Anda di halaman 1dari 20

2022

Resiliensi
masyarakat
terhadap
bencana alam
Arif Gunawan klaudius Simamora
Stifer Son Lungkang
Christian Sumampouw
...
...
2022

Pengertian resiliensi
● Resiliensi berasal dari bahasa latin, dari kata “Resilio” yang berarti “Bounce back” atau melambung
kembali, yang merefleksikan kemampuan individu untuk mempertahankan fungsi mental yang relatif
stabil dalam menghadapi berbagai kejadian. Penelitian
● Dalam bukunya The Resiliency Advantager memaparkan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi
adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi, menjaga
kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan,
mengubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan
menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan.
● Menurut Sills dan Steins (2007) dalam (Musabiq & Meinarno, 2017) resiliensi merupakan adaptasi
yang positif dalam menghadapi stres dan trauma. Resiliensi adalah pola pikir yang memungkinkan
individu untuk mencari pengalam baru dan untuk melihat kehidupannya sebagai suatu pekerjaan
yang mengalami kemajuan.
Resensi masyakarat
Menurut Climate Resilience and Social Change : Operational Toolkit, dalam (Word
Bank, 2011) Ketahanan sosial mengacu pada kapasitas suatu komunitas atau masyarakat
untuk mengatasi dan beradaptasi dengan
gangguan dan perubahan yakni kemampuan masyarakat untuk mengatur diri sendiri,
menyesuaikan diri dengan tekanan, dan meningkatkan kapasitas mereka untuk belajar
dan beradaptasi. Komunitas yang tangguh mampuh merespon secara positif terhadap
perubahan atau stres dan mempertahankan fungsi intinya. Orang-orang yang terkena
dampak darurat sering kali merupakan penanggap pertama dan mitra paling kritis
dalam rekontruksi.
Setiap upaya untuk membangun ketahanan harus mempertimbangkan faktor sosial,
memanfaatkan pengetahuan dan jaringan lokal untuk mengelola dan mengurangi resiko.
Komponen ini sangat penting untuk respon sebuah sistem dan pemulihan dalam kasus
bencana alam. Populasi yang cepat tanggap dan sadar dengan stabilitas keuangan akan
bereaksi lebih baik dalam situasi krisis daripada yang lemah, miskin dan tidak
berpendidikan. Aspek yang berdampak pada ketahanan perkotaan adalah usia,
pekerjaan, pendidikan, etnis, situasi, ekonomi, struktur keluarga, migrasi dan akses
informasi.
Aspek-aspek Yang membentuk resiliensi
Regulasi Emosi Analisis Penyebab
kemampuan untuk tetap tenang mampu Mengidentifikasikan penyebab
di bawah kondisi yang menekan dari permasalahan yang dihadapi.

Pengendalian Impuls Empati


Kemampuan mengendalikan keinginan, mampuan untuk dapat
dorongan, kesukaan, serta tekanan dari memahami perasaan dan
dalam diri emosional dan psikologis orang
lain.
Optimis Efikasi Diri
Individu tersebut percaya semua hal dapat mengatasi permasalahan
dapat berubah lebih baik. yang mungkin akan dialami dan
mempercayai kemampuannya
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Jenis
Kelamin Pendapatan
Laki-laki memiliki tingkat resiliensi yang lebih Rendahnya pendapatan tetap
tinggi karena mampu beradaptasi dengan berbagai menjadi prediktor signifikan dari
macam kondisi resiliensi
Usia Dukungan Sosial
Usia lebih muda menujukkan reaksi ekstrem serta Dukungan sosial telah terbukti berkontribusi
memiliki potensi trauma yang lebih besar saat ada untuk pemulihan dari trauma dari waktu ke
masalah waktu
Tingkat Pendidikan Tidak Adanya Penyakit Kronis
Lulusan perguruan tinggi hanya memiliki Individu yang memiliki penyakit kronis memiliki
peluang sekitar setengah untuk menjadi individu kemungkinan untuk mengalami penurunan tingkat
yang lebih resilien dibandingkan Lulusan SMP resiliensi.
Contoh kasus : Membangun resiliensi Kabupaten
Pandeglang Pasca Tsunami Selat Sunda 2018
Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan
3 (tiga) lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-
Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik.
Menyebabkan Indonesia rentan terhadap segala
bencana alam. Berdasarkan data BNPB (2013),
Kabupaten Pandeglang memiliki indeks risiko
bencana Indonesia (IRBI) termasuk klasifikasi tinggi
[2]. Kejadian bencana Tsunami Selat Sunda bulan
Desember 2018 memperkuat bahwa wilayah tersebut
berisiko tinggi terhadap ancaman bencana tsunami .
Wilayah tersebut juga rentan secara fisik
dikarenakan kondisi morfologi pantai yang landai
dan relatif pulau-pulau kecil di pesisir pantai tidak
banyak sebagai barrier ancaman tsunami.
Dikaitkan dengan kondisi diatas, Kabupaten Pandeglang idealnya memiliki tingkat
ketahanan (resiliensi) bencana yang baik dengan pertimbangan bahwa tingginya tingkat
ancaman dan risiko bencana tsunami di wilayah tersebut dan upaya-upaya pengurangan
risiko bencana telah diupayakan, serta pesatnya perkembangan sektor pariwisata di
kawasan pesisir di wilayah tersebut. Oleh karenanya, perlu dibangun suatu sistem yang
komprehensif dan holistic mengenai ketahanan (resiliensi) bencana pada kawasan pariwisata
di Pandeglang.
Membangun Ketahanan (Resiliensi) Bencana Tsunami
pada Kawasan Pariwisata Pandeglang
• mengidentifikasi karakteristik ancaman, kerentanan dan risiko bencana
Tsunami. Karakteristik meliputi sejarah kejadian tsunami, trigger tsunami,
wilayah terdampak, serta upaya adaptasi dan mitigasi yang telah dilakukan
• Berdasarakan data dan informasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
melakukan upaya memetakan kembali zonasi ancaman tsunami di Kabupaten
Pandeglang. Hasil pemetaan tersebut, dapat dijadikan dasar dalam
pengelolaan pariwisata berkelanjutan
• Langkah selanjutnya adalah membangun informasi dan sistem peringatan
dini. Pencegahan bencana seperti pemantauan melalui sistem peringatan dini,
latihan atau gladi ketahanan sangat penting untuk dibangun dan
dikembangkan.
• Kondisi saat ini sistem peringatan dini untuk Tsunami Selat Sunda yang
dimiliki Pemerintah yaitu sensor seismograf BMKG di Cigeulis Pandeglang
(CGJ) dan beberapa sensor di wilayah Banten serta Lampung. Sistem
bencana tsunami tersebut terbatas pada sistem operasi otomatis yang berasal
dari sinyal gempa bumi tektonik.
• Sementara Tsuanami Selat Sunda 22 Desember 2018 dianalisa para ahli
disebabkan longsoran Gunung Anak Krakatau. Kedepan, perlu dibangun
sistem peringatan dini terintegrasi tidak terbatas tsunami yang disebabkan
aktivitas tektonik, tetapi juga aktivitas vulkanik mengingat pembelajaran
peristiwa Tsunami Selat Sunda 22 Desember 2018.
• Karena bencana tsunami relatif jarang terjadi, maka perlu dibangun tanda
atau simbol secara spasial misalnya dalam bentuk monumen peringatan di
wilayah terdampak tsunami serta masyarakat diajarkan secara turun menurun
cerita maupun literasi mengenai tsunami di wilayah terdampak tersebut. Hal ini
penting untuk membangun kesadaran spasial dan budaya sadar bencana
• Peran media juga tidak kalah penting dalam membangun ketahanan (resiliensi) Contoh monumen tsunami
bencana. Media berperan untuk mempromosikan bahwa Pandeglang telah di Aceh
pulih dan bangkit kembali dari Tsunami Selat Sunda 2018. Media juga
berperan untuk media sosialisasi bagaimana kesiapsiagaan terhadap ancaman
tsunami untuk membangun ketahanan terhadap ancaman bencana
RESILIENSI MASYARAKAT
TERHADAP BENCANA BANJIR
BENCANA BANJIR
Banjir adalah peristiwa bencana alam yang terjadi Ketika
aliran air yang berlebihan merendam daratan, Salah satu
faktor yang menyebabkan banjir dan menurunnya
permukaan air tanah di kawasan perumahan adalah proses
alih fungsi lahan. Proses alih fungsi lahan dari lahan
pertanian atau hutan ke perumahan akan dapat menimbulkan
dampak negatif, apabila tidak diikuti oleh upaya-upaya
menyeimbangkan kembali fungsi lingkungan. Disisi lain
dipicu oleh pengembangan fisik bangunan rumah yang terlalu
pesat ke arah horisontal yang menyebabkan tidak adanya lagi
area terbuka sebagai resapan air,sehingga air yang meresap ke
dalam tanah menjadi kecil dan memperbesar volume aliran
air permukaan.
resiliensi masyarakat
dalam menghadapi bencana
banjir
Salah satu upaya masyarakat dalam menghadapi banjir ialah
pembuatan Sumur Resapan Air (SRA),
.
● Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik
konservasi air berupa bangunan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur
gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai
tempat menampung air hujan dari atas atap rumah dan
meresapkannya ke dalam tanah.
diharapkan pada setiap rumah
membangun sumur resapan air dan
ditempatkan dipekarangan rumah. Selain
ditempatkan dipekarangan rumah, sumur
resapan ni juga dapat difungsikan sebagai
penampung limpasan air dari permukaan
jalan. Dan dengan membuat sumur
resapan masyarakat tidak perlu kuatir
lagi Ketika hujan turun, karna air tidak
akan tergenang dan air akan langsung
masuk ke dalam sumur resapan.
MANFAAT PEMBUATAN SUMUR RESAPAN
AIR
a. Mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air,
sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi,
b. Mempertahankan tinggi muka air tanahdan menambah persediaan air
tanah
c. Mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang
berdekatan dengan wilayah pantai,
d. Mencegah penurunan atau amblasanlahan sebagai akibat pengambilan
airtanah yang berlebihan, dan
e. Mengurangi konsentrasi pencemaran air
RESILIENSI MASYARAKAT PASCA BENCANA BANJIR DI
01 KECAMATAN MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA

1. Bentuk Resiliensi masyarakat yang dilakukan dari dalam diri


02 masyarakat terlebih dahulu dalam menghadapi bencana pasca bencana
banjir.
Reivich & Shatte (2002) dalam (Indrawati, 2019) memaparkan tujuh
bentuk resiliensi yang di lakukan dari dalam masyarakat, yaitu sebagai
03 berikut:

a. Regulasi Emosi (Emotion Regulation)


04 Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah
kondisi yang menekan. Individu yang resilien mampu menggunakan
kemampuannya dengan baik untuk membantu mengendalikan emosi,
perhatian, dan perilakunya. Regulasi emosi berperan penting untuk
b. Pengendalian Impuls (Impulse Control)
Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk
mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang
muncul dari dalam diri. Individu memiliki kemampuan pengendalian
impuls yang rendah, cenderung berperilaku mudah marah, kehilangan
kesabaran, impulsif, dan berperilaku agresif.

c. Analisis Penyebab (Causal Analysis)


Analisis penyebab merujuk pada kemampuan individu untuk
mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan yang
dihadapi. Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab
dari
permasalahan yang dihadapi secara akurat akan terus menerus
berbuat
kesalahan yang sama. Individu juga tidak terfokus pada faktor-faktor
yang berada di luar kendalinya, sebaliknya individu memfokuskan
dan
memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, individu secara
perlahan mulai mengatasi permasalahan yang ada dan mengarahkan
Resiliensi atau penanggulangan bencana pada
tahap pasca bencana yang terjadi, terdiri atas :

a) Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan
perbaikan
lingkungan daerah bencana, prasarana dan
sarana umum, pemberian
bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan
sosial psikologis, pelayanan kesehatan,
rekonsisliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial
ekonomi dan budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan dan
pelayanan publik.
d. Efikasi Diri (Self-efficacy)
Efikasi diri menunjukkan individu percaya bahwa individu tersebut
dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang mungkin akan dialami
dan mempercayai kemampuannya untuk sukses. Individu dengan efikasi
diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak
akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang
digunakan itu tidak berhasil. Individu tidak merasa ragu dalam
menghadapi tantangan karena memiliki kepercayaan yang penuh dengan
kemampuan dirinya. Individu ini akan cepat menghadapi masalah dan
mampu bangkit dari kegagalan yang dialami.
Berbeda dengan individu yang tidak memiliki kepercayaan bahwa individu
tersebut mampu mencapai kesuksesan, individu lebih pasif ketika
dihadapkan pada suatu
permasalahan. Individu dengan efikasi diri rendah juga menghindari
pengalaman-pengalaman baru, berasumsi tidak mampu menghadapi
tantangan dalam situasi yang baru.
b. Rekonstruksi

Rekontruksi pada wilayah pasca bencana dilakukan melalui


kegiatan pembangunan kembali sarana dan prasarana,
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat,
pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat,
penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, partisipasi dan
peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha dan masyarakat, peningkatan kondisi sosial, ekonomi
dan budaya, peningkatan fungsi pelayanan publik,
peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
REFEREN
SI
- Osmar Shalih, Mangapul P Tambunan, dan Rudy P Tambunan,2019,
Membangun Ketahanan (Resiliensi) Bencana Pada Kawasan Pariwisata
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY , BOGOR

-Bambang Setiabudi, 2009, PENCEGAHAN BANJIR DAN


PENURUNAN MUKA AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN,
SEMARANG.
TTRTT

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai