Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEBUDAYAAN

“SUKU ASMAT”

DISUSUN OLEH :

Muhammad Rasyid XI IPS 2

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Kearifan Lokal dan Etika Lingkungan dengan judul “SUKU ASMAT”.
Kemudian shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan keharibaan junjungan Nabi besar
kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al- Qur’an dan sunnah
untuk keselamatan umat di dunia.

Keraifan adalah seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok


masyarakat setempat (komunitas) yang terhimpun dari pengalaman panjang mengikuti alam
dalam ikatan hubungan yang saling menguntuungkan kedua belah ihak (manusia dan
lingkungan) secara berkelanjtutan dan dengan ritme harmonis, serta memerlukan
keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat dan lingkungan. Dengan mempelajari,
menganalisis, dan memahami kerifan lokal, diharapkan dapat membangun kemampuan para
mahasiswa untuk bersikap aktif, bertindak cerdas, arif, dan bertanggung jawab dalam
menghadapi gejala sosial yang timbul di lingkungan alam sekitar.

Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga bantuan dan
bimbingan yang telah diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Amin

Akhirnya kami berharap dengan diselesaikannya makalah ini dapat bermanfaat bagi
para mahasiswa. Segala kritik dan saran yang kami terima akan kami jadikan masukan yang
berharga untuk perbaikan makalah ini.

TANAH LAUT,16 MARET 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Asal-Usul Suku Asmat.......................................................................................

2.2 Kegiatan yang Dilakukan Suku Asmat..............................................................

2.3 Kondisi dan Letak Geografis Suku Asmat.........................................................

2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan Suku Asmat....................................................

2.5 Sistem Kekerabatan Pada Suku Asmat.............................................................

2.6 Mata Pencaharian Masyarakat Suku Asmat....................................................

2.7 Peralatan dan Perlengkapan Hidup yang Biasa Digunakan Suku Asmat........

2.9 Kesenian yang Dimiliki Oleh Suku Asmat.......................................................

2.10 Pesan atau Petuah Terhadap Lingkungan .......................................................

2.11 Peran Terhadap Lingkungan ...........................................................................

2.12 Makna Kearifan Lokal Suku Asmat ...............................................................

BAB III : PENUTUP

3
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................

3.2 Pesan ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keberagaman budaya sebagai modal dasar kekuatan dalam


membangun bangsa Indonesia menuju bangsa yang besar dan modern. Di samping itu,
keberagaman budaya juga memberi manfaat yaitu dalam bidang bahasa, kebudayaan, dan
pariwisata.
Potensi keberagaman budaya dapat dijasikan obyek dan tujuan pariwisata di Indonesia
yang bisa mendatangkan devisa. Budaya lokal yang meliputi suku-suku bangsa di Indonesia
di antaranya ada Suku Asmat yang berasal dari Papua.
Papua adalah satu diantara pulau-pulau di Indonesia yang memiliki berbagai macam
suku bangsa, salah satunya adalah suku asmat. Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua.
Letak Geografis Suku Asmat terdiri dari pantai selatan dan merupakan wilayah yang
terisolasi di Propinsi Irian Jaya. Papua terletak tepat di sebelah selatan garis khatulistiwa,
namun kerana daerahnya yang bergunung-gunung maka iklim di Papua sangat bervariasi
melebihi daerah Indonesia lainnya.
Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat
terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian
pedalaman.Suku Asmat sendiri memiliki beberapa keragaman, baik dalam bidang kesenian,
mata pencaharian, adat istiadat serta sistem kekerabatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah asal-usul Suku Asmat?


2. Apa saja kegiatan yang dilakukan Suku Asmat?

4
3. Bagaimana kondisi dan letak geografis dan bahasa Suku Asmat?
4. Bagaimana sistem religi dan kepercayaan Suku Asmat?
5. Seperti apakah sistem kekerabatan pada Suku Asmat?
6. Apa mata pencaharian masyarakat Suku Asmat?
7. Apa saja peralatan dan perlengkapan hidup yang biasa digunakan Suku Asmat?
8. Seperti apa kesenian yang dimiliki oleh Suku Asmat?
9. Petuah atau Pesan apa yang biasa dipakai oleh Suku Asmat?
10. Bagaimana Suku Asmat berperan terhadap lingkungannya?
11. Apa makna Kearifan Lokal bagi Suku Asmat?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk memenuhi tugas dalam mata pelajaran Kearifan Lokal dan Etika Lingkungan.
2. Agar membantu pembaca untuk mengetahui kebudayaan yang terdapat pada suku
Asmat.
3. Mengetahui dan memahami asal-usul kebudayaan suku Asmat.
4. Mengetahui kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh suku Asmat.
5. Megetahui makna kearifan lokal bagi suku Asmat.
6. Mengetahui peran apa yang dilakukan oleh suku Asmat terhadap lingkungan
sekitarnya.
7. Sebagai sumber referensi untuk mengetahui kebudayaan suku Asmat.
8. Untuk ikut menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal-Usul Kearifan Lokal Suku Asmat

Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran
kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir
pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu
sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai
selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai
Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.
Daerah kebudayaan suku bangsa Asmat adalah daerah pegunungan di bagian selatan
Papua (Irian). Suku bangsa Asmat terdiri dari Asmat Hilir dah Asmat Hulu. Asmat Hilir
bertempat tinggal di dataran rendah yang luas sepanjang pantai yang tertutup hutan rimbun,
rawa dan sagu. Sedangkan suku Asmat Hulu bertempat tinggal di daerah berbukit-bukit
dengan padang rumput yang luas. Suku bangsa Asmat menggunakan bahasa lokal yaitu
bahasa Asmat.
Selain itu suku asmat juga sangat menghargai wanita. Simbolisasi perempuan dengan
Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu,kuskus,anjing,burung
kakatua dan nuri,serta bakung),seperti kata Asmat diatas,menunjukkan bagaimana
sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi
mereka.Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka.Namun dalam

6
gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat.Tersembunyi suatu realita
derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku
tersebut.Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-
anaknya,mulai dari mencari ikan,udang,kepiting,dan tembelo sampai kepada mencari pohon
sagu yang tua,menebang pohon sagu,menokok,membawa sagu dari hutan,memasak dan
menyajikan.Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud mengambil
air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.

Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan


yang disediakan istrinya,mengisap tembakau,dan berjudi.Kadang suami membuat rumah atau
perahu,namun dengan batuan istri.Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu
bakar.Sayangnya mereka hanya benar-benar menemani.Mendayung perahu,menebang
kayu,dan membawanya pulang adalah tugas istri.Suami yang cukup berbaik hati akan
membantu membawakan kapak istrinya.

Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan, maka istri
akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi,maka istri pula yang akan
dijadikan obyek kekesalan.Mereka yang tinggal di Agats,kini terbiasa pula untuk
mabuk,mereka lebih rentan untuk mengamuk,sehingga istripun yang akan lebih banyak
menerima tindak kekerasan.

Kadangkala laki-laki Asmat mengukir jika mereka ingin tau atau jika hendak
menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan semakin
bertambah.Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang
diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir. Semakin lama laki-laki
mengukir, semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan. Hal itu berarti akan
semakin lelah perempuan Asmat,karena harus memangur,meramah,dan mengolah sagu,dan
bahkan menjaring ikan,lebih tragisnya lagi,jika ukiran itu dijual,maka uangnya hanya untuk
suami yang membuatnya,perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih
payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu, satu ukiranpun tidak akan
selesai dibuat.(Dewi Linggasari,2004,Yang Perkasa Yang Tertindas. Potret Hidup Perempuan
Asmat.Yogyakarta : Bigraf Publishing,bekerjasama dengan Yayasan Adhikarya IKAPI dan
The Fourt Foundation.Hal.22).

7
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan
adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh,
mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk
untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya.
Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan. Namun hal ini sudah jarang
terjadi bahkan hilang resmi dari ingatan.

Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan masuknya para
Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain selain agama
nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama,
seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam. Seperti masyarakat pada umumnya, dalam
menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat pun, melalui berbagai proses,
yaitu :

 Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik
agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung alau ibu mertua.

 Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara
sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang
terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun
atau 3 tahun.

 Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah
berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak
mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas
kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu
Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka
pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang
melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.

 Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan
dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat
umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa
Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.

8
2.2 Kegiatan yang Dilakukan Suku Asmat
Dalam kegiatan yang dilakukan suku Asmat dalam kesehariannya adalah mengukir

kayu. Suku asmat adalah salah satu suku di pulau papua, suku ini terkenal dengan ide-ide
mereka yang dituangkan kedalam hasil ukirannya yg unik-unik. Beberapa motif yang
seringkali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang
dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku asmat
sendiri, yang biasa disebut mbis. Tapi tak hanya motif itu, motif ornamen lain pun dapat
banyak kita temui seperti motif yang menyerupai perahu/wuramon, yang mereka percayai
sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi
penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih kepada sebuah perwujudan dari cara mereka
untuk mengenang arwah para leluhurnya. Suku asmat ini tersebar dan mendiami wilayah
sekitar pantai laut Arafuru dan pegunungan Jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat
mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara, sangat sulit menemukan batu-batu
jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya.

Mudah sekali mencirikan suku asmat ini, pada umumnya memiliki ciri fisik yang
khas, berkulit hitam dan juga berambut keriting, tubuhnya pun cukup tinggi. Rata-rata tinggi
badan orang asmat wanita sekitar 162 cm, dan tinggi badan laki-laki mencapai 172cm. Dalam
kehidupan suku asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi suku
ini. Bahkan , batu ini bisa dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu  disebabkan karena tempat
tinggal suku asmat yang membentuk rawa-rawa sehingga  Populasi Suku ini terbagi menjadi
dua, yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai, dan mereka yag tinggal dipedalaman. Kedua
populasi ini amat sangat berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial
dan juga ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi kedalam dua bagian yaitu suku
bisman yang berada diantara sungai sinesty dan sungai nin serta suku simai.

2.3 Kondisi dan Letak Geografis Suku Asmat


Letak Geografis Suku Asmat terdiri dari pantai selatan  dan merupakan wilayah yang
terisolasi di Propinsi Irian Jaya. Papua terletak tepat di sebelah selatan garis khatulistiwa,
namun kerana daerahnya yang bergunung-gunung maka iklim di Papua sangat bervariasi
melebihi daerah Indonesia lainnya. Di daerah pesisiran barat dan utara beriklim tropika
lembap dengan tadahan hujan rata-rata berjumlah diantara 1.500 – 7.500 mm pertahun.
Tadahan hujan tertinggi terjadi di pesisir pantai utara dan di pegunungan tengah, sedangkan
tadahan hujan terendah terjadi di pesisir pantai selatan. Suhu udara bervariasi sejajar dengan

9
bertambahnya ketinggian. Daerah ini memiliki luas sekitar 10.000 mil persegi dan terdiri
daria rawa dan hutan bakau.

Populasi suku Asmat:

1) Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang
(rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan).
2) Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah
serta kaki gunung. Umumnya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu
dan mengumpulkan hasil hutan.
3) Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak
secara sederhana.

Bahasa yang Digunakan Suku Asmat


Letak geografis juga mempengaruhi cara berkomunikasi suku Asmat, sehingga bahasa
yang digunakan adalah bahasa baik lisan, tulisan, maupun isyarat merupakan komponen
kebudayaan. Dengan bahasa, manusia dapat memberikan arti secara aktif pada suatu obyek
materiil sehingga bahasa dapat merupakan dasar kebudayaan. Manusia dapat berkomunikasi
karena ada bahasa-bahasa yang digunakan sebagai alat penghubung.
Pada masyarakat Asmat terdapat bahasa-bahasa yang oleh para ahli lingustik disebut
kelompok bahasa Language Of The Southern Division yaitu bahasa-bahasa bagian selatan
Papua. Penggolongan bahasa tersebut telah dipelajari oleh C. L. Voorhoeve (1965) dan
masuk pada golongan filum bahasa-bahasa Papua Non-Melanesia. Bahasa-bahasa tersebut
digolongkan lagi berdasarkan wilayah orang Asmat yaitu orang Asmat wilayah pantai atau
hilir sungai dan Asmat hulu sungai.
Secara khusus, para ahli linguistik membagi bahasa-bahasa tersebut yaitu pembagian
bahasa Asmat hilir sungai menjadi bagian kelompok pantai barat laut atau pantai Flamingo
seperti bahasa Kaniak, Bisman, Simay, dan Becembub dan bagian kelompok Pantai Barat
daya atau Kasuarina seperti misal bahasa Batia dan Sapan. Pembagian bahasa Asmat hulu
sungai menjadi bagian kelompok Keenok dan Kaimok.
Untuk mengetahui bahasa masyarakat Asmat dapat dilakukan dengan cara
mengidentifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga, dan
subkeluarga. Selain itu, upaya untuk mengidentifikasi bahasa masyarakat Asmat dapat
dilakukan dengan cara melihat aspek fonetik, fonologi, sintaksis, morfologi dan semantik
bahsa Asmat.

10
2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan Suku Asmat
Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik Protestan dan Animisme yakni suatu
ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung.
Bagi Suku Asmat ulat sagu merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini
diadakan dapat dipastikan, kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan.

Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari
dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari.
Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu melakukan pendaratan di bumi di
daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat
tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati.
Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama
Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam
berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan, yaitu :

 Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi


keturunannya.
 Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
 Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.

Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar


menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek
moyang seperti berikut ini :

1.      Mbismbu (pembuat tiang)


2.      Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
3.      Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
4.      Yamasy pokumbu (upacara perisai)
5.      Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah
meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan
peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih
hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta
topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.

2.5 Sistem Kekerabatan Pada Suku Asmat


11
Suku bangsa Asmat, dalam sistem kekerabatan mengenal tiga bentuk keluarga, yaitu :
a. Keluarga Inti Monogamy dan Kandung Poligami.
b. Keluarga Luas Uxorilokal yaitu keluarga yang telah menikah berdiam di rumah
keluarga dari pihak istri.
c. Keluarga Ovunkulokal yaitu keluarga yang sudah menikah bediam di rumah keluarga
istri pihak ibu.
Di samping itu, orang-orang Asmat tinggal bersama dalam rumah panggung seluas 3
x 4 x 4 meter yang disebut Tsyem. Ini juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata
dan peralatan berburu, bercocok tanam, dan menangkap ikan. Suku bangsa Asmat mengenal
rumah panggung Yew seluas 10 x 15 meter. Fungsinya sebagai rumah keramat dan untuk
upacara keagamaan. Yew ini pada umumnya di kelilingi oleh 10 – 15 tsyem dan rumah
keluarga Luas.
Masyarakat Asmat mengenal sistem kemasyarakatan disebut Aipem. Pemimpin
Aipem biasanya mengambil prakarsa untuk menyelenggarakan musyawarah guna
membicarakan suatu persoalan atau pekerjaan. Syarat untuk dapat dipilih menjadi pemimpin
Aipem yaitu harus orang-orang yang pandai berkelahi, kuat dan bijaksana.

2.6 Mata Pencaharian Masyarakat Suku Asmat


Pada masyarakat yang tingkat peradaban atau kebudayaan masih sederhana, mata
pencahariannya juga bersifat sederhana. Sistem mata pencaharian meliputi : berburu dan
meramu, bercocok tanam di ladang, bercocok tanam dengan irigasi, beternak dan mencari
ikan.
Beruburu dan meramu merupakan bentuk mata pencaharian yang tertua dan terjadi di
berbagai tempat di dunia. Untuk meningkatkan hasil berburu biasanya dengan teknik tertentu
missalnya dengan cara ilmu ghaib. Di samping itu ada kebiasaan membagi hasil buruan
kepada kerabat maupun tetangga. Sisanya diproses dan dijual kepada masyarakat luar dan ke
pasar-pasar. Bercocok tanam di ladang merupakan bentuk bercocok tanam tanpa irigasi,
tetapi lambat laun diganti dengan bercocok tanam menetap yaitu bercocok tanam di ladang
biasanya terdapat di daerah rimba tropik terutama di Asia Tenggara.
Bercocok tanam dengan irigasi timbul di berbagai dunia yang terletak di perairan
sungai besar, karena tanahnya subur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu masalah
tanah, modal, tenaga kerja dan masalah teknologi tentang irigasi, konsumsi, distribusi dan
pemasaran. Berternak biasanya dilakukan di daerah sabana, stepa dan gurun. Di Asia Tengah

12
memelihara kuda, unta kambing dan domba. Mencari ikan juga merupakan mata pencaharian
yang tua ini dilakukan manusia zaman purba yang hidup di dekat sungai, danau atau laut.

 Makanan Pokok Suku Asmat


Makanan Pokok orang Asmat adalah sagu hampir setiap hari mereka makan
sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan yang dibakar dalam bara api.
Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup dibatang pohon sagu,
biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah, ditaburi sagu, dan dibakar
dalam bara api. Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap. Namun
yang memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih.Air tanah sulit didapat
karena wilayah mereka merupakan tanah berawa. Terpaksa menggunakan air
hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

 Pola Hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat,mereka
merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat
menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon disekitar tempat
hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon
menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar
menggambarkan kaki mereka.

2.7 Peralatan dan Perlengkapan Hidup yang Biasa Digunakan Suku


Asmat
Menurut K.T Oakley dalam budaya berjudul ”Man The Tool Maker”, teknik
pembuatan alat-alat batu adalah dengan : pemukulan (Percussion Hacking), penekanan
(Presure Feaking), pemecahan (Chipping) dan penggilingan (Glinding).
1) Alat Produksi
Alat-alat produksi dalam masyarakat tradisional dibedakan menurut fungsi dan lapangan
pekerjaannya. Berdasarkan fungsinya, alat-alat produksi berupa alat potong, alat tusuk, alat
menyalakan api, alat pukul dan sebagainya. Berdasarkan lapangan pekerjaannya, alat-alat
produksi berupa alat ikat, alat tenun, alat pertanian, alat menangkap ikan, dan sebagainya.
2) Senjata

13
Senjata dalam kebudayaan tradisional dibedakan nmenurut fungsi dan pemakaiannya.
Menurut fungsinya dapat berupa alat potong, alat tusuk, senjata lepas. Sedang menurut
pemakaiannya senjata digunakan untuk berburu, berperang dan sebaginya.
3) Wadah
Dalam budaya masyarakat tradisional, wadah digunakan untuk menyimpan, menimbun
dan membawa barang. Berdasarkan bahan mentahnya wadah tersebut terbuat dari kayu,
bambu, kulit kayu, tempurung dan tanah liat. Ada pula yang terbuat dari serat-serat seperti
keranjang. Selain tempat penyimpanan, wadah digunakan untuk memasak atau membawa
barang (transportasi)
4) Makanan
Makanan dilihat dari bahan mentahnya berupa sayur-sayuran dan daun-daunan, buah-
buahan, biji-bijian, daging, susu, ikan dan sebaginya.
5) Pakaian
Pekaian merupakan benda budaya yang sangat penting bagaimana tingkat kebudayaan
masyarakat tercermin dari cara pemilihan dan mengenakan pakaian. Pada masyarakat
tradisional cara berpakaian masih sangat sederhana. Dari bahan mentahnya, pakaian terbuat
dari daun-daunan, seperti diikat dan dicelup. Ditinjau dari fungsinya, pakaian tradisional
dibagi menjadi empat macam, yaitu :
1) Alat untuk melindungi tubuh dari pengaruh alam (panas dan dingin)
2) Lambang keunggulan
3) Simbol yang dianggap suci
4) Sebagai perhiasan
Pada masysarakat modern, fungsi pakaian sudah lebih komplek dan bervariasi. Selain
keempat fungsi tersebut, pakaian merupakan simbol dan status sosial budaya.
6) Rumah Adat
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai
sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat
Pedalaman.Bahkan masih ada juga diantara mereka yang membangun rumah tinggal diatas
pohon. Ada tiga bentuk rumah, yaitu :
1) Rumah setengah dibawah tanah (semi sub-terranian dwelling).
2) Rumah di atas tanah (surface dwellings).
3) Rumah-rumah di atas tiang (Pile dwelling).
Dilihat dari pemakaiannya rumah sebagai tempat berlindung dibagi ke dalam rumah
tadah angin, tenda-tenda, rumah menetap. Rumah menetap dapat dibedakan menjadi : rumah
14
tempat tingggal keluarga kecil, rumah tempat tinggal keluarga besar, rumah-rumah suci,
rumah-rumah pemujaan dan sebagainya
7) Alat – alat transportasi
Alat-alat transportasi dengan segala jenis dan bentuknya merupakan unsur kebudayan.
Sejak zaman purba, manusia telah mengembangkan alat transportasi, walaupun sifatnya
masih sederhana. Pada masyarakat tradisional, alat-alat transportasi terpenting adalah
rakit/sampan, perahu, kereta beroda, alat seret dan binatang. Sejak dulu manusia telah
menggunakan binatang sebagai alat transportasi. Di siberia sejak dahulu orang telah
menggunakan sapi, kerbau, keledai, dan gajah sebagai alat angkut. Asia Utara dan Kanada
Utara, rusa Reider dan anjing menjadi binatang transpotasi yang penting. Untuk mengangkut
barang menggunakan alat yang disebut Travois dan alat seret (sledge).

2.8 Kesenian yang Dimiliki Oleh Suku Asmat


Suku bangsa Asmat memiliki bidang seni ukiran terutama ukir patung, topeng, perisai
gaya seni patung Asmat, meliputi :
 Gaya A, Seni Asmat Hilir dan Hulu Sungai.
Patung-patung dengan gaya ini tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah
nenek moyangnya. Contohnya, mbis yang dibuat jika masyarakat akan mengadakan
balas dendam atas kematian nenek moyang yang gugur dalam perang melawan
musuh.
 Gaya B, Seni Asmat Barat Laut.
Bentuk patung gaya ini lonjong agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala
terpisah dari bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan. Kadang ada
gambar nenek moyang di bagian kepala, sedangkan hiasan bagian badan berbentuk
musang terbang, kotak, kepala burung tadung, ular, cacing, dan sebagainya.
 Gaya C, Seni Asmat Timur.
Gaya ini merupakan ciri khusus gaya ukir orang Asmat Timur. Perisai yang dibuat
umumnya berukuran sangat besar bahkan melebihi tinggi orang Asmat. Bagian
atasnya tidak terpisah jelas dari bagian lain dan sering dihiasi garis-garis hitam dan
merah serta titik-titik putih.
 Gaya D, Seni Asmat Daerah Sungai Brazza.

15
Perisai gaya D ini hampir sama besar dan tingginya dengan perisai gaya C, hanya
bagian kepala terpisah dari badannya. Morif yang sering digunakan aladalh hiasannya
geometris seperti lingkaran, spiral, siku-siku dan sebagainya.
Kesenian yang berhubungan dengan upacara keagamaan atau penghormatan kepada roh
nenek moyang, yaitu :
1) Mbisu adalah pembuatan tiang mbis atau patung nenek moyang
2) Yentpojmbu, adlah pembuatan dan pengukuhan rumah Yew
3) Tsyembu, adalah pembuatan dan pengukuhan perahu lesung
4) Yamasy, adalah upacara perisai
5) Mbipokumbu, adalah upacara topeng

2.9 Petuah atau Pesan Suku Asmat


Suku Asmat mengajarkan banyak pelajaran bagi kita karena kita dapat lebih
menghargai alam secara arif, bagaimana kita berinteraksi dengan alam sekitar tidak hanya di
lingkungan kita saja tetapi dimana pun kita berada kita harus tetap menjaga dan mewarat
alam kita dengan arif dan secara berkelanjutan. Mereka pun menganggap alam sebagai
bagian dari kehidupannya bahkan pohon menggambarkan tangan, buah menggambarkan
kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka. tanpa alam mereka tidak dapat
melangsungkan kehidupannya.

2.10 Peran Terhadap Lingkungan


Suku Asmat sangat berperan penting bagi lingkungan sekitarnya. Tanpa perilaku yang
arif dan bijak serta menerapkan prinsip keberlanjutan yang dilakukan oleh suku Asmat,
mungkin lingkungan alam di sekitar suku Asmat tersebut tidak akan seberdaya ini. Selain itu
dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Suku Asmat pun lebih memanfaatkan alam
sekitar tanpa sedikit pun terpengaruh oleh budaya dari luar. Sehingga suku Asmat tetap
memegang kuat filosofi hidup dan nilai-nilai kesopanannya hal itu juga termasuk dalam cara
mereka membangun rumah adat suku asmat tanpa adanya campur tangan arsitek didalamnya.

2.11 Makna Kearifan Lokal Suku Asmat

Makna kearifan lokal bagi suku Asmat ini dilihat dari pola kehidupan masyrakatnya.
Mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat
menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan pohon menggambarkan tangan, buah
16
menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka. Hal itulah yang harus kita
tiru. Oleh karena itu mulai dari sekarang bersahabatlah dengan alam kapan pun dan dimana
pun kita berada. Suku Asmat yang tetap memegang kuat filosofi hidup dan nilai-nilai
kesopanannya hal itu juga termasuk dalam cara mereka membangun rumah adat suku asmat
tanpa adanya campur tangan arsitek didalamnya.
Rumah adat suku asmat yang dikenal dengan nama Jew, adalah rumah yang khusus
diperuntukkan bagi pelaksanaan segala kegiatan yang sifatnya tradisi. Misalnya untuk rapat
adat melakukan pekerjaan membuat noken (tradisional suku asmat), mengukir kayu dan juga
tempat tinggal para bujang. Rumah ini unik karena dibangun sangat panjang, bahkan hingga
mencapai 50 meter. Karena masyarakat asmat kuno belum mengenal paku, maka pembuatan
rumah jew sampai saat ini tidak menggunakan paku. dapat di hutan sekitar lokasi suku asmat
berada.
Selain itu sehari-hari suku Asmat meanfaatkan lingkungan alam untuk bekerja
dilingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun
berkebun, yang tentunya masih menggunakan metode yang sangat tradisional dan sederhana.
Seperti kebiasaan suku asmat dalam bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang
satu dan yang lainnya di wilayah Distrik Citak- Mitak ternyata hampir sama. Suku asmat
darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari hari dalam mencari nafkah
adalah berburu binatang hutan seperti ular, kasuari, burung, rusa, babi hutan, komodo dan
lain sebagainya. Mereka juga selalu meramuh dan memakan sagu sebagai makanan pokok,
dan sebagian nelayan mencari ikan, dan udang untuk dimakan. Masakan suku asmat tidak
seperti masakan yang kita makan. Bagi mereka yang termasuk masakan istimewa adat ULAT
SAGU.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia terdapat banyak suku yang beragam. Saya tertarik dengan suku yang
berada di pulau timur sana (Irian Jaya) tepatnya di merauke yaitu suku Asmat. Karena suku
ini terkenal dengan ide-ide mereka yang dituangkan kedalam hasil ukirannya yg unik-unik.
Beberapa motif yang seringkali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan
patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang
dari suku asmat sendiri, yang biasa disebut mbis. Selain pola hidup suku asmat sangat
menarik yaitu salah satu hal yang patut kita tiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat,
mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat
menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan pohon menggambarkan tangan, buah
menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka. Sehari-hari suku asmat
bekerja dilingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu
maupun berkebun, yang tentunya masih menggunakan metode yang sangat tradisional dan
sederhana. Mereka juga selalu meramuh dan memakan sagu sebagai makanan pokok, dan
sebagian nelayan mencari ikan, dan udang untuk dimakan. Masakan suku asmat tidak seperti
masakan yang kita makan. Bagi mereka yang termasuk masakan istimewa adat ULAT
SAGU. Untuk masalah kepercayaan terhadap roh leluhur, suku asmat berlatar belakang
sebagai penganut animisme, sama seperti berbagai suku tradisional di seluruh dunia. Maka
kepercayaan terhadap hal ghaib berupa roh leluhur yang menjaga mereka juga masih ada.
Kepercayaan mereka itu dituangkan dalam keahlian membuat ukiran kayu tanpa sketsa.

18
3.2 Saran

1) Sebagai generasi muda hendaknya kita harus mencontoh pola kehidupan suku Asmat
serta harus peduli terhadap lingkungan hidup dan alam sekitar guna terpenuhinya
kebutuhan hidup sekarang dan yang akan datang.
2) Lebih arif dan bijaksana di dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam
yang ada di sekitar lingkungan hidup kita, sebagai contoh suku Asmat tersebut .
3) Berkonsisten untuk menumbuh kembangkan interaksi positif terhadap lingkungan
hidup dan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan atau beretika lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Asmat
http://info-info-umum.blogspot.com/2012/02/mengenal-suku-asmat-papua-indonesia.html

19

Anda mungkin juga menyukai