“SUKU ASMAT”
DISUSUN OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Kearifan Lokal dan Etika Lingkungan dengan judul “SUKU ASMAT”.
Kemudian shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan keharibaan junjungan Nabi besar
kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al- Qur’an dan sunnah
untuk keselamatan umat di dunia.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga bantuan dan
bimbingan yang telah diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Amin
Akhirnya kami berharap dengan diselesaikannya makalah ini dapat bermanfaat bagi
para mahasiswa. Segala kritik dan saran yang kami terima akan kami jadikan masukan yang
berharga untuk perbaikan makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
2.7 Peralatan dan Perlengkapan Hidup yang Biasa Digunakan Suku Asmat........
3
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
4
3. Bagaimana kondisi dan letak geografis dan bahasa Suku Asmat?
4. Bagaimana sistem religi dan kepercayaan Suku Asmat?
5. Seperti apakah sistem kekerabatan pada Suku Asmat?
6. Apa mata pencaharian masyarakat Suku Asmat?
7. Apa saja peralatan dan perlengkapan hidup yang biasa digunakan Suku Asmat?
8. Seperti apa kesenian yang dimiliki oleh Suku Asmat?
9. Petuah atau Pesan apa yang biasa dipakai oleh Suku Asmat?
10. Bagaimana Suku Asmat berperan terhadap lingkungannya?
11. Apa makna Kearifan Lokal bagi Suku Asmat?
1. Untuk memenuhi tugas dalam mata pelajaran Kearifan Lokal dan Etika Lingkungan.
2. Agar membantu pembaca untuk mengetahui kebudayaan yang terdapat pada suku
Asmat.
3. Mengetahui dan memahami asal-usul kebudayaan suku Asmat.
4. Mengetahui kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh suku Asmat.
5. Megetahui makna kearifan lokal bagi suku Asmat.
6. Mengetahui peran apa yang dilakukan oleh suku Asmat terhadap lingkungan
sekitarnya.
7. Sebagai sumber referensi untuk mengetahui kebudayaan suku Asmat.
8. Untuk ikut menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran
kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir
pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu
sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai
selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai
Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.
Daerah kebudayaan suku bangsa Asmat adalah daerah pegunungan di bagian selatan
Papua (Irian). Suku bangsa Asmat terdiri dari Asmat Hilir dah Asmat Hulu. Asmat Hilir
bertempat tinggal di dataran rendah yang luas sepanjang pantai yang tertutup hutan rimbun,
rawa dan sagu. Sedangkan suku Asmat Hulu bertempat tinggal di daerah berbukit-bukit
dengan padang rumput yang luas. Suku bangsa Asmat menggunakan bahasa lokal yaitu
bahasa Asmat.
Selain itu suku asmat juga sangat menghargai wanita. Simbolisasi perempuan dengan
Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu,kuskus,anjing,burung
kakatua dan nuri,serta bakung),seperti kata Asmat diatas,menunjukkan bagaimana
sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi
mereka.Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka.Namun dalam
6
gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat.Tersembunyi suatu realita
derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku
tersebut.Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-
anaknya,mulai dari mencari ikan,udang,kepiting,dan tembelo sampai kepada mencari pohon
sagu yang tua,menebang pohon sagu,menokok,membawa sagu dari hutan,memasak dan
menyajikan.Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil
air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan, maka istri
akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi,maka istri pula yang akan
dijadikan obyek kekesalan.Mereka yang tinggal di Agats,kini terbiasa pula untuk
mabuk,mereka lebih rentan untuk mengamuk,sehingga istripun yang akan lebih banyak
menerima tindak kekerasan.
Kadangkala laki-laki Asmat mengukir jika mereka ingin tau atau jika hendak
menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan semakin
bertambah.Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang
diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir. Semakin lama laki-laki
mengukir, semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan. Hal itu berarti akan
semakin lelah perempuan Asmat,karena harus memangur,meramah,dan mengolah sagu,dan
bahkan menjaring ikan,lebih tragisnya lagi,jika ukiran itu dijual,maka uangnya hanya untuk
suami yang membuatnya,perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih
payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu, satu ukiranpun tidak akan
selesai dibuat.(Dewi Linggasari,2004,Yang Perkasa Yang Tertindas. Potret Hidup Perempuan
Asmat.Yogyakarta : Bigraf Publishing,bekerjasama dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan
The Fourt Foundation.Hal.22).
7
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan
adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh,
mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk
untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya.
Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan. Namun hal ini sudah jarang
terjadi bahkan hilang resmi dari ingatan.
Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan masuknya para
Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain selain agama
nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama,
seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam. Seperti masyarakat pada umumnya, dalam
menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat pun, melalui berbagai proses,
yaitu :
Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik
agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung alau ibu mertua.
Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara
sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang
terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun
atau 3 tahun.
Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah
berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak
mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas
kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu
Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka
pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang
melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan
dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat
umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa
Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
8
2.2 Kegiatan yang Dilakukan Suku Asmat
Dalam kegiatan yang dilakukan suku Asmat dalam kesehariannya adalah mengukir
kayu. Suku asmat adalah salah satu suku di pulau papua, suku ini terkenal dengan ide-ide
mereka yang dituangkan kedalam hasil ukirannya yg unik-unik. Beberapa motif yang
seringkali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang
dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku asmat
sendiri, yang biasa disebut mbis. Tapi tak hanya motif itu, motif ornamen lain pun dapat
banyak kita temui seperti motif yang menyerupai perahu/wuramon, yang mereka percayai
sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi
penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih kepada sebuah perwujudan dari cara mereka
untuk mengenang arwah para leluhurnya. Suku asmat ini tersebar dan mendiami wilayah
sekitar pantai laut Arafuru dan pegunungan Jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat
mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, sangat sulit menemukan batu-batu
jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya.
Mudah sekali mencirikan suku asmat ini, pada umumnya memiliki ciri fisik yang
khas, berkulit hitam dan juga berambut keriting, tubuhnya pun cukup tinggi. Rata-rata tinggi
badan orang asmat wanita sekitar 162 cm, dan tinggi badan laki-laki mencapai 172cm. Dalam
kehidupan suku asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi suku
ini. Bahkan , batu ini bisa dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan karena tempat
tinggal suku asmat yang membentuk rawa-rawa sehingga Populasi Suku ini terbagi menjadi
dua, yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai, dan mereka yag tinggal dipedalaman. Kedua
populasi ini amat sangat berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial
dan juga ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi kedalam dua bagian yaitu suku
bisman yang berada diantara sungai sinesty dan sungai nin serta suku simai.
9
bertambahnya ketinggian. Daerah ini memiliki luas sekitar 10.000 mil persegi dan terdiri
daria rawa dan hutan bakau.
1) Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang
(rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan).
2) Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah
serta kaki gunung. Umumnya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu
dan mengumpulkan hasil hutan.
3) Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak
secara sederhana.
10
2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan Suku Asmat
Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik Protestan dan Animisme yakni suatu
ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung.
Bagi Suku Asmat ulat sagu merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini
diadakan dapat dipastikan, kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan.
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari
dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari.
Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu melakukan pendaratan di bumi di
daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat
tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati.
Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama
Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam
berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan, yaitu :
12
memelihara kuda, unta kambing dan domba. Mencari ikan juga merupakan mata pencaharian
yang tua ini dilakukan manusia zaman purba yang hidup di dekat sungai, danau atau laut.
Pola Hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat,mereka
merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat
menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon disekitar tempat
hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon
menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar
menggambarkan kaki mereka.
13
Senjata dalam kebudayaan tradisional dibedakan nmenurut fungsi dan pemakaiannya.
Menurut fungsinya dapat berupa alat potong, alat tusuk, senjata lepas. Sedang menurut
pemakaiannya senjata digunakan untuk berburu, berperang dan sebaginya.
3) Wadah
Dalam budaya masyarakat tradisional, wadah digunakan untuk menyimpan, menimbun
dan membawa barang. Berdasarkan bahan mentahnya wadah tersebut terbuat dari kayu,
bambu, kulit kayu, tempurung dan tanah liat. Ada pula yang terbuat dari serat-serat seperti
keranjang. Selain tempat penyimpanan, wadah digunakan untuk memasak atau membawa
barang (transportasi)
4) Makanan
Makanan dilihat dari bahan mentahnya berupa sayur-sayuran dan daun-daunan, buah-
buahan, biji-bijian, daging, susu, ikan dan sebaginya.
5) Pakaian
Pekaian merupakan benda budaya yang sangat penting bagaimana tingkat kebudayaan
masyarakat tercermin dari cara pemilihan dan mengenakan pakaian. Pada masyarakat
tradisional cara berpakaian masih sangat sederhana. Dari bahan mentahnya, pakaian terbuat
dari daun-daunan, seperti diikat dan dicelup. Ditinjau dari fungsinya, pakaian tradisional
dibagi menjadi empat macam, yaitu :
1) Alat untuk melindungi tubuh dari pengaruh alam (panas dan dingin)
2) Lambang keunggulan
3) Simbol yang dianggap suci
4) Sebagai perhiasan
Pada masysarakat modern, fungsi pakaian sudah lebih komplek dan bervariasi. Selain
keempat fungsi tersebut, pakaian merupakan simbol dan status sosial budaya.
6) Rumah Adat
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai
sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat
Pedalaman.Bahkan masih ada juga diantara mereka yang membangun rumah tinggal diatas
pohon. Ada tiga bentuk rumah, yaitu :
1) Rumah setengah dibawah tanah (semi sub-terranian dwelling).
2) Rumah di atas tanah (surface dwellings).
3) Rumah-rumah di atas tiang (Pile dwelling).
Dilihat dari pemakaiannya rumah sebagai tempat berlindung dibagi ke dalam rumah
tadah angin, tenda-tenda, rumah menetap. Rumah menetap dapat dibedakan menjadi : rumah
14
tempat tingggal keluarga kecil, rumah tempat tinggal keluarga besar, rumah-rumah suci,
rumah-rumah pemujaan dan sebagainya
7) Alat – alat transportasi
Alat-alat transportasi dengan segala jenis dan bentuknya merupakan unsur kebudayan.
Sejak zaman purba, manusia telah mengembangkan alat transportasi, walaupun sifatnya
masih sederhana. Pada masyarakat tradisional, alat-alat transportasi terpenting adalah
rakit/sampan, perahu, kereta beroda, alat seret dan binatang. Sejak dulu manusia telah
menggunakan binatang sebagai alat transportasi. Di siberia sejak dahulu orang telah
menggunakan sapi, kerbau, keledai, dan gajah sebagai alat angkut. Asia Utara dan Kanada
Utara, rusa Reider dan anjing menjadi binatang transpotasi yang penting. Untuk mengangkut
barang menggunakan alat yang disebut Travois dan alat seret (sledge).
15
Perisai gaya D ini hampir sama besar dan tingginya dengan perisai gaya C, hanya
bagian kepala terpisah dari badannya. Morif yang sering digunakan aladalh hiasannya
geometris seperti lingkaran, spiral, siku-siku dan sebagainya.
Kesenian yang berhubungan dengan upacara keagamaan atau penghormatan kepada roh
nenek moyang, yaitu :
1) Mbisu adalah pembuatan tiang mbis atau patung nenek moyang
2) Yentpojmbu, adlah pembuatan dan pengukuhan rumah Yew
3) Tsyembu, adalah pembuatan dan pengukuhan perahu lesung
4) Yamasy, adalah upacara perisai
5) Mbipokumbu, adalah upacara topeng
Makna kearifan lokal bagi suku Asmat ini dilihat dari pola kehidupan masyrakatnya.
Mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat
menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan pohon menggambarkan tangan, buah
16
menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka. Hal itulah yang harus kita
tiru. Oleh karena itu mulai dari sekarang bersahabatlah dengan alam kapan pun dan dimana
pun kita berada. Suku Asmat yang tetap memegang kuat filosofi hidup dan nilai-nilai
kesopanannya hal itu juga termasuk dalam cara mereka membangun rumah adat suku asmat
tanpa adanya campur tangan arsitek didalamnya.
Rumah adat suku asmat yang dikenal dengan nama Jew, adalah rumah yang khusus
diperuntukkan bagi pelaksanaan segala kegiatan yang sifatnya tradisi. Misalnya untuk rapat
adat melakukan pekerjaan membuat noken (tradisional suku asmat), mengukir kayu dan juga
tempat tinggal para bujang. Rumah ini unik karena dibangun sangat panjang, bahkan hingga
mencapai 50 meter. Karena masyarakat asmat kuno belum mengenal paku, maka pembuatan
rumah jew sampai saat ini tidak menggunakan paku. dapat di hutan sekitar lokasi suku asmat
berada.
Selain itu sehari-hari suku Asmat meanfaatkan lingkungan alam untuk bekerja
dilingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun
berkebun, yang tentunya masih menggunakan metode yang sangat tradisional dan sederhana.
Seperti kebiasaan suku asmat dalam bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang
satu dan yang lainnya di wilayah Distrik Citak- Mitak ternyata hampir sama. Suku asmat
darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari hari dalam mencari nafkah
adalah berburu binatang hutan seperti ular, kasuari, burung, rusa, babi hutan, komodo dan
lain sebagainya. Mereka juga selalu meramuh dan memakan sagu sebagai makanan pokok,
dan sebagian nelayan mencari ikan, dan udang untuk dimakan. Masakan suku asmat tidak
seperti masakan yang kita makan. Bagi mereka yang termasuk masakan istimewa adat ULAT
SAGU.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia terdapat banyak suku yang beragam. Saya tertarik dengan suku yang
berada di pulau timur sana (Irian Jaya) tepatnya di merauke yaitu suku Asmat. Karena suku
ini terkenal dengan ide-ide mereka yang dituangkan kedalam hasil ukirannya yg unik-unik.
Beberapa motif yang seringkali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan
patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang
dari suku asmat sendiri, yang biasa disebut mbis. Selain pola hidup suku asmat sangat
menarik yaitu salah satu hal yang patut kita tiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat,
mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat
menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan pohon menggambarkan tangan, buah
menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka. Sehari-hari suku asmat
bekerja dilingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu
maupun berkebun, yang tentunya masih menggunakan metode yang sangat tradisional dan
sederhana. Mereka juga selalu meramuh dan memakan sagu sebagai makanan pokok, dan
sebagian nelayan mencari ikan, dan udang untuk dimakan. Masakan suku asmat tidak seperti
masakan yang kita makan. Bagi mereka yang termasuk masakan istimewa adat ULAT
SAGU. Untuk masalah kepercayaan terhadap roh leluhur, suku asmat berlatar belakang
sebagai penganut animisme, sama seperti berbagai suku tradisional di seluruh dunia. Maka
kepercayaan terhadap hal ghaib berupa roh leluhur yang menjaga mereka juga masih ada.
Kepercayaan mereka itu dituangkan dalam keahlian membuat ukiran kayu tanpa sketsa.
18
3.2 Saran
1) Sebagai generasi muda hendaknya kita harus mencontoh pola kehidupan suku Asmat
serta harus peduli terhadap lingkungan hidup dan alam sekitar guna terpenuhinya
kebutuhan hidup sekarang dan yang akan datang.
2) Lebih arif dan bijaksana di dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam
yang ada di sekitar lingkungan hidup kita, sebagai contoh suku Asmat tersebut .
3) Berkonsisten untuk menumbuh kembangkan interaksi positif terhadap lingkungan
hidup dan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan atau beretika lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Asmat
http://info-info-umum.blogspot.com/2012/02/mengenal-suku-asmat-papua-indonesia.html
19