Anda di halaman 1dari 21

SERI SOLUSI MEMBESARKAN ANAK

KECANDUAN GAME ONLINE ‘TELAAH


HASIL PENELITIAN’

DEVI SELVIANTI
Nosis 048

SETUKPA A-28
TAHUN 2023
FENOMENA KECANDUAN GAME ONLINE

 Pada tanggal 18 Juni 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)


secara resmi menetapkan kecanduan game sebagai penyakit
gangguan mental. WHO menambahkan kecanduan game ke dalam
International Classification of Disease (ICD) versi terbaru. ICD adalah
sistem yang berisi daftar penyakit, berikut gejala, tanda dan
penyebabnya, yang dirilis oleh WHO.
 Menurut WHO, kecanduan game adalah penyakit mental yang
disebabkan oleh kebiasaan bermain game. Kecanduan game bisa
disebut penyakit karena memenuhi tiga faktor, yaitu seseorang tidak
bisa mengendalikan kebiasaan bermain game, seseorang mulai
memprioritaskan game diatas kegiatan lain, dan seseorang terus
bermain game meskipun ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.
Menurut WHO, ketiga hal ini harus terjadi selama satu tahun sebelum
diagnosis dibuat. Memang, keputusan WHO yang menetapkan
kecanduan game sebagai penyakit mental menimbulkan kontroversi.
FENOMENA SECARA GLOBAL
• Adiksi atau kecanduan game online seakan sudah menjadi semacam fenomena belakangan
ini. Aplikasi game online yang semakin mudah diakses tampaknya membuat semakin banyak
orang menggunakannya. Tidak hanya orang dewasa, remaja dan anak-anak juga semakin
mudah memainkan berbagai macam game online. Koneksi internet yang semakin cepat dan
murah, serta perkembangan teknologi telpon pintar atau smartphone yang semakin maju dan
semakin terjangkau harganya, tak bisa dipungkiri membuat semakin banyak orang
memainkan game online. Dengan menggunakan ponsel, bermain game online pun menjadi
semakin fleksibel.
• Fleksibilitas menggunakan internet melalui mobile devices (perangkat bergerak) inilah yang
kemudian melahirkan “generasi baru” game online yaitu mobile gamers. Sebagai sebuah
fenomena, kecanduan game online dapat diteliti dari berbagai sudut pandang, misalnya dari
sudut pandang psikologi dan sosiologi. Namun demikian, satu hal yang juga sangat penting
untuk dipelajari agar dapat memahami fenomena ini dengan baik adalah de- ngan
melihatnya dari sudut pandang para pelakunya sen- diri. Titik berat penelitian dalam buku ini
adalah menelaah persepsi kecanduan game online dari perspektif para pemain game online
yang mengalaminya sendiri. Fokus ini, dalam argumentasi penulis buku yang sekaligus juga
peneliti, tidak sekadar berangkat dari kebutuhan data yang berbeda. Pandangan bahwa
metode bukan sekadar cara untuk memperoleh data melainkan juga amat menentukan bagi
abstraksi teoritis yang dibangun, pada saat ini, sudah cukup lumrah berkembang (Wolcott,
1973).
FENOMENA SECARA GLOBAL
•Kecenderungan berbagai penelitian menelaah adiksi video game
berpatokan terhadap satu definisi yang sudah mapan terlebih dahulu. Hal ini
akan dieksplisitkan dalam bagian kajian literatur. Artinya, upaya-upaya
skematisasi terhadap fenomena kecanduan tidak diabstraksi dari situasi riil di
mana fenomena bersangkutan berlangsung, melainkan dari sudut pandang
pihak ketiga sebagai pengamat. Kecenderungan ini bukannya tanpa
persoalan. Hal paling pertama yang mungkin terjadi adalah peneliti luput dari
variasi-variasi yang memungkinkan fenomena kecanduan tertentu
berkembang dalam kehidupan para pelaku.
Berbagai kajian mengenai Kecanduan Game
Online
Dewasa ini yang justru terjadi adalah manusia dikelilingi oleh
alat yang didesain untuk menangkap, mengarang, dan
mengubah kata- kata, bahkan berperan menjadi perpanjangan
tangan (extension) manusia. Kenneth Gergen (2007)
menyebutnya sebagai fenomena multiphrenia, yaitu sebuah
kondisi dimana identitas diri ditentukan dan dibentuk oleh
terlalu banyaknya pilihan untuk mengekspresikan diri. Tidak
mengherankan jika seorang Mumu pun menemukan
kesenjangan perilaku "offline" VS "online" bersama
keluarganya. Kehangatan yang begitu kuat dipancarkan melalui
teks misalnya, justru tidak akan tampak dalam pertemuan tatap
muka. Satu hal yang dirasakan justru nuansa kering dan dingin.
Beberapa teori yang dapat digunakan untuk
menelaah tentang game online, yaitu:

1. Teori Interaksi Simbolik

2. Teori Konstruksi Sosial Realitas

3. Teori Penjulukan (Labelling)

4. Perspektif Katarsis
1. Teori Interaksi Simbolik
• Teori ini berasal dari perspektif psikologi sosial yang secara khusus relevan
dengan fokus sosiologi. Teori ini tidak memfokuskan diri pada individu dan karakter
pribadinya atau situasi sosial seperti apa yang membentuk karakter seseorang, tapi
pada interaksi alami yang terjadi di antara personal dalam sebuah aktivitas sosial
(Charon, 1979:23). Interaksi simbolis bersandar pada ide mengenai diri seseorang dan
hubungannya dengan masyarakat tempat dia hidup dan berinteraksi (West, 2010).
Esensi interaksi simbolis yang berasal dari pemikiran Herbert Mead ini adalah pada
aktivitas komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (dalam Mulyana, 2013).

• Mead dalam bukunya Mind, Self and Society menyampaikan bahwa seorang
individu, selain memiliki kesadaran individual terhadap dirinya, juga memiliki kesadaran
terhadap individu lainnya.

• Kesadaran ini menjadi penting bagi perkembangan dirinya maupun perkembangan


masyarakat di mana ia berinteraksi dengan individu lainnya (Mead, 1934).
2. Teori Konstruksi Sosial Realitas

Teori berikut yang dapat mendukung penelitian tentang game ialah


teori konstruksi sosial realitas. Konstruksi sosial realitas merupakan
teori yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann
(1966). Menurut keduanya, teori ini terkait dengan apa yang kita
terima sehari-hari sebagai kenyataan yang sifatnya berada di luar diri,
objektif, dan terbentuk melalui proses sosial. Dalam hal ini, proses
sosial itu mencakup tiga proses dalam tahapan pertamanya,
institusionalisasi. Tiga proses tersebut, antara lain eksternalisasi,
objektivasi, dan internalisasi.
Apabila diterima sebagai tindakan yang menyiratkan norma tertentu,
tindakan ini akan mengobjektivasi suatu kode dan sudah tentu kode ini
akan mengalami objektivasi. Selepas proses objektivasi bergulir dan
dianggap sebagai sebuah aturan bersama, kode tadi tertanam pada diri
individu atau mengalami sesuatu yang disebut internalisasi.
3. TEORI PENJULUKAN (LABELLING)

• Teoriti ketiga ialah teori pelabelan atau penjulukan. Teori ini menunjukkan bahwa perilaku individu

dipengaruhi oleh klasifikasi yang diterima olehnya (Mead dan Becker, 2013). Proses pembentukan

watak dari seorang insan secara sosial tidak terbatas karena ia diarahkan atau ditanamkan sikap tertentu

oleh para aktor yang mengelilingi kehidupannya. Tabiat dan identifikasi dirinya pun tak muncul hanya

karena adanya larangan, hukuman, dan sosialisasi. Pelekatan-pelekatan dari pihak luar pun, dalam situasi

wajar, mempengaruhi bagaimana seseorang memandang, mengatribusi, dan mengidentifikasi dirinya.

• Teori ini berasal dari seorang sosiolog, Horward S. Becker (2003), terkait studinya tentang penggunaan

marijuana, sebagai aktivitas yang dilakukan oleh sub-budaya tertentu, bukan karena sebuah pilihan gaya

hidup. Becker (2003) menemukan bahwa menjadi pengguna marijuana didorong oleh tiga aspek, yaitu

penerimaan seorang individu dalam kelompok, asosiasi yang melekat dari pengalaman individu yang

menggunakan marijuana, dan sikap pengguna marijuana terhadap orang yang tidak memakai marijuana.
4. PERSPEKTIF KATARSIS

• Perspektif selanjutnya yang dapat dimanfaatkan adalah perspektif katarsis. Katarsis


adalah kondisi di mana seseorang mengekspresikan emosinya secara memuncak untuk
membersihkan dirinya dari belenggu kejiwaan tertentu.
• Teori ini awalnya dicetuskan oleh Sigmund Freud (Strickland, 2001), seorang
psikoanalis. Dalam konteks pekerjaannya sebagai seorang psikoanalis, menurutnya situasi
katarsis merupakan kondisi batin yang penting demi menjamin kesehatan kejiwaan
individual bersangkutan. Apabila seseorang dapat mengekspresikan renjana batinnya dan
tidak menahannya setiap saat, maka perasaan agresinya terhadap segala sesuatu justru
dapat dikurangi atau diredakan. Katarsis merupakan satu konsep perubahan emosi
mendadak yang mempunyai faedah untuk memulihkan diri seseorang. Dalam hal ini,
biasanya upaya untuk menyalurkan atau melepaskan emosi dari kenangan terkait masa lalu
(Collin, 2011:99).
Efek Negatif assion terhadap Game Online Pada Hubungan
Interpersonal

Beberapa penelitian seputar game online pernah dilakukan di seluruh dunia. Penelitian-
penelitian itu menghasilkan temuan-temuan yang dapat memberikan alternatif pemikiran
mengenai bagaimana dunia game online memberikan dampak pada kehidupan personal
orang yang memainkan dan lingkungan sosialnya.

Passion adalah gairah. Gairah obsesif diartikan sebagai dorongan yang tidak tertahankan
untuk terlibat dalam suatu kegiatan. Sementara itu, gairah harmonis merupakan dorongan
keterlibatan yang bersifat sukarela dalam suatu aktivitas. Survei online ini melibatkan 406
pemain MMORPG. Terdapat perbedaan hubungan antara gairah obsesif dan harmonis
yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas terhadap persahabatan online dan offline.
Hasilnya menunjukkan efektivitas model dualisme gairah sebagai indikator penelitian
bermain
•Kecanduan bermain game online dianggap sama dengan kecanduan dalam definisi
patologis, yaitu semacam penyakit atau kelainan sehingga kecanduan dimaknai sebagai
sesuatu yang tidak dapat dikendalikan. Menurut Yee (2002), konotasi negatif dari
kecanduan pada game online juga menciptakan adanya liputan media yang negatif
mengenai fenomena ini. Perlu diingat bahwa efek kecanduan diambil dari konteks klinis,
seperti kecanduan alkohol dan obat-obatan. Jadi, media memandang bahwa kecanduan
game online memiliki makna yang sama dengan. kecanduan alkohol atau obat-obatan.

•Dalam ranah psikologi klinis dan psikiater, fenomena kecanduan game online
memang berpeluang untuk ditangani secara klinis. Masalahnya, konsep klinis untuk
berbagai model kecanduan mungkin tidak selalu sesuai dengan konteks klinis. Dalam arti
bahasa sehari-hari, istilah kecanduan dan ketergantungan tersebut menggambarkan
perilaku non- patologis. Dalam penelitian-penelitian yang dilakukan, tingkat kecanduan
yang dilaporkan tergantung dari skala kecanduan yang digunakan. Sebuah meta-analisis
oleh Profesor di Stetson University Christopher J. Ferguson dkk. (2011) mengungkapkan
prevalensi 3,1% untuk game patologis. Prevalensi kecil semacam itu semakin mengurangi
upaya untuk mempelajari efek game secara keseluruhan.
Model Gairah Dualistik

Robert J. Vallerand dkk. (2006) membedakan antara gairah obsesif dan

gairah harmonis. Keduanya menggambarkan kecenderungan kuat terhadap


aktivitas yang individu sukai, yang penting bagi mereka sehingga rela
menginvestasikan waktu dan energinya.
Ahli psikologi ini menunjukkan dalam tiga penelitian bahwa kepribadian

otonom atau mandiri memprediksi perkembangan gairah yang harmonis,


sedangkan kepribadian terkontrol mendorong perkembangan gairah obsesif.
Karakteristik kepribadian ini mengacu pada motivasi intrinsik atau eksternal dan
pengaturan diri individu.
Pengaruh Penggunaan Internet dan MMORPG terhadap Hubungan Interpersonal

 Antonia Abbey, David Abramis, dan Robert Caplan (1985) dalam artikel jurnal berjudul "Effects

on Different Sources Of Social Support and Social Conflict" menyatakan bahwa manfaat yang didapat
individu dari jejaring sosial (milik mereka) merupakan dasar kehidupan sosial setiap individu.
 Dasar sosial terdiri dari ikatan dan adanya penghubung modal sosial. Dasar ikatan ini berasal

dari ikatan kuat yang dimiliki dengan teman dekat dan anggota keluarga mereka, sedangkan modal
penghubung itu timbul dari hubungan yang lebih lemah, seperti dengan kenalan mereka. Dasar ikatan
kuat memberi orang dukungan secara emosional.
 Sejak awal kehadiran Internet, terdapat spekulasi tentang konsekuensi interpersonal dari

teknologi. Profesor Komunikasi dan Sosiologi di University Of Southern California, James Beniger
(1987) menyampaikan sentimen skeptis yang menganggap komunitas virtual sebagai komunitas semu
atau palsu sehingga dapat membuat orang kesepian dan mengurangi modal sosial mereka.
Sebaliknya, Robert E. Kraut dkk. (2002) menemukan bahwa penggunaan Internet pada orang
kesepian malah dapat membangkitkan dunia sosial mereka.
Manfaat Model Dualistik

 Model dualistik memiliki manfaat untuk melihat kecanduan dan patologis atau kelainan pada game,

kemudian ditemukan hanya sedikit sekali pemain yang mencetak gol pada atau di atas titik tengah skala
passion obsesif. Pada saat yang sama, mayoritas pemain menunjukkan tanda-tanda gairah yang harmonis.
Dengan demikian, skala gairah yang harmonis memperlihatkan bagaimana mayoritas dari pemain game
online merasakannya, yaitu mereka suka bermain MMORPG dan menghabiskan banyak waktu bermain,
namun tetap dapat menggabungkan aktivitas ini dengan aktivitas lain dalam kehidupan mereka.
 Penelitian ini menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk bermain game tidak lagi berpengaruh

signifikan terhadap jumlah teman offline, tetapi justru pada gairah obsesif. Permainan yang berlebihan
mempengaruhi persahabatan offline secara negatif jika permainan dilakukan tidak terkendali. Pengaruh waktu
yang dihabiskan untuk bermain game signifikan terhadap jumlah dan kualitas pertemanan di online, namun
gairah harmonis juga memiliki pengaruh yang kuat. Hal ini menegaskan temuan sebelumnya oleh Utz (2000)
yang menyatakan bahwa dibutuhkan waktu untuk membangun persahabatan online, namun juga
menunjukkan bahwa persahabatan intim lebih mungkin dibangun jika para pemain mampu mengintegrasikan
MMORPG secara otonom ke dalam identitas mereka.
Beragam masalah sosial dari para Pecandu Game

Bukan hanya media komunikasi, game online pun diciptakan oleh kelompok
teroris untuk menyebarkan paham dan pengaruhnya secara global. Game
seperti Salil al-Sawarem bertujuan untuk mempromosikan paham dan
publisitas dari ISIS. Game ini diterima cukup baik di negara Arab. Selain game
yang secara jelas mempromosikan kekerasan dan terorisme, game yang
bernuansa aksi dan paham terorisme juga dibuat developer game besar dan
terkenal. Dan sudah barang tentu, akan dibahas counter narasi yang positif
agar pemain game tidak terjebak dalam paham dan promosi dalam game
online.
SEPUTAR PENELITIAN MENGENAI KECANDUAN GAME
ONLINE

• Kecanduan melibatkan sistem kompleks faktor bio-psikososial yang mempengaruhi individu dalam
tindakan dan budaya mereka. Pada tahun 1964, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkenalkan
konsep ketergantungan untuk menggantikan kecanduan dan habituasi. Istilah tersebut mengacu pada
keseluruhan jenis obat psikoaktif (ketergantungan obat, zat kimia atau zat) atau dengan referensi khusus
untuk obat atau golongan obat tertentu (ketergantungan alkohol atau opioid) yang mengacu pada fisik
dan psikologis.

• Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi Keempat-Teks Revisi (DSM-IV-
TR), beberapa gejala ketergantungan zat, yaitu:

• Beberapa jenis perilaku, selain penggunaan zat psikoaktif, menghasilkan kepuasan sementara yang
menimbulkan perilaku terus-menerus, terlepas dari timbulnya hal yang merugikan. Ini yang disebut
kecanduan «perilaku>>. Kecanduan tersebut menyerupai kecanduan zat di banyak sektor, komorbiditas,
kontribusi genetik yang tumpang- tindih, mekanisme neurobiologis, dan respons terhadap pengobatan.
Kecanduan Internet Pada Siswa

 Para peneliti dunia (dalam Lee, Ko, dan Chou (2015)), seperti Greydanus (2012); Andersson,

Ljotsson dan Weise (2011); serta Chou dan Peng (2007), Chou, Wu, dan Chen (2013), dan Chou,
Yu, Chen, dan Wu (2009), mengatakan Internet adalah salah satu bentuk media terpenting yang
merevolusi pembelajaran remaja dan komunikasi sosial abad ke-21. Menurut Griffin, McGaw, dan
Care (2012), Internet tidak hanya memberikan beragam informasi, tetapi juga menyediakan arena
interaksi sosial, bahkan keterampilan Internet telah menjadi kompetensi utama abad 21.
 Young (1998) mengungkapkan bahwa kecanduan Internet ditandai dengan penggunaan

Internet yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan gangguan dan disfungsi psikologis dalam
kehidupan sehari-hari. Leung menambahkan, jika digunakan dengan benar, Internet memiliki
hubungan positif dengan kesuksesan dan kualitas hidup yang lebih baik. Sementara itu, Leung dan
Lee (2012) telah menemukan hubungan langsung antara literasi informasi dan gejala kecanduan
Internet.
Kecanduan Internet

 Kecanduan Internet dikenal dengan beberapa nama lain, seperti penggunaan


Internet yang berlebihan, penggunaan Internet yang patologis, penggunaan Internet
kompulsif, dan gangguan kecanduan Internet. Peneliti dari Amerika, Block (2008)
mengidentifikasi tiga subtipe kecanduan Internet: melakukan permainan yang
berlebihan, keasyikan seksual (melihat video porno), email/pesan teks dengan
teman yang berlebihan.

 Kesan pertama secara klinis dari institusi khusus untuk pengobatan perjudian
patologis, menunjukkan tampaknya ada sub-kelompok penjudi yang hanya berjudi
secara online. Pasien ini mungkin dianggap sebagai populasi klinis yang berbeda.
Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan, terutama mengenai kemungkinan
program pengobatan spesifik dari sub-kelompok ini (Psych dkk., 2013).
FRAMING MEDIA PADA EKOSISTEM GAMING DAN GAMER

Penelitian oleh Jung (2017) di Korea mengamati aspek prososial dari game, seperti potensi demografis
dan komunitas game, termasuk kondisi gamer yang sadar secara politis. Secara khusus penelitian ini
membahas bagaimana game dapat menjadi sebuah ruang belajar sosial gamer. Ada beberapa temuan
penting, yaitu sebagai berikut.

a. Media tidak hanya bergantung pada sumber, melainkan juga interaksi dengan aktor sosial atau
kelompok, dalam hal ini permainan

b. Media cenderung mendefinisikan game dan gamer dengan cara sensasional, misalnya
kekerasan/kecanduan.

c. Sementara dinamika efek media terhadap sikap publik terhadap peraturan permainan sangat
kompleks, paparan terhadap konten berita terkait game berpengaruh secara signifikan terhadap
sikap public.

d. Wacana media sebagai isyarat mobilisasi bagi para gamer berpotensi mendorong mereka untuk
melakukan tindakan lebih lanjut.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai