PERUBAHAN IKLIM
“ 5(Lima)Jurnal Mengenai Analisis Kerentanan “
oleh:
SUTIAH
M1B116129
ILMU LINGKUNGAN C
Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan ridhonya,
yang mengajari kita ilmu dan mengajari manusia atas apa-apa yang tidak diketahui,
dengan pemberian akal yang sempurna. Shalawat dan salam semoga tetap
terlimpahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga
dan sahabat-sahabatnya. Atas selesainya penyusunan makalah ini, dengan judul:
“Analisis Kerentanan”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
Penulis menyadari tentulah masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh
karenanya kritik dan saran konstruktif amat penulis nantikan. Semoga apa yang
tertulis dalam makalah ini dapat bermanfaat. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................…..iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................... 2
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................6
A. Kesimpulan............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tiga lempeng aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian
selatan dan lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempeng aktif tersebut bergerak
tindakan mitigasi bencana guna mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh banjir,
al., 2014; Widianto and Damen, 2014). Dalam melaksanakan tindakan mitigasi
Kerentanan adalah tingkat kerugian yang dapat dialami oleh elemen terdampak
dengan tingkat keparahan tertentu yang dihasilkan oleh bahaya tertentu. Tingkat
yaitu kondisi fisik, sosial, ekonomi, lingkungan, dan proses yang berlangsung di
dalamnya. Menurut Cutter (1996) dalam Dewi (2007) kerentanan suatu daerah
wilayah akan berkurang ataupun meningkat bergantung pada kondisi fisik wilayah
serta struktur sosial penduduk di wilayah tersebut. Struktur sosial yang dimaksud
yaitu berkaitan dengan kearifan lokal dalam menghadapi bencana, respon penduduk
Rumusan Masalah
B. Tujuan
manusia yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa atau
lingkungan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau peristiwa kejadian potensial yang
atau fungsi ekonomi masyarakat atau kesatuan organisasi pemerintah yang selalu luas
(Lundgreen, 1986).
bahaya (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih menekankan aspek
sehingga kerentanan menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki
risiko bencana lebih tinggi apabila tidak di dukung oleh kemampuan (capacity)
kelompok rentan yang meliputi lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental.
Kapasitas (capacity) adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang
mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI,
2007). Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability) rendahnya
daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat
risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya, kondisi
sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial dan lingkungan yang tidak strategis, yang
kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan
sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima
manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting dan sebagai aktor kunci
dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana dan ini menjadi
biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya dan teknologi suatu
Menurut Permendagri No. 33 Tahun 2006 ada beberapa hal yang harus
peta kawasan rentan bencana untuk setiap jenis bencana, 2) sosialisasi untuk
3) memahami apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika terjadi bencana, dan, 4) pengaturan dan penataan kawasan
rentan bencana.
BAB III
PEMBAHASAN
terjadi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
kerentanan longsor dengan parameter: faktor alami dan manajemen. Analisis yang
digunakan adalah overlay dari parameter yang telah ditentukan dan pembobotan.
rentan seluas 44,88 ha (0,04%), 2) sedikit rentan 7.800,84 ha (7,29%), 3) agak rentan
ha (0,18%).
geologi dan kedalaman regolith. Upaya mitigasi yang dapat diterapkan pada wilayah
melalui pembentukan desa tangguh bencana, yaitu desa yang tanggap dan dapat
lingkungan yang rentan terhadap bencana tanah longsor. Beberapa hal yang harus
musim hujan dan tindakan penutupan rekahan di permukaan tanah, serta konservasi
terdampak dengan tingkat keparahan tertentu yang dihasilkan oleh bahaya tertentu.
kondisi yaitu kondisi fisik, sosial, ekonomi, lingkungan, dan proses yang berlangsung
di dalamnya. Menurut Cutter (1996) dalam Dewi (2007) kerentanan suatu daerah
bencana suatu wilayah akan berkurang ataupun meningkat bergantung pada kondisi
fisik wilayah serta struktur sosial penduduk di wilayah tersebut. Struktur sosial yang
dimaksud yaitu berkaitan dengan kearifan lokal dalam menghadapi bencana, respon
Banjir adalah suatu peristiwa tingginya aliran sungai di mana air menggenangi
kerusakan yang secara umum disebut sebagai risiko banjir, atau dampaknya terhadap
masyarakat seperti korban jiwa atau kerusakan material masyarakat (Dewi, 2007).
Bencana banjir merupakan ancaman bagi penduduk beserta aktivitasnya, dan risiko
pembangunan pada wilayah dataran banjir (Sagala et al., 2012; Sakijege, 2013).
bencana banjir disebabkan oleh berubahnya karakteristik run off, dan jalur drainase
tempat mengalami perubahan frekuensi curah hujan (Sene, 2008; Dibyosaputro dkk.,
2016). Kejadian banjir pada umumnya terjadi pada kawasan dataran banjir, di mana
wilayah ini berkembang sebagai wilayah perkotaan disebabkan oleh kebutuhan dan
fisik bangunan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mudahnya suatu
orang dalam menanggulangi, bertahan, dan pulih dari dampak kejadian bencana.
Bencana akan terjadi ketika masyarakat menghadapi fenomena bahaya yang melebihi
bahwa efek yang ditimbulkan suatu bencana dipengaruhi oleh tingkat kerentanan
merupakan salah satu aspek kerentanan yang perlu dikaji untuk mengetahui tingkat
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu kondisi topografi yang lebih rendah
bangunan berupa bangunan non tembok. Kerentanan sosial ekonomi lebih tinggi
ditemukan pada elemen tingkat pendidikan dengan sebagian besar tingkat pedidikan
rendah yaitu SD (44,4%) dan elemen penduduk rentan karena usia lanjut dan anak-
Gunung Merapi merupakan salah gunung yang masih aktif yang ada di
Indonesia dan terletak diantara empat Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah
dan DIY. Gunung merapi tergolong gunung yang berbahaya karena mengalami erupsi
dalam jangka waktu yang relatif pendek dan disekitarnya terdapat kawasan
merapi banyak memakan korban jiwa dan harta benda, salah satu penyebabnya adalah
kerentanan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat pada kawasan rawan
bencana gunung merapi. Penelitian dengan judul “Model Spasial Kerentanan Sosial
Ekonomi dan Kelembagaan Terhadap Bencana Gunung Merapi” ini diangkat dari
latar belakang kondisi sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat yang rentan
terhadap bencana gunung merapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kerentanan
sosial dan ekonomi masyarakat serta kelembagaan yang dimodelkan secara spasial
informasi geografis.
Penelitian ini dilakukan pada Kawasan Rawan Bencana III Gunung Merapi
Kecamatan Dukun dan Srumbung Kabupaten Magelang yang terdiri dari 16 Desa dan
metode analisis data berupa scoring analysis, deskriptif kuantitatif dan analisis
spasial. Scoring analysis dilakukan dengan pemberian skor pada setiap variabel yang
penjelasan dan gambaran mengenai data kuantitatif yang digunakan dalam analisis
dan analisis spasial yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk pemetaan
variabel dan overlay variabel. Kerentanan sosial yang merupakan kajian dalam
penelitian ini diukur dengan kepadatan penduduk, penduduk usia tua dan balita,
menggunakan bantuan alat sistem informasi geografis dengan hasil akhir berupa peta
ekonomi dan kelembagaan menunjukkan bahwa dari 124 dusun yang ada di KRB III
kerentanan tinggi.
biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya dan teknologi suatu
menanggapi dampak bahaya tertentu (GLG Jateng, 2008). Bila suatu bahaya
merupakan suatu fenomena atau kondisi yang sulit diubah maka kerentanan
masyarakat relatif dapat diubah. Oleh karena itu pengurangan risiko bencana dapat
menanggulangi dirinya dari dampak bahaya/ bencana alam tanpa bantuan dari luar.
berasal dari kata settle yang berarti menetap. Menetap yang dimaksud dalam arti
menatapnya sesuatu yang kompleks, bukan hanya menetap sebagai tempat tinggal
tetapi juga menetapnya segala aktivitas manusia lain seperti sekolah, bekerja, dan
berinteraksi sosial pada suatu wilayah. Berbeda dengan perumahan (housing) sebagai
sarana tempat tinggal, permukiman (settlement) menekankan pada suatu area tempat
menetap dan berlangsungnya kegiatan dasar manusia, seperti tempat tinggal, sekolah,
permukiman berada pada klasifikasi rendah, tinggi, dan sangat tinggi. Kerentanan
kelas Tinggi mendominasi dengan 14 kluster seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
lantai dasar bangunan, jumlah lantai bangunan, dan orientasi bangunan. Berdasarkan
bata/batako, kondisi lantai dasar bangunan didominasi berupa tertutup pada kawasan
hunian dan bangunan lantai dasar terbuka banyak ditemukan pada kawasan pariwisata
(Pantai Depok dan Pantai Parangtritis), jumlah lantai bangunan didominasi oleh
bangunan 1 lantai, dan orientasi bangunan cenderung heterogen. Kondisi lantai dasar
jumlah bangunan dengan karakteristik bangunan tertutup pada lantai dasar dan
dominasi berupa bangunan satu lantai, khususnya pada kawasan hunian penduduk.
3.5. Kajian Kerentanan Sosial Dan Ekonomi Terhadap Bencana Banjir (Studi
faktor alam dan faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga dapat
mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
berkembang di Indonesia adalah bencana banjir. Banjir adalah peristiwa atau keadaan
dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat
(UU No.24 Tahun 2007), yang disebabkan oleh perubahan iklim, peningkatan
frekuensi dan intensitas curah hujan yang tinggi atau akibat banjir kiriman dari daerah
kemampuan merespon dalam situasi darurat, bisa diimplementasikan baik pada level
individu, keluarga, masyarakat dan institusi (Sunarti, 2009). Sumber : Bakornas PB,
Kerentanan lingkungan: Tanah, air, tanaman, hutan, lautan Jenis bencana alam yang
tidak bias dikontrol dan dicegah manusia, besarnya resiko dan dampak bencana selain
dipengaruhi oleh besarnya bahaya (termasuk bahaya ikutan karena kerentanan yang
resiko sebelum bencana, dalam mengelola resiko pada saat bencana, dan mengelola
keruangan, karakteristik dunia nyata sangat kompleks dan selalu berubah, maka akan
sulit merencanakannya secara absolute.Oleh karena itu, perlu adanya suatu bentuk
suatu bentuk yang tepat untuk menyederhanakan kerja yang berkaitan dengan data-
data komplek yang selalu berubah, seperti dalam merencanakan jalur evakuasi untuk
bencana banjir. Beberapa dari model digunakan untuk menjelaskan atau
memperkirakan apa yang terjadi, tidak hanya pada satu tempat namun juga pada
semua tempat dimana model tersebut dapat diterapkan. Oleh karena itu model pada
umumnya bersifat kuantitatif dan berhubungan dengan dinamika dan proses dari
3 ≤ 33 % responden
mampu menjawab
pertanyaan inti
1 11,54% - 23,00%
2 23,01% - 34,47%
kemiskinan
setiap variabel di setiap Kelurahan. Hasil dari penjumlahan skor setiap variabel
dalam analisis yang dilakukan.Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini
berupa angka yaitu jumlah penduduk dan luas wilayah di setiap Kelurahan di wilayah
dan ekonomi terhadap bencana banjir dalam bentuk yang paling sederhana yaitu peta
kerentanan sosial dan ekonomi melalui alat Sistem Informasi Geografis yaitu ArcGIS
9.3.
Panjang Wetan dan Dengayu. Sedangkan 1 kelurahan yaitu Kelurahan Panjang Baru
memiliki tingkat kerentanansosial dan ekonomi yang tinggi terhadap bencana banjir .
2. Dari variabel Kerentanan Sosial dan Ekonomi yang diidentifikasi, dapat diketahui
bahwa semua variabel mempunyai pengaruh terhadap kerentanan sosial dan ekonomi.
Hal tersebut dapat dilihat dari persentase kerentanan sedang hingga tinggi yang
cukup besar.
berdampak banjir di wilayah pesisir Kota Pekalongan didapat hasil bahwa 83,34%
memiliki kesamaan antara data input model dengan kondisi dilapangan sehingga
validasi model output juga sesuai dengan asumsi peneliti didalam melakukan
penilaian kerentanan sosial dan ekonomi di wilayah pesisir Kota Pekalongan. 16,66%
lainnya memiliki perbedaan antara data output model dengan kondisi di lapangan
yaitu berupa output dengan kerentanan rendah namun asumsi peneliti berupa
kerntanan sedang yaitu pada Kelurahan Krapyak Lor. 4. Dari hasil survey primer,
dapat diketahui bahwa potensi wilayah, kearifan lokal, tanah kelahiran, tempat tinggal
dan tingkat ekonomi masyarakat adalah beberapa alasan kuat dari masyarakat untuk
Kerentanan (vulnerability) adalah tingkatan suatu sistem yang rentan terhadap dan
mempu mengatasi efek dari perubahan iklim, termasuk variabilitas iklim dan
ekstream.Kerentanan merupakan fungsi dari karakter, jarak dan laju perubahan iklim
dan variasi sistem yang terbuka, kepekaan dan kapasitas adaptif (IPCC,
2007).Kerentanan adalah sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor
fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya
merupakan suatu fenomena atau kondisi yang sulit diubah maka kerentanan
masyarakat relative dapat diubah. Oleh karena itu pengurangan resiko bencana dapat
menanggulangi dirinya dari dampak bahaya/bencana alam tanpa bantuan dari luar
Wilayah yang masuk pada kelas sangat rentan meliputi Kecamatan Wanayasa
(64,41 ha), Pagedongan (43,78 ha), Banjarnegara (38,84 ha), Bawang (18,65 ha),
Kalibening (1,21 ha), Karangkobar (3,58 ha), Pandanarum (21,34 ha), Susukan
(4,03 ha), dan Mandiraja (0,30 ha). Faktor alami seperti kemiringan lereng yang
tinggi, curah hujan tinggi, adanya sesar, kondisi geologi serta kedalaman regolith
longsor dapat diantisipasi dengan baik. Hasil analisis terhadap wilayah rentan
ini, menghasilkan informasi wilayah rentan longsor yang didominasi oleh “agak
sesar. Selain itu, dalam parameter manajemen, sebaiknya ditambah dengan faktor
beban lereng yaitu adanya bangunan air seperti kolam ikan atau empang, karena
b. Berdasarkan hasil interpolasi kedalaman banjir tahun 2004 maka penelitian ini
penelitian. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu kondisi topografi yang
sosial ekonomi lebih tinggi ditemukan pada elemen tingkat pendidikan dengan
sebagian besar tingkat pedidikan rendah yaitu SD (44,4%) dan elemen penduduk
tua dan balita, penduduk wanita dan pemahaman masyarakat terhadap bencana.
forum pengurangan risiko bencana desa di KRB III Kecamatan Dukun dan
Srumbung
pada kawasan hunian dan bangunan lantai dasar terbuka banyak ditemukan pada
heterogen. Kondisi lantai dasar bangunan tertutup dan 1 lantai bangunan yang
bangunan tertutup pada lantai dasar dan dominasi berupa bangunan satu lantai,
bencana banjir
DAFTAR PUSTAKA
Arsiadi Wisnu Hapsoro dan Imam Buchori. 2015. Kajian Kerentanan Sosial Dan
Ekonomi Terhadap Bencana Banjir .Studi Kasus: Wilayah Pesisir Kota
Pekalongan. Teknik PWK; Vol. 4; No. ; 2015; hal. 542-553
Danis Arbabun Naja Dan Djati Mardiatno. 2017. Analisis Kerentanan Fisik
Permukiman Di Kawasan Rawan Bencana Tsunami Wilayah Parangtritis,
Yogyakarta.
Dian Adhietya Arif , Djati Mardiatna , dan Sri Rum Giyarsih. 2017. Kerentanan
Masyarakat Perkotaan terhadap Bahaya Banjir di Kelurahan Legok,
Kecamatan Telanipura, Kota Jambi. Majalah Geografi Indonesia, Vol. 31,
No. 2, September 2017 : 79 – 87
Good Local Governance (GLG) Jawa Tengah. 2008. Pedoman Penyusunan Rencana
Aksi Daerah (RAD) Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Bagi
Kabupaten/Kota. Semarang.
Marbruno Habibi Dan Imam Buchori. 2013. Model Spasial Kerentanan Sosial
Ekonomi Dan Kelembagaan Terhadap Bencana Gunung Merapi.
Universitas Diponegoro. Teknik Pwk; Vol. 2; No. 1; 2013; Hal. 1-10
Pranatasari Dyah Susanti , Arina Miardini Dan Beny Harjadi. 2017. Analisis
Kerentanan Tanah Longsor Sebagai Dasar Mitigasi Di Kabupaten
Banjarnegara. 1 Balai Penelitian Dan Pengembangan Teknologi
Pengelolaan (Bpptpdas). Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Vol. 1 No. 1 April 2017 : 49-59