Anda di halaman 1dari 20

PERATURAN KEPALA DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2015

TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PENYELIDIKAN PENGAMANAN INTERNAL
DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Biro Pengamanan Internal merupakan salah satu unsur


pelaksana utama Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang bertugas membina dan
menyelenggarakan fungsi pengamanan internal, yang meliputi
pengamanan personel, materiil, kegiatan dan bahan keterangan
termasuk penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran atau
penyimpangan dalam melaksanakan tugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia pada tingkat Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia;

b. bahwa dalam mendukung pelaksanaan tugas Biro Pengamanan


Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara
Republik Indonesia khususnya di bidang penyelidikan terhadap
dugaan pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan
pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia,
perlu adanya standar operasional prosedur guna terwujudnya
proses penyelidikan fungsi Pengamanan Internal yang
profesional, akuntabel, dan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala
Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Standar Operasional Prosedur Penyelidikan
Pengamanan Internal di Lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;

Mengingat …..
2

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4168);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan


Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4256);

3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor


21 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia;

4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor


14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik
Indonesia;

5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor


19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELIDIKAN
PENGAMANAN INTERNAL DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I KETENTUAN

UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah
alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil
di lingkungan Polri.

3. Pengamanan …..
3

3. Pengamanan Internal Polri yang selanjutnya disingkat Paminal Polri adalah


segala usaha, kegiatan dan pekerjaan untuk menyelenggarakan fungsi
Pengamanan di Internal Polri yang meliputi pengamanan personel, materiil,
kegiatan dan bahan keterangan dan penyelidikan terhadap
dugaan penyimpangan, pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan atau akan dilakukan oleh Pegawai Negeri pada Polri.
4. Biro Pengamanan Internal yang selanjutnya disingkat Ropaminal merupakan
unsur pelaksana utama Divpropam Polri yang bertugas membina dan
menyelenggarakan fungsi pengamanan internal, yang meliputi pengamanan
personel, materiil, kegiatan dan bahan keterangan termasuk penyelidikan
terhadap dugaan pelanggaran oleh Pegawai Negeri pada Polri.
5. Pelanggaran Disiplin adalah ucapan, tulisan atau perbuatan anggota Polri
yang melanggar Peraturan Disiplin.
6. Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disebut Pelanggaran
KEPP adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh anggota Polri yang
bertentangan dengan KEPP.
7. Penyelidikan Paminal Polri adalah rangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan fakta-fakta hukum suatu peristiwa yang diduga
sebagai pelanggaran Disiplin, pelanggaran KEPP, dan tindak pidana yang
melibatkan Pegawai Negeri pada Polri yang diduga atau terindikasi dalam
penyalahgunaan wewenang, pengesampingan/kelalaian atas kewajiban,
pengutamaan hak serta penyalahgunaan materiil Polri dan penyalahgunaan
bahan keterangan.
8. Pelapor adalah seseorang atau badan atau lembaga yang karena hak dan
kewajibannya melaporkan atau mengadukan adanya dugaan pelanggaran
Disiplin atau KEPP yang dilakukan oleh Pegawai Negeri pada Polri kepada
Yanduan Propam atau melalui surat.
9. Terlapor adalah Pegawai Negeri pada Polri yang dilaporkan atau diadukan
telah melakukan pelanggaran oleh seseorang atau badan atau lembaga.
10. Laporan Informasi atau Informasi Khusus adalah laporan berisi informasi atau
bahan keterangan yang selanjutnya disingkat Baket yang diperoleh dan dibuat
oleh penyelidik sehubungan dengan dugaan pelanggaran untuk dilakukan
penilaian oleh pimpinan.
11. Alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, surat, keterangan ahli, petunjuk,
bukti elektronik dan keterangan terlapor.
12. Unsur-Unsur Utama Keterangan yang selanjutnya disingkat UUK adalah
arahan tertulis pimpinan yang memuat tentang indikator-indikator
permasalahan, sasaran, sumber bahan keterangan maupun metode
penyelidikan yang disampaikan kepada penyelidik Paminal Polri untuk
kepentingan pelaksanaan tugas penyelidikan yang digunakan pelaksana
sebagai pedoman dalam melakukan pengumpulan Baket.

13. Penyamaran.....
4

13. Penyamaran adalah bentuk usaha, pekerjaan dan tindakan penyelidik untuk
mendapatkan Baket dengan cara menutupi jati diri, sehingga objek tidak tahu/
tidak sadar bahwa perhatiannya dialihkan atau keadaan tetap dianggap wajar.
14. Penyesatan adalah bentuk usaha, pekerjaan dan tindakan penyelidik yang
dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat mengelabui/menyesatkan/
mengalihkan perhatian/pengetahuan objek penyelidikan atas kegiatan yang
dilakukan penyelidik.
15. Penelitian adalah pengumpulan Baket yang dilakukan secara terbuka, untuk
menemukan hal yang baru atau mencari penjelasan yang berkaitan dengan
keterangan saksi, surat, petunjuk, ahli, bukti elektronik dan keterangan
terlapor.
16. Wawancara adalah tindakan penyelidik dalam mendapatkan Baket dari orang
yang memiliki atau diduga memiliki keterangan melalui pembicaraan tanya
jawab secara langsung.
17. Interogasi adalah cara mendapatkan Baket dengan memberikan pertanyaan
secara langsung kepada objek penyelidikan yang berada dalam penguasaan
penyelidik.
18. Wawancara terselubung (Elicyting) adalah cara mendapatkan Baket melalui
pembicaraan dan tanya jawab secara langsung namun sumber tidak
mengetahui maksud dan tujuan penyelidik.
19. Pengamatan adalah cara mendapatkan Baket dan gambaran objek tertentu
secara langsung dan menyeluruh dengan menggunakan panca indera atau
peralatan khusus Paminal.
20. Penggambaran adalah Baket yang dibuat oleh penyelidik dari hasil kegiatan
pengamatan.
21. Pembuntutan (Surveillance) adalah serangkaian tindakan penyelidik yang
dilakukan secara sistematis untuk mengikuti kegiatan objek penyelidikan.
22. Penyusupan adalah cara mendapatkan Baket dengan memasukkan
penyelidik ke dalam objek penyelidikan.
23. Perekaman adalah cara mendapatkan Baket dengan mengambil dan
menyimpan suara dan/atau gambar.
24. Gelar penyelidikan adalah suatu kegiatan penggelaran proses penyelidikan
yang dilakukan atas permintaan pengendali atau pengawas penyelidikan,
dengan tujuan sebagai sarana pengawasan dan pengendalian terhadap
proses penyelidikan serta menentukan apakah terjadi pelanggaran atau tindak
pidana yang melibatkan Pegawai Negeri pada Polri.
25. Laporan Hasil Penyelidikan adalah laporan tertulis yang disampaikan oleh
penyelidik perihal fakta-fakta suatu peristiwa yang diduga sebagai
pelanggaran Disiplin, pelanggaran KEPP, dan/atau Tindak Pidana yang
melibatkan Pegawai Negeri pada Polri.

Pasal.....
5

Pasal 2

Tujuan dari peraturan ini sebagai pedoman bagi personel Paminal dalam pelaksanaan
tugas penyelidikan.

Pasal 3

Prinsip-prinsip dalam penyelidikan Paminal:


a. legalitas, yaitu pelaksanaan tugas Paminal Polri berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. profesionalisme, yaitu pelaksanaan tugas Paminal Polri dilaksanakan sesuai
dengan teknis dan taktis Kepolisian;
c. akuntabel, yaitu pelaksanaan tugas Paminal Polri dapat
dipertanggungjawabkan secara administratif, moral, dan hukum;
d. tidak diskriminatif, yaitu pelaksanaan tugas Paminal Polri dilakukan dengan
tidak membedakan kepangkatan dan jabatan;
e. kepastian hukum, yaitu tugas Paminal Polri dilaksanakan sesuai dengan
prosedur dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis; dan
f. rahasia, yaitu informasi tentang personel, materiil, kegiatan dan bahan
keterangan yang dilindungi kerahasiaannya tidak dapat diakses/diketahui/
dimiliki oleh pihak yang tidak berhak.

BAB II

OBJEK DAN DASAR

PENYELIDIKAN Bagian Kesatu


Sasaran

Pasal 4

(1) Objek penyelidikan Paminal meliputi:


a. Pegawai Negeri pada Polri;
b. materiil;
c. kegiatan; dan
d. bahan keterangan.

(2) Penyelidikan terhadap objek Pegawai Negeri pada Polri dilakukan apabila
terdapat dugaan adanya pelanggaran yang melibatkan Pegawai Negeri pada
Polri.

(3) Penyelidikan .....


6

(3) Penyelidikan terhadap objek materiil dilakukan apabila terdapat dugaan


adanya pelanggaran prosedur maupun penyalahgunaan wewenang dalam
pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan barang milik
negara di lingkungan Polri.

(4) Penyelidikan terhadap objek kegiatan dilakukan apabila terdapat dugaan


adanya pelanggaran yang dilakukan Pegawai Negeri pada Polri saat
melaksanakan tugas Kepolisian.

(5) Penyelidikan terhadap objek Baket dilakukan apabila terdapat dugaan adanya
pelanggaran dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dan
pendokumentasian bahan keterangan.

Bagian Kedua
Dasar

Pasal
5

(1) Dasar dilakukannya Penyelidikan Paminal:


a. laporan polisi;
b. pengaduan;
c. laporan informasi/informasi khusus; dan
d. Rencana Operasi Kepolisian Terpusat atau Rencana Operasi
Kepolisian Kewilayahan.

(2) Penyelidikan berdasarkan laporan polisi dilakukan setelah mendapat disposisi


dari:
a. Kadivpropam dan/atau Karopaminal untuk tingkat Mabes Polri;
b. Kabidpropam untuk tingkat Polda; dan
c. Kapolres dan/atau W akapolres untuk tingkat Polres.

(3) Penyelidikan berdasarkan pengaduan atau laporan informasi/informasi khusus


dilakukan setelah mendapat disposisi dari:
a. Kapolri, W akapolri, Kadivpropam, dan/atau Karopaminal untuk tingkat
Mabes Polri;
b. Kapolda, W akapolda,dan/atau Kabidpropam untuk tingkat Polda; dan
c. Kapolres dan/atau W akapolres untuk tingkat Polres.

(4) Penyelidikan berdasarkan Rencana Operasi Kepolisian Terpusat atau


Rencana Operasi Kepolisian Kewilayahan dilakukan setelah diterbitkan Surat
Perintah Pelaksanaan Operasi oleh Penanggung Jawab Operasi.

Pasal.....
7

Pasal 6

(1) Laporan informasi/informasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


ayat (1) huruf c memuat fakta-fakta berupa:
a. siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana, dan bilamana
(Siadidemenbabi);
b. analisa singkat; dan
c. saran dari pelapor tentang apa yang dilihat, didengar, dialami
sendiri atau yang berasal dari sumber.

(2) Format laporan informasi/informasi khusus tercantum dalam lampiran ”A” yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III PENYELIDIKAN

PAMINAL Bagian Kesatu


Pelaksana Penyelidikan

Pasal 7

(1) Penyelidikan Paminal dilaksanakan oleh anggota Polri pengemban fungsi


Paminal.

(2) Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a. Ropaminal Divpropam Polri untuk tingkat Mabes Polri;
b. Subbidpaminal Bidpropam Polda untuk tingkat Polda; dan
c. Unit Paminal Sipropam Polres untuk tingkat Polres.

Pasal 8

Anggota Polri pengemban fungsi Paminal dalam melaksanakan tugas penyelidikan,


berwenang:
a. menerima pengaduan dari seseorang tentang adanya pelanggaran Disiplin,
pelanggaran KEPP dan/atau tindak pidana yang diduga dilakukan oleh
Pegawai Negeri pada Polri;
b. mendatangi semua tempat sesuai dengan kepentingan penyelidikan;
c. melakukan wawancara kepada setiap orang yang terkait dengan
permasalahan yang menjadi objek penyelidikan;
d. melakukan interogasi terhadap seseorang yang hasilnya dituangkan dalam
Berita Acara Interogasi;

e.meminta …..
8

e. meminta surat atau dokumen lain yang berhubungan dengan objek


penyelidikan;
f. mengamankan sementara orang dan/atau barang untuk kepentingan
keamanan maupun penyelidikan;
g. melakukan pendokumentasian terhadap pencatatan orang, barang, tempat
dan kegiatan yang dilengkapi dengan statusnya menurut waktu untuk
kepentingan penyelidikan;
h. melaksanakan perekaman audio dan/atau audio visual terhadap seseorang,
sesuatu benda/barang/materiil, kegiatan dan Baket untuk kepentingan
penyelidikan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
i. membuat laporan informasi, informasi khusus maupun laporan hasil
penyelidikan.

Bagian Kedua
Pelaksanaan

Paragraf 1
Tahap Penyelidikan

Pasal 9

Tahapan penyelidikan Paminal, meliputi:


a. perencanaan;
b. pengumpulan;
c. pengolahan; dan
d. pelaporan.

Paragraf 2
Perencanaan

Pasal 10

Tahap perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:


a. penyusunan UUK;
b. pembentukan tim penyelidik;
c. pembuatan Surat Perintah Penyelidikan;
d. penentuan peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas penyelidikan;
dan
e. pengajuan kebutuhan anggaran penyelidikan.

Pasal.....
9

Pasal 11

(1) UUK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a memuat:


a. indikasi permasalahan;
b. Baket yang harus dicari dan dikumpulkan;
c. sumber-sumber yang paling tepat digunakan;
d. teknik dan taktik penyelidikan yang disesuaikan dengan jenis Baket
dan keadaan objek, apakah secara tertutup atau terbuka; dan
e. penentuan jangka waktu, tempat penyampaian laporan.

(2) Indikasi permasalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


merupakan dugaan pelanggaran oleh Pegawai Negeri pada Polri yang diambil
dari:
a. laporan polisi;
b. pengaduan; atau
c. laporan informasi/informasi khusus.

(3) Baket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan data, fakta
atau informasi yang harus didapatkan oleh penyelidik untuk menentukan
terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran oleh Pegawai Negeri pada Polri.

(4) Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan orang,
badan dan/atau lembaga yang dapat memberikan Baket tentang terjadi atau
tidak terjadinya pelanggaran oleh Pegawai Negeri pada Polri.

(5) Format UUK tercantum dalam lampiran “B” yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan ini.

Pasal 12

(1) Pembentukan tim penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b


disesuaikan dengan kompetensi penyelidik dan kriteria tingkat kesulitan tugas
yang dihadapi.

(2) Tim penyelidik terdiri dari Ketua Tim beserta paling sedikit 2 (dua) orang
anggota Tim.

Pasal 13

(1) Surat Perintah Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c


memuat dasar-dasar penyelidikan, penyelidik, tujuan atau objek, dan waktu
pelaksanaan penyelidikan.

(2) Surat …..


10

(2) Surat Perintah Penyelidikan diterbitkan oleh:


a. Kapolri, W akapolri, Kadivpropam Polri, dan/atau Karopaminal
Divpropam Polri untuk tingkat Mabes Polri;
b. Kapolda, W akapolda, dan/atau Kabidpropam Polda untuk tingkat Polda;
dan
c. Kapolres dan/atau W akapolres untuk tingkat Polres.

Pasal 14

(1) Peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d meliputi:


a. alat utama; dan
b. alat khusus.

(2) Alat utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan alat
yang melekat pada setiap anggota dan digunakan dalam melaksanakan
kegiatan penyelidikan Paminal, meliputi:
a. alat pembuatan laporan;
b. alat transportasi;
c. alat komunikasi; dan
d. alat bantu lihat dan dengar serta alat-alat lain yang diperlukan.

(3) Alat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan alat-alat
pendukung dalam kegiatan operasional penyelidikan yang penggunaannya
dilakukan oleh fungsi Paminal atas dukungan dari fungsi teknis terkait.

Pasal 15

Kebutuhan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e sesuai dengan


yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja dan DIPA Polri.

Paragraf 3
Pengumpulan

Pasal 16

Tahap pengumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan


kegiatan dengan menggunakan taktik dan teknik penyelidikan untuk mendapatkan
dan menghimpun Baket dari sumber sesuai dengan rencana penyelidikan.

Pasal 17

(1) Taktik penyelidikan dalam rangka pengumpulan Baket dilakukan melalui:


a. penyamaran; dan
b. penyesatan.

(2) Teknik …..


11

(2) Teknik penyelidikan dalam rangka pengumpulan Baket dilakukan melalui:


a. penyelidikan terbuka:
1. penelitian;
2. wawancara terbuka; dan
3. interogasi;
b. penyelidikan tertutup:
1. wawancara terselubung (Elicyting);
2. pengamatan;
3. penggambaran;
4. pembuntutan (Surveillance);
5. penyusupan; dan
6. perekaman.

Pasal 18

(1) Penyamaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a


dilakukan dengan bentuk kegiatan:
a. penyamaran fisik, yaitu penyelidik mampu untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitar sumber Baket;
b. penyamaran identitas, yaitu penyelidik mampu untuk menyembunyikan
identitas dirinya;
c. penyamaran pekerjaan, yaitu penyelidik mampu untuk memerankan
berbagai profesi sesuai dengan objek atau Baket yang dibutuhkan; dan
d. penyamaran latar belakang, yaitu penyelidik mampu untuk menjelaskan
latar belakang penyelidik atas penyamaran fisik, penyamaran identitas,
dan penyamaran pekerjaan.

(2) Penyesatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b


dilakukan dengan cara:
a. mengalihkan cerita dari keadaan yang sebenarnya untuk memindahkan
perhatian dari objek terutama bila objek curiga terhadap kegiatan
penyelidik;
b. menggunakan kode atau kata sandi yang telah disepakati sesama
penyelidik pada saat berada di lingkungan objek;
c. melakukan gerakan mengalihkan perhatian bila objek curiga terhadap
kegiatan penyelidik;
d. melakukan gerakan tertentu yang telah disepakati sesama penyelidik
pada saat berada di lingkungan objek; dan
e. menghilangkan ciri-ciri yang mudah ditandai guna mengalihkan
perhatian objek.

Pasal.....
12

Pasal 19

(1) Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a angka
1 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. mengidentifikasi data atau dokumen untuk dikelompokkan atau
disesuaikan permasalahannya dengan cara mempelajari keseluruhan,
menyimpulkan sementara dan menemukan fakta;
b. menggabungkan data atau dokumen yang saling berhubungan dan
mengarah pada permasalahan, sehingga memiliki kesesuaian dalam
rangka menyusun konstruksi permasalahan; dan
c. menganalisa dalam rangka menemukan nilai objektivitas permasalahan
guna memenuhi unsur Siadidemenbabi.

(2) W awancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a angka 2
dilakukan:
a. dengan teknik, yaitu:
1. penyelidik bertatap muka/berhadapan langsung dengan
objek penyelidikan;
2. penyelidik memanfaatkan media telepon, faksimile, e-mail, atau
alat telekomunikasi sejenis; atau
3. penyelidik memberikan kuisioner/daftar pertanyaan tertulis yang
harus dijawab oleh objek penyelidikan;
b. dengan taktik, yaitu:
1. penyelidik melakukan wawancara langsung pada
pokok permasalahan;
2. penyelidik melakukan wawancara tanpa mengintimidasi/
menekan objek penyelidikan;
3. penyelidik melakukan wawancara dengan memposisikan diri
sederajat dengan objek penyelidikan; atau
4. penyelidik memberikan jeda waktu di tengah wawancara.

(3) Interogasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a angka 3:
a. dilakukan dengan cara:
1. membangun kepercayaan kepada sumber sehingga
bersedia memberikan keterangan secara utuh;
2. memberikan pertanyaan secara langsung pada pokok atau inti
permasalahan; dan
3. bersikap tegas;

b. dituangkan …..
13

b. dituangkan dalam bentuk Berita Acara Interogasi yang ditandatangani


oleh yang diinterogasi dan interogator dan memuat dasar, waktu,
tempat, yang memerintahkan, Interogator, yang diinterogasi, serta
daftar pertanyaan dan jawaban.

(4) Format Berita Acara Interogasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
tercantum dalam lampiran ”C” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
peraturan ini.

Pasal 20

(1) W awancara terselubung (Elicyting) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17


ayat (2) huruf b angka 1 dilakukan oleh penyelidik dengan cara:
a. mengukur penguasaan Baket yang diketahui oleh sumber;
b. membangun kepercayaan dan hubungan emosional sehingga sumber
tertarik dan terbuka untuk memberikan Baket yang diperlukan; dan
c. memotivasi sumber secara konsisten agar percakapan tetap fokus
pada Baket yang diperlukan.

(2) Pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b angka 2
dilakukan oleh penyelidik dan dapat menggunakan alat khusus, dengan
kegiatan meliputi:
a. melakukan orientasi terhadap lokasi objek penyelidikan;
b. melakukan adaptasi situasi dan kondisi terhadap lokasi
objek penyelidikan;
c. menentukan posisi penyelidik untuk melakukan pengamatan; dan
d. melakukan pengamatan tanpa diketahui oleh objek penyelidikan.

(3) Penggambaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf


b angka 3 dilakukan oleh penyelidik dengan cara:
a. membuat hasil pengamatan dalam bentuk sketsa, foto, video dan data
terperinci lainnya; dan
b. mengenali dan mengingat objek penyelidikan atau situasi secara teliti,
lengkap dan jelas.

(4) Pembuntutan (Surveillance) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)


huruf b angka 4 dilakukan dengan cara:
a. menetapkan objek pembuntutan yang diinginkan oleh penyelidik;
b. mendalami karakter objek pembuntutan;
c. menentukan teknik pembuntutan sesuai dengan kebiasaan objek
penyelidikan; dan
d. menyiapkan alat bantu pembuntutan sesuai dengan karakter objek
penyelidikan.

(5) Penyusupan …..

14
(5) Penyusupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a angka 5
dilakukan:
a. dengan teknik:
1. terbuka, yaitu penyelidik secara fisik terbuka dan misi
yang diemban terbuka;
2. semi terbuka, yaitu penyelidik secara fisik terbuka namun misi
yang diemban tertutup; dan
3. tertutup, yaitu penyelidik secara fisik tertutup dan misi
yang diemban tertutup;
b. dengan taktik:
1. menggunakan penyamaran untuk personel dan kesatuan; dan
2. menggunakan penyesatan baik dengan kata maupun gerakan.
c. dengan prinsip:
1. selaras dengan situasi kondisi objek penyelidikan;
2. masuk dan berada di lingkungan objek penyelidikan secara
alami dan tepat; dan
3. tidak mengganggu kebebasan bergerak penyelidik.

(6) Perekaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a angka
6 dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. penyelidik melakukan perekaman suara dan/atau gambar secara
langsung; dan
b. penyelidik melakukan perekaman suara dan/atau gambar melalui
sumber.

Pasal 21

(1) Untuk melengkapi Baket yang dibutuhkan, penyelidik dapat:


a. mengundang pelapor, terlapor, dan pihak-pihak lain untuk
klarifikasi dan guna mempertajam Baket dari hasil penyelidikan; dan
b. meminta surat/dokumen atau barang lain yang berkaitan dengan objek
penyelidikan kepada pihak yang menguasai.
(2) Undangan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
bentuk surat dinas sesuai tata naskah yang berlaku di lingkungan Polri, yang
ditandatangani oleh:
a. Kadivpropam Polri atau Karopaminal Divpropam Polri atas nama
Kadivpropam Polri, untuk tingkat Mabes Polri;
b. Kabidpropam Polda atas nama Kapolda, untuk tingkat Polda; dan
c. W akapolres atas nama Kapolres, untuk tingkat Polres.

(3) Penyerahan …..


15

(3) Penyerahan dan penerimaan surat/dokumen atau barang lain sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dibuatkan tanda bukti serah terima.

(4) Format surat undangan klarifikasi tercantum dalam lampiran ”D”


yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

(5) Format tanda bukti serah terima tercantum dalam lampiran ”E” yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

Paragraf 4
Pengolahan

Pasal 22

Tahap pengolahan dalam penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c,


dilakukan melalui proses:
a. pencatatan Baket;
b. penilaian Baket;
c. penafsiran Baket; dan
d. penyimpulan Baket.

Pasal 23

(1) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, dilakukan


dengan cara:
a. sistematis dan kronologis terhadap Baket, agar mudah dan cepat
dipelajari;
b. tertib untuk memudahkan penyimpanannya;
c. sederhana, mudah dimengerti dan dapat dikerjakan oleh setiap
anggota, mencakup data siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa,
bilamana dan bagaimana; dan
d. dikelompokkan menurut urutan kronologis maupun menurut pokok
permasalahannya.

(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan sarana


lembaran kerja penyelidik.

Pasal 24

Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b, meliputi:


a. tindakan pertama, yaitu menilai kegunaan Baket dengan ketentuan:
1. Baket harus berkaitan dengan objek penyelidikan;
2. Baket dapat memunculkan permasalahan baru; dan
3. Baket dapat berguna untuk waktu yang akan datang;

b. tindakan …..
16

b. tindakan kedua, yaitu meneliti kepercayaan terhadap suatu Baket dan meneliti
sumber dengan ketentuan:
1. Baket didapat dari tangan pertama;
2. sumber sudah dikenal sebelumnya;
3. sumber dapat dipercaya; dan
4. sumber mempunyai pengalaman dan kemampuan untuk mendapatkan
Baket serupa;
c. tindakan ketiga, yaitu meneliti kebenaran isi Baket dengan ketentuan:
1. yang disampaikan sumber logis/diterima akal;
2. Baket dibenarkan oleh Baket-Baket lainnya dari berbagai sumber;
3. kesesuaian dengan Baket lain yang sudah ada; dan
4. kemungkinan Baket berasal dari satu tangan dan sengaja disampaikan
melalui berbagai saluran untuk tujuan penyesatan.

Pasal 25

(1) Penafsiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c digunakan untuk


menentukan arti dan kegunaan Baket dihubungkan dengan Baket-Baket
lainnya yang telah ada, yaitu:
a. apakah Baket itu dibantah, diperkuat atau ditegaskan oleh Baket-Baket
sebelumnya; dan
b. apakah Baket itu memberikan suatu kepastian tentang kesimpulan
mengenai objek penyelidikan.

(2) Penafsiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
menyamakan, mencocokkan dan membandingkan antara Baket yang baru
diterima dengan Baket yang telah ada.

Pasal 26

Pengambilan kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d merupakan


tahap akhir dari pengolahan Baket yang telah melalui proses pencatatan sampai
dengan penafsiran yang didukung dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti.

Paragraf 5
Pelaporan

Pasal 27

(1) Tahap pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d, berupa


pembuatan Laporan Hasil Penyelidikan oleh penyelidik.

(2) Laporan …..


17

(2) Laporan Hasil Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi
fakta-fakta yang memuat alat bukti berupa:
a. keterangan saksi
b. surat;
c. keterangan Ahli;
d. petunjuk;
e. bukti elektronik; dan/atau
f. keterangan terlapor.

(3) Laporan Hasil Penyelidikan disampaikan melalui Nota Dinas atau Surat
kepada:
a. Kapolri, Kadivpropam Polri, atau Karopaminal Divpropam Polri untuk
tingkat Mabes Polri, dengan tembusan Irwasum Polri, Kabareskrim
Polri, Karowabprof, Karoprovos dan/atau Kapolda;
b. Kapolda atau Kabidpropam Polda untuk tingkat Polda, dengan
tembusan Kadivpropam Polri, Irwasda, Dirreskrim Polda,
Kasubbidwabprof, Kasubbidprovos dan/atau Kapolres; dan
c. Kapolres untuk tingkat Polres, dengan tembusan Kapolda,
Kabidpropam Polda, Kasatreskrim, Kasiwas dan/atau Kapolsek.

(4) Format Laporan Hasil Penyelidikan tercantum dalam lampiran ”F” yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

(5) Format Nota Dinas penyampaian Laporan Hasil Penyelidikan tercantum dalam
lampiran ”G” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

(6) Format Surat penyampaian Laporan Hasil Penyelidikan tercantum dalam


lampiran ”H” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB IV

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 28

(1) Pengawasan pelaksanaan penyelidikan Paminal dilakukan terhadap kegiatan


rutin dan operasi Paminal.

(2) Pengawasan pelaksanaan penyelidikan terhadap kegiatan rutin Paminal


dilakukan oleh:
a. Sesropaminal selaku pengawas pada tingkat Mabes Polri;
b. Kasubbidpaminal selaku pengawas pada tingkat Polda; dan
c. W akapolres selaku pengawas pada tingkat Polres.

(3) Pengawasan …..


18

(3) Pengawasan penyelenggaraan penyelidikan terhadap operasi Paminal


dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk dalam struktur organisasi operasi.

Pasal 29

(1) Pengendalian pelaksanaan penyelidikan Paminal dilakukan oleh:


a. Karopaminal pada tingkat Mabes Polri;
b. Kabidpropam pada tingkat Polda; dan
c. Kapolres pada tingkat Polres.

(2) Pengawasan penyelenggaraan penyelidikan terhadap operasi Paminal


dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk dalam struktur organisasi operasi.

Pasal 30

(1) Objek pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penyelidikan Paminal


meliputi:
a. penyelidik;
b. kegiatan penyelidikan;
c. lokasi penyelidikan;
d. objek penyelidikan;
e. sarana dan prasarana penyelidikan; dan
f. administrasi penyelidikan.

(2) Metode pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penyelidikan Paminal


meliputi:
a. pengawasan melekat;
b. pemberian petunjuk dan arahan;
c. penelitian laporan; dan
d. gelar penyelidikan.

Pasal 31

(1) Gelar penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf d,
dapat dilakukan:
a. sebelum kegiatan penyelidikan;
b. pada saat kegiatan penyelidikan; atau
c. sesudah kegiatan penyelidikan.

(2) Gelar penyelidikan dilaksanakan dengan melibatkan peserta gelar, yang terdiri
dari:
a. pengendali atau pengawas penyelidikan sebagai pimpinan gelar;
b. penyelidik yang bertanggung jawab terhadap penyelidikan;

c. para …..
19

c. para Kabag/Kaden di Biropaminal Divpropam Polri, untuk gelar


penyelidikan tingkat Mabes Polri;
d. para Kaur/Kanit di Subbidpaminal Bidpropam Polda, untuk gelar
penyelidikan tingkat Polda; dan
e. Kasipropam dan Kanitpaminal Sipropam Polres, untuk gelar
penyelidikan pada tingkat Polres.

(3) Gelar penyelidikan dilaksanakan dengan mekanisme:


a. paparan penyelidik;
b. tanggapan peserta gelar;
c. diskusi permasalahan;
d. pengambilan kesimpulan gelar; dan
e. pembuatan Notulen gelar penyelidikan.

(4) Format Notulen gelar penyelidikan tercantum dalam lampiran ”I” yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB V KETENTUAN

PENUTUP

Pasal 32

Peraturan Kadivpropam Polri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2015

KEPALA DIVISI PROFESI DAN PENGAMANAN POLRI,

R. BUDI WINARSO
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2015

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BADRODIN HAITI

REGISTRASI SETUM POLRI NOMOR TAHUN 2015


Paraf:
1. Konseptor/
Kaden A : ......
2. Kaurtu : ......
3. Sesropaminal : ......
4. Karopaminal : ......
5. Kabagrenmin : ......
6. Kadivkum Polri : ......
7. Kasetum Polri : ......
8. W akapolri : ......

Anda mungkin juga menyukai