Anda di halaman 1dari 2

KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGIS

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia. Ilmu psikologi memiliki
beberapa mahzab atau aliran yang tiap-tiap mahzab tersebut berdiri berdasarkan penelitian ilmiah
yang telah dilakukan berpuluh-puluh tahun lamanya sehingga membentuk suatu teori,dan teori
tersebut digunakan dalam ilmu psikologi untuk mengkaji dinamika psikologi seseorang.
Dalam psikologi terdapat dua mahzab besar yang sangat populer yaitu psikoanalis dan
behavioris yang memiliki cara pandang berbeda mengenai alasan seseorang berperilaku tertentu.
Dalam psikologi perilaku manusia dilandasi oleh motif maupun sebab tertentu yang menjadi
landasan seseorang menimbulkan perilaku tersebut, terlepas perilaku tersebut positif atau
negative. Oleh karenanya, perilaku korupsi dapat dikaji dalam ilmu psikologi lewat sudut
pandang psikoanalisis dan behavioris.
Hutington (1968) mendeinisikan korupsi sebagai, “ behavior of public officials which deviates
from accepted norms in order to serve private ends”.
Dalam pandagan psikoanalisis yang dikemukakan Sigmeund Freud, berpendapat bahwa perilaku
korupsi yang dilakukan seseorang berkaitan erat dengan masa lalu atau masa kecilnya dan hal
inilah yang membentuk kepribadian seseorang sehingga memberikan pengaruh dalam
berperilaku pada saat dewasa.
Pendapat berbeda dikeluarkan oleh aliran behavior. Menurut pandangan behavioris, penyebab
utama seseorang melakukan korupsi ialah lingkungan yang memberikan dorongan mereka untuk
melakukan korupsi. Lingkungan berperan aktif dalam memunculkan perilaku korupsi. Misalnya
pemakluman atas tindakan korupsi serta hukuman yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku
korupsi dan adanya kesempatan yang tersedia untuk melakukan tindak korupsi.
Penelitian tentang perspekif dilakukan oleh Wu dan Huang (2013) pada lingkungan organisasi
yang membuktikan bahwa suap-menyuap – salah satu bentuk korupsi – dipengaruhi, oleh secara
signifikan oleh motivasi (teori motivasi McClelland).
Adapun penelitian Conelly dan Ones (2008) pada sejumlah Negara menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kepribadian dengan perilaku korupsi. Dengan menggunakan
teori dari the big five personality dari McCrae dan Costa (1992), jelas bahwa terdapat hubungan
antara tipe-tipe kepribadian dan korupsi. Negara yang tingkat neuroticism-nya rendah dan
extraversion-nya tinggi cenderung rendah korupsinya. Namun,hubungan antara
conscientiousness dan korupsi hanya bisa dilihat dari variable kesejahteraan (wealth), suatu
Negara yang masyarakatnya memiliki tingkat conscientiousness tinggi cenderung rendah tingkat
korupsinya jika Negara itu secara ekonomi berada ditahap sejahera.
Penelitian Boshoff dan Zyl (2011) mengenai hubungan locus of control dengan perilaku etis,
termasuk perilaku korupsi di lingkungan bisnis, membuktikan bahwa semakin internal locus
control para karyawan, semakin tinggi perilaku etis mereka, dan semakin rendah perilaku
korupsi mereka. Semakin eksternal locus of control para karyawan, semakin rendah perilaku etis
mereka sehingga semakin tinggi tingkat korupsi yang dilakukan mereka.
Dengan demikian, dalam perspektif psikologi, korupsi dipengaruhi oleh faktor berikut:
1. Motivasi atau motif, yaitu energy dalam diri manusia yang menggerakan,mengarahkan,
dan menentukan perilaku. Sebagaian besar perilaku manusia disadari atau tidak
dipengaruhi oleh motivasi.
2. Locus of control, yaitu keyakinan individu terhadap pusat kendali hidupnya, apakah
terdapat di dalam diri individu itu sendiri (internal) atau di luar dirinya (eksternal).
Selain itu ada juga teori psikologi lain yang menjelaskan perilaku korupsi diantaranya yaitu:
1. Teori diffussion of responsibility berat atau ringannya beban tanggung jawab yang
dirasakan oleh individu saat melakukan suatu perilaku bergantung pada atau tidaknya
orang lain yang terlibat perilaku itu.
2. Teori social loafting dan fasilitasi sosial membuktikan bahwa kehadiran orang lain dalam
kelompok dapat menurunkan atau meningkatkan performa kerja seseorang.
3. Teori social learning menjelaskan bahwa individu melakukan korupsi karena belajar dari
pengamatan (observasi) terhadap perilaku orang lain dan pengalamannya sendiri.
Masih banyak aspek psikologis yang menyebabkan seseorang untuk melakukan korupsi
yaitu kepribadian yang tidak sehat, tidak mandiri, tidak matang secara emosional, proses
berfikir jangka pendek, pengaruh kelompok sosial, gaya hidup hedonis dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai