construct of resilience
Identifying and Exploring in schools: Cautions from a
Protective Factor Clusters in developmental systems perspective.
Academically Resilient Low- School Psychology Review, 17(3),
Socioeconomic Urban Students of 407-417.
Color. Roeper Review, 32(1), 164- Polak, E. L., & McCullough, M. E. (2006).
175 Is gratitude an alternative to
19
materialism? Journal of Happiness population data. Australian
Studies, 7(2), 343-360. Psychologist, 45(4), 249-257
Richardson, G. E., & Waite, P. J. (2002). Tao, S., Dong, Q., Pratt, M. V.,
Mental health promotion through Hunsberger, B., & Pancer, S. M.
resilience and resiliency education. (2000). Social support: Relations to
International Journal of Emergency coping and adjustment during the
Mental Health, 4(1), 65-75. transition to university in the
Rickinson, B. (1997). Evaluating the SHRSOHÆV UHSXEOLF RI &KLQD Journal
effectiveness of counselling of Adolescent Research, 15(1), 123-
intervention with final year 144.
undergraduates. Counselling Taylor, E. R. (2000). Making Resiliency
Psychology Quarterly, 10(3), 271- Meaningful in the New Millennium.
285. Retrieved from http://www.
Rind, B., & Bordia, P. (1995). Effect of meaning.ca/pdf/2000proceedings
VHUYHU¶V ŠWKDQN \RXÅ DQG elizabeth_ taylor.
personalization on restaurant Wang, M. C., & Gordon, E. W. (1994).
tipping. Journal of Applied Social Educational resilience in inner city
Psychology, 25, 745-751 America. Hillsdale, NJ, Erlbaum
Sacker, A., & Schoon, I. (2007). Wasonga T, Christman DE, Kilmer L
Educational resilience in later life: (2003) Ethnicity, gender and age:
Resources and assets in adolescence Predicting resilience and academic
and return to education after leaving achievement among urban high
school at age 16. Social Science school students. American
Research, 36(1), 873±896. Secondary Education 32(1), 62-74.
Seligman, M. E. P., Steen, T. A., Park, N., Watkins, P.C. (2004). Gratitude and
& Peterson, C. (2005). Positive subjective well-being. In R.A.
psychology progress: empirical Emmons & M.E. McCullough
validation of interventions. The (Eds.), The psychology of gratitude
American Psychologist, 60(5), 410± (pp. 167-102). New York, NY:
21. Oxford University Press.
Sheldon, K., & Lyubomirsky, S. (2005). Werner, E. E., & Smith, R. S. (1992).
Achieving sustainable gains in Overcoming the odds: High risk
happiness: Change your actions, not children from birth to adulthood.
your circumstances. Journal of Ithaca, NY: Cornell University.
Happiness Studies, 7(1), 55-86. Werner, E. (1993). Risk,resilience, and
Smith, G. (1999). Resilience concepts and recovery. Perspective from the
findings: implications for family Kauai Longitudinal Study. 5(2),
therapy. Journal of Family Therapy, 503-515
21, 154-158 Werner, E., & Smith, R. (2001). Journeys
Smokowski, P. R., Reynolds, A. J., & from childhood to the midlife: Risk,
Bezruczko, N. (1999). Resilience resilience, and recovery. New York,
and protective factors in NY: The New Press
adolescence: An autobiographical Wilcox, P., Winn, S., & Fyvie-Gauld, M.
perspective from disadvantaged µ,W ZDV QRWKLQJ WR Go with
youth. Journal of School the university, it was just the
Psychology, 37(4), 425-48. SHRSOH¶ 7KH UROH RI VRFLDO VXSSRUW
Stallman, H. M. (2010). Psychological in the first year experience of higher
distress in university students: A education. Studies in Higher
comparison with general Education, 30(6), 707-722

20
Winter MG, Yaffe M 2000. First year
student adjustment to university
life as a function of relation-ship
with parents. Journal of Adolescent
Research, 15(2), 19-37.
Wolin, S. J., & Wolin, S. (1993). The
resilient self: How survivors of
troubled families rise above
adversity. New York: Villard
Books.
Wood, A. M., Froh, J. J., & Geraghty, A.
W. A. (2010). Gratitude and well-
being: a review and theoretical
integration. Clinical Psychology
Review, 30(7), 890±905.
Wood, A. M., Joseph, S., & Linley, P. A.
(2007). Coping Style As A
Psychological Resource Of Grateful
People. Journal of Social and
Clinical Psychology, 26, 1108±
1125.
Wood, A.M., Maltby, J., Gillet, R., Linley,
P.A., & Joseph,S. (2008). The Role
of Gratitude inteh Development of
Social Support, Stress, and
Depression : Two Longitudinal
Studies. Journal of Research in
Personality, 42(2), 854-871

21

Anda mungkin juga menyukai