Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN ANTARA SELF COMPASSION DENGAN RESILIENSI PADA RELAWAN

BENCANA ALAM

Khairatul Ulya Ilma1 dan Kamsih Astuti2


12
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
12
Khairatululyailma@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Antara self compassion dengan resiliensi pada relawan
bencana alam. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara self compassion dengan resiliensi
pada relawan bencana alam. Subjek dalam penelitian ini adalah berjumlah 76 relawan bencana alam. Metode
pengumpulan data menggunakan skala Resiliensi dan Self Compassion Scale (SCS). Teknik analisis data yang
digunakan adalah korelasi product moment dari Karl Pearson. Berdasarkan hasil analisi data diperoleh koefisien
korelasi sebesar rxy = 0,698 (p <0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian yang diajukan dalam penelitian dapat
diterima. Artinya semakin tinggi self compassion maka semakin tinggi resiliensi relawan bencana alam, begitu
pula sebaliknya semakin rendah self compassion maka semakin rendah pula resiliensi relawan bencana alam.
Sumbangan self compassion terhadap resiliensi sebesar 48,8% berarti sebesar 51,2 % dipengaruhi oleh faktor
lain.

Kata kunci: Self Compassion, Resiliensi, Relawan Bencana Alam

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF COMPASSION WITH RESILIENCE TO NATURAL DISASTER


VOLUNTEERS

Khairatul Ulya Ilma1 and Kamsih Astuti2


12
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
12
Khairatululyailma@gmail.com

Abstract

This study aims to determine the relationship between self compassion and resilience in natural disaster
volunteers. The hypothesis proposed is that there is a positive relationship between self-compassion and
resilience to natural disaster volunteers. The subjects in this study are 76 natural disaster volunteers. The data
collection methods used are the scale of resilience and Self Compassion Scale (SCS). The data analysis
technique used is the product moment correlation from Karl Pearson.Based on the results, correlation
coefficient rxy = 0.698 (p <0.01) were obtained. So, the hypothesis proposed in the study can be accepted. It
means the higher the self-compassion, the higher the resilience of natural disaster volunteers, and vice versa.
The contribution of 48.8% self-compassion to resilience means the other 51.2% is influenced by other factors.

Keywords: Self Compassion, Resilience, Natural Disaster Volunteers

1
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara (trauma) dan kehilangan keluarga dan harta
yang rawan terkena bencana alam. Terletak di benda.
antara pertemua tiga lempeng tektonik yang Dengan kondisi Indonesia yang rawan akan
bertumbukan yaitu Lempeng Indo-Australia, bencana, banyak LSM gencar mencari para
Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik relawan yang diharapkan sewaktu-waktu dapat
membuatnya rawan terkena berbagai macam dengan cepat diterjunkan ketika bencana
bencana alam. Dimulai pada tahun 2004, di datang. Relawan adalah seseorang yang secara
bulan Desember telah terjadi bencana dahsyat ikhlas karena panggilan nuraninya
tsunami di bagian wilayah paling barat memberikan apa yang dimilikinya (pikiran,
Indonesia, provinsi Nanggroe Aceh tenaga, waktu, harta dan yang lainnya) kepada
Darussalam sampai bencana yang menyayat masyarakat sebagai pewujudan tanggung
hati masyarakat indonesia tahun 2018 bulan jawab sosialnya tanpa mengharap pamrih baik
September di bagian utara Indonesia, berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan,
kabupaten Donggala. Masyarakat bisa ataupun kepentingan maupun karir (Tobing,
dikatakan sudah terbiasa dengan bencana Nugroho, & Tehuteru, 2008).
alam, seperti yang paling sering terjadi adalah Relawan Penanggulangan Bencana, adalah
tanah longsong, banjir, gempa bumi, letusan seorang atau sekelompok orang yang memiliki
gunung merapi, kekeringan, atau bencana yang kemampuan dan kepedulian untuk bekerja
terjadi karena ulah tangan manusia-manusia secara sukarela dan ikhlas dalam upaya
yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan penanggulangan bencana. Hal-hal yang dapat
data dari Badan Nasional Penanggulangan dilakukan relawan pada saat bencana antara
Bencana (BNPB), selama kurun waktu 8 tahun lain, kaji cepat terhadap cakupan wilayah yang
(2010-2018), Indonesia telah dilanda bencana terkena, jumlah korban dan kerusakan,
alam sebanyak 17.384 kali yang terdiri dari kebutuhan sumber daya, ketersediaan sumber
5.572 banjir, 3.736 tanah longsor, 399 banjir daya serta prediksi perkembangan situasi ke
disertai longsor, 168 gempa bumi, 3 tsunami, depan, pencarian, penyelamatan dan evakuasi
10 gempa bumi disertai tsunami, 59 letusan warga masyarakat terkena bencana,
gunung api, 4.598 puting beliung,1.212 penyediaan dapur umum, pemenuhan
kebakaran dan 1.627 bencana-bencana lainnya. kebutuhan dasar berupa air bersih, sandang,
Tak terhitung jumlah korban yang meninggal pangan, dan layanan kesehatan termasuk
karena bencana ini, belum lagi yang kesehatan lingkungan, penyediaan tempat
kehilangan kualitas hidup setelah bencana ini penampungan/hunian sementara, Perlindungan
terjadi seperti dampak fisik (cacat) atau psikis kepada kelompok rentan dengan memberikan

2
prioritas pelayanan, dan Kegiatan lain terkait sosial dan iklim pekerjaan yang banyak
kedaruratan (Peraturan BNPB Nomor 17 memakan waktu dengan segala jenis
Tahun 2011). permasalahan yang ada. Relawan kesulitan
Dengan tugas-tugas yang begitu berat, dalam mengatasi berbagai tekanan yang terjadi
menjadi relawan bencana bukanlah hal yang dilapangan sehingga berdampak pada sulitnya
mudah karena memutuskan untuk menolong menyesuaikan diri ketika kembali pada
korban bencana alam membutuhkan kekuatan kehidupan normal, hal ini terjadi karena
yang besar atau ketahanan yang kuat. Relawan rendahnya kapasitas resiliensi yang dimiliki
bencana secara drastis dihadapkan pada realita relawan bencana (Halimah & Widuri , 2012).
mengenaskan yaitu bencana alam yang Menurut Reivich dan Shatte (2003),
menimbulkan banyak korban. Ketika terjun di resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi
medan bencana, relawan bencana diharapkan dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat
memiliki kondisi psikologis yang kuat secara dirasakan atau masalah besar yang terjadi
fisik maupun mental dan berani menghadapi dalam kehidupan. Connor & Davidson (2003),
situasi bencana. Menjadi relawan bencana resiliensi adalah kemampuan manusia untuk
bukan hanya mengangkat korban-korban menjadi kuat dalam menghadapi tantangan
bencana alam saja, namun juga harus hidup dan bahkan berkembang ditengah
mengatasi kondisi keterbatasan fisik, emosi, kesulitan. Resiliensi adalah kemampuan untuk
dan mental korban bencana alam. Dengan mengatasi dengan baik perubahan hidup pada
segala kondisi yang mengenaskan dan level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah
keterbatasan disaat bencana, seorang relawan kondisi penuh tekanan, bangkit dari
bencana harus mempunyai kapasitas resiliensi keterpurukan, mengatasi kemalangan,
yang baik agar dapat menolong korban mengubah cara hidup ketika cara lama dirasa
bencana dan menolong dirinya sendiri tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada dan
(Melina, Grashinta, &Vinaya, 2012). menghadapi permasalahan tanpa melakukan
Faktanya, menurut penelitian Halimah & kekerasan (Siebert, 2005).
Widuri (2012) menunjukkan bahwa relawan Dedi Aryo, salah satu relawan di badan
yang kembali dari tugasnya mengalami penanggulangan bencana daerah (BPBD)
vicarious trauma sebagai dampak dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (kompas, 2018)
interaksi dengan beberapa korban trauma. Ada mengatakan bahwa banyak relawan yang
dua faktor utama penyebab terjadinya mengalami trauma, meski tugas mereka
vicarious trauma pada relawan bencana yaitu sebenarnya membantu para korban gempa.
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Contoh: ada getaran sedikit saja, bahkan
internal termasuk di dalamnya karakteristik kucing lari di platfom rumah relawan bisa
dan daya tahan yang dimiliki serta bagaimana siaga sampai lari.
kinerja relawan tersebut, sedangkan faktor Dikutip dari pijarpsikologi.org, terdapat
eksternal seperti jenis korban, lingkungan sebanyak 24,2 % relawan mengalami trauma

3
sepulang menjalani aktivitasnya sebagai bencana alam dalam mengidentifikasi
relawan bencana. Banyaknya situasi sulit yang penyebab permasalahan belum muncul
dialami ketika melakukan tugas sebagai sepenuhnya, relawan tidak jarang
relawan bencana, ditambahkan dengan kondisi menyalahkan orang lain atas kesalahan yang
mental dan fisik yang tidak stabil, serta terjadi. Aspek empati relawan bencana alam
resiliensi yang kurang baik, sehingga ketika juga belum dapat dikatakan baik, relawan
kembali kedunia normal sulit untuk mengaku sering terbawa emosi dengan apa
menyesuaikan diri kembali. yang dirasakan atau dialami oleh orang lain,
Peneliti juga melakukan wawancara dengan dan masih kurang mampu merasakan emosi
6 relawan bencana alam pada 29 Desember yang terkandung dari pengalaman orang lain.
2018, dari hasil wawancara peneliti Kemampuan relawan dalam meraih aspek
menemukan gejala-gejala resiliensi rendah positif atau pelajaran dari kehidupan setelah
pada 4 relawan bencana alam, yaitu; relawan kemalangan menerpa masih kurang, seperti
kesulitan untuk dapat tenang dalam situasi cenderung melakukan kesalahan yang sama
menekan, memaksakan diri untuk selalu walaupun sudah tahu akan dampak yang akan
diliputi positif vibe, ketika diri sedang tidak terjadi, takut dengan ejekan yang orang lain
baik- baik saja dan kurang mampu berikan dan sulit bangkit dari kegagalan.
mengekspresikan emosi secara tepat dan baik. Dari berbagai macam indikasi tersebut
Hal ini mengindikasikan aspek regulasi emosi dapat dikatakan bahwa relawan bencana
yang masih rendah. Dilihat dari aspek memiliki resiliensi yang rendah. Rendahnya
pengendalian impuls, ditunjukkan relawan resiliensi yang dimiliki relawan bencana dapat
ketika dalam keadaan kelelahan, mereka menyebabkan kesulitan dalam mencapai
mudah tersinggung atau mudah marah hanya tujuannya untuk menolong banyak orang. Rasa
karena hal-hal kecil, dan memiliki masalah bersalah yang mendalam ketika tidak dapat
dalam hubungan sosial. Relawan mengaku menolong para korban dengan maksimal,
sulit menikmati proses dari kehidupan, dan dapat memberikan dampak yang
merasa pesimis dapat mewujudkan tujuan dari berkesinambungan ketika relawan bencana
hidupnya. Hal ini mengindikasikan masih kembali ke kampung halaman. Seharusnya
kurangnya aspek optimis dalam diri resiliensi sudah menjadi karakter bagi relawan
mahasiswa. bencana. Seperti pernyataan Melina, dkk
Relawan juga merasa tidak yakin dengan (2012) yang menyatakan bahwa resiliensi
kemampuan yang dimiliki, ragu-ragu dalam merupakan karakteristik yang harus di miliki
mengambil sebuah solusi disebabkan dengan relawan bencana sehingga relawan bencana
risiko yang mungkin terjadi dan tergantung dapat menolong dirinya dan diri orang lain.
dengan orang lain. Hal ini mengindikasikan Penelitian mengenai resiliensi penting di
masih rendahnya aspek efikasi diri dalam diri lakukan karena resiliensi akan
relawan bencana alam. Kemampuan relawan merepresentasikan kinerja individu, kesehatan

4
baik mental maupun fisik, dan menentukan yaitu dengan menumbuhkan rasa menyayangi
keberhasilan individu dalam berhubungan dan diri sendiri, atau disebut dengan istilah self-
berinteraksi dengan lingkungannya. Yang compassion. Hal tersebut didukung oleh
mana semua itu adalah faktor-faktor dasar dari penelitian Ross & Fautini ( Holaday &
tercapainya kebahagian dan kesuksesan dalam McPhearson, 1997) yang menyatakan salah
hidup Reivich & Shatte (dalam Ifdil & Taufik., satu faktor yang mempengaruhi resiliensi
2012). Resiliensi juga memiliki efek pada individu adalah self-compassion.
kesehatan individu. Setidaknya terdapat dua Neff (2003) menjelaskan bahwa self-
efek dari resiliensi terhadap kesehatan, yaitu: compassion adalah pemberian pemahaman dan
(1) Sustainability, yakni kapasitas untuk kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami
mempertahankan kesehatan ditengah kondisi kegagalan ataupun membuat kesalahan, tidak
lingkungan yang dinamis, dan (2) Recovery, menghakimi diri sendiri dengan keras maupun
yakni kapasitas untuk secara cepat kembali mengkritik diri sendiri dengan berlebihan atas
pada keseimbangan dalam kondisi fisiologis, ketidaksempurnaan, kelemahan, dan kegagalan
psikologis dan relasi sosial setelah mengalami yang dialami diri sendiri. Self compassion
kejadian yang menekan Hendriani (2017). memiliki 3 dimensi yaitu, self-kindness vs self
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa judgement, common humanity vs isolation,
konsep resiliensi memiliki keterkaitan dengan mindfulness vs over-identification. Menurut
kesehetan individu. Penelitian yang dilakukan Neff (2003), individu yang memiliki self-
oleh Melina dkk (2012) dengan judul compassion yang tinggi adalah individu yang
Resiliensi dan Altruisme pada relawan memiliki self-kindness (kebaikan pada diri),
bencana alam, diperoleh hasil bahwa terdapat common humanity (memandang permasalahan
hubungan positif yang signifikan antara sebagai hal yang manusiawi), mindfulness
resiliensi dengan altruisme pada relawan (kesadaran penuh akan situasi saat ini).
bencana alam. Semakin tinggi resiliensi pada Individu yang memiliki self compassion yang
relawan bencana alam maka akan semakin tinggi yang tidak mudah menyalahkan diri jika
tinggi altruism. gagal, memperbaiki kesalahan, mengubah
Untuk itu, demi mendukung peningkatan perilaku yang kurang produktif dan mampu
resiliensi pada relawan bencana alam, menghadapi tantangan baru (Hidayati, 2014).
diperlukan pengetahuan mengenai faktor- Relawan bencana alam yang memiliki self
faktor yang dapat mendukung resiliensi itu compassion yang tinggi akan memiliki self
sendiri. . Penelitian Rananto & Hidayati kindness yang tinggi lebih mampu menetralisir
(2017) menjelaskan bahwa faktor protektif emosi negatif dengan memahami diri-sendiri
yang dapat membantu untuk menghindari dan menerima diri dengan apa adanya tanpa
terciptanya kondisi yang tidak menyenangkan mengkritik kegagalan atau ketidakmampuan
dan dapat memicu individu untuk yang dialami saat bertugas (Sarwono, 2000).
menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, Enrenreich & Elliot (2004) menjelaskan

5
bahwa ketika bertugas relawan bencana alam bencana alam dengan self compassion dapat
cenderung akan memiliki perasaan bersalah menangani emosi negatif dan membebaskan
jika melihat korban bencana tidak memiliki diri dari siklus destruktif akibat dari emosi
makanan, tempat bernaung dan kebutuhan tersebut (Neff, 2011).
hidup lainnya. Individu yang compassionate, memiliki
Relawan bencana alam yang memiliki self kesadaran saat seseorang sedang dalam
compassion tidak akan menyalahkan dan penderitaan, menghilangkan ketakutan
mengkritik dirinya sendiri atas kegagalan yang terhadap hal tersebut, dan memberikan rasa
dihadapi saat bertugas karena relawan bencana cinta dan kasih sayang kepada individu yang
alam mampu memahami dirinya dengan baik sedang mengalami penderitaan. Hal ini selaras
serta keterbatasan kemampuannya sebagai dengan penelitian Yarnell dan Neff (2013)
manusia, sehingga relawan bencana alam yang menunjukkan hasil bahwa individu yang
mampu mampu meningkatkan kebijaksanaan, memiliki self compassion akan menyelesaikan
mengelola emosi negatif dan melaksanakan masalah dengan cara menyeimbangkan
tugas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki kebutuhan diri dan orang lain. Hal ini
(Neff, Kirkpatrick, & Rude, 2007). Self mencakup penerimaan terhadap individu,
compassion merupakan emosi positif yang penderitaan yang dirasakan, dan reaksi
dapat menlindungi individu dari self judgment terhadap penderitaan tersebut (Germer, 2009).
yang negatif, perasaan terisolasi dan depresi Self-compassion mengharuskan individu untuk
(Neff,2003). Halimah & Widuri (2012) tidak menghindari atau menekan perasaan
menjelaskan bahwa relawan bencana alam yang menyakitkan, sehingga individu dapat
merasa terbebani, putus asa dan sangat mengakui dan merasakan compassion untuk
menderita ketika tidak mampu memenuhi pengalamannya (Neff, 2003).
tugas dan janji untuk mengurangi penderitaan Berdasarkan uraian di atas, peneliti
korban. Enrenreich & Elliot (2004) merumuskan permasalahan dalam penelitian
menambahkan bahwa tuntutan fisik yang berat ini ialah apakah terdapat hubungan antara self
dan kondisi tugas yang tidak menyenangkan compassion tinggi dengan resiliensi pada
selama dilapangan, beban kerja yang relawan bencana alam ?
berlebihan serta jangka waktu lama dapat METODE
menimbulkan kelelahan kronis. Relawan Penelitian ini terdiri dari dua variable
bencana alam yang memiliki Relawan bencana yakni resiliensi sebagai variable terikat dan
alam yang memiliki resiliensi tinggi harus self compassion variabel bebas. Subjek
mampu mengendalikan kendala-kendala pada penelitian adalah relawan bencana alam yang
dirinya agar mempermudah kelancaran berusia 20-40 tahun. Metode pengumpulan
tugasnya sehingga dampak negatif dari tugas data yang digunakan dalam penelitian ini
yang belum terpenuhi secara maksimal tidak adalah skala. Penelitian ini menggunakan dua
meluas ke sisi lain kehidupannya. Relawan skala yaitu skala resiliensi yang disusun oleh

6
peneliti dengan mengacu pada aspek resiliensi Tabel 2
oleh Reivich & Shatte (2003). Skala resiliensi Kategorisasi Resiliensi
terdiri dari 60 aitem dengan daya beda Kategori Frekuensi Presentase
bergerak dari 0,202 - 0,631 dan koefisien Tinggi 48 63,2%
reliabilitas α 0,935. Sedang 28 36,4%
Self compassion dalam penelitian ini diukur Rendah 0 0%
dengan Self Compassion Scale (SCS) dari Neff Total 76 100
(2002). Peneliti menerjemahkan SCS kedalam
Bahasa Indonesia dan mengurangi jumlah Berdasarkan kategorisasi diatas dapat
respon skala. Skala SCS dalam penelitian ini diketahui bahwa ada 48 relawan bencana alam
terdiri dari 21 aitem dengan daya gerak 0,206 - (63,3%) memiliki tingkat resiliensi tinggi, 28
0,746 dan koefisien reliabilitas α 0,870. relawan bencana alam (36,4%) memiliki
Analisis data dilakukan dengan metode tingkat resiliensi sedang, dan tidak ada
korelasi Product Moment dari Pearson, untuk relawan bencana alam yang memiliki tingkat
melihat hubungan antara variabel bebas dan resiliensi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel terikat. mayoritas subjek dalam penelitian ini memiliki
HASIL DAN PEMBAHASAN tingkat resiliensi dengan kategori tinggi.
Hasil deskripsi data resiliensi dan self Kategorisasi self compassion berdasarkan
compassion dapat dilihat pada table 1 berikut. nilai mean dan standar deviasi hipotetik
Tabel 1 dengan mengelompokkan menjadi tiga
Deskripsi Statistik Data Penelitian kategori seperti yang dapat dilihat pada tabel 3
RL SC berikut.
Min 60 21
Tabel 3
Maks 240 84
Data Kategorisasi Self Compassion
Hipotetik Mean 150 52,5
Kategori Frekuensi Presentase
SD 30 10,5
Tinggi 29 37,7%
Min 145 39
Sedang 46 60,5%
Data Maks 231 76
Rendah 1 1,3%
Empirik Mean 184,46 59,91
Total 76 100
SD 17,735 7,428

Berdasarkan kategorisasi diatas dapat


Berdasarkan data deskriptif, dapat
diketahui bahwa ada 29 relawan bencana alam
dilakukan pengkategorisasian pada kedua
(37,7%) memiliki self compassion tinggi, 46
variabel penelitian. Skala resiliens
relawan bencana alam (60,5%) memiliki self
dikategorisasikan menjadi tiga yaitu tinggi,
compassion sedang, dan 1 relawan bencana
sedang, rendah. Hasil kategorisasi skor
( 1,3 %) yang memiliki self compassion
resiliensi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:

7
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penelitian yang dilakukan oleh Pematasari dan
subjek dalam penelitian ini memiliki self Siswanti (2017) yang hasilnya menunjukkan
compassion dengan kategori sedang. bahwa terdapat hubungan positif antara self
Dari hasil uji Kolmogorov Smirnov untuk compassion dengan resiliensi pada istri
resiliensi diperoleh K-S Z = 0, 078 dengan p= anggota satuan brigade mobil kepolisian
0,805 (p > 0,050), berarti sebaran data variabel daerah jawa tengah. Selain itu,juga terdapat
Resiliensi mengikuti sebaran data yang penelitian lain yang membuktikan adanya
normal. Dari hasil uji Kolmogorov Smirnov hubungan positif antara self compassion
untuk variabel Self Compassion diperoleh K-S dengan resiliensi yaitu pada penelitian
Z = 0,085 dengan p = 0,204 (p > 0,050), Febrinabilah dan Listiyandini (2016).
berarti sebaran data variabel Self Compassion Self compassion merupakan suatu perasaan
mengikuti sebaran data yang normal. dan pemahaman terhadap kebaikan diri
Hubungan antara Self Czompassion dengan sendiri, keterbatasan diri sebagai manusia,
Resiliensi pada relawan bencana alam kesadaran utuh dengan tidak menghakimi diri
merupakan hubungan yang linier dengan nilai sendiri, tidak mengisolasi diri, dan tidak
F = 88,151 dengan p = 0,000 (p < 0,050). mengkritik diri secara berlebihan terhadap
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui kekurangan diri (Germer & Neff, 2013).
koefisien (rxy) ≥ 0,698, maka dapat Infdividu dengan self compassion yang tinggi
disimpulkan bahwa keeratan korelasi pada akan memiliki sikap baik terhadap diri sendiri,
hipotesis ini termasuk dalam kategori kuat, tidak mengisolasi dari lingkungan, tidak
menurut Sugiyono (2016) interval koefisien mengkritik diri secara berlebihan, toleransi
0,60 – 0,799 termasuk dalam tingkat hubungan terhadap emosi negatif dan mememiliki
yang kuat. Selanjutnya untuk koefisien pemahaman yang positif mengenai diri sendiri,
determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,488 maka individu tersebut mampu bangkit dengan
menunjukkan bahwa variabel Self Compassion cepat dalam menghadapi dan mengatasi situasi
memiliki kontribusi sebesar 48,8 % terhadap yang penuh resiko dan menekan (Kawitri dkk,
variabel Resiliensi pada relawan bencana alam 2019). Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan
dan sisanya 51,2% dipengaruhi oleh faktor- bahwa kemampuan individu untuk mengatasi,
faktor lain. mengendalikan, melalui, dan bangkit kembali
Diterimanya hipotesis dalam penelitian ini ketika kesulitan menerpa merupakan definisi
menunjukkan bahwa self compassion dapat dari resiliensi ( Reivich & Shatte, 2003).
dianggap menjadi salah satu faktor penting Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam meningkatkan resiliensi relawan individu yang memiliki self compassion yang
bencana alam. Hasil penelitian ini sejalan tinggi akan semakin resilien. Hal ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang dengan penelitian Neff & McGehee (2010)
menunjukkan bahwa self compassion memiliki yang membuktikan bahwa self compassion
korelasi dengan resiliensi, seperti pada sangat terkait dengan resiliensi, kemudian

8
diperkuat dengan penelitian Akmala (2019) kesengsaraan atau trauma yang dialami dalam
yang menunjukkan bahwa pelatihan self kehidupannya dan orang yang resilien itu akan
compassion memiliki kebermanfaatan dan mengalami pencapaian-pencapaian dalam
kekuatan besar dalam peningktan resiliensi. hidup (Reivich dan Shatte, 2003).
Relawan bencana alam merupakan pekerja Self compassion dapat memberikan
sosial dengan visi mulianya untuk menolong motivasi agar individu memperbaiki diri dan
banyak orang. Namun relawan bencana alam belajar dari pengalaman ketika mengalami
tetaplah manusia biasa, tugas-tugas kegagalan dan dihadapkan pada situasi yang
kemanusiaan yang dilakukan ternyata tidak dikehendaki (Breines & Chen, 2012).
memiliki dampak negatif bagi dirinya. Relawan bencana alam yang tinggi akan
Tuntutan fisik yang berat, kondisi tugas yang menyayangi diri sendiri sendiri meski banyak
tidak menyenangkan, beban kerja yang kejadian yang tidak mengenakkan
berlebihan dalam jangka waktu panjang dan menimpanya, tidak menyalahkan keadaan atau
konflik interpersonal yang mungkin timbul dirinya atas kegagalan yang terjadi, sehingga
antara anggota kelompok relawan (Enrehrcich relawan bencana alam lebih mampu
& Elliot, 2004). Dengan segala kondisi yang beradaptasi dalam menata emosi dengan cara
mengenaskan dan keterbatasan disaat bencana, menurunkan emosi negative dan meningkatkan
seorang relawan bencana harus mempunyai emosi positif. Hal ini berkaitan dengan
kapasitas resiliensi yang baik agar dapat resiliensi, relawan bencana alam yang resilien
menolong korban bencana dan menolong adalah individu yang mampu meregulasi
dirinya sendiri (Melina, Grashinta, &Vinaya, emosi dan mengontrol keinginan, dorongan,
2012) . kesukaan serta tekanan yang muncul dari
Self-compassion menggambarkan individu dalam dirinya, sehingga relawan bencana alam
yang dapat memahami kebaikan diri sendiri, dapat mengekspresikan emosi secara tepat,
keterbatasan diri sebagai manusia, kesadaran fokus dalam menghadapi berbagai masalah,
utuh dengan tidak menghakimi diri sendiri, mampu mengendalikan pikiran dan perilaku
tidak mengisolasi diri, dan tidak mengkritik negatif sehingga relawan bencana alam dapat
diri secara berlebihan terhadap kekurangan diri menyelesaikan tugas kemanusiaanya dengan
(Neff, 2003). Resiliensi menggambarkan baik.
individu yang memiliki daya lenting atau Self compassion memiliki arti bahwa
kemampuan untuk kembali dalam bentuk individu akan menghadapi kenyataan yang ada
semula (Poerwadarminta, dalam Ekasari & tanpa melebih-lebihkan. Relawan bencana
Bayani, 2013). Resiliensi sebagai kemampuan alam dihadapkan dengan berbagai situasi yang
untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap tidak mengenakkan saat berusaha menolong
kejadian yang berat atau masalah yang terjadi korban bencana alam, mampu menerima
dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan pemikiran dan perasaan yang dirasakannya,
tertekan, dan bahkan berhadapan dengan serta tidak bersifat menghakimi, membesar-

9
besarkan masalah-masalah yang tidak disukai yang dialami oleh relawan bencana alam agar
baik dalam diri ataupun dalam kehidupannya dapat meningkatkan kapasitas resiliensi saat
merupakan ciri-ciri remaja yang resilien. Hal bertugas.
tersebut sejalan dengan Walsh (2006) yang Pengaruh besar yang diberikan oleh self
menyatakan bahwa resiliensi lebih dari compassion terhadap resiliensi tampak dari
sekedar kemampuan untuk bertahan (survive), kesesuaiannya dengan aspek kognitif dan
karena individu mempunyai keinginan untuk emosi. Menurut Holaday dan McPhearson
bisa sembuh dari luka menyakitkan, (1997) salah satu faktor yang dapat
mengendalikan kehidupannya dan melanjutkan mempengaruhi resiliensi yaitu kemampuan
hidupnya dengan penuh cinta dan kasih sayang kognitif seperti intelegensi, coping style,
tanpa membesarkan-besarkan masalah yang kemampuan untuk menghindarkan diri dari
terjadi. Ketika relawan bencana alam dapat menyalahkan diri sendiri, personal control, dan
menghadapi kenyataan yang tidak di inginkan spiritualitas. Hal ini berkaitan dengan
saat bertugas tanpa melebih-lebihkan, maka kemampuan remaja untuk tidak menyalahkan
relawan tersebut akan lebih mudah untuk diri sendiri dan berusaha untuk lebih
bertahan dalam menghadapi segala menyayangi diri sendiri dalam menghadapi
kekurangan dan masalah (Neff, 2003). masalah yang sulit atau self compassion. Self
Mengembangkan resiliensi akan membantu compassion dapat berkontribusi meningkatkan
relawan bencana alam untuk kebal dari penghayatan positif mengenai diri sendiri,
berbagai peristiwa-peristiwa kehidupan yang menghilangkan emosi negatif, dan
negatif, berhasil menghadapi situasi menekan, meningkatkan rasa keterhubungan dengan
menyelesaikan tugas dengan baik, berani orang lain (Neff, 2010).
menghadapi risiko, dan pantang menyerah. Kelemahan dalam penelitian ini adalah
Self compassion merupakan alternatif konsep seluruh pengambilan data menggunakan
dalam menyikapi diri secara lebih positif. Neff google form tanpa bertemu langsung dengan
(2009) mengemukakan tentang self subjek sehingga apabila ada pernyataan aitem
compassion sebagai alternatif konsep sebagai yang membigungkan bagi subjek, tidak dapat
langkah untuk menuju individu yang sehat langsung ditanyakan kepada peneliti.
tanpa melibatkan evauasi diri. Gagasan tentang KESIMPULAN DAN SARAN
self compassion memberikan model pemikiran Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik
alternatif tentang bagaimana melihat diri kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif
sendiri agar meningkatkan resiliensi pada dan signifikan antara self compassion dengan
individu Konsep tentang self compassion resiliensi pada relawan bencana alam. Semakin
mempunyai peran cukup besar dalam tinggi self compassion maka akan cenderung
pengembangan emosi, khususnya coping dan semakin tinggi pula resiliensi pada relawan
regulasi emosi (Neff, 2003). Hal ini akan bencana alam, begitu juga sebaliknya semakin
membantu dalam mengatasi emosi negatif rendah self compassion maka cenderung

10
semakin rendah pula resiliensi pada relawan menunai visi mulianya untuk menolong
bencana alam. Self compassion yang tinggi banyak orang. Salah satu cara untuk
pada individu dapat membantu mengurangi meningkatkan kapasitas resiliensi adalah
rasa takut dari penolakan sosial. Selain itu self dengan memiliki self compassion yang baik.
compassion juga membantu meningkatkan Cara yang dapat dilakukan adalah menyayangi
penghayatan positif mengenai diri sendiri, diri sendiri dan tidak menyalahkan keadaan
menghilangkan emosi negatif, dan ketika dihadapkan pada situasi terpuruk,
meningkatkan rasa keterhubungan dengan traumatis dan stres. Relawan bencana alam
orang lain (Neff, 2003). juga diharapkan dapat mamandang suatu
Beberapa aspek diatas juga merupakan masalah adalah sesuatu hal yang wajar dan
bagian dari resiliensi. Hal ini menunjukkan manusiawi bahwa setiap orang juga
bahwa apabila seorang relawan bencana alam mengalami hal tersebut dalam hidup. Hal
memiliki self compassion yang semakin tinggi, tersebut akan menuingkatkan kemampuan
yaitu memiliki pemahaman dan kebaikan untuk bangkit kembail dari situasi yang
kepada diri sendiri, tidak menghakimi dirinya terpuruk dan tidak diinginkan oleh relawan
sendiri dengan keras, tidak mengkritik diri bencana alam.
sendiri secara berlebihan atas kekurangan yang Untuk lembaga kemanusiaan agar dapat
dimiliki, danmemiliki rasa keterhubungan memperhatikan dan membimbing relawan
dengan orang lain, maka individu tersebut bencana alam agar dapat terus meningkatkan
dapat dikatakan lebih mampu menghadapi kapasitas resiliensinya. Salah satu cara untuk
tantangan-tantangan sebagai seorang petugas meningkatkan resiliensi adalah dengan
kemanusiaan yang memiliki visi mulia untuk mengadakan pelatihan self compassion. Dan
membantu banyak orang dan dirinya sendiri. untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti
Apabila mampu menghadapi dan mengatasi faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan
tantangan hidup untuk pulih dari krisis, dapat resiliensi pada relawan bencana alam seperti
dikatakan bahwa individu memiliki faktor risiko (Kemiskinan, kehilangan
kemampuan resiliensi yang baik. Tantangan- pekerjaan,dll) dan faktor protektif (kesehatan,
tanganan yang dialami oleh relawan bencana kecerdasan, spiritualitas, faktor individual dan
alam akan dapat dibantu dengan self faktor keluarga).
compassion yang baik. DAFTAR PUSTAKA
Adapun saram yang dapat diberikan Akmala, L,. A. (2019). Efektivitas Pelatihan
peneliti kepada relawan bencana alam adalah Self Compassion Untuk Meningkatkan
Resiliensi Pada Anak Keluarga Tidak
agar dapat terus meningkatkan kapasitas Harmonis. Jurnal Psikologi Islam, Vol.
resiliensi yang dimiliki. Mengingat beban 6, No. 1 : 13-24.
Amaliyah, I. (2018). Relawan bencana dan
kerja yang tidak mudah, resiliensi seharusnya Upaya Menjaga Kesehatan Mental Saat
sudah menjadi karakteristik relawan bencana Bertugas. Diakses dari
https://pijarpsikologi.org/relawan-
alam sebagai petugas kemanusiaan agar dapat

11
bencana-dan-upaya-menjaga-kesehatan- Karang, A. M. (2018, 21 Agustus). Relawan
mental-saat-bertugas/ Gempa Lombok Juga Perlu Psikolog
Breines, G. J. & Chen, S. (2012). Self untuk Atasi Trauma. Diakses dari
Compassion Increases Self Improvement https://regional.kompas.com/read/2018/0
Motivation. Personality and Social 8/21/16192221/relawan-gempa-lombok-
Pschology Bulletin. DOI: juga-perlu-psikolog-untuk-atasi-trauma?
10.1177/0146167212445599. page=all
Connor, K. M., & Davidson, J.R.T. (2003) Kawitri, A. Z., Listiyandini, R. A., Rahmawati,
Development Of A New Resilience B. D., & Rahmatika, R. (2019). Self
Scale : The Connor-Davidson Resilience Compassion dan Resiliensi pada Remaja
Scale (CD-RISC). Journal Of Depression Panti Asuhan.
And Anxiety. Vol 18: 76-82. Melina, G. G, Grasyinta, A. & Vinaya. (2012).
Ehrenreich, J.H & Elliot, T.L. (2004). Resiliensi dan altrurisme relawan
Managing Stress in Humanitarian Aid bencana. Jurnal Psikologi Ulayat, Edisi
Workers: A Survey of Humanitarian Aid I/Desember 2012, hlm. 17–2.
Agencies’ Psychosocial Training and Neff, K. D. & McGehee, P. (2010). Self
Support of Staff. Journal of Peace Compassion and Psychological
Psychology, Vol 10, no.1: 5-66. Resilience Among Adolescents and
Ekasari, A., & Bayani, I. (2013). “Attactment Young Adults. Psychology Press
Pada Ayah dan Penerimaan Peer-Group Taylor & Francis Group University of
dengan Resiliensi” Studi Kasus Pada Texas, Austin, Texas, US.
Siswa Laki-Laki Di Tingkat Sekolah Neff, K. D. & Vonk, R. (2009). Self
Menengah Pertama. Jurnal FISIP: SOUL, Compassion Versus Global Self
2(2). Esteem: Two Different Ways of
Germer, C. K., & Neff, K. D. (2013). Self Relating to Oneself. Journal of
compassion in clinical practice. Journal Personality 77:1, February 2009. DOI:
of Clinical Psychology: In Session, 10.1111/j.1467-6494.2008.00537.x
69(8), 856–867. doi:10.1002/jclp.22021 Neff, K. D. (2003). Self Compassion: An
Halimah, N.S. & Widuri, L.E. (2012). Alternative Conceptualization of a
Vicarious Trauma pada relawan bencana Healthy Attitude Toward Oneself. Self
alam. Humanitas, Vol. IX No.1 Januari and Identity, 2, 85-101
201. Neff, K. D., Kirkpatrick, L. K., & Rude. S., S.
Hendriani, W. (2017). Resiliensi Psikologi: (2007). Self-compassion and adaptive
Sebuah Pengantar. Rawamangun, psychological functioning. Journal of
Prenadamedia Grup. Research in Personality 41 (2007)
Hidayati, F., dan Maharani, R., (2013). Self 139–154.
compassion: Sebuah Alternatif Konsep doi:10.1016/j.jrp.2006.03.004
Transpersonal Tentang Sehat Spiritual Neff, K., D. (2003). The Development and
Menuju Diri yang Utuh. Prosiding Validation of a Scale to Measure Self
psikologi kesehatan. Universitas Katolik Compassion. Psychology Press Taylor
Soegijapranata Semarang. & Francis Group University of Texas,
Holaday, Margot., & McPhearson, W. (1997). Austin, Texas, USA.
Resilience and Severe Burns. Journal Neff, K., D. (2011). Self Compassion, Self
Of Counseling and Development. Esteem and Well Being. Social and
May/April 1997. Volume 75. Personality Psychology Compass 5/1
Ifdil & Taufiq (2012). Urgensi peningkatan (2011): 1–12, 10.1111/j.1751-
dan pengembangan resiliensi siswa di 9004.2010.00330.x
sumatera barat. Jurnal Ilmiah Ilmu Peraturan Kepala Badan Nasional
Pendidikan Volume XII No.2 Penanggulangan Bencana Nomor 17
November 2012. Tahun 2011 Tentang Pedoman Relawan
Penanggulangan Bencana. Di akses dari

12
https://bnpb.go.id/uploads/migration/pu
bs/40.pdf
Rananto, W., H. & Hidayati, F. (2017).
Hubungan Antara Self Compassion
dengan Prokrastina pada Siswa SMA
NASIMA Semarang. Jurnal Empati,
Januari 2017, Volume 6(1), 232-238.
Reivich & Shatte (2003). The resilience
Factors. New York: Broadway Books.
Siebert, A. (2005). The Resiliency Advantage :
Master Change, Thrive Under Pressure,
And Bounce Back From Setbacks.
Portland : Berret-koehler publishers.
Tobing, U.R.I.L, Nugroho. F., & Tehuteru, S.
(2008). Peran relawan dalam
memberikan pendampingan kepada anak
penderita kanker dan keluarganya.
Indonesian journal of cancer,1, 35-39.
Walsh, F., (2006). Strengthening Family
Resilience. The American Journal of
Family Therapy. Vol. 36 – Issue 3. New
York: Guilford Press.
Yarnell, L. M., & Neff, K. D. (2013).
Selfcompassion, interpersonal conflict
resolutions, and well-being. Self and Identity,
12, 146-159.
http://dx.doi.org/10.1080/15298868.201
1.64954

13
5

14

Anda mungkin juga menyukai