Anda di halaman 1dari 14

DISUSUN OLEH:

Herza Dwi Cahyani : C1914201026


Hilman Djailani : C1914201027
Indah Winaria Rakay : C1914201028
Laura A Randanan : C1914201029
Lidia Kasuruan : C1914201030
Novayunda Pratika Latana : C1914201040
Vian Deanita : C1914201051
Taufik Qurahman Ayuba : C1914201101

Dosen Pengampu:

Wirmando, Ns., M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN STIK STELA MARIS MAKASSAR


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEMESTER 7
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
Pertolongannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Bencana
dengan sebaik-baiknya.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga tugas Keperawatan Bencana dapat


memberikan manfaat dan inspirasi bagi para pembaca.

Makassar, 02 November 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Wilayah Indonesia menurut morfologis, geografis dan perubahan iklim dapat
menjadi faktor pendukung terjadinya bencana. BNPB (2016) menyatakan
sampai dengan pertengahan tahun 2016, lebih dari 1.118 kejadian bencana
terjadi di Indonesia dengan rata-rata kejadian dalam satu bulan sebanyak 124
kali bencana atau diperkirakan 4 kali kejadian setiap harinya. Data BNPB
tahun 2017 menjelaskan sebanyak 654 kejadian bencana alam meliputi banjir,
longsor dan putting beliung.
Bencana merupakan serangkaian kejadian atau peristiwa yang
berdampak pada masalah fisik maupun psikologis dan dapat menyebabkan
kerusakan serius sehingga mengganggu fungsi atau sistem pada komunitas
dan social tertentu serta menimbulkan kerugian pada manusia dan lingkungan
(Peraturan Pemerintah RI, No.21 Tahun 2008). Sejak tahun 2006 sampai
dengan 2016 bencana banjir menjadi peringkat pertama dengan angka
kejadian dan jumlah korban tertinggi. Presentasi insiden kejadian bencana
banjir yaitu 45% dari beberapa kejadian bencana lainnya, sedangkan jumlah
korban yang meninggal sebanyak 1.991 orang (BNPB, 2016). Periode 2012
sampai dengan Maret 2017 terdapat 31.5% kejadian bencana banjir di
Indonesia (BNPB, 2017). Bencana khususnya banjir bandang memberikan
dampak pada individu dan keluarga yaitu terganggunya masalah fisik dan
mental dikarenakan peristiwa traumatis. Dampak lainnya yaitu menimbulkan
kerugian dan penderitaan sehingga mempengaruhi aspek-aspek kehidupan
baik lingkungan dan sosial (Keliat, et al, 2011). Penelitian Ilyas tahun 2008
menjelaskan bencana meninggalkan dampak bagi korbannya dari aspek fisik,
material, ekonomi, psikologis, sosial dan spiritual.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi bencana?
2. Apa saja fase fase bencana?
3. Apa dampak bencana pada psikososial?
4. Apa dampak bencana pada spiritual?
5. Apa saja terpasi psikospiritual

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui definisi bencana?
2. Mengetahui fase fase bencana?
3. Mengetahui dampak bencana pada psikososial?
4. Mengetahui dampak bencana pada spiritual?
5. Mengetahui terpasi psikospiritual
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Bencana
Bencana dalam terminologi bahasa inggris disebut dengan disaster,
berasal dari kata Latin yaitu dis dan astro/aster. Dis berarti buruk atau terasa
tidak nyaman, dan aster berarti bintang. Dengan demikian secara harfiah
disaster berarti menjauh dari lintasan bintang atau dapat diartikan “kejadian
yang disebabkan oleh konfigurasi astrologi (perbintangan) yang tidak
diinginkan” (Heryana, 2020) Bencana adalah kehancuran ekologis yang luas
baik secara fisik maupun hubungan fungsional antara manusia dengan
lingkungannya, yang disebabkan oleh alam atau manusia, berbentuk kejadian
yang serius atau tidak nampak (atau lambat, seperti pada kekeringan), dalam
skala yang tidak dapat ditangani oleh sumberdaya yang ada, dan komunitas
yang terdampak membutuhkan upaya yang luar biasa untuk menangani
kerusakan yang terjadi, bahkan membutuhkan bantuan dari masyarakat
internasional (Heryana, 2020)
Pengertian bencana secara formal dinyatakan oleh Centre for Research
on the Epidemiology of Disasters (CRED). Lembaga ini mendefinisikan
bencana sebagai berikut (Etkin, 2016) “situasi atau peristiwa yang melebihi
kapasitas lokal, yang memerlukan permintaan ke nasional atau tingkat
internasional untuk bantuan eksternal, atau diakui oleh lembaga multilateral
atau oleh setidaknya dua sumber, seperti kelompok bantuan nasional, regional
atau internasional dan media

B. Fase fase bencana


1. Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negative bencana. Contoh:
zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis kerentanan;
pembelajaran public.
2. Fase Preparadness: merencanakan bagaimana menaggapi bencana.
Contoh: merencanakan kesiagaan; latihan keadaan darurat, system
peringatan.
3. Fase respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh
bencana. Contoh: pencarian dan pertolongan; tindakan darurat,
4. Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Contoh:
perumahan sementara, bantuan keuangan; perawatan kesehatan.
Keempat fase bencana tersebut tidak harus selalu ada, atau tidak secara
terpisah, atau tidak harus dilaksanakan dengan urutan seperrti tersebut
diatas. Fase-fase sering saling overlap dan lama berlangsungnya setiap
fase tergantung pada kehebatan atau besarnya kerusakan yang disebabkan
oleh bencana itu. Dengan demikian, berkaitan dengan penetuan tindakan
di dalam setiap fase itu, kita perlu memahami karakteristik dari setiap
bencana yang mungkin terjadi.

C. Dampak bencana pada psikososial


Sphere project (2011) dalam humanitarian charter and minimun
standart in humanitarian response menyatakan bahwa keadaan darurat seperti
bencana dapat menimbulkan masalah mulai dari tingkat individu, keluarga,
masyarakat dan tingkat sosial. Pada setiap tingkat, keadaan bencana tersebut
menimbulkan beragam masalah yang beresiko dan cenderung memperlihatkan
dampak ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan, misalnya bencana alam
seperti banjir memiliki dampak yang tidak proposional pada orang miskin,
yang mungkin ditempatkan di tempat-tempat yang realtif berbahaya. Sehingga
dalam hal ini, dapat menimbulkan masalah baru berupa masalah kesehatan
mental dan masalah psikososial. Dalam keadaan darurat bencana tidak semua
orang memiliki kemampuan mekanisme pertahanan yang baik dan signifikan.
Pertolongan pertama psikologis terhadap korban bencana mengatakan bahwa
tenaga kesehatan sangat berperan penting terhadap penyembuhan dampak
psikologis akibat bencana bagi korban bencana. (Melzana & Sari, 2017a)
D. Dampak bencana pada spiritual
Bencana dapat berdampak pada masalah fisik, psikologis, psikososial
dan spiritual. Dampak psikologis dapat berupa depresi, marah, putus asa,
bunuh diri dan post trauma stress disorder (PTSD). Gangguan spiritual dapat
berupa menyalahkan Tuhan, menghindari interaksi dengan orang lain dan
merasa bersalah.(Melzana & Sari, 2017)
Rabiei, Nakhaee, dan Hosseini (2017) mengenai efek psikologis
bencana alam di Iran dengan hasil penanganan dampak psikologis bencana
masih lemah, seperti pemahaman penyelamatan dengan prinsip dasar
dukungan psikososial dan penghentian dukungan sosial. Manajemen
kebencanaan harus ditingkatkan dengan adanya peningkatan dukungan
psikososial, peningkatan pendidikan dan memiliki program penanganan
dampak psikologis bencana.

Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa sebagian besar masalah psikologis


pada pasien pasca bencana adalah depresi, menangis, marah dan kecemasan.
Masalah spiritual yang muncul pada pasien pasca bencana adalah putus asa,
merasa bersalah, dan menutup diri.
E. Terapi psikospiritual
Dengan intervensi psikospritual bagi yang mengalami gangguan agar
meningkat kemampuannya dan mandiri. Untuk yang beresiko agar terhindar
atau tidak terjadi gangguan, dan untuk yang sehat agar semakin sehat dan
meningkat status kesehatannya (CMHN, 2005). Intervensi psikososial selain
diberikan kepada masyarakat yang mengalami bencana, juga perlu diberikan
kepada para relawan atau pekerja kemanusiaan (yang bukan
profesiona(Adami & Sulisyorini, 2008)l kesehatan mental) yang memberi
pertologan kepada masyarakat korban Menurut Iskandar dkk (2005), untuk
dapat melakukan intervensi psikospritual secara baik dan efektif maka
langkah-langkah adalah sebagai :
a. Mengembangkan kepercayaan (trust). Terapis perlu membina hubungan
saling percaya kepada korban.
b. Menunjukkan empati, terutama apabila memberikan pertolongan pertama
dan bantuan tanggap darurat, sehingga masyarakat korban tidak merasa
menjadi obyek tetapi subyek dari intervensi yang dilakukan. Prosedur untuk
memberitahukan tahap-tahap yang dilakukan dalam memberi bantuan dan
mendapatkan informed consent atau izin sebelum memberikan pertolongan
wajib dilakukan.
c. Membantu atau memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan psiko dasar, d.
Tetap tenang meski orang yang dihadapi sangat gelisah, agresif, ataupun
situasi mengagetkan/berbeda tak seperti dugaan sebelumnya.
e. Dalam menghadapi individu-individu khusus, upayakan menempatkan
individu pada situasi yang aman, meminimalkan kemungkinan ia melukai diri
sendiri atau orang la
f. Mendorong dilakukannya kegiatan-kegiatan kelompok
g. Mengembangkan rutinitas yang positif
h. Menghadiri kegiatan meskipun sekadar ada bersama, mendengar,
mengamati, menunjukkan kepedulian.
i. Melakukan kunjungan-kunjungan rumah.
j. Mengidentifikasi masalah-masalah psikososial khusus dan orang-orang
yang menunjukan gejala-gejala trauma lebih dalam.
k. menjalankan ibdah sesuai agama dan kepercayaanya
l. menyediakan sarana dan prasarana dalam ibadah

F. Cara berkomunikasi dalam dukungan psikososial


Dalam penelitian yang dilakukan Waruwu, (2022) Psychology First
Aid (PFA) dapat diterapkan sebagai salah satu cara berkomunikasi dalam
dukungan psikososial. Psychology First Aid (PFA) adalah salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi dampak dari situasi
kegawatan atau bencana, dan meminimalkan dampak yang ditimbulkan
karena kejadian kegawatan ataupun bencana pada individu. Ada beberapa hal
yang boleh dan tidak bisa dilakukan dalam kegiatan Psychology First Aid
(PFA).
1. Hal yang dilakukan
a. Berusahalah mencari tempat yang tenang untuk berbicara, untuk
meminimalkan adanya gangguan dari luar.
b. Jika diperlukan, hargailah privasi mereka dan jagalah kerahasiaan dari
cerita yang disampaikan seseorang.
c. Jaga jarak dan kedekatan Anda dengan seseorang dengan
mempertimbangkan budaya dan latar belakang mereka.
d. Buatlah mereka mengerti bahwa anda mendengarkan, contohnya dengan
sesekali menganggukkan kepala anda dan menimpali mereka dengan.
e. Bersabarlah dan tenang.
f. Berikan informasi yang sebenarnya, jika anda memilikinya. Jujurlah
dengan apa yang anda tahu dan apa yang tidak anda ketahui. “Saya tidak
tahu namun saya akan berusaha mencari tahu untuk Anda”.
g. Berikanlah informasi secara sederhana supaya mudah dipahami.
h. Kenali dan pahamilah bagaimana perasaan mereka dan rasa kehilangan
atau kejadian-kejadian penting yang mereka ceritakan kepada anda
i. Pahami kemampuan setiap orang dan bagaimana kemampuan mereka
dalam membantu diri mereka sendiri.
j. Biarkan keadaan sunyi beberapa saat

2. Hal yang tidak boleh dilakukan


a. Memaksa orang lain untuk berbicara ketika ia tidak ingin berbicara
b. Bertanya “mengapa ini” atau “mengapa melakukan itu”
c. Menghakimi
d. Menggunakan istilah terminologi teknis
e. Membicarakan diri kita atau permasalahan kita sendiri
f. Menjanjikan sesuatu yang tidak dapat kita tepati atau memberikan jaminan
palsu
g. Menceritakan pengalaman atau cerita orang lain
h. Menyalahgunakan kepercayaan dan kerahasiaan informasi yang telah
disampaikan kepada kita.

G. Tahapan fase pemulihan


Tahapan dalam fase pemulihan
Dukungan Psikososial yang diberikan :
1. Tahapan tanggap darurat : pasca dampak-langsung
a. Menyediakan pelayanan intervensi kritis untuk pekerja bantuan,misalnya
defusing dan debriefing untuk mencegah secondary trauma.
b. Memberikan pertolongan emosional pertama (emosional first aid )
misalnya berbagai macam tekhnik relaksasi dan terapi praktis
c. Berusahalah untuk menyatukan kembali keluarga dan masyarakat .
d. Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis
2. Tahapan Pemulihan : bulan pertama
a. Lanjutkan tahap tanggap darurat
b. Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubung dengan
efek trauma
c. Memberikan bantuan praktis jangka pendek dan dukungan kepada
penyintas
d. Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat
3. Tahapan pemulihan akhir : Bulan kedua
a. Lanjutkan tugas tanggap bencana
b. Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi atau
ketangguhan
c. Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang
masih membutuhkan pertolongan psikologis
d. Menyediakan debriefing dan layanan lainnya untuk penyintas bencana
yang membutuhkan
e. Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas lainnya
berbasis lembaga
4. Fase Rekonstruksi
a. Melanjutkan memberikan layanan psikologis dan pembekalan bagi pekerja
kemanusiaan dan penayintas bencana
b. Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi
c. Pertahankan hot line atau cara lain dimana bisa menghubungi konselor
jika mereka membutuhkannya.
d. Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang
pendampingan psikososial agar mereka mampu mandiri

Terapi dukungan sosial pada kelompok besar


1. Latihan nafas dalam
2. Latihan relaksasi progresif
3. Latihan berfokus pada lima jari
4. Latihan membangun interaksi
5. Melakukan ibadah peran serta kegiatan

Terpai dukungan sosial pada kelompok kecil


1. Kelompok dewasa
Bercakap-cakap tentang perasaan, harapan, keinginan, hal positif yang
masih dapat disyukuri
2. Kelompok remaja
Olahraga, musik, tari, menulis, aktivitas sosial
3. Kelompok anak
Terapi bermain, menggambar, maenari, bercerita, menonton film kartun
atu film anak-anak
4. Kelompok lansia
Bercakap-cakap tentang perasaan, memberikan informasi tentang kegiatan
yang dilakukan, berbagi pengalaman masa lalu, melakukan pendampingan
untuk masalah dan kebutuhan manusia.
(Dewi et al., 2021)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana adalah kehancuran ekologis yang luas baik secara fisik maupun
hubungan fungsional antara manusia dengan lingkungannya, yang disebabkan
oleh alam atau manusia, berbentuk kejadian yang serius atau tidak nampak
(atau lambat, seperti pada kekeringan), dalam skala yang tidak dapat ditangani
oleh sumberdaya yang ada, dan komunitas yang terdampak membutuhkan
upaya yang luar biasa untuk menangani kerusakan yang terjadi, bahkan
membutuhkan bantuan dari masyarakat
B. Saran
Bencana merupakan sesuatu yang tidak bisa di prediksi kedatangannya, oleh
sebab itu mari kita bekerja sama untuk menjaga alam kita, setidaknya
presentase kejadian bencana agak sedikit menurun
DAFTAR PUSTAKA
Adami, A., & Sulisyorini, R. I. R. (2008). Spiritualitas Dan Proactive Coping Pada
Survivor Bencana Gempa Bumi Di Bantul. Psikologika: Jurnal Pemikiran Dan
Penelitian Psikologi, 13(25).
https://doi.org/10.20885/psikologika.vol13.iss25.art5
Dewi, E. M. P., Basti, & Jafar, E. S. (2021). PKM Mendongeng/Story Telling Sebagai
Media Intervensi Psikososial Pada Anak Terdampak Gempa di Mamuju
Sulawesi Barat. 1(2), 131–141.
Etkin, D. (2016). Disaster Theory An Interdisciplinary Appoarch to Concepts Cause
(M. Lafleur (ed.)). Elsevier.
Heryana, A. (2020). Pengertian Dan Jenis Bencana. Researchgate.Net, January, 1–4.
Melzana, V., & Sari, H. (2017a). Keefektifan Tenaga Kesehatan dalam Menangani
Dampak Psikososial Bencana. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Syiah Kuala, 3(2), 1–7.
Melzana, V., & Sari, H. (2017b). the Effectiveness of Health Workers in Treating the.
1–7.
Waruwu, L. (2022). Sosialisasi Dasar-Dasar Dukungan Psychological First Aid Pada
Organisasi Palang Merah Indonesia Di Kabupaten Nias Utara. Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 1(1), 32–37.

Anda mungkin juga menyukai