Anda di halaman 1dari 10

MENGEMBANGKAN RESILIENSI REMAJA DALAM

UPAYA MENGATASI STRES SEKOLAH

Oleh: Desmita*

Abstract

School today are facing the difficult challenges of ensuring success for all students and fostering an
empowered, enthusistic staff of lifelong. This article is about developing “resiliency”, a new paradigma
of student development that offers schools a coherent. The foundation for the resiliency paradgma is a
dramatic new perspective on how children and adolescence bounce back from stress, trauma, and risk
in their lives that is emerging from the fields of psychiatry, psychology, and sociology. An
understanding of resiliency, its importance, and the way schools can help students bounce back and
evolve into more competent and successful learners is needed now more than ever. In this article,
resiliency is defined and six-step plan of action for resiliency building is introduced.

Kata Kunci: resiliensi remaja, mengatasi stress sekolah

PENDAHULUAN yang sangat berguna, terutama bagi


upaya membantu perkembangan anak

R
esiliensi pada prinsipnya adalah
sebuah konsep yang relatif baru dan remaja yang lebih baik serta
dalam khasanah psikologi. Para- mengatasi stres sekolah yang banyak
digma resiliensi didasari oleh pandangan mereka alami. Apalagi disadari betapa
kontemporer yang muncul dari lapangan anak-anak dan remaja yang hidup dalam
psikiatri, psikologi, dan sosiologi tentang era modern sekarang ini semakin mem-
bagaimana anak, remaja dan orang de- butuhkan kemampuan resiliensi untuk
wasa dapat bangkit kembali dan bertahan menghadapi kondisi-kondisi kehidupan
dari kondisi stres, trauma dan resiko abad 21 yang penuh dengan perubahan-
dalam kehidupan mereka. Sejumlah studi perubahan yang sangat cepat. Perubah-
yang muncul dalam bidang resiliensi ini an-perubahan yang sangat cepat tersebut
menolak pandangan yang menganggap tidak jarang menimbulkan dampak-dam-
pak yang tidak menyenangkan bagi
bahwa stres dan resiko (termasuk pe-
nyimpangan, kerugian, kesalahan atau anak-anak dan remaja. Untuk meng-
tekanan-tekanan hidup lainnya) merupa- hadapi kondisi-kondisi yang tidak me-
kan petaka yang tak mungkin dielakkan, nyenangkan tersebut, sejumlah ilmuwan,
yang menyebabkan berkembangnya pisi- peneliti, dan praktisi di bidang sosial dan
kopatologi atau hidup abadi dalam ling- perilaku, memandang perlu untuk mem-
karan setan kemiskinan, penyimpangan, bangun resiliensi. Resiliensi dianggap
kekerasan atau kegagalan dalam pen- sebagai kekuatan dasar yang menjadi
didikan. fondasi dari semua karakter positif da-
Dewasa ini resiliensi telah diterima lam membangun kekuatan emosional
secara luas sebagai konsep psikologi dan psikologis seseorang. Tanpa adanya

* Penulis adalah Lektor dalam Mata Kuliah Psikologi Pendidikan pada STAIN Batusangkar
1
2 Desmita, Mengembangkan Resiliensi Remaja dalam Upaya Mengatasi Stres Sekolah

resiliensi, tidak akan ada keberanian, beberapa negara juga tidak memiliki
ketekunan, tidak ada rasionalitas, tidak padanan kata tentang resiliensi. Dalam
ada insight. Bahkan resiliensi diakui bahasa Spanyol misalnya, tidak ada kata
sangat menentukan gaya berpikir dan yang digunakan dalam literatur psikologi
keberhasilan seseorang dalam hidupnya, untuk resiliensi, sehingga sebagai ganti-
termasuk keberhasilan dalam belajar di nya digunakan istilah “la defensa ante la
sekolah. adversidad” (Grotberg, 1995). Literatur-
Untuk itu, sekolah sebagai institusi literatur psikologi yang ditulis dalam
pendidikan, perlu melakukan upaya- bahasa Indonesia juga sama sekali belum
upaya untuk membantu pengembangan menyinggung konsep resiliensi, sehingga
resiliensi di kalangan remaja, sehingga sulit untuk mencari padanan kata yang
mereka mampu menjadi sosok remaja cocok untuk menggambarkan konsep
yang resilien di tengah situasi dan tersebut. Kalau diterjemahkan ke dalam
lingkungan kehidupan yang penuh bahasa Indonesia, pengertian resiliency
godaan dan stressful. malah mungkin akan membingungkan,
seperti gaya pegas, daya kenyal, ke-
gembiraan, keuletan (Echols & Shadily,
RESILIENSI: BEBERAPA PENGER- 1997), ketahanan (Smet, 1994), dan daya
TIAN lentur (Siregar, 2001). Karena itu, agar
Istilah resiliensi diintrodusir oleh tidak menimbulkan kesalahpahaman,
Redl pada tahun 1969 dan digunakan maka dalam uraian ini penulis sengaja
untuk menggambarkan bagian positif menggunakan istilah aslinya dan me-
dari perbedaan individual dalam respon rubahnya ke dalam bahasa Indonesia
seseorang terhadap stres dan keadaan menjadi “resiliensi”.
yang merugikan (adversity) lainnya Meskipun belum ada kesamaan
(Smet, 1994). Tetapi, hingga tahun pendapat mengenai definisi resiliensi,
1980-an, istilah resiliensi belum diguna- namun untuk memahami konsep tersebut
kan secara konsisten (Grotberg, 1999). dapat dikutip beberapa definisi yang
Istilah resiliensi diadopsi sebagai ganti telah dirumuskan oleh sejumlah ahli.
dari istilah-istilah yang sebelumnya telah Grotberg (1999: 10) secara seder-
digunakan oleh para peneliti untuk hana mengartikan resiliensi sebagai “the
menggambarkan fenomena, seperti: human capacity to face, overcome, be
“invulnerable” (kekebalan), “invincible” strengthened by, and even be transfor-
(ketangguhan), dan “hady” (kekuatan), med by experiences of adversity.”.
karena dalam proses menjadi resilien Sedangkan Werner (2003: 7) men-
tercakup pengenalan perasaan sakit, per- definisikan resiliensi sebagai “the capa-
juangan dan penderitaan (Henderson & city to spring back, rebound, successfully
Milstein, 2003). adapt in the face of adversity, and
Dewasa ini, meskipun istilah resi- develop social, academic, and vocatio-
liensi telah diterima dan digunakan se- nal competence despite exposure to
cara luas, namun tidak berarti terdapat severe stress or simply to the stress that
kesesuaian dalam memberikan definisi is inherent in today’s world.” Sementara
tentang resiliensi itu. Hingga kini defi- itu, Ricahrdson, dkk., (1990: 7) men-
nisi tentang resiliensi masih terus di- definisikan resiliensi sebagai “the pro-
permasalahkan dan bahkan belum ada cess of coping with disruptive, stressful,
konsensus tentang cakupan wilayah dari or challenging life events in way that
konstruk resiliensi, seperti ciri-ciri dan provides the individual with additional
dinamikanya (Kaufman, dkk., 1994). Di protective and coping skills than prior to
samping itu, bahasa yang digunakan di
Ta’dib Vol. 12, No. 1 (Juni 2009) 3

the disruption that result from the peristiwa di sekitar perceraian orang tua
event.” mereka; dan (3) kesembuhan dari
Kemudian, Rirkin dan Hoopman, trauma, seperti ketakutan dari peristiwa
1991 (dalam Henderson & Milstein, perang saudara dan kamps konsentrasi.
2003: 7), merumuskan definisi tentang Meskipun resiliensi merupakan ka-
resiliensi yang secara khusus ditujukan pasitas individual untuk bertahan dalam
pada siswa dan pendidik, yang berisikan situasi yang stressful, namun tidak ber-
elemen-elemen pembangunan resiliensi arti bahwa resiliensi merupakan suatu
di sekolah, yaitu: “the capacity to spring sifat (traits), melainkan lebih merupakan
back, rebound, successfully adapt in the suatu proses (process). Kita memang
face of adversity, and develop social, tidak dapat menyangkal bahwa beberapa
academic, and vocational competence individu memiliki kecenderungan gene-
despite exposure to severe stress or tik yang memberi sumbangan bagi resi-
simply to the stress that is inherent in liensinya, seperti watak sosial, sifat
today's world.” ramah, dan kecantikan fisik, namun ke-
Dari beberapa defenisi di atas banyakan dari karakteristik yang di-
dapat dipahami bahwa resiliensi (daya hubungkan dengan resiliensi dapat di-
lentur, ketahanan) adalah kemampuan pelajari (Higgins, 1994; Werner &
atau kapasitas insani yang dimiliki se- Smith, 1992).
seorang, kelompok atau masyarakat yang
memungkinkannya untuk menghadapi,
mencegah, meminimalkan dan bahkan CIRI-CIRI DAN FAKTOR-FAKTOR
menghilangkan dampak-dampak yang RESILIENSI
merugikan dari kondisi yang tidak me- Seperti halnya dalam memberikan
nyenangkan, atau mengubah kondisi ke- definisi, para ahli juga berbeda pendapat
hidupan yang menyengsarakan menjadi dalam merumuskan ciri-ciri yang dapat
suatu hal yang wajar untuk diatasi. Bagi menggambarkan karakteristik seorang
mereka yang resilien, resiliensi membuat yang resilien. Bernard (1991) misalnya,
hidupnya menjadi lebih kuat. Artinya, seorang yang resilien biasanya memiliki
resiliensi akan membuat seseorang ber- empat sifat-sifat umum, yaitu:
hasil menyesuaikan diri dalam berhadap-
an dengan kondisi yang tidak me- 1. Social competence (kompetensi so-
nyenangkan, serta dapat mengembang- sial): kemampuan untuk memuncul-
kan kompetensi sosial, akademis dan kan respon yang positif dari orang
vikasional sekalipun berada di tengah lain, dalam artian mengadakan hu-
kondisi stress hebat yang inheren dalam bungan-hubungan yang positif de-
kehidupan dunia dewasa ini (Desmita, ngan orang dewasa dan teman sebaya.
2005). 2. Problem-solving kills/metacognition
Menurut Emmy E. Werner (2003), (keterampilan pemecahan masalah/
sejumlah ahli tingkah laku menggunakan metakognitif): perencanaan yang me-
istilah resiliensi untuk menggambarkan mudahkan untuk mengendalikan diri
tiga fenomena: (1) perkembangan positif sendiri dan memanfaatkan akal sehat-
yang dihasilkan oleh anak yang hidup nya untuk mencari bantuan dari orang
dalam konteks “beresiko tinggi” (high- lain.
risk), seperti anak yang hidup dalam 3. Autonomy (otonomi): suatu kesadaran
kemiskinan kronis atau perlakukan kasar tentang identitas diri sendiri dan
orang tua; (2) kompetensi yang di- kemampuan untuk bertindak secara
mungkinkan muncul di bawah tekanan independen serta melakukan pe-
yang berkepanjangan, seperti peristiwa- ngontrolan terhadap lingkungan.
4 Desmita, Mengembangkan Resiliensi Remaja dalam Upaya Mengatasi Stres Sekolah

4. A sense of purpose and future strengths) yang dimiliki oleh remaja. I


(Kesadaran akan tujuan dan masa CAN (Aku dapat) adalah karakteristik
depan): kesadaran akan tujuan-tujuan, resiliensi yang bersumber dari apa saja
aspirasi pendidikan, ketekunan (per- yang dapat dilakukan oleh remaja se-
sistence), pengharapan dan kesadaran hubungan dengan keterampilan-ke-
akan suatu masa depan yang cemer- terampilan sosial dan interpersonal
lang (bright). (social, interpersonal skills).
Kemudian, berdasarkan konsensus Resiliensi merupakan hasil
dari sejumlah peneliti dan praktisi yang kombinasi dari faktor-faktor I HAVE, I
terlibat aktif dalam pengembangan resi- AM, DAN I CAN tersebut. Untuk
liensi, The International Resilience Pro- menjadi seorang yang resilien, tidak
ject merumuskan ciri-ciri atau sifat-sifat cukup hanya memiliki satu karakter-
seorang yang resilien dalam tiga kate- istik/faktor saja, melainkan harus di-
gori, yaitu (1) external supports and topang oleh karakteristik-karakteristik/
resources, (2) internal, personal streng- faktor-faktor lain. Misalnya, seorang re-
ths dan (3) social, interpersonal skills. maja mungkin dicintai (I HAVE), tetapi
Dalam perkembangan selanjutnya, ke- jika ia tidak mempunyai kekuatan dalam
tiga kategori yang digunakan untuk dirinya (I AM) atau tidak memiliki
menggambarkan karakteristik dan sifat- keterampilan-keterampilan interpersonal
sifat seorang yang resilien tersebut di- dan sosial (I CAN), maka ia tidak dapat
gunakan istilah-istilah pengganti. Se- menjadi seorang yang resilien. Demikian
bagai pengganti istilah karakteristik juga, seorang remaja mungkin mem-
external Supports and resources, diguna- punyai harga diri (I AM), tetapi jika ia
kan istilah I HAVE, pengganti istilah tidak mengetahui bagaimana berkomuni-
karakteristik internal, personal streng- kasi dengan orang lain atau memecahkan
ths, digunakan istilah I AM, dan peng- masalah (I CAN) dan tidak ada orang
ganti istilah karakteristik social, inter- yang membantunya (I HAVE), maka ia
personal skills, digunakan istilah I CAN tidak menjadi resilien.
(Grotberg, 1995, 1996, 1999). Dalam Oleh sebab itu, untuk menumbuh-
banyak literatur tentang resiliensi yang kan resiliensi remaja, ketiga karakteris-
tik/faktor tersebut harus saling berinter-
ditulis belakangan, ternyata istilah-istilah
pengganti ini yang cenderung digunakan aksi satu sama lain. Interaksi ketiga
secara luas ketimbang istilah aslinya. karakteristik/faktor tersebut sangat di-
Sejumlah ahli percaya bahwa pem- pengaruhi oleh kualitas lingkungan
berdayaan ketiga karakteristik (I HAVE, sosial, termasuk rumah, sekolah dan
I AM, dan I CAN) inilah yang me- masyarakat, di mana remaja hidup.
mungkinkan seseorang, termasuk re-
maja, dapat bertahan dalam dan meng- STRATEGI PENGEMBANGAN RE-
atasi kondisi-kondisi adversitas serta SILIENSI REMAJA DI SEKOLAH
mengembangkan resiliensinya.
I HAVE (Aku punya) merupakan Seperti telah dijelaskan di atas,
karakteristik resiliensi yang bersumber bahwa sejumlah peneliti lebih me-
dari pemaknaan remaja terhadap besar- mandang resiliensi sebagai suatu proses
nya dukungan dan sumber daya yang ketimbang sebagai suatu sifat. Ini berarti
diberikan oleh lingkungan sosial (ex- bahwa resiliensi merupakan kapasitas
ternal Supports and resources) terhadap individu yang diperoleh melalui proses
dirinya. I AM (Aku ini) merupakan belajar dan pengalaman lingkungan.
karakteristik resiliensi yang bersumber Dalam uraian berikut akan dibahas kon-
dari kekuatan pribadi (personal disi-kondisi lingkungan yang dapat
Ta’dib Vol. 12, No. 1 (Juni 2009) 5

membantu perkembangan berbagai ka- Sumber: diadaptasi dari Henderson &


rakteristik resiliensi dan memberikan Milstein (2003: hal. 12)
faktor protektif. Dalam hal ini pem- Untuk lebih jelasnya keenam tahap
bahasan akan lebih difokuskan pada pengembangan resiliensi remaja di
lingkungan sekolah, karena sekolah sekolah tersebut, berikut akan diuraikan
merupakan lingkungan yang sangat be- masing-masingnya.
sar pengaruhnya bagi perkembangan
remaja. Di samping itu, berbagai literatur Tahap 1. Increase Bonding
tentang resiko dan resiliensi menyebut-
kan bahwa sekolah merupakan lingkung- Tahap dalam membangun resi-
an kritis bagi remaja dalam me- liensi remaja di sekolah adalah dengan
ngembangkan kapasitas untuk keluar memperkuat hubungan-hubungan (rela-
dari adversitas, menyesuaikan diri de- tionships). Tahap ini meliputi peningkat-
ngan tekanan-tekanan dan menghadapi an hubungan di antara individu dan
problem-problem, serta mengembangkan pribadi prososial. Hal ini penting, karena
berbagai kompetensi – sosial, akademik fakta menunjukkan bahwa remaja yang
dan vikasional – yang diperlukan untuk memiliki relasi atau keterikatan yang
mencapai kehidupan yang lebih baik. positif jauh lebih mampu menghindari
Dalam upaya sekolah membantu perilaku beresiko dibandingkan dengan
perkembangan resiliensi remaja, Hender- remaja yang tidak memiliki keterikatan.
son dan Milstein (2003) mengintrodusir Sejumlah literatur tentang perubahan
enam tahap strategi (six-steps strategy), sekolah juga menunjukkan adanya kore-
yang disebutnya dengan istilah “The lasi positif antara pola hubungan siswa
Resiliency Wheel” (Roda Resiliensi). dengan kemampuan belajar dan pen-
Keenam tahap strategi pengembangan capaian akademis.
resiliensi ini, diklasifikasikan oleh Hen- Oleh sebab itu, dalam membantu
derson dan Milstein atas dua, yaitu: mengembangkan resiliensi remaja di
mitigating risk (mengurangi resiko), sekolah, hal pertama yang perlu di-
yang terdiri dari tiga tahap: 1) increase lakukan adalah menciptakan lingkungan
bonding, 2) set clear and consistent yang memungkikan terpeliharanya hu-
boundaries, 3) teach life skills; dan bungan-hubungan. Hubungan-hubungan
building resiliency (membangun resi- ini diawali dengan sikap pendidik untuk
liensi) yang terdiri dari tiga tahap: 4) membangun resiliensi, seperti memberi-
provide caring and support, 5) set and kan harapan dan optimisme, memberikan
communicate high expectations, dan 6) dukungan kasih sayang dengan cara
provide opportunities for meaningful mendengarkan dan membenarkan pe-
participation. Secara ringkas, masing- rasaan siswa, serta dengan menunjukkan
masing tahap ini dapat dilihat dalam kebaikan, keharuan, dan respek (Hig-
gambar 1 berikut. gins, 1994). Guru harus menghindari
tindakan-tindakan yang bersifat meng-
hakimi, tidak menanggapi tingkah laku
siswa secara pribadi, dan memahami
bahwa remaja dapat melakukan yang
terbaik buat mereka, yang didasarkan
atas cara mereka merasakan dunia
(Bernard, 1991).
Mengembangkan resiliensi melalui
hubungan-hubungan di sekolah juga
Gambar 1. Roda Resiliensi dapat difokuskan pada kekuatan siswa.
6 Desmita, Mengembangkan Resiliensi Remaja dalam Upaya Mengatasi Stres Sekolah

Dalam hal ini, guru harus mampu men- adanya kejelasan aturan-aturan dan
cari dengan seksama kekuatan-kekuatan harapan-harapan tingkah laku tersebut,
di dalam diri (inner strength) siswa, maka besar kemungkinan siswa akan
yang bisa digunakan untuk menemukan lebih memberikan perhatiannya pada
akar permasalahan dan lebih menge- norma-norma dan tingkah laku yang
depankan kekuatan-kekuatan tersebut bersumber dari teman sebaya daripada
kepada siswa. Ini bukan berarti meng- yang dikembangkan oleh sekolah. Bah-
abaikan perilaku-perilaku yang me- kan hasil penelitian Brand dan koleganya
nyimpang atau penuh resiko, melainkan (2003), menunjukkan bahwa ketidak-
hanya dimaksudkan untuk menjaga kese- jelasan dan ketidakkonsistenan (less
imbangan sedemikian rupa, sehingga consistency and clarity) dalam harapan-
siswa dapat menerima feedback atas ke- harapan sekolah, menjadi salah satu
kuatan-kekuatan yang dimilikinya untuk sebab terjadinya problem akademis (aca-
menjadi seorang yang resilien, atau demic problems) dan kesulitan penye-
paling tidak mereka tidak menimbulkan suaian diri (adjustment difficulties) pada
masalah atau menemui kesulitan di siswa.
sekolah. “A student’s strengths are what
will propel him or her from “risk” Tahap 3. Teach Life Skills
behavior to resiliency”, demikian kata Tahap ketiga pembangunan resi-
Henderson dan Milstein (2003). liensi remaja di sekolah adalah meng-
ajarkan keterampilan-keterampilan hidup
Tahap 2. Set Clear and Consistent (teach life skills), yang meliputi: kerja
Boundaries sama, resolusi konflik secara sehat,
Tahap kedua dalam membangun resistensi, keterampilan berkomunikasi,
resiliensi remaja di sekolah adalah men- keterampilan memecahkan masalah dan
jelaskan dan menjaga konsistensi dari pengambilan keputusan, serta mana-
batasan-batasan atau peraturan-peraturan jemen stres yang sehat. Apabila ke-
yang berlaku di sekolah. Tahap ini terampilan-keterampilan ini diajarkan
meliputi pengembangan dan implemen- dan diperkuat secara memadai, ia akan
tasi kebijakan sekolah dan prosedur pe- membantu para siswa sukses mengen-
laksanaannya secara konsisten, serta me- dalikan resiko-resiko atau bahaya-
nyampaikannya kepada siswa, sehingga bahaya dari masa remaja, terutama peng-
mereka mendapat gambaran yang jelas gunaan tembakau, alkohol, dan obat-
tentang harapan-harapan tingkah laku obatan lainnya (Botvin & Botvin, 1992).
yang harus mereka penuhi. Harapan- Keterampilan-keterampilan ini juga pen-
harapan tingkah laku ini disertai dengan ting dalam menciptakan suatu lingkung-
penjelasan tentang tingkah laku beresiko an belajar yang kondusif bagi peserta
dan konsekuensinya, serta harus ditulis didik dan membantu orang dewasa untuk
dan dikomunikasikan kepada siswa dapat terlibat dalam interaksi yang
dengan jelas, dan kemudian dilaksana- efektif di sekolah.
kan secara konsisten. Keterampilan-keterampilan hidup
Oleh sebab itu, dalam upaya ini dapat diajarkan di sekolah melalui
membantu perkembangan resiliensi banyak cara. Salah satunya adalah de-
siswa serta menjauhkannya dari perasaan ngan menggunakan pendekatan coopera-
tertekan dan adversitas, maka sejumlah tive learning, yakni suatu model pem-
norma, nilai, peraturan, dan harapan belajaran yang lebih menekankan pada
peran atau tingkah laku tersebut perlu kerja sama. Mengajarkan life skills de-
dikomunikasikan secara jelas dan di- ngan menggunakan pendekatan coopera-
laksanakan secara konsisten. Tanpa tive learning dapat dilakukan melalui
Ta’dib Vol. 12, No. 1 (Juni 2009) 7

pengintegrasian secara alami dalam pro- harus memberikan perhatian kepada se-
ses pembelajaran biasa, tanpa harus mua siswa, mengetahui nama-nama me-
mengubah kurikulum dan memakan reka, menarik mereka yang tidak mudah
banyak waktu. Melalui pengintegrasian berpartisipasi, serta melakukan invest-
ini, diberikan keterampilan-ketrampilan tigasi dan intervensi ketika mereka
menjalin hubungan dengan baik, bekerja menghadapi situasi yang sulit. Hal ini
dalam kelompok, menyatakan suatu pen- dapat dilakukan dengan meluangkan
dapat, serta menentukan tujuan dan waktu di dalam kelas untuk membangun
mengambil keputusan. Temuan peneliti- hubungan, mengembangkan suatu model
an menunjukkan bahwa pembelajaran intervensi yang efektif bagi siswa-siswa
dengan model cooperative learning ini yang menghadapi masalah dan secara
lebih dapat meningkatkan prestasi be- aktif mengidentifikasi kekuatan-kekuat-
lajar belajar peserta didik, menghasilkan an siswa dan kemudian mengembangkan
hubungan yang lebih positif, dan penye- kekuatan-kekuatan siswa ini melalui
suaian psikologis yang lebih baik, di- perencaan intervensi dan penilaian.
bandingkan dengan pembelajaran model
lain (Johnson & Johnson, 1989). Hal ini Tahap 5. Set and Communicate High
dimungkinkan, karena temuan penelitian Expectations
juga menunjukkan bahwa teman Tahap kelima dalam membantu
merupakan penyampai yang baik dari perkembangan resiliensi remaja di
strategi intervensi dan preventif, se- sekolah adalah memberikan atau me-
hingga cara-cara yang digunakan peserta nyampaikan harapan yang tinggi. Tahap
didik dapat membantu mengajarkan life ini secara konsisten ditemui dalam
skills kepada peserta didik lainnya literatur resiliensi dan riset tentang ke-
(Henderson & Milstein, 2003). berhasilan akademis. Hal ini adalah
penting, karena harapan yang tinggi dan
Tahap 4. Provide Caring and Support realistis merupakan motivator yang efek-
Tahap 4 sampai tahap 6 merupa- tif bagi siswa. Sejumlah studi tentang
kan tahap pengembangan resiliensi da- harapan, menunjukkan bahwa harapan
lam “the resiliency wheel” yang ter- yang tinggi berhubungan positif dengan
masuk dalam kelompok building resi- motivasi dan prestasi yang tinggi (Hoy
liency. Tahap 4 ini meliputi pemberian & Miskel, 2001). Siswa yang tidak me-
penghargaan, perhatian dan dorongan miliki harapan, secara tipikal menunjuk-
yang positif. Tahap ini merupakan tahap kan aspirasi yang rendah untuk melanjut-
yang sangat kritis dari semua tahap kan pendidikan ke perguruan tinggi atau
pengembangan resiliensi yang ada dalam terhadap kemungkinan karir (Knapp &
the resiliency wheel. Kenyataan memang Woolverton, 1995). Guru yang memiliki
menunjukkan bahwa remaja mustahil harapan tinggi, dapat mengatur dan
dapat berhasil mengatasi adversitas mengendalikan tingkah laku serta mem-
tanpa adanya perlindungan dan perhatian berikan tantangan yang lebih berat untuk
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, menguji siswa apakah mereka percaya
semua pihak yang terlibat dalam penye- bahwa mereka dapat menghadapinya
lenggaraan sekolah, harus berperan aktif (Delpit, 1996).
dalam dalam memberikan caring dan Menurut Hoy dan Miskel (2001),
support kepada siswa guna membantu harapan adalah tingkat di mana individu
pengembangan resiliensinya. percaya bahwa kerja keras akan mem-
Untuk itu, dalam upaya me- buahkan pencapaian atau prestasi yang
ngembangkan resiliensi remaja, guru tinggi. “jika saya bekerja keras, saya
akan sukses”. Jika guru berpikir bahwa
8 Desmita, Mengembangkan Resiliensi Remaja dalam Upaya Mengatasi Stres Sekolah

ada kemungkinan untuk memperbaiki menggunakan pendekatan personal da-


prestasi siswa dengan cara meningkatkan lam mengajar, dan menghindari perilaku
usaha mereka sendiri, berarti guru ter- pilih kasih (valuing diversity).
sebut memiliki tingkat harapan yang Dari guru-guru yang memiliki
tinggi. Demikian juga, apabila siswa harapan tinggi dan keinginan untuk
sangat percaya bahwa mereka dapat memberikan dukungan inilah yang bisa
merancang dan mengimplementasikan membuat siswa memiliki sense of the
suatu proyek di bidang sains, berarti ia future yang optimis dan penuh harapan,
memiliki tingkat harapan yang tinggi. serta memiliki motivasi yang tinggi
Jadi, sebagaimana dikatakan Kro- untuk belajar, sehingga pada gilirannya
vetz (1999), harapan yang tinggi berarti dapat tampil menjadi seorang yang
kepercayaan bahwa semua siswa mampu resilien.
menggunakan pikiran dan hati mereka.
Membantu perkembangan resiliensi, Tahap 6. Provide Opportunities for
berarti bahwa guru memandang bahwa Meaningful Participation
siswa memiliki pengetahuan dan pe- Strategi keenam yang dapat di-
kerjaan, mengakui kekuatan-kekuatan gunakan dalam upaya membantu per-
siswa dan menolong mereka menemukan kembangan resiliensi remaja di sekolah
di mana letak kekuatannya, serta meng- adalah dengan memberikan tanggung
harapkan semua siswa memiliki harapan jawab dan kesempatan untuk berparti-
yang tinggi dan menyampaikan harapan- sipasi aktif, seperti kesempatan untuk
harapan tersebut kepada mereka. Secara memecahkan masalah, mengambil ke-
khusus, guru membantu remaja untuk putusan, perencanaan, bekerja sama dan
menghilangkan label-label, opini-opini menolong orang lain. Siswa diperlaku-
yang dibentuk atau tekanan-tekanan kan sebagai individu yang bertanggung
yang diberikan oleh keluarga, sekolah jawab, mengizinkan mereka untuk ber-
atau masyarakat dengan kekuatan per- partisipasi dalam semua aspek fungsi
sonal mereka, serta membantu mereka sekolah (Rutter, 1984).
untuk: (1) tidak menerima secara pribadi Jadi dengan strategi ini, sekolah
adversitas dalam kehidupan mereka; (2) mengambil suatu sikap yang me-
tidak melihat adversitas sebagai hal yang mandang siswa sebagai sumber daya
permanen; dan (3) tidak melihat ke- daripada sebagai objek pasif atau sumber
munduran sebagai pervasive (Seligman, masalah. “Sekolah tidak pernah melaku-
1995). kan apa yang dapat dilakukan oleh
Singkatnya, guru yang memiliki siswa” adalah moto dari strategi ini.
harapan tinggi berpusat pada siswa: Strategi “pemberian kesempatan
menggunakan kekutan-kekuatan, per- untuk berpartisipasi” ini didasarkan atas
hatian, tujuan-tujuan dan bahkan impian- teori yang menyebutkan bahwa kebutuh-
impian siswa sendiri sebagai titik awal an untuk mengontrol kehidupan sendiri
untuk belajar, serta berupaya mem- dan untuk berpartisipasi dalam menentu-
bangkitkan motivasi intrinsik mereka kan sendiri bagaimana mempergunakan
untuk belajar. Mereka menekankan tang- waktu-waktu mereka, merupakan suatu
gung jawab belajar kepada siswa melalui kebutuhan manusia yang fundamental.
partisipasi aktif siswa dan mengambil Ketika seseorang memiliki kesempatan
keputusan dalam belajar mereka. Guru untuk berpartisipasi dalam keputusan-
juga mengekspresikan harapan-harapan keputusan dan menentukan strategi yang
yang tinggi dengan menciptakan hu- secara vital mempengaruhinya, maka
bungan guru-siswa yang didasarkan pada mereka akan mengembangkan suatu
perlindungan bagi masing-masing siswa, perasaan memiliki terhadap apa yang
Ta’dib Vol. 12, No. 1 (Juni 2009) 9

telah mereka putuskan serta menyadari diperlukan untuk menghadapi tugas-tu-


bahwa keputusan dan strategi itu adalah gas dan proyek-proyek yang menjadi inti
keputusan dan strategi yang logis, ber- dari program pengajaran. Semua siswa
manfaat, efektif, serta berusaha untuk diberi harapan dan didukung untuk ber-
melaksanakannya (Burn & Lofquist partisipasi dalam pengalaman belajar ini
(1996). (Krovetz, 1999).
Berdasarkan teori tersebut, maka
tantangan bagi sekolah yang berusaha
untuk membantu mengembangkan resi- PENUTUP
liensi adalah mengikutsertakan semua Demikianlah enam langkah atau
siswa dalam aktivitas belajar dan dalam strategi yang dapat dilakukan dalam
peran-peran yang berarti dengan mem- upaya membantu mengembangkan resi-
bantu mereka membangun keterampilan- liensi remaja di sekolah. Keenam lang-
keterampilan yang diperlukan untuk kah atau strategi yang tergabung dalam
berhasil dalam aktivitas dan peran ter- “The Resiliency Wheeel” ini dapat di-
sebut. Upaya ini tidak membutuhkan gunakan dalam membangun resiliensi
program-program khusus atau mata pela- individu-individu, kelompok-kelompok
jaran yang terperinci. Yang diperlukan dan semua anggota organisasi sekolah,
adalah bagaimana guru mengetahui karena untuk membantu perkembangan
siswa-siswa dan pekerjaan mereka de- resiliensi diperlukan kondisi-kondisi
ngan baik serta memberi kesempatan yang sama bagi semua individu. Mem-
pada siswa untuk menjadi pekerja- bangun resiliensi siswa, dibutuhkan
pekerja aktif. Dalam hal ini, guru lebih guru, karyawan, pegawai, kepala se-
berperan sebagai pemandu pekerjaan kolah, dan seluruh pihak yang terlibat di
mereka. Dalam sekolah demikian, ke- sekolah yang resilien.
terampilan dasar tidak diabaikan. Ke-
terampilan dasar diajarkan, karena ia

DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I., (1998), Learning to Teach, Haag: Bernad van Leer
Singapore: McGraw-Hill. Foundation,

Burns, T., & Lofquist, B. (1996). The _____, (1997), The international resi-
Next Step: Integrating Resiliency lience project: Research, appli-
and Community Development in cation, and policy, Makalah
the School, Tucson: Development dipresentasikan pada The Sympo-
Publications. sio Internacional: Stress e
Violencia, Lisboa, Portugal.
Desmita, (2005), Psikologi Perkembang-
an, Bandung: Rosdakarya. Henderson, V.L., & Dwesk, C.S. (1990),
Motivation and achievement,
Grotberg, E.H., (1999). Taping Your dalam: S.S. Feldman & G.R.
Inner Strength: How to Find the Elliott (Eds.), At the Threshold:
Resilience to Deal with Anything, The Developing Adolescent,
Oakland, CA.: New Harbinger Cambridge, MA: Harvard
Publications, Inc. University Press.
_____, (1995). A Guide to Promoting Higgins, G.O. (1994). Resilient Adults:
Resilience in Children: Strengt- Overcoming a Cruel Past, San
hening the Human Spirit, Den Francisco: Jossey-Bass.
10 Desmita, Mengembangkan Resiliensi Remaja dalam Upaya Mengatasi Stres Sekolah

Kaufman, J., Cook, A., Arny, L., Jones, Richardson, G.E., Neiger, B.L., Jenson,
B., & Pittinsky, T. (1994). S., & Kumpfer, K.L. (1990), The
Problems defining resilience: resiliency model, Health
Illustrations from the study of Education, 21 (6), 33-39.
maltreated children, Development Rutter, M., (1984). Resilient Children,
and Psychopathology, 6, 115-147. Psychology Today, March, 57-65
Krovetz, M.L. (1999). Fostering Wolin, S.J., & Wolin, S. (1993). The
Resiliency: Expecting all Students Resiliency Self: How Survivors of
to Use their Minds and Hearts Troubled Families Rise Above
well, ME: KIDS Consortium. Adversity, New York: Villard.

Anda mungkin juga menyukai