Abstrak
Penelitian ini akan mengkaji feminisme secara filosofis dalam dunia game online, di
mana mayoritas pemainnya adalah pria. Akan diungkap sikap-sikap dibalik feminisme dalam
interaksi yang terjadi pada game online, dibahas dengan pendekatan dari berbagai sisi.
Muncul beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam studi ini, yaitu (1) Respon apa yang
diperoleh atas kehadiran feminisme dalam game online? (2) Apa yang diharapkan dari
kehadiran feminisme dalam game online? (3) Apa yang memicu feminisme dalam game
online? Penelitian merupakan penelitian kepustakaan dengan metode pendekatan kualitatif
deskriptif.
Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa pemain wanita lebih banyak
menerima respon negatif saat mengungkapkan jenis kelamin mereka, sehingga para pemain
wanita mendapatkan tekanan untuk menunjukkan keterampilan mereka dalam bermain game
online (Taylor, 2003). Di sisi lain, mereka bermain game untuk memperoleh kesenangan
serta memperluas hubungan sosial. Hal ini menuai kontroversi terkait dibutuhkannya
feminisme dalam game online, karena pengertian feminisme justru dimanfaatkan sebagai
material untuk memperoleh keuntungan pribadi bagi sebagian pemain wanita.
Oleh karena itu, diperlukan perombakan dari berbagai sisi, baik secara komunitas mau
pun industri game itu sendiri terkait kesetaraan yang harus didapatkan pemain wanita. Salah
satunya ialah penerimaan identitas wanita sebagai pemain game yang setara, serta dari sisi
industri game yang harus melakukan perubahan dari segi desain yang membentuk persepsi
terhadap pemain game wanita.
Abstract
This research will examine feminism in the world of online games with philosophical
approach, where most of the players are male. It will reveal the attitudes behind feminism in
the interactions that occured in online games, which will be discussed with approaches from
various sides. There are several questions that will be answered in this study, which is (1)
What responses are received from the presence of feminism in online games? (2) What
benefit is expected from the presence of feminism in online games? (3) What triggers
feminism in online gaming? This research is a qualitative descriptive bibliographical
research.
Previous studies found that female players received more negative responses when
revealing their gender, so that female players were pressured to have high skills in gaming
(Taylor, 2003). On the other hand, they play games for pleasure and social relationships.
This has sparked controversy regarding the need for feminism in online games, because some
female gamers used feminism as material for personal gain instead.
Therefore, a change is needed from various sides, both from the community and the
game industry itself related to achieving equality for female players. From the community
side, is the acceptance of women's identities as equal game players, and from the game
industry side, they have to make changes in terms of design that create perception of female
gamers.
Key words: feminism, online games, identity, equality
PENDAHULUAN
Berkembangnya pasar game membuatnya menjadi salah satu hiburan yang paling
diminati masyarakat di skala global. Tidak sedikit perusahaan game yang berlomba-lomba
mempublikasikan karya game mereka, termasuk di Indonesia, baik itu dari developer luar
negeri mau pun Indonesia sendiri. Sudah sebanyak 76,8% penduduk Indonesia yang
terhubung ke Internet hingga bulan Juli 2022 (Digital 2022 July Global Statshot Report,
2022). Sebagai negara ke-2 yang paling banyak menggunakan internet untuk bermain game,
rata-rata masyarakat Indonesia berumur 16-64 tahun menghabiskan sekitar 1 jam 11 menit
per hari untuk bermain game.
Berdasarkan laporan Entertainment Software Association report 2021 yang meneliti data
terkait pemain game di Amerika, diperoleh data bahwa terdapat peningkatan 55% intensitas
bermain para pemain game selama pandemi Covid-19, di mana 90% di antaranya
menyatakan akan terus bermain walaupun pandemi berakhir. Terdapat hasil penelitian yang
menyatakan bahwa pemain game online pada remaja laki-laki 93,2, dan pria dewasa 79,6%,
serta remaja perempuan 6,8%, dan wanita dewasa 20,4% (Griffiths, 2004).
Terdapat stereotip bahwa game hanya dimainkan oleh pria, namun kini sudah banyak
wanita yang juga bermain game untuk mengisi waktu, bahkan sebagai aktivitas utama (cth.
Pemain dalam tim profesional). Walaupun kini game sudah menyediakan beragam genre
yang lebih dinikmati oleh kalangan wanita seperti game kasual, simulasi, dan visual novel,
namun nyatanya banyak juga game yang umumnya dimainkan oleh pria, kini banyak juga
dimainkan oleh wanita. Dalam game online, perbedaan jenis kelamin tercetak cukup jelas
secara interaksi sosial, namun wanita memiliki tekanan yang berbeda dalam interaksi ini
(Taylor, 2003).
Dalam penelitian Griffiths (2013), diungkapkan bahwa sebagian pemain wanita
membanggakan identitasnya terhadap komunitas game, terutama game kompetitif, karena
keunikan gender tersebut dalam bermain game online. Bahkan dalam pengungkapan identitas
ini, tercipta istilah ‘girl-gamer’, yang diartikan sebagai seorang wanita yang sering bermain
game. Pencpitaan istilah ini semakin menebalkan keunikan dalam konteks game online.
Fenomena ini membentuk sebuah peristiwa yang dapat disebut ‘Feminisme’. Walau
istilah Feminisme sudah hadir cukup lama dalam masyarakat, namun ideologi ini masing
cukup terkait dengan berbagai konteks di Abad 21. Feminisme dapat didefinisikan sebagai
salah satu bentuk kesamaan gender, keyakinan bahwa ketidaksetaraan dibangun secara sosial,
dan pengakuan dari pengalaman para wanita, yang menginspirasi keinginan untuk berubah
(Cott, 1987).
Banyak aktivitas feminisme yang terus bergema hingga saat ini, seperti Gerakan
#MeToo, pemilihan presiden Hillary Clinton pada tahun 2016, bahkan termasuk selebriti
seperti Beyonce yang menggaungkan kepercayaan feminisme. Di sisi lain, anti-feminisme
juga masih berada di permukaan aktivitas sosial, bersamaan dengan semakin kerasnya suara
feminisme, maka suara anti-feminisme juga semakin kencang. Anti-feminisme dapat
diartikan sebagai gagasan bahwa feminisme tidak lagi diperlukan, bahwa wanita benar-benar
diuntungkan dari status mereka sebagai wanita, dan bahwa sekarang pria lah yang mengalami
masa sulit (Anderson, 2015; Blais dan Dupuis-Deri, 2012). Dibalik tuntutan kesetaraan oleh
kepercayaan feminisme, diduga adanya tujuan-tujuan tersembunyi yang sebenarnya ingin
dicapai. Kesetaraan yang diteorikan dalam definisi feminisme jika disuarakan dengan metode
tertentu justru sebenarnya menuntut perbedaan terhadap wanita.
Tulisan ini akan mengkaji feminisme secara filosofis dalam dunia game online, di mana
mayoritas pemainnya adalah pria. Akan diungkap sikap-sikap dibalik feminisme dalam
interaksi yang terjadi dalam game online yang dibahas dengan pendekatan dari berbagai sisi.
Muncul beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam studi ini, yaitu (1) Respon apa yang
diperoleh atas kehadiran feminisme dalam game online? (2) Apa yang diharapkan dari
kehadiran feminisme dalam game online? (3) Apa yang memicu feminisme dalam game
online? Akan dilakukan pengkajian filosofis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
dan mengupas konteks terkait hal ini berdasarkan referensi-referensi yang tersedia, baik dari
jurnal, buku, maupun artikel.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengumpulkan sumber-sumber berupa jurnal, buku,
laporan sah, serta artikel terkait konsep dan konteks yang dibahas, dalam hal ini, mengenai
Feminisme serta Game Online. Sumber-sumber yang terkait langsung dengan konsep dan
konteks penelitian akan terhitung sebagai Sumber kepustakaan primer, sedangkan sumber
yang mendukung data atau berkaitan secara tidak langsung dengan konsep dan konteks
terhitung sebagai Sumber kepustakaan sekunder (Kaelan, 2005).
Digunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif untuk menyusun penelitian ini.
Penelitian deskriptif biasa digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena sosial spesifik, dan
banyak hasil penelitiannya dipakai untuk menciptakan sebuah kebijakan atau keputusan
tertentu (Neuman, 2014). Menurut Sugiyono (2016), metode deskriptif kualitatif adalah
metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti
adalah sebagai instrumen analisis utama.
Ada beberapa jenis penelitian yang termasuk penelitian deskriptif, antara lain yaitu (1)
penelitian survei; (2) penelitian kasus; (3) penelitian perkembangan; (4) penelitian tindak lanjut;
(5) penelitian analisis dokumen/analisis isi; (6) studi waktu dan gerak; (7) studi kecenderungan
(Sugiyono, 2016). Penelitian ini akan melakukan pengumpulan data dari sumber primer mau
pun sekunder, lalu dilakukan analisis konten/isi untuk memperoleh pembahasan yang
mendalam terkait konteks feminisme dalam game online.
Dalam analisis konten, akan dilakukan penguraian terhadap objek yang diteliti serta
membuat pembahasan terkait konsepsional dan menerapkan pemikiran kritis terhadap
pengertian yang digunakan. Hasil analisis akan disusun secara sistematis sehingga diperoleh
pemikiran dan pengertian baru mengenai konteks bahasan.
Walaupun dibagi ke dalam lima kategori jawaban, namun tiga di antaranya (Perhatian,
Dihargai, Kebutuhan penyelesaian misi) dilakukan untuk memperoleh keuntungan pribadi
baik berupa perlakuan spesial atau bantuan dalam game sehingga proses mereka menjadi
lebih mudah dan cepat.
Dalam penelitian tersebut, dijelaskan bahwa mereka mengatasnamakan feminisme dalam
membuka identitas karena dilatarbelakangi beberapa hal, seperti kurangnya empati yang
diperoleh di dunia nyata serta penghargaan terhadap diri mereka. Namun, sayangnya apa
yang mereka dapatkan justru lebih banyak respon negatif, seperti kata-kata yang
menyinggung jenis kelamin, perundungan siber, perilaku seksisme, dan lainnya (Michelle B.,
2010).
Studi telah dilakukan untuk mengetahui apakah wanita telah dilecehkan saat bermain
game, dan alih-alih memasukkan wanita ke dalam komunitas video game mereka, pria
tampaknya mendorong mereka menjauh dengan menghina, melecehkan, dan mengancam
mereka. Namun, ini bukan hanya satu sisi, karena beberapa wanita telah mengakui
memanfaatkan gender mereka sebagai cara untuk mendapatkan perhatian, bantuan dalam
permainan, atau bahkan meminta tolong.
KESIMPULAN
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menemukan bahwa pemain wanita lebih
banyak menerima respon negatif dibanding respon positif saat mengungkapkan identitas
mereka sebagai seorang pemain wanita. Stigma buruk yang terbentuk ini membentuk sebuah
budaya dalam dunia game online, di mana pemain wanita mendapatkan tekanan untuk harus
menunjukkan keterampilan mereka dalam bermain game online untuk memperoleh perilaku
yang setara (Taylor, 2003). Sedangkan, para pemain wanita bermain game untuk
mendapatkan kesenangan serta memperluas hubungan sosial atau pertemanan dengan orang
baru. Sehingga tekanan ini membuat mereka menjadi enggan untuk bermain game dengan
waktu yang lama (L. McLean dan Griffiths, 2013).
Banyak di antara para pemain wanita juga lebih memilih untuk menyembunyikan identitas
mereka sebagai wanita atau menggunakan karakter pria serta menghindari penggunaan fitur
berbasis suara untuk berkomunikasi demi tidak diidentifikasi sebagai wanita (Lavinia
McLean & Mark D. Griffiths, 2018). Hal ini dilakukan agar tujuan mereka untuk bermain,
yaitu menikmati keseruan bermain game serta mendapatkan hubungan baru dalam
lingkungan sosial, tercapai. Walaupun pada akhirnya beberapa pemain wanita memanfaatkan
gender mereka untuk memperoleh perlakuan spesial atau bantuan dalam proses bermain,
namun nyatanya yang banyak mereka dapatkan ialah diskriminasi atau ketidakadilan dalam
permainan.
Hal ini menegaskan bahwa masih kurangnya kesetaraan sesungguhnya yang diimpikan
‘feminisme’. Untuk mengurangi stigma ini, diperlukan usaha dari berbagai sisi, yaitu dari sisi
komunitas itu sendiri untuk mereduksi respon negatif, serta dari sisi industri game yang harus
mengubah strategi baik dari desain (Rebecca C., 2018) mau pun penjualan, di mana saat ini
industri juga cukup berperan penting dalam merepresentasikan wanita, terutama secara
visual.
REFERENSI
Ahyar, H., & Juliana Sukmana, D. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif
SERI BUKU HASIL PENELITIAN View project Seri Buku Ajar View project.
https://www.researchgate.net/publication/340021548
Anderson, C. A., Gentile, D. A., & Buckley, K. E. (2007). Violent video game effects on
children and adolescents: Theory, research, and public policy. Oxford University
Press. https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780195309836.001.0001
Anderson, K. J. (2015). Modern Misogyny: Anti-feminism in a Post-feminist Era. England:
Oxford University Press.
Assuncao, C. (2016). “No Girls on the Internet”: The Experience of Female Gamers in the
Masculine Space of Violent Gaming Pokémon GO and feminist actor-network theory
View project Psychology with Interactive Entertainment undergraduate dissertation
2016 View project. https://www.researchgate.net/publication/305429541
Ballard, M. E., & Welch, K. M. (2017). Virtual Warfare: Cyberbullying and Cyber-
Victimization in MMOG Play. Games and Culture, 12(5), 466–491.
https://doi.org/10.1177/1555412015592473
Bergstrom, K., Jenson, J., & de Castell, S. (2012). What’s ‘choice’ got to do with of
it?:Avatar selection differences between novice and expert players of World Warcraft
and Rift. https://dl.acm.org/doi/abs/10.1145/2282338.2282360
Blais, Melissa & Dupuis‐Déri, Francis. (2012). Masculinism and the Antifeminist
Countermovement. Social Movement Studies. 11. 21-39.
https://doi.org/10.1080/14742837.2012.640532
Bowman-Perrott, L., Burke, M. D., Zaini, S., Zhang, N., & Vannest, K. (2016). Promoting
Positive Behavior Using the Good Behavior Game: A Meta-Analysis of Single-Case
Research. Journal of Positive Behavior Interventions, 18(3), 180–190.
https://doi.org/10.1177/1098300715592355
Brewer, S., & Dundes, L. (2018). Concerned, meet terrified: Intersectional feminism and the
Women’s March. Women’s Studies International Forum, 69, 49–55.
https://doi.org/10.1016/J.WSIF.2018.04.008
Brown, M. (2010). Women and video games: representation, experiences, identity, and
acceptance. Leicester: De Montfort University.
Burgess, M. C. R., Stermer, S. P., & Burgess, S. R. (2007). Sex, Lies, and Video Games: The
Portrayal of Male and Female Characters on Video Game Covers. Sex Roles, 57(5-6),
419-433. https://doi.org/10.1007/s11199-007-9250-0
Carrasco, A. E. (2016). Acceptability of an adventure video game in the treatment of female
adolescents with symptoms of depression. Research in Psychotherapy:
Psychopathology, Process and Outcome, 19(1).
https://doi.org/10.4081/ripppo.2016.182
Compton, R. (2018). Gamer Girl Visibility: Networks and Their Gendered Ingroup
Behaviours in Massively Multiplayer Online Roleplaying Games Introduction. In
Networks Excursions (Vol. 8, Issue 1). www.excursions-journal.org.uk
Cole, H., & Griffiths, M. D. (2007). Social interactions in massively multiplayer online role-
playing gamers. CyberPsychology & Behavior, 10(4), 575–583.
https://doi.org/10.1089/cpb.2007.9988
Cote, A. C. (2017). “I Can Defend Myself”: Women’s Strategies for Coping With
Harassment While Gaming Online. Games and Culture, 12(2), 136–155.
https://doi.org/10.1177/1555412015587603
Cott N. F. (1987). The grounding of modern feminism. Yale University Press.
Coyne, S. M., Padilla-Walker, L. M., Stockdale, L., & Day, R. D. (2011). Game on... girls:
Associations between co-playing video games and adolescent behavioral and family
outcomes. Journal of Adolescent Health, 49(2), 160–165.
https://doi.org/10.1016/J.JADOHEALTH.2010.11.249
Crenshaw, Kimberle (1989). Demarginalizing the Intersection of Race and Sex: A Black
Feminist Critique of Antidiscrimination Doctrine, Feminist Theory and Antiracist
Politics. The University of Chicago Legal Forum 140:139-167.
Demetrovics, Z., Urbán, R., Nagygyörgy, K., Farkas, J., Zilahy, D., Mervó, B., Reindl, A.,
Ágoston, C., Kertész, A., & Harmath, E. (2011). Why do you play? The development of
the motives for online gaming questionnaire (MOGQ). Behavior Research Methods,
43(3), 814–825. https://doi.org/10.3758/S13428-011-0091-Y/TABLES/6
Driscoll, C., & Grealy, L. (2022). Stranger Things: boys and feminism. Continuum, 36(1), 4–
21. https://doi.org/10.1080/10304312.2021.1965093
Eastin, M. S. (2006). Video Game Violence and the Female Game Player: Self- and
Opponent Gender Effects on Presence and Aggressive Thoughts. Human
Communication Research, 32(3), 351–372. https://doi.org/10.1111/J.1468-
2958.2006.00279.X
Elder, L., Greene, S., & Lizotte, M. K. (2021). Feminist and Anti-Feminist Identification in
the 21st Century United States. Journal of Women, Politics and Policy, 42(3), 243–259.
https://doi.org/10.1080/1554477X.2021.1929607
Ferguson, C. J., & Donnellan, M. B. (2017). Are associations between “sexist” video games
and decreased empathy toward women robust? A reanalysis of Gabbiadini et al. 2016.
Journal of Youth and Adolescence, 46(12), 2446–2459. https://doi.org/10.1007/s10964-
017-0700-x
Fraser, S. A., Elliott, V., de Bruin, E. D., Bherer, L., & Dumoulin, C. (2014). The Effects of
Combining Videogame Dancing and Pelvic Floor Training to Improve Dual-Task Gait
and Cognition in Women with Mixed-Urinary Incontinence. Games for Health Journal,
3(3), 172–178. https://doi.org/10.1089/G4H.2013.0095
Gareth Schott, C. R., & Horrell, K. R. (2000). Girl Gamers and their Relationship with the
Gaming.
Gearan, Anne and Katie Zezima. (2016). “Trump’s ‘Woman’s Card’ comment escalates the
campaign’s gender wars.” The Washington Post. April 27, 2016.
Ghuman, D., & Griffiths, M.D. (2012). A Cross-Genre Study of Online Gaming: Player
Demographics, Motivation for Play, and Social Interactions Among Players. Int. J.
Cyber Behav. Psychol. Learn., 2, 13-29.
Gill, R. (2008). Empowerment/Sexism: Figuring Female Sexual Agency in Contemporary
Advertising. Feminism & Psychology, 18(1), 35–60.
https://doi.org/10.1177/0959353507084950
Golding, Dan, and Leena van Deventer. (2016). Game Changers: From Minecraft to
Misogyny, the Fight for the Future of Videogames. Melbourne: Affirm Press
Goldblum, M. (2020). Free-To-Play? An Examination of Intrinsic Motivation and Gaming
Behaviors in U.S. Female Mobile Gamers. Dissertations and Theses.
https://academicworks.cuny.edu/cc_etds_theses/850
Griffiths, M. D., Davies, M. N. O., & Chappell, D. (2004). Online Computer Gaming: A
Comparison of Adolescent and Adult Gamers. Journal of Adolescence, 27, 87-96.
https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2003.10.007
Guest, C. J. (2016). Knowing feminism: the significance of higher education to women’s
narratives of ‘becoming feminist.’ Gender and Education, 28(3), 471–476.
https://doi.org/10.1080/09540253.2016.1167842
Harrison, R. L., Drenten, J. M., & Pendarvis, N. (2016). Female Gamers: an Investigation of
Gendered Consumer Vulnerability (Vol. 44).
http://www.acrwebsite.org/volumes/1021974/volumes/v44/NA-44http://
www.copyright.com/.
Hartmann, T., & Klimmt, C. (2006). Gender and Computer Games: Exploring Females’
Dislikes. Journal of Computer-Mediated Communication, 11(4), 910–931.
https://doi.org/10.1111/J.1083-6101.2006.00301.X
Harvey, A., & Fisher, S. (2015). “Everyone Can Make Games!”: The post-feminist context of
women in digital game production. Feminist Media Studies, 15, 576 - 592.
Hobson, J. (2017). Celebrity Feminism: More than a Gateway 42(4), 999–1007.
https://doi.org/10.1086/690922
Huddy, L., Neely, F., & Lafay, M. R. (2000). The polls—trends: Support for the women's
movement. Public Opinion Quarterly, 64(3), 309–350. https://doi.org/10.1086/317991
Hutabarat, V. W. (2018). Perempuan dan Games Online (Studi Etnografi Virtual tentang
Pembentukan Identitas Female Gamers Playe Unknown’s Battleground (PUBG)).
Malang: Universitas Brawijaya.
Hutama, N. A. & Irawanto, B. (2022). “Menjadi Sesuatu Yang Berbeda”: Studi Etnografi
Gamer Perempuan di Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Hussain, Z., & Griffiths, M. D. (2009). Excessive use of massively multi-player online role-
playing games: A pilot study. International Journal of Mental Health and Addiction,
7(4), 563–571. https://doi.org/10.1007/s11469-009-9202-8
Jackson, S. (2021). “A very basic view of feminism”: feminist girls and meanings of
(celebrity) feminism. Feminist Media Studies, 21(7), 1072–1090.
https://doi.org/10.1080/14680777.2020.1762236
Junn J. (2017). The Trump majority: White womanhood and the making of female voters in
the U.S. Politics, Groups, and Identities, 5(2), 343–352.
https://doi.org/10.1080/21565503.2017.1304224
Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma.
Kaye, L. K., Kowert, R., & Quinn, S. (2017). The role of social identity and online social
capital on psychosocial outcomes in MMO players. Computers in Human Behavior, 74,
215–223. https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.04.030
Yao, S. X., Ellithorpe, M. E., Ewoldsen, D. R., & Boster, F. J. (2022). Development and
Validation of the Female Gamer Stereotypes Scale. Psychology of Popular Media.
https://doi.org/10.1037/ppm0000430
Yee, N. (2006) Motivations for Play in Online Games. Cyber Psychology & Behavior, 9,
772-775. http://dx.doi.org/10.1089/cpb.2006.9.772
Zydney, J. M., deNoyelles, A., & Seo, K. K. J. (2012). Creating a community of inquiry in
online environments: An exploratory study on the effect of a protocol on interactions
within asynchronous discussions. Computers & Education, 58(1),77–87.