ض َّل ُ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َّن احْلَ ْم َد للَّه حَنْ َم ُدهُ َونَ ْستَعْينُهُ َونَ ْسَت ْغفُر ْه َو َنعُوذُ باهلل م ْن ُشُر ْو ِر َأْن ُفسنَا َوم ْن َسيَِّئات
َّ وَأ ْش َه ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ اهلل َوَأ ْش َه ُد.ُي لَه ِ ِ ْ لَه ومن ي.
َُأن حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه َ ضل ْل فَالَ َهاد ُ ْ ََ ُ
َواَل مَتُْوتُ َّن اِاَّل َواَْنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن, ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْ َن اٰ َمنُوا َّات ُقوا ال ٰلّهَ َح َّق ُت ٰقىتِه.
Yang kedua, saya merasa senang diberi kesempatan untuk menyampaikan materi. Dengan begitu saya
menyempatkan diri untuk membaca atau tadzabbur.
Sodara2 ku yang dirahmati Allah, Abdullah Nasih Ulwan, dalam bukunya Tarbiyatul Aulad fil Islam,
menjelasan proses tarbiyah menjadi beberapa tahap yaitu : mu’ahadah, mujahadah, muroqobbah,
muhasabah dan mu’aqobah.
Seperti doa sapu jagad yang menjadi penanda bahwa pembacaan doa akan segera berakhir, long march
juga
menjadi penanda bahwa kegiatan mukhoyam orde lama akan segera berakhir. Meskipun long march
merupakan
kegiatan terakhir, tetapi ia seperti mimpi buruk. Saat kita bermimpi buruk, kita tidak dapat
menggunakan strategi
atau akal sehat untuk keluar dari situasi buruk karena kita dalam keadaan tidak sadar.
Mengapa long march seperti mimpi buruk? Karena kita tidak tahu sudah sejauh apa kita berjalan dan
berapa jauh
lagi kita harus berjalan. Tidak ada rambu-rambu macam jalan tol yang memberitahu kita pada km
berapa kita
berada. Maka ukuran yang kita pakai adalah waktu. Panitia juga hanya bisa mengatakan, “perjalanan
kita kurang
Saya akan menyampaikan sesuatu yang menjadi concern kita dimana waktu, tenaga dan dana kita
curahkan untuk
itu. Perjalanan Tarbiyah kita seperti long march yang tidak memiliki rambu-rambu. Kita tidak tahu arah
mana yang
akan kita tuju, dimana posisi kita sekarang berada, dan apa yang telah kita raih. Maka tarbiyah menjadi
subjective.
Dalam masalah kenaikan jenjang misalnya, para murobbi atau naqib punya cara pandang sendiri. Ada
yang
mengatakan, untuk naik jenjang ke level madya madya minimal harus hafal juz 30. Pada kenyataannya
banyak
tidak hafal juz 30. Ada yang mengatakan, untuk naik ke level madya, bacaannya al qur’annya harus baik.
Oleh
karena itu ketika saya masih di hadhonah, kami menunda menaikan seorang binaan yang bacaan al
qur’annya masih
belum baik. Kami menyarankannya untuk mengikuti tahsin. Pada kenyataannya banyak kader naik ke
level madya
Saya dengar untuk naik ke level dewasa, harus membina. Tapi setahu saya banyak kader dewasa yang
tidak
membina. Sekalipun membina, rata-rata given, dan yang dibina adalah kader-kader yang manis macam
kak
malique. (ustadz bowo…. Ini bukan tentang antum, to me you are wonderful) Saya juga dengar dari
sumber
terpercaya, ada kader yang belum tentu 1 bulan sekali datang usar, ditawari naik ke level dewasa, tapi
beliau tidak
mau. Saya menduga, pertimbangannya karena kontribusi financial untuk dakwah sangat besar. (Ka
Bana… ini
bukan tentang antum, now you are different, most waited, nggak ada loe nggak rame).
Tarbiyah yang kita ikuti is like taking race without finish line or playing soccer without goal. Saatnya
untuk menata
ulang proses tarbiyah kita, merujuk kembali manhaj yang kita miliki serta memperhatikan marhalah
dengan baik.
Dengan demikian kita bisa menjawab pertanyaan orang, “apa manfaat yang saya dapat jika ikut
tarbiyah”. Kita
dapat menjawab, “anda akan memiliki aqidah yang lurus serta ibadah yang benar. Jika anda akan
mampu
menafkahi diri sendiri selanjutnya akan bermanfaat bagi orang lain, dan seterusnya. Kenapa tidak?