Anda di halaman 1dari 17

Kata Pengantar

Puji syukur selalu terucap kepada Allah SWT yang sampai saat ini telah memberikan
nikmat sehat, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah tanpa terkendala
masalah berarti. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua, dosen,
teman kuliah yang turut membantu. Keterbatasan waktu menjadi salah satu hal yang
menjadi kesulitan dalam pembuatan makalah ini. Namun berkat dukungan dari
mereka, akhirnya yang diperjuangkan bisa selesai tepat waktu. Sebagai mahasiswa,
penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh
karena itu penulis secara pribadi memohon maaf atas kesalahan yang mungkin ada
pada isi makalah.
Penulis harap isi makalah yang berjudul “Faktor Penyebab, Tingkat Risiko,
Proses Pemulihan, dan Upaya Pengurangan Risiko Bencana Dari Beberapa Kasus
BencanaAkibat Kerusakan Lingkungan” bisa bermanfaat bagi pembaca. Mohon
untuk memaklumi jika terdapat penjelasan yang sulit untuk dimengerti. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik maupun saran, sehingga penulis bisa memperbaikinya
dikemudian hari. Terimakasih atas ketertarikan Anda untuk segan membaca makalah
yang penulis buat.

Darussalam, 17 Oktober 2022

Penulis

1
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................................1

Daftar Isi........................................................................................................................2

BAB 1 Pendahuluan......................................................................................................3

BAB II Pembahasan......................................................................................................5

2.1 Faktor Penyebab Bencana Dari Kasus Bencana Yang Diakibatkan Kerusakan
Lingkungan................................................................................................................5

2.2 Tingkat Risiko Bencana Dari Kasus Bencana Yang Diakibatkan Kerusakan
Lingkungan................................................................................................................9

2.3 Proses Pemulihan Pasca Bencana.........................................................................10

2.3.1 Tipe-Tipe Pemulihan Pasca Bencana........................................................11

2.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana....................................................................13

BAB III Penutup..........................................................................................................16

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................16

Daftar Pustaka..............................................................................................................17

2
BAB 1
Pendahuluan

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor
alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Indonesia merupakan Negara yang rawan bencana bahkan
dikenal sebagai Laboratorium Bencana Alam. Masyarakat yang tinggal di kawasan
rawan bencana akan berusaha untuk siap menghadapi bencana, mengantisipasi
bencana, dan beradaptasi dengan bencana, dikenal sebagai upaya mitigasi bencana.
Mitigasi bencana dapat meningkatkan kesadaran dan bimbingan kepada masyarakat
terkait dengan penanggulangan bencana sejak dini atau sedini mungkin.
Bencana merupakan hasil dari proses alam dan sosial. Kondisi alam suatu
wilayah memiliki potensi bahaya, dapat muncul sebagai bencana alam (geo-hazard).
Berbeda dengan dimensi sosial, risiko bencana disebabkan oleh tindakan manusia
yang berinteraksi dengan alam. Perilaku manusia merupakan faktor penting dalam
peningkatan kerentanan, dan sebagai pemicu terjadinya bencana. Terlalu banyak
mengeksploitasi sumberdaya alam dapat merusak lingkungan dan terjadi bencana.
Upaya memperkecil risiko bencana dapat dilakukan dengan merubah perilaku
manusia, meningkatkan kesadaran dan kepedulian untuk melestarikan lingkungan.
Merubah perilaku manusia dapat dilakukan dengan merubah pola pikir dan
membiasakan diri sejak dini untuk selalu peduli pada lingkungan dan sadar bencana.
Melalui pendidikan kebencanaan diharapkan akan dapat meningkatkan pengetahuan
kebencanaan, merubah sikap dan perilaku untuk selalu sadar bencana.
Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia dengan berbasis pada
budaya. Pendidikan atau pengetahuan memainkan peranan penting dalam masyarakat.
Kejadian bencana hanya sesaat dan datang secara tiba-tiba, sehingga ingatan manusia
terbatas dalam hal menyampaikan pengetahuan dari satu generasi ke generasi. Perlu

3
upaya untuk mempromosikan dan mensosialisasikan budaya pencegahan dan sadar
bencana. Kesalahpahaman konsep tentang bencana itu sebagai suatu kutukan alam,
atau suatu kekuatan ilahi harus dihilangkan. Pola pikir seseorang harus dirubah untuk
mewujudkan budaya 2 keselamatan, melalui kebiasaan, kesiapsiagaan, dan kearifan
lokal pencegahan bencana. Melalui reformasi pendidikan kebencanaan, akan dapat
mengubah pola pikir manusia Indonesia, untuk selalu sadar dan peduli bencana.
Mendahulukan keselamatan dari bencana dengan cara selalu sosialisasi kesiapsiagaan
bencana, melakukan simulasi bencana, maupun mempraktikan berbagai upaya
pencegahan bencana.
“We must, above all, shift from a culture of reaction to a culture of
prevention. Prevention is not only more humane than cure; it is also much
cheaper.... Above all, let us not forget that disaster prevention is a moral
imperative, no less than reducing the risks of war.” (Kofi Annan, Geneva,
July 9, 1999).
Makna dari pesan Kofi Annan, kita harus bergeser dari budaya reaksi (menunggu
bencana datang baru bertindak) ke budaya pencegahan (menjaga alam dari kerusakan
lingkungan dan selalu siapsiaga terhadap bencana). Pencegahan lebih manusiawi,
dengan biaya lebih murah, daripada melakukan penyembuhan. Pencegahan bencana
merupakan kewajiban moral. Perlu mengintegrasikan konsep keselamatan bencana
dalam semua aspek kehidupan, untuk tujuan pengurangan bencana. Kesadaran
bencana merupakan warisan budaya, maka setiap individu harus sadar bencana dan
pengembangan sikap peduli bencana, yang ditanamkan sejak anak usia dini.

4
BAB II
Pembahasan

2.1 Faktor Penyebab Bencana Dari Kasus Bencana Yang Diakibatkan


Kerusakan Lingkungan
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar, jumlah 17.504 pulau yang tersebar
pada 33 propinsi (berdasarkan data Kementerian dalam negeri yang dipublikasikan
BPS 2017). Potensi alam yang dimiliki Indonesia meliputi potensi laut, perikanan
laut, perairan darat, pegunungan, daratan, dan banyak lainnya. Selain kaya akan
potensi alam, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki potensi bencana,
bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah tsunami, gempa bumi, tanah
longsor, banjir, angin puting beliung, dan letusan/ erupsi gunung berapi. Data badan
nasional penanggulangan bencana (2017) menyatakan bahwa dalam 15 tahun
terakhir (2002 - 2016), jumlah kejadian bencana di Indonesia meningkat hampir 20
kali lipat. Lebih dari 90% kejadian bencana di Indonesia diakibatkan oleh banjir dan
tanah longsor, lebih dari 28 juta orang terkena dampak. Namun, berdasarkan jumlah
korban jiwa, bencana terkait geologi adalah jenis bencana yang paling mematikan,
dimana lebih dari 90% korban meninggal dunia dan hilang akibat bencana
disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami.
United Nation Internasional Strategy Of Disaster Reduction (UN-ISDR)
membedakan bencana menjadi lima kelompok yaitu:
1. Bahaya aspek Geologi, antara lain: Gempa Bumi, Tsunami, Gunung meletus,
Landslide (tanah longsor). Daerah rawan gempa bumi yang ada di Indonesia
tersebar pada wilayah dekat dengan zona penunjaman lempeng tektonik dan
sesar aktif. Gempa yang berpengaruh memicu terjadinya tsunami yakni gempa
yang memiliki kekuatan skala di atas 6 SR, dan memiliki kedalaman kurang dari
lima puluh kilometer.
2. Bahaya aspek Hidrometeorologi, diantaranya: banjir, kekeringan, angin puting
beliung dan gelombang pasang. Banjir umumnya terjadi ketika tingginya curah

5
hujan di atas rata-rata yang berakibat melebihi daya tampung sungai dan
jaringgannya. Perilaku manusia sepanjang dari hulu, sepanjang aliran sungai,
hingga bagian bawah system sungai.
3. Bahaya aspek Lingkungan antara lain kebakaran hujan, kerusakan lingkungan,
dan pencemaran limbah.
4. Bahaya beraspek Biologi, antara lain wabah penyakit, hama dan penyakit
tanaman, hewan/ternak. Beberapa indikasi awal terjadinya endemik misalnya,
Avian Influenza/flu burung, antraks, serta beberapa penyakit hewan lainnya yang
mengakibatkan kerugian bahkan kematian.
5. Bahaya beraspek teknologi antara lain kecelakaan transportasi, kecelakaan
industri dan kegagalan teknologi. Dari beberapa klasifikasi yang disampaikan oleh
UN-ISDR, secara keseluruhan, pernah terjadi dan dialami negara Indonesia, tentu
kita masih ingat bencana tsunami di Aceh tahun 2004, bencana banjir dan tanah
longsor di Wasior, kebakaran hutan yang terjadi belum lama ini, semburan lumpur
panas dan lainnya).
Contoh bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan seperti banjir,
tanah longsor, gelombang pasang, abrasi, kebakaran hutan dan lahan. Berikut
penjelasan masing-masing bencana.
a. Banjir
Banjir merupakan proses alam dan bencana yang sangat mengkhawatirkan bagi
penduduk yang tinggal di sekitar sungai-sungai besar. Jenis banjir meliputi:
genangan, banjir lokal, banjir kiriman, banjir pasang surut air laut (Rob), banjir
bandang. Faktorfaktor penyebab banjir disamping curah hujan sebagai sumber utama
penyebab banjir, kondisi biofisik wilayah juga ikut menentukan. Curah hujan yang
sangat tinggi atau salju yang meleleh secara cepat di daerah-daerah tangkapan air,
membawa air lebih banyak lagi ke dalam sistem hidrologi. Sedimentasi dasar-dasar
sungai akibat kerusakan lahan pada hulu DAS dapat memperburuk kejadian banjir.
Air pasang tinggi bisa membanjiri kawasan pantai, atau laut-laut terdorong masuk ke
dalam daratan oleh badai angin.

6
Beberapa penyebab banjir yang diakibatkan oleh aktivitas manusia di antaranya
membuang sampah sembarangan, kebiasaan membuang sampah yang tidak pada
tempatnya pasti akan memberi dampak buruk bagi lingkungan, tak hanya
menyebabkan lingkungan menjadi kotor, membuang sampah sembarangan juga bisa
menghambat aliran sungai, yang akhirnya memicu banjir bandang. Ketika sampah-
sampah tersangkut, aliran sungai akan berhenti dan volumenya akan semakin
membesar. Hal inilah yang berpotensi menimbulkan tekanan sangat besar. Dengan
membuang sampah pada tempatnya, hal ini bisa mencegah risiko banjir. Banjir juga
dapat disebahkkan oleh penebangan hutan secara liar, pohon atau tumbuhan berperan
penting untuk meresap air yang jatuh ke tanah. Jika terjadi penebangan pohon besar-
besaran, dapat berpotensi jadi penyebab terjadinya banjir. Selain itu efek rumah kaca
dapat menyebab kan banjir, penyebab terjadinya banjir selanjutnya, kebiasaan
membakar sampah, polusi kendaraan, dan asap industri. Beberapa kebiasaan tersebut
dapat membuat lapisan ozon semakin meningkat dan memberi dampak yang sangat
besar. Ada beberapa dampak buruk akibat polusi udara, seperti meningkatnya karbon
dioksida dan perubahan cuaca ekstrem. Selain itu, asap industri juga dapat membuat
pemanasan global, yang akhirnya bisa menjadi penyebab terjadinya banjir.
Selanjutnya banjir juga dapat disebabkan oleh pengaturan drainase yang diubah tanpa
mengindahkan Amdal, daerah hutan atau rawa seharusnya juga dapat berguna untuk
mengatasi banjir. Namun pada realitanya, banyak lahan yang telah dialih fungsi
menjadi mall atau gedung-gedung perkantoran. Penyeimbangan antara pembangunan
di daerah kota dan kawasan drainase kota sebaiknya perlu dilakukan agar dapat
mencegah terjadinya banjir.
b. Tanah Longsor
Bencana longsor atau tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang
umumnya berskala kecil dan kejadiannya tidak sedramatis kejadian gempa bumi
maupun gunung meletus, sehingga perhatian pada masalah ini umumnya tidak besar,
begitu juga dengan bahayanya kurang diperhatikan dalam perencanaan pembangunan.
Tanah longsor dapat menghancurkan bangunan-bangunan, jalan-jalan, pipa-pipa dan
kabel-kabel baik oleh gerakan tanah yang berasal dari bawah atau dengan cara

7
menguburnya. Longsornya lereng yang terjadi secara tiba-tiba dapat menjebolkan
tanah yang berada di bawah tempat-tempat hunian dan menghempaskan bangunan-
bangunan tersebut ke lereng bukit. Runtuhan batu mengakibatkan kerusakan dari
pecahan batu yang terbuka menghadap batu-batu besar yang berguling dan menabrak
tempat-tempat hunian dan bangunan-bangunan. Aliran puingpuing di tanah yang
lembek, bergerak mengisi lembah-lembah mengubur tempat-tempat hunian, menutup
sungai-sungai maupun jalan.
Faktor penyebab terjadinya tanah longsor secara alamiah yakni morfologi
permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan
kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia
yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan
lereng, penggundulan dan daerah pembuangan sampah karena penggunaan lapisan
tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat
mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan,.
c. Kebakaran Hutan dan lahan
pada kasus kebakaran hutan yang disebabkan ulah manusia, antara lain
disebabkan oleh faktor berikut:
 Faktor ekonomi masyarakat sekitar area hutan yang kekurangan, sehingga
mencari area lahan bebas untuk digunakan sebagai lahan pertanian atau
perkebunan dengan cara tebang bakar.
 Faktor regulasi pemerintah terkait pembakaran hutan yang lemah, sehingga
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
 Faktor kebakaran akibat dari sisa api unggun atau sisa puntung rokok yang
masih menyala.
 Faktor perselisihan antara pemilik lahan dengan perusahaan yang ingin
mengambil alih lahan secara paksa.
d. Abrasi dan Gelombang Pasang
Pada kasus abrasi dan gelombang pasang faktor yang disebabkn manusia
diantaranya:
 Perusakan terumbu karang.

8
Kerusakan terumbu karang mengakibatkan kecepatan gelombang yang
menghantam pantai semakin kuat.
 Penebangan mangrove.
Mangrove berfungsi sebagai pemecah gelombang alami. Apabila mangrove
terus menerus ditebang, akan mengakibatkan gelombang semakin membesar
dan menghantam wilayah pantai.
• Penambangan pasir pantai, dll.
Penambangan pasir sangat berperan banyak terhadap abrasi pantai, baik di
daerah tempat penambangan pasir maupun di daerah sekitarnya karena
terkurasnya pasir laut akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan arah
arus laut yang menghantam pantai.

2.2 Tingkat Risiko Bencana Dari Kasus Bencana Yang Diakibatkan


Kerusakan Lingkungan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Kajian risiko bencana
adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko
bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkta ancaman, tingkat kerugian dan
kapasitas daerah (Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 2
Tahun 2012). Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi
bencana yang melanda.
Menurut Setyowati (2019) bencana alam sering terjadi di indonesia, mulai dari
tingkat kecil dan besar. dalam bencana alam yang terjadi sering kali menimbulkan
kerusakan bahkan korban jiwa yang tidak sedikit. Salah satu faktor penyebab
terjadinya bencana alam adalah kerusakan lingkungan. kerusakan lingkungan menjadi
salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya risiko bencana. Oleh

9
sebab itu pentingnya kesadaran masyarakat dalam melindungi dan juga melestarikan
lingkungan untuk menekan angka bencana yang sering terjadi. Indonesia berada di
peringkat ke 33 dengan total 10.74% dalam peringkat tertinggi resiko bencana akibat
kerusakan alam. Meskipun demikian, menjaga lingkungan memang sangat penting
untuk di terapkan. Selain itu juga indonesia memiliki potensi besar terhadap berbagai
bencana alam seperti banjir, gempa bumi, erosi, kenaikan air laut, abrasi pantai, dan
badai. Sehingga kerusakan alam memang memiliki resiko tinggi dalam dampak
bencana alam yang terjadi.
Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi
bencana yang melanda.
Menurut Mardiatno (2021) ngkat risiko bencana tersebut tergantung pada :
1. Tingkat ancaman kawasan
2. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam
3. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.

2.3 Proses Pemulihan Pasca Bencana


Pemulihan bencana merupakan fungsi dari manajemen bahaya yang dilakukan
oleh negara, di mana setiap komunitas, keluarga memperbaiki individu,
merekonstruksi atau mendapatkan Kembali apa yang hilang ketika bencana terjadi.
Idealnya, mengurangi risiko dari kejadian yang sama ketika bencana tersebut terjadi
lagi di masa yang akan datang. Dalam sistem manajemen darurat yang komprehensif,
yang meliputi perencanaan pra bencana, mitigasi dan kesiapsiagaan tindakan
pemulihan dapat dimulai sedini mungkin selama kegiatan perencanaan, jauh sebelum
bencana terjadi. Setelah terjadi bencana, tindakan pemulihan terencana dan tidak
terencana harus dilaksanakan dan mungkin diperpanjang selama berminggu-minggu,
bulan dan bahkan bertahun-tahun. Pada kenyataannya, upaya pemulihan merupakan
langkah yang sulit dan tidak tentu, termasuk informasi, semuanya memiliki peran
dalam upaya pemulihan di masyarakat. Tindakan yang terkait dengan pemulihan
bencana merupakan yang paling beragam dari semua fungsi manajemen bencana.

10
Cakupan individu, organisasi dan kelompok yang terlibat juga lebih besar daripada di
fungsi lain. Akibat dari sifat luar biasa sebuah bencana dapat memengaruhi
kehidupan banyak orang, upaya pemulihan dapat menarik perhatian masyarakat dunia
secara keseluruhan. Sehubungan dengan fungsi-fungsi manajemen bencana lain,
fungsi pemulihan adalah yang paling banyak memakan biaya. Pemulihan bencana
juga setidaknya dipelajari dan paling terorganisir dari semua fungsi manajemen
bencana, dan karena itu yang paling penting untuk dilakukan. Pemulihan melibatkan
lebih dari sekedar mengganti apa yang ada. Ini adalah proses yang kompleks, terkait
erat dengan tiga fase lain dari manajemen bencana dan membutuhkan jumlah besar
perencanaan, koordinasi dan pendanaan.
2.3.1 Tipe-Tipe Pemulihan Pasca Bencana
Adapun tipe-tipe pemulihan pasca bencana adalah sebagai berikut.
1. Bantuan publik
Bantuan publik merupakan salah satu tipe dari upaya pemulihan yang
dilakukan oleh pemerintah kepada warganya sebagai bentuk pelayanan
kepada masyarakat. Upaya pemulihan ini meliputi semua aspek yang hancur
dari ranah publik atau sarana umum. Secara umum, tipe ini mencakup seperti
struktur, sistem dan pelayanan yang berhubungan dengan pemerintah. Dalam
hal ini pemerintah merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam
memproteksi ketiga hal tersebut, disamping itu faktor lingkungan juga
termasuk kedalam kategori ini.
2. Perumahan di seluruh daerah
Perumahan di seluruh daerah yang terkena dampak akan menunjukkan
perbedaan tingkat kerusakan dan kehancuran karena komposisi, lokasi, elevasi
dan kedekatan dengan bahaya, serta beberapa faktor lainnya. Prioritas utama
pemerintah adalah untuk mensuplai inspektor perumahan yang mampu
mendeterminasi struktur mana yang harus diperbaiki atau struktur mana yang
harus dihancurkan dan yang mana yang tidak perlu dikerjakan sama sekali
Apabila pembangunan sektor perumahan dalam rangka upaya pemulihan
bencana ditunda, niscaya hal tersebut akan menyebabkan tertundanya seluruh

11
dimensi pemulihan. Pada umumnya tidak akan ada jumlah inspektor
perumahan yang mencukupi untuk mengemban tugas ini, maka dari itu assiten
dari luar dibutuhkan jika memungkinkan. Biaya aktual dari perbaikan
kontruksi rumah tersebut tergantung dari pemilik rumah tersebut. Biasanya,
korban yang rumahnya mengalami kerusakan cukup parah tidak mampu
membiayai perbaikan rumahnya. Maka dari itu mereka beralih untuk mencari
bantuan dari luar.
3. Pemulihan ekonomi
Bencana memberikan tekanan yang hebat kepada ekonomi lokal dan nasional.
Bahkan pada bencana yang sangat hebat, tidak jarang menimbulkan gejolak
pada perekonomian dunia. Kehilangan pekerjaan, kehilangan faktor produksi,
kehilangan kesempatan bisnis serta pengeluaran pemerintah yang sangat besar
merupakan beberapa dampak bencana terhadap kejatuhan kondisi ekonomi
yang harus dikembalikan sesegera mungkin agar kembali stabil. Ekonomi
lokal individu ditopang oleh faktor di mana termasuk di dalamnya adalah
pariwisata, pertambangan, pabrik produksi, pertanian, kerajinan tangan serta
pendidikan. Masyarakat tumbuh dan berkembang serta menjadi mandiri
tergantung kepada industri yang disebutkan tadi, dan penduduk kota
membutuhkan skill untuk menjalankan industri tersebut. Industri pendukung
dan pelayanan seperti transportasi, komunikasi, hubungan masyarakat dan
pelayaran akan ikut berkembang seiring dengan industri pokok tersebut. Pada
dasarnya, upaya pemulihan di bidang ekonomi harus diawali dengan
pembangunan kegiatan industri tersebut.
4. Pemulihan individu, keluarga, dan masyarakat
Pemulihan pada masyarakat berkaitan erat dengan kesehatan fisik dan mental
dalam diri individu, keluarga dan grup sosial. Meskipun gedung-gedung,
rumah dan komponen infrastruktur lainnya sudah diperbaiki, masyarakat akan
tetap menderita sampai kebutuhan sosial mereka terpenuhi. Ketika kebutuhan
ini ada dalam setiap bencana, tingkat kebutuhan akan meningkat secara
bertahap seiring dengan jumlah korban cedera dan meninggal. Upaya

12
pemulihan dari kondisi darurat sosial kemanusiaan yang kompleks, di mana
gangguan keamanan penuh juga cenderung terjadi, seringkali membutuhkan
perhatian yang cukup.
5. Pemulihan budaya
Setelah bencana, masyarakat seringkali menemukan warisan mereka hancur.
Bangunan bersejarah dan stuktur lainnya, seni, pakaian dan tradisi hilang.
Kehilangan dari komponen budaya seperti ini dapat menyebabkan hilangnya
identitas masyarakat yang sekarang menjadi tinggal dan menggunakan dalam
bangunan yang tidak menunjukkan kebutuhan budaya mereka. Mereka
mungkin saja menggunakan pakaian yang didonasikan oleh donator yang
tidak formal untuk mereka dan makan makanan yang tidak biasanya mereka
makan. Sangat penting untuk memahami nilai-nilai budaya untuk menentukan
Langkah pemulihan seperti apa yang tepat untuk diterapkan di wilayah
tersebut.

2.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana


Pada serangkaian upaya pengelolaan bencana terdapat kegiatan Mitigasi Bencana.
Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh
dari satu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan
yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin
diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih kuat,
sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk
menggabungkan penilaian bahaya di dalam suatu perencanaan.
Mitigasi adalah sebuah upaya untuk melakukan perencanaan yang tepat untuk
meminimalkan dampak bencana. Mitigasi bukanlah sebuah strategi akhir, namun
diperlukan agar resiko-resiko yang ada dapat diminimalisir. Untuk itu diperlukan
berbagai bentuk pendekatan dalam menetapkan strategi mitigasi yang diperlukan.
Upaya pencegahan (prevention) terhadap munculnya dampak adalah perlakuan
utama. Untuk mencegah banjir maka perlu mendorong usaha masyarakat membuat
sumur resapan, dan sebaliknya mencegah penebangan hutan. Agar tidak terjadi

13
kebocoran limbah, maka perlu disusun save procedure dan kontrol terhadap
kepatuhan perlakuan. Walaupun pencegahan sudah dilakukan, sementara peluang
adanya kejadian masih ada, maka perlu dilakukan upaya-upaya mitigasi (mitigation),
yaitu upaya-upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

Gambar lingkaran kegiatan pengelolaan bencana

Pendekatan lingkaran pengelolaan bencana (disaster management cycle) yang


terdiri dari dua kegiatan besar yaitu sebelum bencana dan setelah bencana. Pertama
adalah sebelum terjadinya bencana (pre event) dan kedua adalah setelah terjadinya
bencana (post event). Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana berupa
disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan disaster mitigation
(mengurangi dampak bencana). Kegiatan setelah terjadinya bencana dapat berupa
disaster response/emergency response (saat terjadi bencana atau tanggap bencana)
dan disaster recovery (kegiatan pemulihan atau rehabilitasi). Pengurangan resiko
bencana atau disaster reduction merupakan perpaduan dari kegiatan mitigation
dengan preparation/preparedness.
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah
mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang
ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan
pelaksanaan tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana
yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan resiko jangka panjang. Terdapat dua (2) bentuk mitigasi, yaitu mitigasi

14
struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural dilakukan untuk
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti
membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta
memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor,
penahan dinding pantai, dan lain-lain. Mitigasi non struktural berupa penyusunan
peraturan, pengelolaan tata ruang, pelatihan perencanaan tata ruang wilayah, serta
upaya memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi dan mencegah adanya
bencana alam di sekitar kita. Hanya dengan hal kecil sekalipun kita akan berhasil
memeragi bencana alam yang disebabkan oleh ulah manusia. Dengan cara mencegah
kerusakan ekosistem laut dan darat merupakan bentuk rasa cinta kita kepada alam.
1. Tidak membuang sampah sembarangan di sungai. Dengan membuang sampah
ditempat sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih dan rapi
dipandangnya. Tidak hanya itu, tapi juga dengan membuang sampah
ditempatnya akan menolong kota dari bahaya bencana banjir.
2. Menanam kembali hutan yang gundul atau reboisasi ditanah yang harus
ditanami pohon kembali.
3. Tidak membuang limbah pabrik di laut. Sebaiknya sebuah pabrik mengetahui
bagaimana cara pembuangan sampai pemanfaatan limbah pabrik mereka.
Dengan cara mencegah kerusakan laut seperti ini akan mengurangi
pencemaran air laut dan biota laut akan terjaga.
4. Melakukan terasering. Terasering merupakan upaya untuk penanggulangan
erosi tanah supaya tanah tidak terkikis dari akibat aliran air.
5. Rehabilitasi juga menjadi salah satu upaya untuk mengembalikan lahan secara
ekologis. Rehabilitasi ini juga menjadi upaya untuk mengembalikan
lingkungan fisik untuk bisa di fungsikan lagi.Tanggung jawab yang membuat
rehabilitasi ini adalah pengusaha yang sudah melakukan penambangan di
lahan tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tanah akan menjadi tandus
dan mati.

15
BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Berikut merupakan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pembahasan
sebelumnya.
1. Bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan seperti banjir, tanah
longsor, gelombang pasang, abrasi, kebakaran hutan dan lahan.
2. Tingkat risiko bencana tergantung pada 3 aspek yaitu tingkat ancaman
kawasan, tingkat kerentanan kawasan yang terancam, dan tingkat kapasitas
kawasan yang terancam.
3. Proses pemulihan pasca benca memiliki 5 tipe yaitu bantuan publik,
perumahan diseluruh daerah, pemulihan ekonomi, pemulihan individu,
keluarga, dan masyarakat, serta pemulihan budaya.
4. pengelolaan bencana (disaster management cycle) yang terdiri dari dua
kegiatan besar yaitu sebelum bencana dan setelah bencana. Pertama adalah
sebelum terjadinya bencana (pre event) dan kedua adalah setelah terjadinya
bencana (post event). Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana
berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan
disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Kegiatan setelah
terjadinya bencana dapat berupa disaster response/emergency response (saat
terjadi bencana atau tanggap bencana) dan disaster recovery (kegiatan
pemulihan atau rehabilitasi).

16
Daftar Pustaka

Irawan., Subiakto, Yuli., Kustiawan, Bambang. 2011. Manajemen Mitigasi Bencana Pada
Peserta Didik Untuk Mengurangi Risiko Bencana Gempa Bumi. Journal of Science
Education, 6(2), 609-615

Isyowo Ramadhani, N., Idajati, Hertiari. (2017). Identifikasi Tingkat Bahaya Bencana Longsor,
Studi kasus: Kawasan Lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Jurnal Teknik ITS, 6(1), 87-90

Mardiatno, D., Faridah, F., Sunarno, S., Wahyu Arifudin Najib, D., Widyaningsih, Y., &
Setiawan, M. A. (2021). Tatakelola Lanskap Rawapening Berdasarkan Tingkat Resiko
Bencana Lingkungan Di Sub Das Rawapening. Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai, 5(1), 21–40.

Setyowati, D. L. (2019). Urgensi Pendidikan Mitigasi Bencana. Universitas Negeri


Semarang

Suharko. (2014). Pencegahan Bencana Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan Lingkungan. J.


Manusia dan Lingkungan, 21(2), 254-260

17

Anda mungkin juga menyukai