Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembaangan teknologi saat ini semakin memberikan kemudahan dan

manfaat bagi setiap orang, salah satunya adalah game online. Dikalangan

remaja game online sangat digandrungi, karena game online menjadi media

hiburan diwaktu luang, biasanya para remaja akan menghabiskan waktu sekitar

3 hingga 4 jam. (Amanda, 2016). Saat ini, gadget telah menjadi bagian dari

kehidupan remaja yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain digunakan

sebgai alat komunikasi, gadget lebih sering digunakan untuk kegiatan online,

salah satunya bermain game online. Jika dibiarkan maka generasi yang tumbuh

akan cenderung menjadi generasi yang memiliki ketergantungan tinggi

terhadap teknologi. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan mereka yang

memiliki ketergantungan terhadap Alkohol. Paparan layar smartphone atau

computer secara berlebih dapat menstimulus pelepasan hormon Dopamine

yang berlebih dimana hal ini sangat berperan dalam pembentukan perilaku

ketergantungan maupun kecanduan. (Marcella A, 2012).

Seorang remaja yang sudah kecanduan game online, bisa dipastikan waktu

mereka banyak dihabiskan untuk bermain game sehingga tidak memiliki waktu

yang cukup untuk melakukan hal lain. Hal tersebut jika dibiarkan seiring waktu

bisa mempengaruhi kepribadian serta perilaku remaja. Seorang remaja yang

kecanduaan dapat melakukan apapun agar bisa bermain game, diantaranya

mereka dapat mencuri, bolos sekolah, malas mengerjakan tugas sekolah, hanya
untuk dapat bermain sepuasnya. Sikap tersebut membuat mayoritas orang tua

khawatir akan perkembangan remaja kedepannya, dikarenan oleh sikap cuek

akan pendidikan, kesehatan, ataupun kehidupan sosial. Remaja yang telah

kecanduan akan tidak memperdulikan lingkungan sekitar, baik itu menyangkut

diri sendiri, keluarga, ataupun orang lain. (Rahmat, 2013)

World Health Organization menyebutkan beberapa contoh kasus yang

menguatkan keyakinan mereka bahwa kecanduan game merupakan perilaku

yang menyimpang dan termasuk dalam gangguan mental. Beberapa kasus itu

di antaranya adalah dua remaja bunuh diri setelah pemerintah India melarang

masyarakatnya bermain game PUBG, gadis berusia sembilan tahun yang harus

dikirim ke rehabilitasi setelah menghabiskan 10 jam untuk bermain Fortnite

dan 200 kasus perceraian yang disebabkan oleh bermain game. Tak hanya itu,

sebuah laporan dari Nikkei pun mengatakan bahwa di Jepang, ada sebanyak

930.000 siswa sekolah yang terkena dampak kecanduan bermain game. Angka

ini mengalami kenaikan sebanyak dua kali lipat dalam kurun waktu 5 tahun

terakhir. (Kompas.com, 2019) Decision Lab dan Mobile Marketing Association

yang melakukan studi terkait game di Indonesia memaparkan bahwa jumlah

gamer mobile di Tanah Air mencapai 60 juta. Dan jumlah ini diperkirakan

akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Decision Lab dan Mobile

Marketing Association yang melakukan studi terkait game di Indonesia

menyebutkan, jumlah gamer mobile di Indonesia pada tahun 2019 telah

mencapai angka 60 juta. Diperkirakan, jumlah tersebut akan bertambah

menjadi 100 juta pada akhir tahun 2020. Hal tersebut disebabkan distribusi

game yang kini tersedia dalam berbagai Platform (PC, Smartphone, Console).
Dengan demikian, berbagai game dapat diakses secara mudah oleh para gamer.

Bermain game bahkan telah menjadi aktivitas yang rutin dilakukan oleh

masyarakat dari berbagai kalangan. Hasil studi bahkan menunjukkan,

mayoritas aktivitas yang dilakukan masyarakat melalui smartphone yaitu

bermain game (25%). Mereka rata-rata bermain game dengan durasi 53 menit.

Aktivitas lainnya yang dilakukan pengguna smartphone yaitu social media

(17%), streaming video (12%), browsing internet (10%), hingga online shop

(7%). Faktor motivasi merupakan dorongan bagi seseorang untuk terus

bermain game online. Menurut King dkk, dorongan seseorang bermain game

secara berlebih terdiri dari 3 hal yakni dorongan untuk mendapat keuntungan

secara finansial (wealth), dorongan agar memperoleh prestasi (achievement),

dan dorongan karena rasa tidak pernah cukup (inadequacy) (King, Herd, &

Delfabbro, 2018). Seiring perkembangan game, banyak pengaruh yang dapat

dirasakan oleh para gamer. Adapun pengaruh yang terjadi bagi para gamer

yaitu semakin tingginya resiko bahkan sampai terjadinya kasus kecanduan

dalam bermain game. Munculnya game dengan berbagai Genre telah lama

disinyalir dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap perkembangan

kepribadian remaja. Remaja yang gemar bermain game cenderung berprilaku

kompulsif, agresif, tidak peduli pada lingkungan sosial sekitarnya. Selain itu

dapat juga timbul masalah psikologis, berupa depresi, kurangnya rasa percaya

diri, tingkat stress yang tinggi, muncul kecemasan secara berlebihan hingga

terlibat tindakan kejahatan. Pada tingkat yang fatal, hal ini dapat

membahayakan nyawa. Pernah ada kasus remaja yang bunuh diri hanya karena

koneksi internetnya diputus.


Besarnya pengaruh Kontrol Diri dapat dipengaruhi oleh keadaan situasi,

tetapi persepsi kontrol diri terletak pada pribadi orang tersebut, bukan pada

situasi. Akibat dari definisi tersebut adalah bahwa seseorang merasa memiliki

kontrol diri, ketika seseorang tersebut mampu mengenal apa yang dapat dan

tidak dapat dipengaruhi melalui tindakan pribadi dalam sebuah situasi, ketika

memfokuskan pada bagian yang dapat dikontrol melalui tindakan pribadi dan

ketika seseorang tersebut yakin jika memiliki kemampuan organisasi supaya

berperilaku yang sukses.

Berdasarkan pada wawancara survey awal yang telah di lakukan terhadap

sejumlah siswa kelas III di SMK Muhammadiyah Bitung dapat di lihat bahwa

siswa – siswa tersebut masi kurang dalam melakukan Kontrol Diri karena di

pengaruhi oleh keadaan dimana situasi Ketika mereka bermain game online

mereka merasakan ketergantungan bila ditinggalkan, begitu dengan teman

mereka yang merupakan sesama pemain game online. Terdapat juga siswa

yang tidak mengerjakan tugas sekolahnya atau mengerjakan di akhir batas

pengumpulan karena terlalu asyik bermain game online. Masih dari wawancara

yang sama, diperoleh informasi bahwa mereka dan teman-temannya yang

bermain game online memilih tidur larut malam bahkan tidur pagi hari hanya

untuk bermain game. Hal ini dikarenakan kondisi jaringan provider yang

mereka gunakan atau beberapa misi pada game online yang mereka mainkan

akan lebih mudah diselesaikan pada saat malam atau dini hari. Sehingga

menyebabkan mereka terlambat masuk atau tertidur di kelas. Tentunya hal ini

memberikan dampak terhadap nilai akademis yang nantinya mereka peroleh.


Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan kontrol diri dengan kecanduan Game Online pada

Remaja Siswa SMK Muhammdiyah Bitung

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan kontrol diri dengan

kecanduan game online pada Remaja SMK Muhammadiyah Bitung?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui Hubungan Kontrol Diri dengan Kecanduan Game Online pada

Remaja SMK Muhammadiyah Bitung

2. Tujuan Khusus

a. Diidentifikasi kontrol diri pada remaja SMK Muhammadiyah Bitung

b. Diidentifikasi kecanduan Game Online pada remaja di SMK

Muhammadiyah Bitung

c. Dianalisis apakah ada Hubungan Kontrol Diri dengan Kecanduan

Game Online Pada Remaja di SMK Muhammadiyah Bitung

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi pendidikan

Hasil Penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan tambahan dalam

proses pembelajaran dan digunakan Sebagai bahan bacaan di perpustkaan

pengembangan mata kuliah metodologi dan pengembangan riset

keperawatan.
2. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi data dasar dan menjadi

sebuah

referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya.

3. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi

guna

meningkatkan dan memahami tentang Kontrol diri dengan Kecanduan

Game Online Pada Remaja


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kontrol diri

1. Pengertian Kontrol Diri

Menurut Kartini Kartono & Dali Gulo dalam kamus psikologi, kontrol

diri (self control) ialah bagaimana cara individu dalam mengatur tingkah

lakunya sendiri yang ia miliki Individu mempunyai nilai -nilai tersendiri

untuk mengatur serta mengarahkan tingkah lakunya sesuai dengan

kehendak serta kemampuan yang dimilikinya.

kontrol diri ialah kemampuan dari dalam diri individu untuk dapat

menyusun, membimbing, mengatur, serta mengarahkan bentuk

perilakunya yang nantinya dapat membawa individu tersebut ke arah

konsekuensi positif. Menurut Gleitman kontrol diri ialah kemampuan

individu dalam mengendalikan suatu dorongan-dorongan yang berasal dari

dalam maupun luar diri individu. Jika dalam diri individu memiliki kontrol

diri, maka ia akan mampu mengambil tindakan dan keputusan secara

efektif agar dapat menghasilkan sesuatu yang diinginkan serta

menghindari suatu akibat yang tidak diinginkan.

Messina & Messina berpendapat juga bahwa pengendalian diri (self

control) ialah seperangkat tingkah laku yang mempunyai titik fokus pada

keberhasilan individu dalam mengubah diri pribadi, keberhasilan menolak

pengrusakan diri (self-destructive), mempunyai perasaan mampu serta

mandiri untuk diri sendiri, tidak mudah terpengaruh oleh orang lain,

mampu menentukan tujuan hidupnya sendiri serta mampu memisahkan

antara perasaan dan pikiran rasional.


Dari berapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri

merupakan kemampuan seorang individu dalam mengatur, menyusun,

membimbing, merubah pribadi, serta mengendalikan dorongan-dorongan

yang berasal dari dalam maupun luar individu. Serta tujuan kontrol diri

ialah mengarahkan sikap serta perilaku individu biar menuju arah positif

serta menghasilkan tindakan yang positif.

2. Aspek dan jenis kontrol diri

Averill (dalam Syamsul Bachri Thalib) kontrol diri di bedakan atas tiga

kategori, yaitu kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif

(cognitive control), serta mengontrol keputusan (decision control).

a) Kontrol perilaku (behavioral control)

Kontrol perilaku ialah kemampuan individu untuk

memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan

mengontrol perilaku ini dibagi menjadi dua komponen yaitu mengatur

pelaksanaan (regulated administrasion) serta mengatur stimulus

(stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan ialah

kemampuan dalam menentukan siapa saja mengendalikan situasi atau

keadaan, dirinya sendiri, orang lain atau sesuatu yang berasal dari luar

dirinya sendiri. mampu mengatur stimulus merupakan kemampuan

untuk dapat mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang

tidak dapat dihadapi.

b) Kontrol kognitif (cognitive control)

Kontrol kognitif ialah kemampuan individu serta mengolah

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menafsirkan, menilai


serta menggabungkan suatu kejadian untuk mengurangi tekanan.

Aspek ini terbagi jadi dua komponen yaitu memperoleh informasi

(information again) serta melakukan penilaian (apraisal). Kemampuan

peroleh informasi (information again) yaitu informasi yang dimiliki

individu mengenai keadaan akan membuat individu mampu

mengantisipasi keadaan serta berbagai pertimbangan. Melakukan

penilaian (apraisal) ialah mengusahakan individu untuk menilai dan

menafsirkan sesuatu keadaan dengan memperhatikan segi - segi

positif secara subjektif.

c) Mengontrol keputusan (decision control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk

memilih serta menentukan suatu tujuan yang ingin dicapainya.

Kemampuan kontrol keputusan ini dapat berfungsi dengan baik, jika

individu mempunyai kesempatan, kebebasan, dengan cara-cara lain

dalam melakukan suatu tindakan.

Menurut Block and Block (dalam M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita

S.) ada tiga jenis kualitas kontrol diri ialah over control, under control

dan approprite control. Over control ialah kontrol yang berlebihan

sehingga dapat menyebabkan individu harus lebih banyak mengontrol

diri serta menahan diri untuk bereaksi terhadap suatu stimulus. under

control yaitu kontrol yang cenderung untuk melepaskan implus secara

bebas tanpa disertai perhitungan yang masak. Terakhir yaitu

approprite kontrol ialah yang mungkin individu mampu

mengendalikan implusnya secara tepat.


Berdasarkan uraian serta penjelasan di atas, dapat disimpulkan

bahwa untuk mengukur kontrol diri sebisa mungkin, untuk

menggunakan aspek-aspek meliputi kemampuan mengontrol perilaku,

mengontrol stimulus, mengantisipasi sesuatu peristiwa, menafsirkan

peristiwa serta mengambil keputusan. Aspek maupun jenis dari

kontrol diri tersebut merupakan suatu cakupan dari semua aspek yang

ditinjau berdasarkan pendekatan psikologis, sehingga semua bentuk

dari kontrol diri tersebut ia dapat digunakan untuk mengukur serta

mengamati sejauh mana mengontrol diri serta mampu mempengaruhi

perilaku seseorang.

Kontrol diri ialah cara yang dipakai oleh individu ialah

melakukan kontrol diri dalam aktivitas setiap harinya. Tiga cara

kontrol diri yang telah dijelaskan di atas merupakan cara

mengendalikan sikap serta perilaku secara langsung, mulai dari

mengamati serta merasakan peka tentang dirinya dan lingkungan,

memberikan reward serta hadiah jika yang diharapkan terwujud,

sehingga mengurangi atau meningkatkan perilakunya. Jika

perilakunya dirasa berlebihan, maka individu akan segera mengurangi

perilaku tersebut, begitu pula sebaliknya.


3. Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Menurut Risnawati (2013) sebagaimana faktor psikologis, kontrol

diri dipengaruhi oleh beberapa yaitu:

a. Faktor internal

Faktor internal yang mengikuti terhadap kontrol diri salah satunya

ialah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik

kemampuan mengontrol diri seseorang itu

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal ini diantaranya merupakan lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga terutama orangtua akan menentukan

bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Menurut

Nasichah (Ghufron dalam Risnawati, 2013) bahwa persepsi

remaja ialah merupakan penerapan disiplin orangtua yang

cenderung demokratis akan diikuti tingginya kemampuan

mengontrol dirinya. sebab itu orangtua menterapkan sikap disiplin

pada anaknya secara intens sejak dini.

4. Kriteria Emosi dalam Kontrol Diri

Hurlock dalam (Risnawati, 2013) menyebutkan tiga kriteria emosi ialah :

a. Dapat melakukan pengendalian diri yang bisa di terima secara sosial.

Dapat memahami seberapa banyak kontrol serta dibutuhkan untuk

memuaskan kebutuhannya serta menyesuaikan dengan harapan

masyarakat

b. Dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya serta

memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut.


5. Jenis – jenis kontrol diri

a. Over control ialah kendali diri yang dilakukan oleh individu

secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan

diri dan bereaksi terhadap situasi/keadaan.

b. Under control suatu kecenderungan individu untuk melepaskan

impuls dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.

c. Appropriate control merupakan suatu kendali individu dalam

upaya mengendalikan impuls secara tepat Kemampuan individu serta

mengendalikan diri memiliki tiga tingkatan yang berbeda-beda.

Individu yang berlebihan dalam mengendalikan diri mereka

yang disebut dengan over control. Individu yang cenderung untuk

bertindak tanpa berpikir panjang atau melakukan segala suatu

tindakan tanpa perhitungan yang matang (under control). Sementara

individu yang memiliki pengendalian diri yang baik, ialah

individu yang mampu mengendalikan keinginan serta dorongan

yang mereka miliki secara tepat (appropriate control).

6. Fungsi kontrol diri

Fungsi kontrol diri memiliki empat fungsi yaitu:

a. Membatasi perhatian individu kepada orang lain Individu akan

memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya, dan tidak hanya

fokus pada kebutuhan orang lain. Perhatian yang terlalu banyak pada

kebutuhan, kepentingan serta keinginan orang lain, cenderung

akan menyebabkan individu mengabaikan kebutuhan pribadinya.


b. Membatasi keinginan individu serta mengendalikan orang lain di

lingkungannya, mengontrol diri individu dapat membatasi

keinginan diri sendiri serta keinginan orang lain dan memberikan

ruang bagi orang lain agar dapat terakomodasi secara bersamaan.

c. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif Individu yang dapat

menahan dirinya dari dorongan serta keinginan untuk bertingkah laku

negatif yang tidak sesuai dengan norma sosial yang ada seperti

ketergantungan pada obat-obatan, alkohol, serta bermain judi.

d. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara

seimbang Individu bisa memiliki kontrol diri yang baik akan

berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya yang sesuai dengan

kebutuhannya. Kontrol diri membantu individu menyeimbangkan

pemenuhan kebutuhan hidupnya seperti makan secara berlebihan,

berbelanja secara berlebihan.

7. Langkah-Langkah untuk Mengontrol Diri

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengontrol diri ialah

sebagai berikut:

a. Mengenali diri sendiri untuk mengidentifikasi yang sesungguhnya kita

rasakan. Setiap emosi yang muncul dalam pikiran, kita harus

dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan dan

dirasakan oleh kita, apakah marah, senang, sedih, atau hal lainnya.

b. Memahami dampak dari emosi yang timbul dari diri kita sendiri

apakah berdampak negatif atau positif. Jika tidak bisa memahami


dampak dari emosi yang timbul maka kita bisa mengetahui apa

yang akan terjadi dari emosi yang ada tersebut. Jadi emosi

hanyalah awal dari respon manusia dalam suatu peristiwa atau

kejadian. Kemampuan untuk mengendalikan serta mengelola

emosi dapat membantu kita dalam mencapai kesuksesan.

c. Tenang dan membuang emosi negatif yang timbul serta berfikir secara

netral dan lebih berfikir ke dampak dari pelampiasan emosi

negatif itu sendiri. Menyadari hidup tidak sendiri dari berbagai masalah

dengan banyak orang di sekitar kita dan membuang ego yang ada

di dalam diri kita sendiri.

d. Berpikir dari sudut orang yang terkena dampak dari emosi serta

ego kemudian kita bisa melihat mengapa orang itu bisa bertindak

seperti itu, tenang dan berpikir secara dingin merupakan salah satu

solusi untuk menangani hal yang seperti ini.

e. Berusaha mengetahui pesan yang disampaikan oleh emosi, serta yakin

bahwa bisa berhasil menangani emosi ini sebelumnya dengan

bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinnya

f. Lakukan terus serta ingatlah kegagalan merupakan pengalaman

terbaik, seseorang bisa belajar untuk menutupi kekurangan yang

ada dalam dirinya sendiri serta itu adalah kemampuan individu dalam

mengelola emosi, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan

emosi atau perasaan kita sendiri, bukan sebaliknya. Oleh karena itu

menyadari bahwa hidup masih panjang dan kita masih membutuhkan

orang lain dalam hidup kita.


B. Konsep Dasar Game Online

1. Pengertian game online

Kecanduan game online merupakan salah satu jenis bentuk

kecanduan yang disebabkan oleh teknologi internet atau Seperti yang

disebutkan bahwa internet dapat menyebabkan kecanduan , salah

satunya adalah Computer game (berlebihan bermain game). Dari sini

terlihat bahwa game online merupakan bagian dari internet yang

sering dikunjungi dan sangat digemari bahkan bisa mengakibatkan

kecanduan yang memiliki intensitas yang sangat tinggi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bawha kecanduan merupakan

tingkah laku yang bergantung atau keadaan yang terikat yang sangat

kuat secara fisik maupun psikologis dakam melakukan suatu hal, dan

ada rasa yang tidak menyenangkan apabila hal tersebut tidak bisa

terpenuhi. Maka pengertian kecanduan game onlineadalah suatu

keadaan seseorangyang terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan

tidak bisa lepas untuk bermain game online, dari waktu ke waktu akan

terjai peningkatan frekuensi, durasi atau jumlah dalam melakukan hal

tersebut, tanpa memperdulikan konsekuensi-konsekuensi negative

yang ada pada dirinya.

2. Aspek Kecanduan Game Online

Aspek seseorang kecanduan akan game online sebenarnya hampir

sama dengan jenis kecanduan yang lain, akan tetapi kecanduan game

online dimasukkan kedalam golongan kecanduan psikologis dan


bukan kecanduan secara fisik. Sedikitnya ada empat aspek kecanduan

game online. Keempat aspek tersebut adalah :

a. Compulsion (kompulsif / dorongan untuk melakukan secara terus

menerus) Merupakan suatu dorongan atau tekanan kuat ang

berasal dari dalam diri sendiri untuk melakukan suatu hal secara

terus menerus, dimana dalam hal ini merupakan dorongan dari

dalam diri untuk terus-menerus bermain game online.

b. Withdrawal (penarikan diri) Merupakan suatu upaya untuk

menarik diri atau menjauhkan diri dari satu hal. Yang dimaksud

penarikan diri adalah seseorang yg tidak bisa menarik dirinya

untuk melakukan hal lain kecuali game online.

c. Tolerance(toleransi) dalam hal ini diartikan sebagai sikap

menerima keadaan diri kita ketika melakukan suatu hal. Biasanya

toleransi ini berkenaan dengan jumlah waktu yang digunakan atau

dihabiskan untuk melakukan sesuatu yang dalam hal ini adalah

bermain game nline. Dan kebanyakan pemain game online tidak

akan berhenti bermain hingga merasa puas.

d. Interpersonal and health-related problems (masalah hubungan

interpersonal dan kesehatan)Merupakan persoalan-persoalan yang

berkaitan dengan interaksi kita dengan orang lain dan juga

masalah kesehatan. Pecandu game online cenderung untuk tidak

menghiraukan bagaimana hubungan interpersonal yang mereka

mliki karena mereka hanya terfokus pada game onine saja. Begitu

pula dengan masalah kesehatan, para pecandu game online kurang


memperhatikn masalah kesehatan mereka seperti waktu tidur

yang kurang, tidak menjaa kebersiahan badan dan pola makan

yang teratur.

Remaja yang kecanduan dalam permainan game online termasuk dalam

kriteria yang ditetapkan WHO (World Health Organization) yaitu sangat

membutuhkan permainan dengan gejala menarik diri dari lingkukan, kehilangan

kendali dan tidak peduli dengan kegiatan lainnya.

3. Jenis – Jenis Game Online

Game Online memiliki jenis yang banyak, mulai dari permainan sederhana

berbasis teks sampai permainan yang menggunakan grafik kompleks dan

membentuk dunia virtual yang ditempati oleh banyak pemain sekaligus.

Untuk lebih jelasnya berikut adalah jenis-jenis game onlineberdasarkan

jenis permainan:

a. Massively Multiplayer Online First - person shooter games

(MMOFPS) Game online jenis ini mengambil sudut pandang orang

pertama sehingga seolah-seolah pemain berada dalam permainan

tersebut dalam sudut pandah tokoh karakter yang dimainkan, dimana

setiap tokoh memiliki kemampuan yang berbeda dalam tingkat

akurasi, refleks, dan lainnya. Permainan ini dapat melibatkan banyak

orang dan biasanya permainan ini mengambil setting peperangan

dengan senjata-senjata militer. Contoh permainan jenis ini antara lain

Counter Strike, Call of Duty, Point Blank Quake, Blood, Unreal.


b. Massively Multyplayer Online Real-time strategy games (MMOORTS)

Game jenis ini menekankan pada kehebatan strategi pemainnya.

Permainan ini memiliki ciri khas dimana pemain harus mengatur

strategi permainan. tema permainan bisa berupa sejarah (misalnya seri

Age of Empiries), fantasi (misalanya Warcraft) dan fiksi ilmiah

(misalnya Star Wars)

c. Massively Multyplayer Online Role-playing games (MMORPG)

Game jenis ini biasanya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan

berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama.

4. Faktor – Faktor Penyebab Game Online

Terdapat 5 faktor motivasi seseorang bermain game online :

a) Relationship, didasari oleh keinginan untuk berinteraksi dengan

permainan, serta adanya keauan seseorang untuk membuat

hubungan yang mendapat dukungan sejak awal, dan yang

mendekatimasalah-masalah dan isu-isu yang terdapat

dikehidupan nyata.

b) Manipulation, didasari oleh pemain yang membuat pemain lain

sebagai objek dan memanipulasi mereka untuk kepuasan dan

kekayaan diri. Pemain yang didasari oleh faktor ini, sangat

senang berlaku curang, mengejek dan mendominasi pemain lain.

c) Immersion, didasari oleh pemain yang sangat menyukai menjadi

orang lain. Mereka senang dengan alur cerita dari “dunia

khayal” dengan menciptakan tokoh yang sesuai dengan cerita

sejarah dan tradisi dunia tersebut.


d) Escapism, didasari leh pemain yang senang bermain di dunia

maya hanya sementara untuk menghindar, melupakan dan pergi

dari stress dan masalah di kehidupan nyata.

e) Achievement, didasari oleh keinginan untuk menjadi kuat di

lingkungan dunia virtual, melalui pencapaian tujuan dan

akumulasi dan item-item yang merupakan symbol kekuasaan8.

Dari uraian diatas maka faktor-faktor penyebab remaja

kecanduan terhadap game online adalah Relationship (keinginan

untuk berinteraksi dengan orang lain), Manipulation (keinginan

untuk membuat pemain lain sebagai objek dan manipulasi

mereka demi kepuasan dan keyakinan diri), Immersion (pemain

yang sangat menyukai menjadi orang lain), Escapism (bermain

game online untuk menghindar dan melupakan masalah di

kehidupan nyata), serta Achievement (keinginan untuk menjadi

kuat di lingkungan dunia virtal)

5. Dampak Game Online

Selain memberikan dampak positif, game online juga memberikan

dampak negatif. dampak positif dalam bermain game online ini yaitu

dampak yang dapat dikatakan memberi manfaat / pengaruh baik bagi

penggunanya. Dampak positif game online adalah sebagai berikut :

a. Dapat menguasai komputer.

b. Dengan bermain game online secara langsung dapat mengerti bahasa

inggris yang dipergunakan pada game yang tak jarang pemain harus

mengartikan sendiri kata-kata yang tidak mereka ketahui.


c. Dari game online ini dpat menambah teman

d. Bagi yang telah mempunyai ID dari salah satu game onlinenya yang

telah jadi (GG) mereka dapat menjualnya kepada orang lain dan

akhirnya mendapat uang dari hasil tersebut.

Sementara itu dampak negatif dari bermain game online yaitu dampak yang

kurang baik bagi para pengguna game online tersebut seperti :

a. Seseorang yang bermain game online hanya menghambur-

hamburkan waktu dan uang secara sia-sia

b. Bermain game online membuat orang menjadi ketagihan

c. Terkadang lebih merelakan sekolahnya untuk bermain game online

(bolos sekolah)

d. Dengan bermain game online tersebut juga bisa membuat lupa waktu

untuk makan, beribadah, waktu untuk pulang, dll.

e. Dengan terlalu sering berhadapan dengan monitor secara mata

telanjang dapat membuat mata menjadi minus.

f. Seorang anank yang sering berbohong kepada orang tuanya karena

pada awalnya berpamitan untuk berangkat sekolah ternyata dia bolos

sekolah untuk bermain game online.

Berdasarkan urain di atas maka dampak yang ditimbulkan dari bermain game

online ada dua yaitu dampak positif dan dampak negatif. Adapun dampak positif

bermain game online ini antara lain dapat menguasai komputer, dapat mengerti

bahasa inggris, dari game online ini dapat menambah teman, serta

menguntungkan bagi orang yang telah mempunyai ID . sedangkan dampak negatif


dari game online antara lain hanya menghambur-hamburkan uang, membuat

seseorang menjadi kecanduan, lebih merelakan sekolah hanya untuk bermain

game, dan terkadang juga sampai bolos sekolah, membuat lupa makan, lupa

waktu pulang dan bisa mengakibatkan mata minus akibat terlalu seringnya

bermain game online karena terlalu sering berhadapan dengan monitor komputer.

C. Konsep Dasar Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa di mana seorang mengalami perubahan besar

baik secara fisik, psikologis, dan emosional. Remaja berasal dari bahasa

Latin yaitu Adolescence yang berarti “tumbuh menuju dewasa”. Istilah

adolescence memiliki makna yang luas, yakni mencakup kematangan

mental, fisik sosial juga emosional (Alkatiri, 2017). Masa remaja juga

merupakan masa transisi darimasa kanak-kanak ke masa dewasa yang

mencakup perubahan secara biologis, kognitif, juga sosial. Menurut DepKes

RI tahun 2015, masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang

berkesinambungan (Pradana, 2015).

Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang

sangat cepat. Pada tahap ini, ukuran tubuh, kekuatan dan kemampuan

reproduksi mulai berkembang. Kemampuan individu untuk berpikir abstrak

dan kritis juga berkembang bersamaan dengan kesadaran diri, serta ada pula

peningkatan pada kontrol emosi. Hubungan sosial pada fase ini mulai

berpindah dari lingkup keluarga ke lingkup yang lebih luas seperti teman,

orang dewasa yang dihormati di dalam komunitas, dan juga orang dewasa di

17 media (seperti penyanyi dan artis), sehingga membuat remaja


memainkan peran yang lebih kompleks. Remaja juga mengalami perubahan

dalam harapan juga persepsi sosial yang membutuhkan peningkatan

kematangan emosi

World Health Organization mendefinisikan remaja berdasarkan tiga

kriteria yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi. Berikut tiga definisi

tersebut (Alkatiri, 2017)

a) Definisi remaja dalam kriteria biologik adalah fase ketika individu

berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

sekunder sampai saat mencapai kematangan seksual.

b) Definisi remaja dalam kriteria psikologik adalah fase ketika individu

mengalami perkembangan psikologis serta pola identifikasi dari kanak-

kanak menjadi dewasa.

c) Definisi remaja dalam kriteria sosial ekonomi adalah suatu fase ketika

terjadi peralihan dari ketergantungan yang penuh sosial ekonomi

kepada keadaan yang cenderung lebih mandiri. Berdasarkan beberapa

pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi remaja adalah

masa transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa ditandai

dengan pertumbuhan serta perkembangan yang mempengaruhi bebagai

aspek seperti biologis, psikologis, dan sosial juga ekonomi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi

remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa ditandai

dengan pertumbuhan serta perkembangan yang mempengaruhi bebagai aspek

seperti biologis, psikologis, dan sosial juga ekonomi.


2. Batasan Usia Remaja

Menurut WHO, remaja adalah periode usia 10 sampai dengan 19 tahun,

sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum muda

(youth) untuk usia 15 sampai dengan 24 tahun. Sementara itu menurut

BkkbN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan

usia remaja adalah 10-21 tahun (BkkbN,2016). Menurut The Health

Resource and Service Administration Guidelines Amerika Serikat, rentang

usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi tiga tahap, yaitu remaja awal

(11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21

tahun). Definisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda

(young people) yang mencakup usia 10-24 tahun (Kusmiran, 2015).

3. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja memiliki ciri- ciri tertentu yang membedakannya dengan

periode lainnya. Citri- ciri tersebut adalah : (Alkatiri 2017),

a) Masa Remaja Sebagai Periode yang Penting

Masa remaja dikatakan periode penting karena akibatnya yang

penting terhadap fisik dan perilaku serta menimbulkan efek dalam

jangka panjang pada remaja seperti penyesuaian mental serta

perlunya membentuk sikap, nilai serta minat baru.

b) Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

Pada masa ini, perubahan fisik terjadi selama tahun awal masa

remaja yang mempengaruhi perilaku individu sehingga


mengakibatkan seseorang harus mempelajari pola perilaku dan sikap

yang baru.

c) Masa Remaja Sebagai Periode Perubahan Ada empat perubahan

yang terjadi pada masa remaja yakni:

1) Meningkatnya perilaku emosional yang bergantung pada sejauh

mana perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

2) Perubahan bentuk fisik, minat, dan peran yang diharapkan oleh

kelompok sosial yang kerapkali menimbulkan masalah baru.

3) perubahan minat dan pola perilaku yang berimbas pada

perubahan terhadap nilai yang dianut.

4) Mayoritas remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan sikap.

Pada periode ini remaja menuntut kebebasan, tapi takut untuk

bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan serta

meragukan kemampuan yang dimiliki untuk memikul tanggung

jawab tersebut.

d) Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah, Masalah pada masa remaja

sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi karena ketidak

mampuan mereka untuk mengatasi masalahnya menurut cara mereka

sendiri sehingga banyak remaja yang akhirnya menemukan bahwa

penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

e) Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas Pada fase ini remaja

sering kali ingin menampilkan identitas diri mereka agar dapat diakui

oleh lingkungan pergaulannya, biasanya remaja menggunakan simbol

dalam bentuk kemewahan serta kebanggaan lainnya seperti pakaian


dan barang lainnya. Mereka beranggapan hal ini dapat menarik

perhatian dan terlihat berbeda dari individu lainnya.

f) Masa Remaja Sebagai Usia Yang Menimibulkan Ketakutan Banyak

anggapan bahwa remaja pada masa ini adalah anak- anak yang

cenderung merusak dan berperilaku buruk. Usia remaja juga

dianggap sebagai usia yang mengkhawatirkan bagi orang tua.

Anggapan ini dapat mempengaruhi konsep diri serta sikap remaja

dalam menilai dirinya sendiri.

g) Masa Remaja Sebagai Masa Yang Tidak Realistik Remaja

cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain seperti apa yang

mereka harapkan, termasuk dalam hal memandang cita-cita. Kondisi

yang tidak realistik menyebabkan 21 remaja sering kali kecewa dan

marah apabila tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Seiring

bertambahnya pengalaman pribadi dan sosial, juga meningkatnya

kemampuan untuk berpikir yang lebih rasional, remaja akan

memandang kehidupan secara lebih realistik.

h) Masa Remaja Sebagai Ambang Masa Dewasa Di saat masa remaja

akhir, remaja berkeinginan untuk memberikan kesan bahwa mereka

sudah mendekati kedewasaan, akan tetapi mereka menyadari bahwa

berpakaian dan berperilaku seperti orang dewasa saja tidak akan

cukup dianggap sehingga mereka mulai berperilaku seperti orang

dewasa, seperti merokok, mengonsumsi alkohol, obat-obatan dan

melakukan seks.
4. Tahap Perkembangan Masa Remaja

a. Early Adolescent (12-14 tahun) Tahap pada perkembangan remaja

awal ditandai dengan:

1) Krisis identitas dan jiwa yang labil.

2) Cemderung lebih dekat dengan teman sebayanya.

3) Berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, kadang berlaku

kasar.

4) Terdapatnya pengaruh peer group terhadap hobi dan cara

berpenampilan.

5) Ingin bebas dan mulai mencari orang lain yang dicintai selain

orang tua.

b. Middle Adolescent (15-17 tahun)

Tahap pada perkembangan middle adolescent ditandai dengan :

1) Mencari identitas diri dan sering kali terjadinya perubahan

mood.

2) Berkembangnya kemampuan untuk berpikir abstrak.

3) Sangat memperhatikan penampilan serta berusaha untuk

mendapatkan teman baru.

4) Sangat selektif memperhatikan kelompok main secara

kompetitif.

5) Ada keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis.

6) Kurang menghargai pendapat dari orang tua.


7) Mulai tertarik dengan intelektualitas dan karir serta

mempunyai konsep panutan dan mulai konsisten dalam

mengejar cita-cita.

a) Late Adolescent (18-21 tahun)

Tahap pada perkembangan remaja pertengahan ditandai

dengan :

1) Pengungkapan identitas diri dan identitas diri yang semakin

kuat

2) Mampu memikirkan ide baru dan berpikir secara abstrak.

3) Emosi lebih stabil, selera humor lebih berkembang serta

lebih konsisten.

4) Semakin menghargai orang lain dan bangga terhadap

pencapaian diri.

5) Mempunyai citra jasmani untuk diri sendiri, dan dapat

mewujudkan rasa cinta.

6) Mampu mengekspresikan perasaan melalui kata-kata.

5. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut (Hurlock, 2004)

a) Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman

sebaya maupun lawan jenis.

b) Mencapai peran sosial.

c) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara

efektif.

d) Mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab


e) Mencapai kemandirian emosional

f) Mempersiapkan karier dan ekonomi.

g) Mempersiapkan pernikahan dan membangun keluarga

h) mencapai nilai dan sistem etis sebagai pandangan untuk

bersikap dalam mengembangkan ideologi yang dianut.

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut banyak

perubahan. Akibatnya, hanya sedikit yang dapat diharapkan

untuk menguasai tugas tersebut selama periode awal masa

remaja (Pradana 2015). Tugas tersebut berhubungan dengan

perkembangan kognitif remaja, yakni fase operasional formal.

Pencapaian fase kognitifnya dan kemampuan kreatif remaja

sangat membantu kemampuan remaja dalam melaksanakan

tugas tersebut (Ramadan, 2013).

Beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi

tugas-tugas tersebut yakni masalah pribadi dan masalah khas

remaja (Ramadan 2013). Bagi remaja yang dimana sangat

mennginginkan kemandirian, akan berusaha sebisa mungkin

untuk mandiri secara emosional dari pihak lain, akan tetapi

kemandirian emosi tidaklah sama dengan kemandirian

perilaku.

Banyak remaja yang ingin mandiri, namun membutuhkan rasa

aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi dari pihak lain.

Hal tersebut menonjol pada remaja yang statusnya dalam

kelompok dimana kurang memiliki hubungan yang akrab.


Sebagian besar remaja yang ingin diterima oleh teman sebaya,

tetapi sering diperoleh dari perilaku yang tidak bertanggung

jawab (Pradana, 2015). Sekolah menekankan perkembangan

ketrampilan intelektual serta konsep penting untuk kecakapan

sosial. Tapi hanya sedikit remaja yang mampu menggunakan

ketrampilan dalam konsep ini pada situasi praktis.

Sekolah juga mencoba untuk memberi nilai yang sesuai dengan

nilai kedewasaan dan orang tua banyak berperan dalam tahap

perkembangan ini. Tetapi bila nilai kedewasaan berbanding

terbalik dengan nilai-nilai teman sebaya, maka remaja harus

memilih yang terakhir bila mengharapkan dukungan teman-

teman yang menentukan kehidupan sosial mereka (Pradana,

2015).

D. Keterkaitan kontrol diri dengan kecanduan game online pada remaja

kontrol diri dapat mempengaruhi kecanduan game online. Menurut (Ghufron.,

2014) kontrol diri sangat berpengaruh terhadap pengendalian tingkah laku

individu melalui pertimbangan, pertimbangan terlebih dahulu sebelum bertindak

melakukan sesuatu. Individu dengan kontrol diri yang baik akan mampu

mengontrol perilaku dengan cara menunda kepuasannya agar dapat mencapai

sesuatu yang bermanfaat.

Menurut (Tresna Ayu Puspita, 2017) individu yang memiliki kontrol diri tinggi

akan menggunakan internet untuk bermain game online secara sehat sesuai

dengan keperluan serta mempunyai batas waktu dalam bermain game online

sehingga tidak menyebabkan kecanduan. Bandura dalam (Schunk, 2012)


mengemukakan kontrol diri sebagai metode peneladanan dimana suatu metode

untuk menumbuhkan kemampuan mengontrol diri pada anak. Peneladanan adalah

cara belajar dengan menirukan orang lain, membentuk respon tanpa penguatan

langsung (tanpa reward dan punishment) dimana hal ini sesuai dengan pengajaran

kontrol diri. Cara berfikir individu terhadap stimulus dapat membedakan

kemampuan dalam hal mengontrol diri. Individu yang mempunyai kemampuan

berfikir positif dapat menghadapi suatu situasi dengan stimulus tertentu dan akan

lebih mampu mengendalikan dirinya.

E. Penelitian Terkait

1. Tresna Ayu Puspita, (2017) dengan judul “ Hubungan Kontrol Diri Dengan

Kecanduan Game Online” individu yang memiliki kontrol diri tinggi akan

menggunakan internet untuk bermain game online secara sehat sesuai dengan

keperluan serta mempunyai batas waktu dalam bermain game online sehingga

tidak menyebabkan kecanduan. mengemukakan kontrol diri sebagai metode

peneladanan dimana suatu metode untuk menumbuhkan kemampuan

mengontrol diri pada anak. Peneladanan adalah cara belajar dengan menirukan

orang lain, membentuk respon tanpa penguatan langsung (tanpa reward dan

punishment) dimana hal ini sesuai dengan pengajaran kontrol diri. Cara berfikir

individu terhadap stimulus dapat membedakan kemampuan dalam hal

mengontrol diri. Individu yang mempunyai kemampuan berfikir positif dapat

menghadapi suatu situasi dengan stimulus tertentu dan akan lebih mampu

mengendalikan dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara kontrol diri dan dengan kecanduan game online pada siswa. Hipotesis

dalam penelitian ini terdapat hubungan negatif antara kontrol diri dengan
kecanduan game online. Subjek penelitian adalah 106 siswa salah satu SMK di

Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019 yang bermain game online lebih dari 4

jam dalam sehari. Alat ukur yang digunakan adalah skala kecanduan game

online dan skala kontrol diri. analisis data dilakukan dengananalisis korelasi

product moment.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif

antara kontrol diri dengan kecanduan game online pada siswa dengan nilai

koefisien korelasi sebesar ¬-0,562 (p<0,01). Antara kontrol diri dengan

kecanduan game online memberikan sumbangan efektif sebesar 31,5%

terhadap kecanduan game onlinesedangkan sumbangan variabel lain yang tidak

diteliti dalam penelitian ini sebesar 68,9%. Variabel lain yang tidak

diikutsertakan dalam penelitian ini.

2. Ambar Mita Sari dan Kamsih Astuti (2020) dengan judul “ hubungan antara

kontrol diri dengan kecanduan game online pada siswa” Hasil uji korelasi

menunjukka bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara

kontrol diri dengan kecanduan game online, diterima. Hal ini sesuai dengan

hasil uji deskripsi data kecanduan game online yang menunjukkan rata-rata

tingkat kecanduan game online berada dalam kategori tinggi. Apabila kontrol

diri dihubungkan dengan salah satu aspek kecanduan game online yaitu

individu sering memikirkan tentang kegiatan bermain game online, disini

terlihat bahwa kontrol terhadap pikiran atau kognitif sangat berperan penting

dalam terbentuknya prilaku berlebihan dalam bermain game online. individu

yang memiliki kontrol kognitif yang baik akan mampu mengendalikan perilaku

dalam bermain game online sehingga tidak menjadi kecanduan


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membetuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar

variabel (Nursalam, 2017). Berdasarkan landasan teori, maka kerangka kerja

pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Kontrol Diri Kecanduan Game Online

Keterangan :

= Diteliti

= Hubungan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep hubungan kontrol diri dengan kecanduan game online.

B. Hipotesa Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris

yang diperoleh memalui pengumpulan data atau kuesioner Sugiyono (2017).

Hipotesis pada penelitian ini :

Ha : Ada Hubungan Kontrol diri dengan Kecanduan game online pada siswa di

SMK Muhammadiyah Bitung

C. Definisi Oprasional

Defenisi operasional untuk mendefenisikan sebuah variabel secara

oprasional dengan didasarkan pada karakteristik yang diamati, hal ini juga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermate terhadap satu objek”atau fenomena (Sugiono, 2017).

Defenisi operasional ini sangat bermanfaat untuk mengerahkan kepada

pengukuran terhadap variable-variabel yang bersangkutan serta pengembangan

alat ekur atau instrument (Sugiono 2017).


No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skore
Operasional
1. Independen Kontrol diri 1. Mampu Kuesioner Ordinal kontrol diri
merupakan mengenali diri baik ≥60
Skala
kemampuan remaja sendiri
Kontrol Diri untuk 2. Memahami Likert kontrol diri
membimbing dampak emosi kurang baik
tingkah laku yang timbul dari <60
sendiri dalam diri
menekan dan 3. Tenang dan
merintangi impils membuang
atau tingkah laku emosi yang
yang bersifat timbul dari diri
impulsif
2. Dependen : kecanduan 1. Kemampuan Kuesioner Ordinal Tidak
game online untuk dapat Skala Kecanduan
Kecanduan adalah mengendalikan Likert ≥60
game online ketergantungan keinginan
individu secara bermain game Kecanduan
berlebihan yang berlebihan <60
terhadap game Depresi dan
online kesepian
2. Kemampuan
untuk dapat
mengatur
frekuensi dalam
bermain game
3. Kemampuan
untuk dapat
menentukan
prioritas antara
bermain game
dan aktivitas
lainnya
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Penelitian ini, menggunakan desain penelitian Deskrptif Analitik dengan

pendekatan Cross Sectional, dimana”data yang menyangkut variabel”independen

yakni “Kontrol diri” dan variabel dependen “kecanduan internet” akan

dikumpulkan”delam waktu yang bersamaan (Sugiono, 2017).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan suatu wilayah secara umum yang terdiri atas obyek

atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik sesuai yang ditetapkan

oleh peneliti untuk ditelusuri kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).

Populasi penilitian ini adalah Remaja SMK Muhammadiyah Bitung yang

duduk di bangku Kelas III ini berjumlah 110 responden.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi besar, sehngga pada kondisi ini peneliti tidak mungkin untuk

mempelajari secara keseluruhan terhadap pupulasi yang ada, maka peneliti

menggunakan sebuah sampel untuk mewakili populasi yang ada (Sugiono,

2017).

Sampel penelitian ini adalah remaja yang berada di SMK Muhammadiyah

Bitung. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode random sampling, yakni metode oengambilan sampel

secara acak. Mengau pada sebuah penjelasan (Arikunto, 2013), jika sampel
populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya di ambil

keseluruhan. Selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih dari 100 dapat diambil

antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.

Dan jika jumlah populasi lebih dari 100 maka peneliti menggunakan

Rumus untuk pengembalian sampel adalah :

10−30
× jumlah populasi
100

30
¿ ×110=33
100

3. Kriteria Sampel

a. Sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah mereka yang

memenuhi kriteria sebagai berikut :

Kriteria inkluse dalam dalam penelitian ini :

1. Siswa yang bersedia menjadi responden

2. Siswa yang duduk di bangku kelas II

b. Kriteria eksklusi.

1. Siswa yang tidak bersedia menjadi responden

2. Siswa yang tidak hadir pada saat penelitian

C. Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Tampat Penelitian

Penelitian di laksanakan di Sekolah SMK Muhammdiyah Bitung

2. Waktu Penelitian

Penelitian di laksanakan pada tanggal 12 – 16 bulan Agustus 2021


D. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner.

Kuisioner yang dibagikan terdiri dari :

1. Pengumpulan Data Demografi

Pengumpulan data pada penelitian berupa : Nama, Umur, Jenis Kelamin

2. Instrument Kontrol Diri

Data pengungkapan kontrol diri menggunakan kueisoner di sadurkan oleh

Monica Puji Astuti 19 November 2018 sebanyak 40 pertanyaan, Untuk

menilai kontrol diri pada remaja diukur dari setiap siswa/siswi yang

dijadikan sampel dilakukan dengan cara mengisi kuesioner dengan

menggunakan skala likert yang menggunakan empat kategori untuk setiap

pernyataan sebagai berikut : Tidak Sesuai Skornya (0), Kurang Sesuai

Skornya (1), Sesuai Skornya (2), Sangat Sesuai Skornya (3). Selanjutnya

variabel independen di interpretasikan dengan menggunakan skor, yaitu :

Untuk menghitung median dengan menggunakan rumus :

( jumlah pertanyaan x skor tertinggi ) + ( jumlah pertanyaan x skor terendah )


n=∑
2

( 40 x 3 ) +(40 x 0)
n¿
2

120
¿ =60
2

Ket: Variabel Dependen

jika hasil Median ≥ 60 maka di katakan Kontrol diri baik

jika hasil Median ≤ 60 maka dikatakan Kontrol diri kurang baik


3. Instrumen Kecanduan Game Online

Data pengungkapan kecanduan internet menggunakan kueisoner di

sadurkan oleh Fransisca Gradistia Bai 15 Oktober 2017 sebanyak 20

pertanyaan untuk menilai kecandaun, dilakukan penyekoran dengan

kriteria penyekoran pada kueisioner penelitian dengan menggunakan skala

likhert yang menggunkan 5 kategori untuk setiap pertanyaan sebagai

berikut :

Sangat Tidak Setuju (STS) Skornya (1), Tidak Setuju (TS) Skornya (2),

Netral (N) Skornya (3), Setuju (S) Skornya (4) dan Sangat Setuju (SS)

Skornya (5).

Selanjutnya variabel dependen kecanduan internet dengan menggunakan

skor, yaitu :

Untuk menghitung median dengan menggunakan rumus :

( jumlah pertanyaan x skor tertinggi ) + ( jumlah pertanyaan x skor terendah )


n=∑
2

( 20 x 5 ) +(20 x 1)
n¿
2

100+ 20 120
n¿ n¿ n=60
2 2

Ket: Variabel Dependen

Jika hasil Media ≥ 60 maka di katakana tidak kecanduan

Jika hasil Median ≤ 60 maka dikatakan kecanduan

E. Prosedur pengumpulan data


1. Data primer

Data primer adalah data tangan pertama yang diperoleh langsung

dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran data

langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. data

primer dari penelitian ini adalah hasil wawancara langsung dengan

pembagian kuesioner pada responden.

2. Data sekunder

Data sekunder atau data dari tangan kedua adalah data yang di

dapatkan melalui pihak lain, atau tidak diperoleh secara langsung

oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya

berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia

(Siswanto & Suyanto, 2018). Pengumpulan data adalah suatu proses

pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik

subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013).

a. Prosedur administratif

Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan

survey ke Sekolah SMK Muhammadiyah Bitung

1. Meminta surat izin survey awal penelitian di bagian akademik

STIKES Muhammadiyah Manado.

2. Menyerahkan surat izin survey penelitian kepada pihak Sekolah

SMK Muhammadiyah Bitung.

a) Peneliti melakukan pendekatan pada responden

dengan menjelaskan maksud dan tujuan.


b) Meminta data survey pada pihak sekolah SMK

Muhammadiyah Bitung.

c) Penelitian dilakukan setelah mendapatkan surat ijin

penelitian dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)

Muhammadiyah Manado yang ditunjukan kepada pihak

sekolah SMK Muhammadiyah Bitung.

b. Prosedur teknis

1. Peneliti meminta ijin kepada sekolah SMK Muhammadiyah

Bitung kemudian menyampaikan maksud dan tujuan

peneliti.

2. Peneliti mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria

kemudian peneliti memperkenalkan diri pada responden dan

menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan,

manfaat, prosedur penelitian, hak untuk menolak dan

jaminan kerahasiaan sebagai responden.

3. Jika responden menyetujui dan ikut berpartisipasi dalam

penelitian, peneliti meminta membaca dan menandatangani

lembar persetujuan. Kemudian peneliti membagikan

kuesioner dan memberikan kesempatan kepada responden

untuk mengisi kuesioner. Peneliti berada didekat responden

sehingga responden mempunyai kesempatan untuk bertanya

jika ada hal yang tidak dimengerti. Setelah selesai, peneliti

mengumpulkan, kembali dan memeriksa serta memastikan

bahwa semua pertanyaan telah dijawab oleh responden.


F. Pengolahan Data.

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengelolahan melalui tahap

sebagai berikut :

1. Pemeriksaan kembali (Editing) yaitu memeriksa data apa sudah sesuai dengan

harapan serta memeriksa kelengkapan dan keseragaman data.

2. Pengkodean (Coding) yaitu setelah data terkumpul kemudian diberikan

symbol serta menyederhanakan data guna mempermudah peneliti dalam

pengolahan data.

3. Proses (Processing) yaitu setelah data terkumpulkan di proses dengan

menggunakan SPSS.

4. Tabulasi data (Tabulating) yaitu pengelompokan data dalam bentuk table

sesuai kriteria dan skor yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner.

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat yaitu berfungsi untuk meringkas data yang terkumpul

dari hasil pengukuran untuk sedemikian rupa agar data yang telah

terkumpul tersebut akan berubah menjadi sebuah informasi yang berguna

bagi peneliti, dan pengolahan datanya hanya untuk satu variable saja,

sehingga dinamakan hunivariat. Pada analisa ini peneliti ingin melihat

nilai Kontrol diri dengan kecanduan Game Online.

Analisa Univariat pada penelitian ini yaitu usia, jenis kelamin, control diri

dan kecanduan Game Online

Tabel distribusi frekuensi di hitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :
f
p= X 100 %
n

Keterangan :

P Presentase

F : Frekuensi

N : Jumlah Responden

100 : Nilai Konstanta

2. Analisa Bivariat.

Analisa bivariat merupakan sebuah analisa yang dilakukan lebih dari

dua variable. Analisis data ditujukkan untuk menjawab tujuan penelitian

dan menguji hipotesis penelitian. Untuk maksud tersebut, uji statistic yang

di gunakan adalah sebuah uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan (α) ≤

0.05 dengan menggunakan program SPSS 16,0. Jika nilai signifikan (P)

lebih kecil dari α maka hasil penelitian diterima, dan jika nilai signifikan P

lebih besar dari α maka hasil penelitian ditolak.

H. Etika Penelitian

Persetujuan dan kerahasiaan responden adalah hal utama yang perlu

diperhatikan. Oleh karena itu peneliti sebelum melakukan penelitian terlebih

dahulu mengajukan permohonan pemberitahuan kepada pihak yang terlibat

langsung maupun tidak langsung pada penelitian, agar tidak terjadi

pelanggaran hak-hak manusia yang terjadi subjek penelitian.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti juga harus mengajukan izin terlebih

dahulu kepada Kepala sekolah SMK Muhammdiyah Bitung. Setelah


mendapat persetujuan dari kepala sekolah, peneliti memulai dengan

menekankan prinsip-prinsip dalam etika yang berlaku.

1. Informed Concent (Informasi untuk responden)

Sebelum melakukan tindakan,peneliti menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian yang akan dilakukan. jika responden bersedia untuk di teliti

maka responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan

tersebut dan tidak dengan keadaan memaksa.

2. Anonymity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian, maka peneliti

tidak mencantum kan namanya pada lembar kuisioner data, cukup dengan

member nomor kode pada masing-masing lembar yang hanya diketahui

oleh peneliti.(Notoadmojo,2014) Penelitian, Riset Kesehatan.

3. Confidentiality(Kerahasiaan)

Hanya beberapa kelompok data tertentu yang bisa untuk di sajikan sebagai

bahan laporan pada hasil riset penelitian. Sebab kerahasiaan responden

harus benar-benar dijamin oleh peneliti.


BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum SMK Muhammadiyah Bitung

SMK Muhammadiyah Bitung adalah suatu pendidikan sekolah

menengah kejuruan dibawah naungan persyarikatan Muhammadiyah.

SMK Muhammadiyah berdiri sejak tanggal 30 Agustus 2006 sesuai

SK Pendirian MENDIKNAS 800/C.I/PDK/1765. Di SMK

Muhammadiyah Bitung terdiri dari 3 Kejuruan yaitu Keperawatan,

Rekayasa Perangkat Lunak dan Akutansi.

a. Data Demografis

Alamat : Jl, Perjuangan Kel. Wangurer Barat Kec. Madidir

Kab. Kota Bitung

Provinsi : Sulawesi Utara

Kode Pos : 95541

b. Visi dan Misi

1) Visi : Terwujudnya peserta didik yang cerdas, kreatif,

mandiri, berwawasan global, berakhlak mulia, beriman dan

bertaqwa kepada Allah SWT


2) Misi : Menghasilkan lulusan dengan kompentensi

akademik dan kejuruan berstandar nasional meningkatkan

kemitraan dunia usaha dan dunia industri.

2. Gambaran Umum Kontrol diri dengan kecanduan internet pada

Remaja Di SMK Muhammadiyah Bitung

Siswa kelas III SMK Muhammadiyah Bitung berjumlah 110 Orang

dan yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 33

orang. Berdasarkan pada wawancara survey awal yang telah di lakukan

terhadap sejumlah siswa kelas III di SMK Muhammadiyah Bitung

dapat di lihat bahwa siswa – siswa tersebut masi kurang dalam

melakukan Kontrol Diri karena di pengaruhi oleh keadaan dimana

situasi Ketika mereka bermain game online mereka merasakan

ketergantungan bila ditinggalkan, begitu dengan teman mereka yang

merupakan sesama pemain game online. Terdapat juga siswa yang

tidak mengerjakan tugas sekolahnya atau mengerjakan di akhir batas

pengumpulan karena terlalu asyik bermain game online. Masih dari

wawancara yang sama, diperoleh informasi bahwa mereka dan teman-

temannya yang bermain game online memilih tidur larut malam

bahkan tidur pagi hari hanya untuk bermain game. Hal ini dikarenakan

kondisi jaringan provider yang mereka gunakan atau beberapa misi

pada game online yang mereka mainkan akan lebih mudah

diselesaikan pada saat malam atau dini hari. Sehingga menyebabkan


mereka terlambat masuk atau tertidur di kelas. Tentunya hal ini

memberikan dampak terhadap nilai akademis yang nantinya mereka

peroleh.

3. Karakteristik Responden

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.1 distribusi frekuensi responden berdasarkan umur pada

Remaja kelas IX di SMK Muhammadiyah Bitung

Frekuensi
Umur

Sampel (n) Presentasi (%)

16 Tahun 25 75.8 %

17 Tahun 8 24.2 %

Jumlah 33 100 %

Sumber : Data Primer 2021

Berdasarkan tabel 5.1, didapati hasil dari 33 responden yang paling

banyak berada di umur 16 tahun yaitu 25 responden (75.8%), yang

memiliki umur 17 tahun yaitu sebanyak 8 responden (24.2).


b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.2 distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis

kelamin pada Remaja kelas IX di SMK

Muhammadiyah Bitung

Frekuensi
Jenis Kelamin

Sampel (n) Presentasi (%)

Laki – Laki 10 30.3%

Perempuan 23 69.7%

Jumlah 33 100 %

Sumber : Data Primer 2021

Berdasarkan tabel 5.2, didapati hasil dari 33 responden yang

terdapat pada laki – laki yaitu 10 responden (30.3%) dan responden

paling banyak yaitu pada perempuan sebanyak 23 responden

(69.7%).
4. Analisa Univariat

a) Distribusi frekuensi responden kontrol diri

Tabel 5.3 distribusi frekuensi responden berdasarkan Kontrol

Diri pada siswa kelas IX di SMK Muhammadiyah

Bitung

Frekuensi
Kontrol Diri

Sampel (n) Presentasi (%)

Kontrol Diri Baik 10 30.3%

Kontrol diri kurang 23 69.7 %


baik

Jumlah 33 100

Sumber : Data Primer 2021

Berdasarkan tabel 5.3 didapati hasil dari 33 responden yang

terdapat pada Kontrol diri baik yaitu 10 responden (30.3%) dan


responden paling banyak yaitu kontrol diri kurang baik sebanyak

23 responden (69.7%).

b.) Distribusi frekuensi responden berdasrkan Kecanduan Game

Online

Tabel 5.4 distribusi frekuensi responden berdasarkan

Kecanduan

Game Online pada Remaja kelas IX di SMK

Muhammadiyah Bitung

Frekuensi
Kecanduan Game
online

Sampel (n) Presentasi (%)

Tidak kecanduan 10 30.3%


Game Online

kecanduan Game 23 69.7%


Online
Jumlah 33 100

Sumber : Data Primer 2021

Berdasarkan tabel 5.4, didapati hasil dari 33 responden yang

terdapat pada tidak kecanduan Game online yaitu 10 responden

(30.3%) dan responden paling banyak yaitu kecanduan game

online sebanyak 23 responden (69.7%).

5. Analisa Bivariat

Tabel 5.5 Tabulasi silang Hubungan kontrol diri dengan

kecanduan game online Pada Remaja kelas IX di

SMK

Muhammadiyah Bitung

Kecanduan game online

Tidak Total
Kontrol Diri Kecanduan
Kecanduan

F % F % F %

9 27.3 1 3.0 10 30.3


Baik
1 3.0 22 66.7 23 69.7
Kurang Baik
10 30.3 23 69.7 33 100.0
Total
Signifikan (p) =.000
Berdasarkan tabel 5.5 tabulasi silang Hubungan Kontrol Diri dengan Kecanduan

Game online pada Remaja kelas IX di SMK Muhammadiyah Bitung yang di

lakukan pada 33 responden di dapatkan bahwa kontrol diri baik dengan tidak

kecanduan game online sebanyak 9 responden (27.3%), kontrol diri baik dengan

kecanduan game online sebanyak 1 responden (3.0%), kemudian untuk kontrol

diri kurang baik dengan tidak kecanduan game online sebanyak 1 responden

(3.0%) sedangkan untuk kontrol diri kurang baik dengan kecanduan game online

sebanyak 22 responden (66.7%) Selain itu juga di dapatkan nilai odd ratio (OR)

sesbesar 198 yang artinya kontrol diri kurang baik berpeluang 198 x memliki

kecanduan game online.

B. Pembahasan

1. Karakteristik responden berdasarkan umur

Berdasarkan tabel 5.1, didapati hasil dari 33 responden yang paling

banyak berada di umur 16 tahun yaitu 25 responden (75.8%), yang

memiliki umur 17 tahun yaitu sebanyak 8 responden (24.2). Hasil

penelitian berdasarkan umur menurut BKKBN (badan kependudukan

dan keluarga berencana Nasional) menunjukkan bawha dari 17

responden usia yang paling banyak memiliki aktifitas gaming adalah

usia 17-20 tahun, usia merupakan salah satu faktor yang erat kaitannya

dengan cara seseorang berperilaku. (suryabrata2010).

Umur yang paling banyak memiliki tingkat kecanduan game

online adalah usia 16 tahun dengan jumlah 25 responden. Sesuai

dengan hasil survei terbaru yang dirilis pada tahun 2017 oleh asosiasi
penyelengara jasa internet Indonesia ( APJII) menyatakan bahwa sekitar

54,6% atau mencapai 143,26 juta pengguna internet aktif dengan game

online dari jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak 262 juta

orang. Dari jumlah tersebut didapatkan data usia 18-34 tahun sebanyak

49.52 % dan pada usia 13-18 tahun sebanyak 16,16% dan sisahnya usia

diatas 35 tahun.

Sehingga peneliti berasumsi bahwa umur 16 - 17 yang biasanya

mempengaruhi kontrol diri terhadap kecanduan game online di

karenakan kurangnya perhatian dan kurangnya pola asuh atau factor

lingkungannya.

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel 5.2, didapati hasil dari 33 responden yang

terdapat pada laki – laki yaitu 10 responden (30.3%) dan responden

paling banyak yaitu pada perempuan sebanyak 23 responden (69.7%).

Hasil penelitian berdasarkan Jenis kelamin sebagian besar laki – laki.

Menurut (DSN-2013) mengatakan bahwa remaja berjenis kelamin laki –

laki mempunyai faktor risiko lebih besar untuk mengalami kecanduan

pada game online akan tetapi sampai saat ini, hal tersebut masih dalam

penelitian lebih lanjut.

Akan tetapi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukan

bahwa perempuan yang paling banyak kecanduan game.

Berdasarkan asumsi peneliti, perempuan kecanduan bermain game

online di karenakan tingkat stress perempuan lebih tinggi di banding

laki - laki
3. Analisa Bivariat

Hubungan kontrol diri dengan kecanduan Game online

Kontrol diri yang baik sangat diperlukan oleh remaja untuk

mengurangi perilaku agresif yang di sebsbkan oleh kecanduan game

online. Hal ini sesuai dengan pendapat Barbara dalam (herlina 2014)

yang mengatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu

untuk mengendalikan impuls – impuls dan merupakan perasaan

individu bahwa mereka dapat mengendalikan peristiwa disekitar

mereka, kontrol diri juga dapat digunakan sebagai intervensi yang

bersifat preventif.

(Khairia 2019) mendefinisikan kecanduan game online di

akibatkan karena kurangnya hubungan sosial yang dimiliki oleh

individu dengan dunia nyata. Namun tingginya intensitas bermain game

online membuat individu terlibat dalam kecanduan yang menderita

dampak yang buruk bagi diri sendiri. Individu yang over addiction atau

terlalu larut dalam game yang di mainkan sehingga akan mengalami

ketidakmampuan mengontrol diri.

Penelitian massya & candra 2016 salah satu factor yang

mempengaruhi kontrol diri terhadap kecanduan game online yaitu

kurangnya perhatian kurangnya kegiatan lingkungan pola asuh sarana

dan fasilitas yang dimiliki.

Didukung dengan penelitiannya Tresna ayu puspita 2017 yang

menyatakan bahwa individu yang memiliki kontrol diri tinggi mampu

menggontrol perilaku dengan cara menunda kepuasan agar ,mencapai


sesuatu yang lebih bermanfaat. Dengan demikian individu yang

memiliki kontrol diri tinggi tidak akan mudah mengalami kecanduan

khusunya terhadap game online karena individu tersebut mampu

mengambil Tindakan yang tepa tatas masalah yang di hadapi.

Pernyataan diatas juga sejalan dengan penyataan yang

dikemukakan oleh (Chaplin, 2011) bahwa kontrol diri yang baik

diperlukan oleh remaja untuk mengurangi perilaku agresif yang

disebabkan oleh kecanduan game online. Kontrol diri juga merupakan

suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk membimbing,

mengarahkan serta mengontrol tingkah lakunya sendiri khususnya pada

remaja, serta dapat juga disebut sebagai kemampuan menekan tingkah

laku impulsive.

Kontrol diri merupakan kemampuan mengendalikan perilaku,

kecenderungan untuk menarik perhatian, keinginan untuk merubah

perilaku agar sesuai untuk orang lain, selalu nyaman dengan orang lain,

menutup perasannya. (Guufron & Rini, 2012). Kontrol diri juga dapat

diartikan sebagai Batasan-batasan dimana seseorang menggunakan

kontrol dirinya untuk tujuan jangka Panjang, individu dengan sengaja

menghindari melakukan perilaku yang biasa dikerjakan.

Kecanduan merupakan tingkah laku yang bergantung atau keadaan

yang terikat yang sangat kuat secara fisik maupun psikologis dalam

melakukan suatu hal, dan ada rasa yang tidak menyenangkan apabila

hal tersebut tidak bisa terpenuhi. Kecanduan game online adalah suatu

keadaan seseorang yang terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan
tidak bisa lepas untuk bermain game online, dari waktu ke waktu akan

terjadi peningkatan frekuensi, durasi atau jumlah dalam melakukan hal

tersebut, tanpa memperdulikan konsekuensi-konsekuensi negative yang

ada pada dirinya.

Berdasarkan tabulasi silang Hubungan kontrol diri dengan

kecanduan game online pada table 5.5 yang di lakukan pada 33

responden di dapat hasil bahwa ada hubungan kontrol diri dengan

kecanduan game online pada remaja di SMK Muhammdiyah Bitung

Berdasarkan hasilopenelitian diatas maka peneliti berasumsi bahwa

individu yang memiliki kontrol diri baik dalam menggunkan internet

untuk bermain game online secara sehat sesuai dengan keperluan serta

mempunyai batas waktu dalam bermain game online sehingga tidak

menyebabkan kecanduan. Ketika remaja yang mempunyai kemampuan

berfikir positif dalam menghadapi suatu situasi dengan stimulus tertentu

maka akan lebih mampu mengendalikan dirinya sendiri.


BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan

1 Sebagian besar Kontrol Diri pada Remaja SMK Muhammdiyah

Bitung adalah Baik

2 Sebagian besar Kecanduan Game online pada Remaja SMK

Muhammadiyah Bitung adalah baik

3 Ada Hubungan Kontrol diri dengan Kecanduan Game online pada

Remaja SMK Muhammdiyah Bitung

B. Saran

1. Bagi peneliti
Penelitian ini dijadikan sebagai Inspirasi untuk bisa ikut serta dalam

upaya para tenaga kesehatan dalam melakukan kegiatan yang

berguna di bidang kesehatan khsusnya pada kelompok Remaja untuk

Kontrol diri dengan kecanduan Game online Pada kelompok Remaja

2. Bagi Sekolah SMK Muhammdiyah Bitung

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai masukan untuk

meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, serta perilaku, dengan

cara memberikan penyuluhan, konseling berupa edukasi yang

berpendidikan Kesehatan kepada sekolah terkait kontrol diri yang

baik pada kelompok remaja sehinggah dapat meningkatkan

penerimaan perubahan keacanduan game online dari remaja itu

sendiri.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitianoinirdiharapkanudapatimenjadisrujukanureferensiobagik

semua rekan-rekan mahasiswa dan dapat menjadi media untuk

menambah ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan

keperawatan Jiwa, serta sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori

di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri, N. (2017). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku


Cyberbullying Pada Remaja Madya Di Surabaya. Jurnal Psikologi,
22. Di Akses 19 juni 2021
Amanda, R. A. (2016). Pengaruh Game Online Terhadap Perubahan Perilaku
Remaja Di Samarinda. Jurnal Ilmu Komunikasi, 294. Di Akses 19
juni 2021
Ahyani, L, N., & Astuti, D., (2018) Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak
Dan Remaja. Kudus : Universitas Muria Kudus, 81-83. Di akses 05
juni 2021
Arikunto, S. (2016). Manajemen Penelitian by prof Suharsimi Arikunto.Jakarta:
Rineka Medika.Di Akses 04 juni 2021
Chaplin, 2011 kontrol diri yang baik diperlukan oleh remaja untuk mengurangi

perilaku agresif. Di akses 06 juli 2021


DepKes RI tahun 2015, masa – masa remaja transisi dengan proses tumbuh

kembang yang berkesinambungan di akses 02 juli 2021

Fransisca Gradistia Bai (Tingkat Kecanduan Game Online Pada Remaja Siswa
SMK 15 oktober 2017) Di Akses 19 Juni 2021
Ghufron., 2010 kontrol diri berpengaruh terhadap pengendalian tingkah laku

individu di akses 08 juli 2021

Handayani, D.(2018). Faktor – factor yang mempengaruhi kecanduan game online


pada remaja kecamatan sungai geringging kabupaten padang
pariaman menggunakan analisis regresi logistic (doctor
dissertation, Universitas Negeri Padang).
Hurlock, E. B. (2004). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan.Jakarta: Erlangga Di Akses 19 Juni 2021
khairin 2019 kecanduan game online dengan hubungan sosial yang di miliki

individu di akses 08 juli 2021

Kartini Kartono & Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung : Pionir Jaya, 1987), Di
Akses 04 juni 2021
Kusumawati, R., Aviani, Y., I., & Molina, Y. (2017) perbedaan tingkat kecanduan
game online pada remaja di tinju dari gaya pengasuh. Jurnal RA
(Riset actual psikolog).
Monica Puji Astuti Tingkat Kontrol Diri Remaja Terhadap Perilaku Negative
(Studi Deskriptif pada Remaja Siswa SMK SantoAloysius
TuriTahun Ajaran 2018/2019) Di Akses 04 Juni 2021
Mapiarre (dalam Moh Ali : 2014) Perkembangan remaja. Bandung : PT
Remaja Rosdakary. Di akses 03 juni 2021
massya & candra 2016 salah satu factor yang mempengaruhi kontrol diri terhadap

kecanduan game online di akses 06 juli 2021

Pradana 2015, perkembangan kognitif remaja, fase kognitifnya dan kemampuan

kreatif remaja di akses 02 juli 2021


Ramadhan, M. P. (2013). Hubungan Antara Penerimaan Perkembangan Fisik
Dengan Kematangan Emosi Pada Remaja Awal. Jurnal Psikologi,
11-18.Di Akses 19 Juni 2021
Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitatif dan R & D. Bandung: Penerbit
Alfabeta. Di akses 04 juni 2021
Suryabrata 2010 BKKBN (badan kependudukan dan keluarga berencana

Nasional) di akses 02 juli 2021

Tresna Ayu Puspita, Shavira. (2017). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan
Kecanduan Game Online Pada Remaja Akhir. Character: Jurnal
Penelitian Psikologi., Di Akses 19 juni 2021
Young dan Abreu (2013) Psychology of Computer Use: XL. Addictive Use of the
Internet: A Case that Breaks the Stereotype. Psychologycal
Reports, di akses 03 juni 2021
Young, N. Kimberly S., & de Abreu, Cristian Nabuco, (2017) kecanduan internet.
Yogyakarta: Pustaka pelajar

Anda mungkin juga menyukai