Anda di halaman 1dari 62

PANDUAN PETUNJUK

PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

Penyusun :
Apt. Vicko Suswidiantoro, M.Farm
Diah Kartika Putri, M.Farm

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU

KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH


PRINGSEWU NOMOR : 1414.1/UAP.DK01/6/PJ/II/2022
TENTANG
TIM PENYUSUN BUKU PANDUAN PRAKTIKUM FARMAKIKONETIKA FARMASI
PRODI SI FARMASI FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA


PENYAYANG

DEKAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU

Menimbang : a. bahwa Universitas Aisyah Pringsewu yang kemudian


disingkat menjadi UAP adalah Perguruan Tinggi Swasta
yang dimiliki oleh Yayasan Aisyah Pringsewu;
b. bahwa saudara yang tersebut dalam Surat Keputusan ini
dipandang cakap dan memenuhi syarat untuk ditetapkan
sebagai TIM Penyusun Buku Panduan Praktikum
Farmakokinetika Farmasi;
c. bahwa berdasarkan butir 1 dan 2, perlu disahkan dengan
penerbitan surat keputusan (SK) oleh Dekan Fakultas
Kesehatan Universitas Aisyah Pringsewu.

Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tahun tentang


Sistem Pendidikan Nasional.
2. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen.
3. AkteYayasan Aisyah Lampung No. 45 Tanggal 20 Oktober
2009 tentang akte pendirian Yayasan Aisyah Lampung.
4. Surat Keputusan Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum Nomor AHU – 616.AH.01.04
Tahun 2011 tentang Pengesahan Yayasan Aisyah
Lampung.
5. SuratKeputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan
Tinggi Republik Indonesia Nomor 417/KPT/I/2019
tentang Izin Penggabungan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Pringsewu di Kabupaten Tanggamus, Sekolah
Tinggi Teknologi Aisyah di Kabupaten Pringsewu, dan
Akademi Kebidanan Medica Bakti Nusantara di
Kabupaten Pringsewu menjadi Universitas Aisyah
Pringsewu di Kabupaten Pringsewu Lampung yang
Diselenggarakan oleh Yayasan Aisyah Lampung.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS KESEHATAN TENTANG


PENETAPAN TIM PENYUSUN BUKU PANDUAN PRAKTIKUM
FARMAKOKINETIKA PRODI S1 FARMASI FAKULTAS
KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU TAHUN
KESATU : AKADEMIK 2021/2022.
Menunjuk apt. Vicko Suswidiantoro, M. Farm, Diah Kartika
Putri, M. Farm sebagai TIM Penyusun Buku Panduan
Farmakokinetika Prodi S1 Farmasi Fakultas Kesehatan
Universitas Aisyah Pringsewu Tahun Akademik 2021/2022.
KEDUA : Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
keputusan ini akan diadakan perbaikan dan perhitungan
kembali sebagaimana mestinya.

KETIGA : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Pringsewu
Pada Tanggal : 11 Februari 2022

Universitas Aisyah Pringsewu


Dekan Fakultas Kesehatan,

Ikhwan Amirudin, S.Kep., Ners., M.Kep.

Tembusan:
- Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Aisyah Pringsewu
- Ka.Prodi S1 Farmasi
- Yang bersangkutan
- Arsip
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 4

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. 5

TATA TERTIB PRAKTIKUM……………………………………………………….. 7

DESKRIPSI MATA KULIAH PRAKTIKUM………………………………………. 9

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL PRAKTIKUM……………………………. 10

PRAKTIKUM 1: PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI


TABLET…………………………………………………………………………….........7

PRAKTIKUM II EVALUASI PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU


DISOLUSI TABLET…………………………………………………………………….10

PRAKTIKUM III ANALISIS OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI……………... 11

PRAKTIKUM IV EVALUASI ANALISIS OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI..15

PRAKTIKUM V PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA


MENGGUNAKAN DATA KONSENTRASI OBAT DALAM
DARAH…………….16

PRAKTIKUM VI EVALUASI PENENTUAN PARAMETER


FARMAKOKINETIKA MENGGUNAKAN DATA KONSENTRASI OBAT
DALAM DARAH (SIMULASI)………………………………………………………. 19

PRAKTIKUM VII PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT


MELALUI PEMBERIAN SECARA INTRAVENA (MODEL IN VITRO) 21

PRAKTIKUM VIII EVALUASI PENENTUAN PARAMETER


FARMAKOKINETIKA OBAT MELALUI PEMBERIAN SECARA INTRAVENA
(MODEL IN VITRO)………………………………………………………………….. 25

PRAKTIKUM IX ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI………………….27

PRAKTIKUM X EVALUASI ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI…….33

PRAKTIKUM XI PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN


ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS DALAM
FARMAKOKINETIKA…………………………………………………………………35

PRAKTIKUM XII EVALUASI PPENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN


CUPLIKAN DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN
DOSIS DALAM
FARMAKOKINETIKA…………………………………………………………………41
PRAKTIKUM XIII PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT
PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA EKSPKRESI URIN
KUMULATIF…………………………………………………………………………..44

PRAKTIKUM XIV EVALUASI PRAKTIKUM XIII PENETAPAN PARAMETER


FARMAKOKINETIKA OBAT PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL
MENGGUNAKAN DATA EKSPKRESI URIN KUMULATIF…………………….50
TATA TERTIB PRAKTIKUM

A. Absensi
A. Praktikan hadir 15 menit sebelum praktikum, terlambat tidak lebih dari 15
menit.
B. Salah satu anggota kelompok terlambat atau tidak hadir, praktikum tetap
berjalan.
C. Praktikan (mahasiswa/i) berhalangan hadir, harus membuat surat ijin atau
surat keterangan sakit.
D. Praktikan wajib mengisi daftar absensi sebelum praktikum,.
E. Praktikan dilarang meninggalkan laboratorium tanpa seijin dosen atau
asisten.

B. Praktikum
A. Selama praktikum berlangsung tidak boleh merokok, makan dan minum.
B. Praktikan berpakaian jas laboratorium, tidak menggunakan sepatu
sandal, sandal atau sandal jepit.
C. Rambut praktikan harus rapi, Praktikan Pria tidak berambut panjang.
D. Praktikan harus membawa bagan kerja, lembar kerja, laporan praktikum
sebelumnya dan alat tulis.
E. Tas harus diletakkan di tempat yang telah ditentukan.
F. Sebelum memakai zat pereaksi, baca etiket botol dengan teliti.
G. Dilarang membuang zat yang tidak larut, asam-basa pekat, atau zat yang
berbahaya ke bak cuci.

C. Alat dan Bahan


1. Sebelum dan setelah praktikum, praktikan diwajibkan untuk memeriksa
dan meneliti keutuhan serta keberadaan alat.
2. Semua alat yang dipergunakan selama praktikum menjadi tanggung
jawab sepenuhnya dari praktikan dan dikembalikan dalam keadaan
bersih dan baik.
3. Penggantian alat yang pecah atau rusak merupakan tanggung jawab
bersama dari seluruh anggota kelompok (max. 5 hari setelah praktikum,
jika tidak akan dikenai sanksi tambahan).
4. Praktikan wajib membersihkan meja praktikum, bak cuci, dan peralatan
selesai praktikum.
PRAKTIKUM I

PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI TABLET

A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami profil disolusi obat dalam berbagai kondisi Ph
2. Memahami pengaruh formulasi terhadap laju disolusi tablet
B. Uraian Teori
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara dan melalui beberapa rute
yang bertujuan untuk menghasilkan efek terapi, baik secara lokal maupun
sistemik. Obat untuk mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk padat dan
diberikan oral akan mengalami beberapa proses yaitu, desintegrasi, disolusi
dan absorbsi melalui membran sel saluran pencernaan. Disolusi obat adalah
proses kinetika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam
fase larutan. Umumnya, obat hanya dalam bentuk larutan yang dapat
diabsorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, atau bahkan memberikan kerja
farmakologis.
Disolusi merupakan tahap penentu dalam proses tersebut, terutama untuk
zat aktif yang memiliki tingkat kelarutan kurang baik dalam air. Obat akan
mencapai sirkulasi sistemik dimulai dengan tahapan paling lambat. Jika proses
disolusi suatu partikel obat tertentu cepat atau jika obat diberikan suatu larutan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi disolusi antara lain sifat
fisikokimia obat, faktor formulasi, anatomi fisiologi saluran cerna dan lain-
lain.
C.Pelaksanaan Praktikum
1. Alat dan Bahan
Bahan: Sampel Tablet generik dan Tablet merk dagang, larutan dapar
fosfat pH 5,8.
Alat: Dissolution tester, spektrofotometer UV-VIS, pipet ukur dan
peralatan gelas.
2. Prosedur Kerja
- Setiap kelompok menggunakan satu sampel uji
dengan medium disolusi yang telah ditetapkan.
- Penentuan panjang gelombang larutan zat aktif; buat
larutan standar konsentrasi 10 µg/mL dan ukur
serapannya pada panjang gelombang 220-350 nm.
- Pembuatan kurva kalibrasi; buat larutan standar zat
aktif dengan beberapa konsentrasi yaitu, 4, 6, 8, 10,
12 dan 14 µg/mL dan ukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum (hasil pengukuran pada no.
2).
- Penentuan profil disolusi; wadah disolusi (chamber)
diisi dengan air dan atur suhu pada 37ºC, kemudian
chamber diisi medium disolusi sebanyak 900 mL.
Sampel tablet dimasukkan dalam chamber yang
sudah terisi medium disolusi kemudian alat disolusi
diatur pada kecepatan 50 rpm. Larutan diambil
sebanyak 5 mL pada menit ke 5, 10, 15, 20 dan 30.
Setiap pengambilan harus digantikan dengan
medium lagi sejumLah yang sama. Larutan tersebut
kemudian diambil sebanyak
1 mL, lalu masukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan cukupkan
volume dengan dapar fosfat pH 5,8 hingga 100 mL. Masing-masing
larutan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan
spektofotometer UV - Vis, kemudian tentukan kadar zat aktif yang
terdisolusi per satuan waktu menggunakan kurva kalibrasi.
D.Evaluasi
1. Hasil Percobaan
- Penentuan panjang gelombang maksimum
- Kurva kalibrasi larutan
- Profil disolusi Tablet
- ED30 Tablet
2. Pembahasan
Dari data dan hasil percobaan lakukan analisa dan pembahasan tentang
pengaruh faktor formulasi terhadap profil disolusi sampel tablet dari dua
pabrik yang berbeda, dan tuliskan kesimpulan yang diperoleh dari
percobaan ini.

E. Daftar Pustaka
 Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia e d i s i IV.
Jakarta.
 Jurnal dan artikel terkait (nasional/Internasional)
 Shargel, Leon and Andrew B.C. Yu. 2016. Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics. Edisi 7.
 Sinko, Patrick L. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Edisi
5. Terjemahan Joshita Djajadisastra, Amalia H. Hadinata. Jakarta: EGC.
PRAKTIKUM II

EVALUASI PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI TABLET

A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami profil disolusi obat dalam berbagai kondisi Ph
2. Memahami pengaruh formulasi terhadap laju disolusi tablet
B. Uraian Teori
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara dan melalui beberapa rute
yang bertujuan untuk menghasilkan efek terapi, baik secara lokal maupun
sistemik. Obat untuk mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk padat dan
diberikan oral akan mengalami beberapa proses yaitu, desintegrasi, disolusi
dan absorbsi melalui membran sel saluran pencernaan. Disolusi obat adalah
proses kinetika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam
fase larutan. Umumnya, obat hanya dalam bentuk larutan yang dapat
diabsorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, atau bahkan memberikan kerja
farmakologis.
Disolusi merupakan tahap penentu dalam proses tersebut, terutama untuk
zat aktif yang memiliki tingkat kelarutan kurang baik dalam air. Obat akan
mencapai sirkulasi sistemik dimulai dengan tahapan paling lambat. Jika proses
disolusi suatu partikel obat tertentu cepat atau jika obat diberikan suatu larutan.

C. Alat dan Bahan


a. Powerpoint
b. LCD
c. Laptop

D. Evaluasi
a. Presentasi.
PRAKTIKUM III
ANALISIS OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matrik
biologi.

B. DASAR TEORI
Analisis obat dalam matrik biologi diperlukan dalam studi farmakologi,
farmakokinetika dan pengembangan penggunaan obat. Pada tahap
farmakokinetika penelitian meliputi aspek absorbsi, distribusi, biotransformasi
dan eliminasi. Analisis obat dalam cairan biologi ditujukan untuk memonitor
penampilan sediaan obat yang ada dalam perdangan yang meliputi studi
ketersediaan hayati, kofirmasi respon farmakologik, membuktikan adanya racun
atau keracunan serta memonitoring obat pada kasus overdosis.
Agar hasil analisis dapat dipercayai, maka metode penetapan kadar harus
memenuhi kriteria antara lain nilai perolehan kembali yang tinggi (75%-90%
atau lebih), kesalahan acak dan sistematis kecil dari 10%, disamping itu perlu
juga diperhatikan kepekaan dan selektivitas yang nilainya tergantung kepada alat
yang diperlukan.
Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal, percobaan berikut perlu
dilakukan:
1. Khusus untuk reaksi warna perlu penetapan jangka waktu larutan obat yang
memberikan respon tetap.
2. Penetapan panjang gelombang larutanobat yang memberikan respon
maksimum.
3. Pembuatan kurva baku.
4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik.
Dalam hal ini akan dilakukan penetapan kadar teofilin dalam plasma secara
invitro.

C. ALAT DAN BAHAN


Bahan:
- NaOH 0,1 N
- Alkohol 70%
- Heparin
- HCL 0,1 N
- Kloroform
- Isopropil alkohol
- Plasma
Alat:
- Labu ukur 100 mL
- Pipet volume 0,1; 0,2 dan 2 mL
- pH meter
- Alat suntik
- Termostat
- Vial, alat pemusing, lemari pendingin
- Piper ukur 1 mL dan 5 mL
- Kuvet, Spektrofotometer
- Kalkulator fx
- Stopwatch, kertas grafik semilog dan numerik

Perolehan kembali kesalahan acak


1. Buat larutan teofilin dalam plasma dengan kadar 2,5; 7,5; dan 12,5 mcg/mL
2. Kemudian 2 mL larutan obat dalam plasma ditambahkan kedalam 0,4 mL HCL 0,1 N
dan 20 mL campuran kloroform-isopropil alkohol (20:1). Campuran dikocok selama 1
menit, lapisan air dipisahkan dan fase organik disaring.
3. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukan ke dalam tabung
ekstraksi yang kering dan bersih.
4. Hasil ektraksi kemudian disaring kembali dengan penambahan 4 mL larutan NaOH
0,1 N, dikocok selama 1 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan
kecepatan 1500rpm. Lapisan NaOH dipisahkan.
5. Ukur serapan larutan, hitung kadar dan SD.

Penetapan Panjang Gelombang Maksimum


1. Buat larutan teofilin dalam NaOH 0,1 N dengan konsentrasi 3,5 mcg/mL.
2. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang 235 sampai 335 NM menggunakan
sprektrofotometer.
3. Buat spektrum serapan.

Pembuatan Kurva Baku Teofilin


1. Buat larutan baku induk teofilin dalam NaOH 0,1 N masing- masing dengan
konsentrasi 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 dan 4,5 mcg/mL.
2. Serapan masing-masing larutan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum.
3. Buat kurva baku teofilin.

Prosedur Penetapan Kadar


Penetapan kadar dilakukan berdasarkan metoda Schack dan Waxler yang dimodifikasi oleh
Jenne dan kawan-kawan serta Zudema.
1. Buatlah larutan induk teofilin 1 mg/mL dalam NaoH 0,1 N.
2. Dengan menggunakan larutan induk diatas, buatlah satu seri larutan dalam plasma
masing-masing dengan kadar 2,5; 5; 7,5; 10 dan 10 mcg/mL.
3. Kemudian 2 mL larutan obat dalam plasma ditambahkan kedalam 0,4 mL HCL 0,1 N
dan 20 mL campuran kloroform-isopropil alkohol (20:1). Campuran dikocok selama 1
menit, lapisan air dipisahkan ke fase organik disaring.
4. Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukan ke dalam tabung
ekstraksi yang kering dan bersih.
5. Hasil ektraksi kemudian disaring kembali dengan penambahan 4 mL larutan NaOH
0,1 N, dikocok selama 1 menit, kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan
kecepatan 1500rpm. Lapisan NaOH dipisahkan.
6. Nilai absorbsi larutan diamati dengan menggunakan spektrofotometer uv pada panjang
gelombang maksimum.
Penetapan Jangka Waktu Respon Tetap
1. Larutan teofilin dengan kadar 5 mcg/mL dan 10 mcg/mL digunakan untuk percobaan
ini.
2. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum tiap 5 menit selama 1 jam.
3. Buat kurva serapan versus waktu pada kertas numerik dan tetapkan jangka waktu
serapan tetap.
Perhitungan Perolehan Kembali dan Kesalahan

Perolehan Kembali
Hitunglah perolehan kembali dan kesalahan sistematik untuk tiap besaran kadar.
Perolehan kembali = Kadar terukur x 100%
Kadar diketahui
Kesalahan sistemik adalah 100% dikurangi persentase perolehan kembali. Perolehan
kembali merupakan tolak ukur efisiensi analisis, sedangkan kesalahan sistematis
merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan
konstan atau proporsional.
Kesalahan Acak
Hitung kesalahan acak (random analitycal error) untuk tiap besaran.
Kesalahan acak = Simpangan baku x 100%
Hitung rata-rata
Kesalahan acak merupakan tolak ukur inpresisi suatu analisis dan dapat bersifat negatif atau
positif. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh
ttetapan variasi.
PRAKTIKUM IV
EVALUASI ANALISIS OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matrik
biologi.
B. DASAR TEORI
Analisis obat dalam matrik biologi diperlukan dalam studi farmakologi,
farmakokinetika dan pengembangan penggunaan obat. Pada tahap
farmakokinetika penelitian meliputi aspek absorbsi, distribusi, biotransformasi
dan eliminasi. Analisis obat dalam cairan biologi ditujukan untuk memonitor
penampilan sediaan obat yang ada dalam perdangan yang meliputi studi
ketersediaan hayati, kofirmasi respon farmakologik, membuktikan adanya racun
atau keracunan serta memonitoring obat pada kasus overdosis.
Agar hasil analisis dapat dipercayai, maka metode penetapan kadar harus
memenuhi kriteria antara lain nilai perolehan kembali yang tinggi (75%-90%
atau lebih), kesalahan acak dan sistematis kecil dari 10%, disamping itu perlu
juga diperhatikan kepekaan dan selektivitas yang nilainya tergantung kepada alat
yang diperlukan. Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal, percobaan
berikut perlu dilakukan:
1. Khusus untuk reaksi warna perlu penetapan jangka waktu larutan obat yang
memberikan respon tetap.
2. Penetapan panjang gelombang larutanobat yang memberikan respon
maksimum.
3. Pembuatan kurva baku.
4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik.
Dalam hal ini akan dilakukan penetapan kadar teofilin dalam plasma secara
invitro.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Powerpoint
2. LCD
3. Laptop
D. EVALUASI
1. Presentasi

PRAKTIKUM V

PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA MENGGUNAKAN


DATA KONSENTRASI OBAT DALAM DARAH (SIMULASI)

A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menentukan kadar obat yang terdapat dalam sampel darah sukarelawan.
2. Menentukan orde eliminasi obat yang diberikan dan menganalisa parameter
farmakokinetik obat.

B. Uraian Teori
Farmakokinetika adalah pengetahuan yang mempelajari keadaan obat dan
metabolitnya di dalam tubuh makhluk hidup sebagai fungsi dari waktu setelah
proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Penentuan konsentrasi
obat dalam darah umumnya dilakukan terhadap plasma atau serum dengan
menganggap bahwa kadar obat dalam plasma mempunyai keseimbangan
dinamik dengan kadar obat dalam jaringan maka perubahan konsentrasi obat
dalam plasma akan dapat menggambarkan perubahan kadar obat dalam
jaringan.
Data konsentrasi obat dalam plasma sebagai fungsi dari waktu akan
diperoleh gambaran menyeluruh tentang kinetika obat di dalam tubuh setelah
pemberian obat melalui rute tertentu. Berdasarkan kurva hubungan antara

konsentrasi terhadap waktu akan dapat diketahui model farmakokinetika yang


diikuti oleh obat tersebut serta dapat dihitung parameter farmakokinetikanya.
Obat yang masuk ke dalam tubuh dapat mengikuti beberapa model
farmakokinetika. Model yang paling banyak digunakan adalah model
kompartemen, yang terdiri dari model kompartemen satu terbuka dan model
multi-kompartemen.
Parameter konsentrasi puncak (Cmaks) merupakan parameter yang
menyatakan konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat dalam plasma.
Parameter ini berhubungan dengan dosis, konstanta kecepatan absorpsi dan
konstanta kecepatan eliminasi dari obat. Waktu untuk mencapai konsentrasi
puncak (Tmaks) merupakan parameter yang menggambarkan kecepatan
absorpsi obat. Kedua parameter tersebut dapat ditentukan dari kurva. Luas
area di bawah kurva dari waktu t = 0 sampai t = ∞ merupakan parameter yang
menggambarkan jumLah obat yang di absorpsi ( AUC ). Untuk menghitung
parameter ini dapat digunakan cara trapezoidal dan persamaan
farmakokinetika.
Ketiga parameter tersebut biasanya digunakan untuk menilai apakah suatu
sediaan obat mempunyai ketersediaan hayati yang baik. Parameter waktu
paruh eliminasi (t1/2) dapat digunakan untuk pengaturan regmen dosis suatu
obat.

2. Pelaksanaan Praktikum
1. Alat dan Bahan
Alat : Kalkulator saintifik
Bahan : Data kadar obat dalam plasma, kertas semilog, lembar kerja
2. Prosedur Kerja
1) Setiap kelompok mendapatkan data kadar obat dalam plasma yang
diberikan melalui rute oral.
2) Berdasarkan contoh data yang diberikan, tentukan apakah eliminasi
obat mengikuti orde 0 atau orde 1.

3) Hitung parameter farmakokinetika dari data yang diberikan meliputi


K, t½, Vd, Clt, Cmaks dan tmaks.
4) Buat kurva hubungan antara logaritme konsentrasi obat yang
diperoleh terhadap waktu. Hitunglah nilai AUC berdasarkan kurva
yang telah dibuat.
3. Evaluasi
1. Hasil Percobaan
1) Penentuan orde reaksi eliminasi obat
2) Penentuan nilai parameter farmakokinetik yang meliputi K eliminasi,
t½, Vd, Clt, Cmaks dan tmaks
3) Grafik AUC dan penentuan nilai AUC

2. Pembahasan
Dari contoh data dan hasil percobaan lakukan analisa dan pembahasan
mengenai kinetika eliminasi obat sesuai dengan orde reaksi yang
diperoleh, pengaruh nilai parameter farmakokinetika yang diperoleh
terhadap ketersediaan hayati maupun efek terapi yang diperoleh dari obat
tersebut. Kemudian tuliskan kesimpulan yang diperoleh dari hasil
praktikum dan pembahasan yang telah dibuat.

4. Daftar Pustaka
 Nanizar, ZJ. Ars Prescribendi, Resep yang Rasional Buku Ketiga. Penerbit
Buku Airlangga University Press. Surabaya. 2006
 Shargel, L. and Yu, A., Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 7th
ed., Appleton & Lange, New York, 2016.
 Sinko, Patrick. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika ed 5; Prinsip
Kimia Fisika dan Biofarmasetika dalam Ilmu Farmasetika. Terjemahan
Joshita Djajadisastra. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2015
PRAKTIKUM VI

EVALUASI PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA


MENGGUNAKAN DATA KONSENTRASI OBAT DALAM DARAH (SIMULASI)

A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menentukan kadar obat yang terdapat dalam sampel darah sukarelawan.
2. Menentukan orde eliminasi obat yang diberikan dan menganalisa parameter
farmakokinetik obat.
B. Uraian Teori
Farmakokinetika adalah pengetahuan yang mempelajari keadaan obat dan
metabolitnya di dalam tubuh makhluk hidup sebagai fungsi dari waktu setelah
proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Penentuan konsentrasi
obat dalam darah umumnya dilakukan terhadap plasma atau serum dengan
menganggap bahwa kadar obat dalam plasma mempunyai keseimbangan
dinamik dengan kadar obat dalam jaringan maka perubahan konsentrasi obat
dalam plasma akan dapat menggambarkan perubahan kadar obat dalam
jaringan.
Data konsentrasi obat dalam plasma sebagai fungsi dari waktu akan
diperoleh gambaran menyeluruh tentang kinetika obat di dalam tubuh setelah
pemberian obat melalui rute tertentu. Berdasarkan kurva hubungan antara

konsentrasi terhadap waktu akan dapat diketahui model farmakokinetika yang


diikuti oleh obat tersebut serta dapat dihitung parameter farmakokinetikanya.
Obat yang masuk ke dalam tubuh dapat mengikuti beberapa model
farmakokinetika. Model yang paling banyak digunakan adalah model
kompartemen, yang terdiri dari model kompartemen satu terbuka dan model
multi-kompartemen.
Parameter konsentrasi puncak (Cmaks) merupakan parameter yang
menyatakan konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat dalam plasma.
Parameter ini berhubungan dengan dosis, konstanta kecepatan absorpsi dan
konstanta kecepatan eliminasi dari obat. Waktu untuk mencapai konsentrasi
puncak (Tmaks) merupakan parameter yang menggambarkan kecepatan
absorpsi obat. Kedua parameter tersebut dapat ditentukan dari kurva. Luas
area di bawah kurva dari waktu t = 0 sampai t = ∞ merupakan parameter yang
menggambarkan jumLah obat yang di absorpsi ( AUC ). Untuk menghitung
parameter ini dapat digunakan cara trapezoidal dan persamaan
farmakokinetika.
Ketiga parameter tersebut biasanya digunakan untuk menilai apakah suatu
sediaan obat mempunyai ketersediaan hayati yang baik. Parameter waktu
paruh eliminasi (t1/2) dapat digunakan untuk pengaturan regmen dosis suatu
obat.

C. Alat dan Bahan

1. Powerpoint
2. LCD
3. Laptop

D. Evaluasi

1. Presentasi
PRAKTIKUM VII

PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT MELALUI


PEMBERIAN SECARA INTRAVENA (MODEL IN VITRO)

A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan :
1. Memahami proses in vitro dan perkembangan kadar obat dalam darah
setelah pemberian obat secara bolus intravena.
2. Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala
semilogaritmik.
3. Mampu menentukan berbagai parameter farmakokineka obat yang berkaitan
dengan pemberian obat secara bolus intravena.

B. Uraian Teori
Secara garis besar obat dapat diberikan secara intravaskuler (langsung masuk
ke dalam pembuluh darah) dan ekstravaskuler (di luar pembuluh darah seperti
pemberian secara oral, rektal, injeksi intramuskular, dll). Pemberian secara
ekstravaskular, obat akan masuk ke dalam sistem peredaran darah melalui
proses absorpsi. Pemberian secara intravaskular dapat dilakukan secara bolus
(sekaligus seperti injeksi intravena) atau secara kontinyu dengan suatu
kecepatan yang konstan seperti cara infus.
Setelah masuk ke dalam sistem peredaran darah, obat akan mengalami
proses distribusi metabolisme dan ekskresi. Proses “metabolisme” dan
“ekskresi” merupakan proses eliminasi. Berbagai proses tersebut akan
menyebabkan terjadinya perubahan kadar obat dalam darah dalam fungsi
waktu. Melalui pendekatan pemodelan matematis, kinetika obat dalam darah
dapat digambarkan dengan suatu model kompartemental: satu kompartemen
dan multi-kompartemen. Kinetika perubahan kadar obat untuk setiap proses
yang terjadi mengikuti kinetika orde satu.
Pemberian secara bolus intravena, obat seluruhnya akan masuk sekaligus
kedalam sistem peredaran darah sehingga pada waktu pemberian, kadar obat
dalam darah adalah yang tertinggi dan kadar obat akan menurun karena terjadi
proses dsitribusi ke dalam jaringan lain dan eliminasi.
Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian secara bolus
intravena dengan suatu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen
diberikan dengan persamaan berikut :

Cpt = C0 . ℮-k t

dimana Cpt adalah kadar obat dalam waktu t, C 0 adalah kadar obat pada waktu
0, k atau ke adalah konstanta kecepatan eliminasi obat.
Dengan menentukan kadar obat pada berbagai waktu, harga C0 dan k dapat
dihitung dengan regresi linier setelah persamaan ditransformasikan ke dalam
nilai logaritmik :
Iog Cpt = Iog C0 – k/2,303.t

Setelah ditentukan nilai C0 dan k, berbagai parameter farmakokinetik obat


yang berkaitan dengan cara pemberian obat secara bolus intravena dapat
dihitung, seperti nilai volume distribusi (Vd), klirens (Cl) dan paro waktu
(T1/2).
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Alat dan Bahan
Alat : Kalkulator saintifik, Beacker berkran, corong pisah, beacker
glass, magnetic stirrer, statif
Bahan : Vitamin C, Aquadest, kertas semilog, lembar kerja

2. Prosedur Kerja
Percobaan berikut ini merupakan simulasi dari pemberian obat secara
bolus intravena dengan mengambil suatu senyawa obat sebagai model
(Vitamin C 100 mg/10 mL) . Larutan obat (dianggap sediaan injeksi)
dimasukkan sekaligus (bolus) ke dalam suatu wadah (dianggap sebagai
kompartemen darah). Cairan dalam wadah kemudian akan dikeluarkan dengan
suatu kecepatan konstan (dianggap sebagai proses ekskresi renal). Cairan yang
hilang karena ekskresi kemudian diganti dengan air (dianggap sebagai air
yang diminum).
a. Isi wadah dengan 250 mL dengan aqua destillata.
b. Buat sejumLah volume larutan obat kadar tertentu; masukkan sekaligus ke
dalam wadah.
c. Jalankan segera pompa peristaltik/kran untuk mengeluarkan cairan dari
dalam wadah dan pompa peristaltik untuk penggatian air yang hilang dari
wadah.
d. Ambil cuplikan sebanyak 5mL pada waktu 5, 10, 15, 30, 45, 60 dan 90
menit setelah rangkaian dijalankan. Setiap kali pengambilan cuplikan
tambahkan sejumLah air volume sama dengan volume cuplikan (1 mL/
100 mL).
e. Tentukan kadar obat dalam cuplikan (secara spektrofotometri).
f. Plot data kadar obat terhadap waktu pada kertas semilogaritmik.
g. Tentukan model kompartemen obat
h. Hitung harga Co dan k.
i. Hitung harga Vd, Cl dan T1/2.
D.Evaluasi
1. Hasil Percobaan
• Kadar obat dalam cuplikan sampel
• Grafik data kadar obat terhadap waktu (grafik AUC)
• Hasil perhitungan parameter farmakokinetik (Co, k, Vd, Cl dan T1/2).
• Penentuan model kompartemen obat
2. Pembahasan
Dari data dan hasil percobaan lakukan analisa dan pembahasan mengenai
pengaruh rute pemberian terhadap kadar obat dalam cuplikan sampel,
kinetika eliminasi obat sesuai dengan orde reaksi yang diperoleh,
pengaruh nilai parameter farmakokinetika yang diperoleh terhadap
ketersediaan hayati maupun efek terapi yang diperoleh dari obat tersebut
dan model kompartemen yang diperoleh. Kemudian tuliskan kesimpulan
yang diperoleh dari hasil praktikum dan pembahasan yang telah dibuat.

E. Daftar Pustaka
 Nanizar, ZJ. Ars Prescribendi, Resep yang Rasional Buku Ketiga. Penerbit
Buku Airlangga University Press. Surabaya. 2006
 Shargel, L. and Yu, A., Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 7th
ed., Appleton & Lange, New York, 2016.
 Sinko, Patrick. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika ed 5; Prinsip
Kimia Fisika dan Biofarmasetika dalam Ilmu Farmasetika. Terjemahan
Joshita Djajadisastra. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2015
PRAKTIKUM VIII

EVALUASI PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT


MELALUI PEMBERIAN SECARA INTRAVENA (MODEL IN VITRO)

A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan :
1. Memahami proses in vitro dan perkembangan kadar obat dalam darah
setelah pemberian obat secara bolus intravena.
2. Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala
semilogaritmik.
3. Mampu menentukan berbagai parameter farmakokineka obat yang
berkaitan dengan pemberian obat secara bolus intravena.

B. Uraian Teori
Secara garis besar obat dapat diberikan secara intravaskuler (langsung masuk
ke dalam pembuluh darah) dan ekstravaskuler (di luar pembuluh darah seperti
pemberian secara oral, rektal, injeksi intramuskular, dll). Pemberian secara
ekstravaskular, obat akan masuk ke dalam sistem peredaran darah melalui
proses absorpsi. Pemberian secara intravaskular dapat dilakukan secara bolus
(sekaligus seperti injeksi intravena) atau secara kontinyu dengan suatu
kecepatan yang konstan seperti cara infus.
Setelah masuk ke dalam sistem peredaran darah, obat akan mengalami
proses distribusi metabolisme dan ekskresi. Proses “metabolisme” dan
“ekskresi” merupakan proses eliminasi. Berbagai proses tersebut akan
menyebabkan terjadinya perubahan kadar obat dalam darah dalam fungsi
waktu. Melalui pendekatan pemodelan matematis, kinetika obat dalam darah
dapat digambarkan dengan suatu model kompartemental: satu kompartemen
dan multi-kompartemen. Kinetika perubahan kadar obat untuk setiap proses
yang terjadi mengikuti kinetika orde satu.
Pemberian secara bolus intravena, obat seluruhnya akan masuk sekaligus
kedalam sistem peredaran darah sehingga pada waktu pemberian, kadar obat
dalam darah adalah yang tertinggi dan kadar obat akan menurun karena terjadi
proses dsitribusi ke dalam jaringan lain dan eliminasi.
Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian secara bolus
intravena dengan suatu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen
diberikan dengan persamaan berikut :

Cpt = C0 . ℮-k t

dimana Cpt adalah kadar obat dalam waktu t, C 0 adalah kadar obat pada waktu
0, k atau ke adalah konstanta kecepatan eliminasi obat.
Dengan menentukan kadar obat pada berbagai waktu, harga C0 dan k dapat
dihitung dengan regresi linier setelah persamaan ditransformasikan ke dalam
nilai logaritmik :
Iog Cpt = Iog C0 – k/2,303.t

Setelah ditentukan nilai C0 dan k, berbagai parameter farmakokinetik obat


yang berkaitan dengan cara pemberian obat secara bolus intravena dapat
dihitung, seperti nilai volume distribusi (Vd), klirens (Cl) dan paro waktu
(T1/2).

C. Alat dan Bahan

1. Powerpoint

2. LCD

3. Laptop

D. Evaluasi

1. Presentasi
PRAKTIKUM IX
ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

A. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat memahami langkah - langkah analisis obat didalam cairan hayati.

B. DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika suatu obat dihitung dari konsentrasi obat dalam cuplikan
hayati yang sesuai, dapat berupa: darah, urin, air ludah, dahak, cairan lainnya yang
relevan atau mengandung obat, tetapi yang paling sering adalah darah atau urin.
Cuplikan urin dapat digunakan dengan baik jika obat/metabolit diekskresikan cukup
banyak dalam urin dan ditampung secara sempurna sampai waktu tak terhingga (t∞).
Cuplikan darah sangat relevan, karena semua proses obat dalam tubuh melibatkan darah
sebagai media, suatu alat ukur dari organ satu ke organ lain seperti absorpsi, distribusi,
metabolisme, ekskresi. Oleh karena itu, agar nilai – nilai parameter obat dapat dipercaya,
metode penetapan kadar harus memenuhi kriteria, yaitu meliputi perolehan kembali
(recovery), presisi dan akurasi. Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang
penting hal mana nilainya tergantung dari alat ukur yang dipakai.
Perolehan Kembali
Perolehan kembali (recovery) adalah suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat benilai
positif dan negatif. Dirumuskan sebagai berikut: Perolehan kembali = kadar
terukur/kadar diketahui x 100% = P%. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang
tinggi (75 – 90%) atau lebih.
Akurat
Akurat atau tepat adalah bahwa hasil yang diperoleh adalah mendekati nilai yang
sebenarnya. Misal dalam pengukuran sampel diperoleh nilai 100 ppm (kadar terukur),
dan memang diketahui kadar sampel tersebut adalah 100 ppm (kadar sebenarnya).
Akurat jika kadar terukur = kadar sebenarnya.
Kesalahan sistematik
Kesalahan sistemik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini
dapat berupa kesalahan konstan atau proposional. Rumus dari kesalahan sistematik
adalah: Kesalahan
sistematik = 100 – P%. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut kesalahan acak kurang dari 10%. Presisi Presisi/teliti adalah dalam tiap kali
replikasi pengukuran diperoleh hasil yang sama atau mendekati. Misalnya dilakukan
replikasi penetapan kadar sampel x, diperoleh: Percobaan 1 2 3 Hasil 80 ppm 82 ppm 83
ppm Hasil pengukuran sampel dengan tiga replikasi didapatkan hasil yang mendekati, maka
metode tersebut adalah teliti.
Kesalahan acak (random analytical error) merupakan tolak ukur imprecision suatu analisis,
dan dapat bersifat positive /negatif. Kesalah acak identik dengan variabilitas pengukuran dan
dicerminkan oleh tetapan variasi. Rumus dari kesalahan acak adalah: Kesalahan acak =
simpangan baku/harga rata – rata x 100 %. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut kesalahan acak kurang dari 10%.
Sensitif
Sensitif/peka adalah bahwa metode tersebut dapat/ mampu mengukur analit dalam kadar
yang sangat kecil sekalipun. Selektif bahwa metode tersebut selektif terhadap senyawa
tertentu saja artinya metode terebut selektif menguukur kadar senyawa yang diinginkan
dengan baik tanpa terganggu oleh senyawa pengotor yang lain.

C. ALAT & BAHAN


1. Analisis Sulfadiazin

Alat Bahan
1. Labu takar 10 ml dan 100 ml 1. Stok sulfametoksazol
2. Pipet volume 0,1; 0,2; 1; 2 ml atau sulfadiazine (Na) 1
3. Tabung reaksi (15 buah) mg/ml
4. Mikropipet (5 ml) dan tips 2. Asam trikloroasetat (TCA) 20%
5. Skapel/silet 3. Natrium nitrit (NaNO2) 0,1%
6. Tabung Ependorf 4. Amonium sulfamat 0.5%
7. Alat vortex 5. Heparin
8. Spektrofotometer dan kuvet 6. Darah tikus
9. Beker glass 7. N-(1-naftil)etilendiamin 0,1%
10. Sentrifuge /alat pemusing 8. Aquadest
11. Kalkulator, Kertas grafik numerik dan semilog
Hewan Uji: Tikus putih
2. Analisis Asam Salisilat
Alat Bahan
1. Labu takar 100 ml 1 buah, 10 ml 5 buah 1. Asam trikloroasetat (TCA) 10%
2. Pipet volume 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ml 2. NaOH
3. Tabung reaksi 3. Asam salisilat
4. Pipet ukur 5 ml 4. Darah kelinci
5. Spektrovotometer uv-vis 5. Antikoagulan
6. Alat sentrifuge 6. Aquadest
7. Kalkulator
8. Kertas Ph

3. Analisis Parasetamol
Alat Bahan
1. Pipet volume 0,5; 1; dan 2,5 ml 1. Larutan parasetamol X% dalam
2. Lihat alat Sulfadiazin propilenglikol 40% atau trilosa 1%
2. Asam trikloroasetat (TCA) 10%
3. Asam klorida 6 N
4. Natrium nitrit (NaNO2) 10% segar
5. Asam sulfamat 15%
6. NaOH 10%
7. Darah kelinci
8. Aquadest. (Hewan Uji: Tikus putih)

D. CARA KERJA

1. Sulfadiazin Penetapan kadar Bratton-Marshal

a. Pengambilan darah tikus


Tetesi microcup dengan 5 tetes heparin
Masukkan pipa kapiler ke dalam kelopak mata kelinci, tunggu hingga darah
mengalir Tampung darah dengan microcup hingga volumenya ±3 mL.
Sampel Darah Invivo:
Kedalam 250 ul darah yang mengandung antikoagulan di tambah 250 ul aquadest,
campur homogen, dan tambah 2,0 ml TCA 5% dengan vortexing.

b. Pembuatan larutan stok


Timbang sulfadiazin secukupnya, larutkan dalam NaOH 1N, encerkan dengan
aquadest ad 100 ml, sehingga diperoleh kadar sulfadiazin: 25, 50, 100, dan 400
ug/ml.
c. Pembuatan kurva baku
1) Masukkan darah tikus ke dalam 6 tabung reaksi @ 250 µL
2) Masukkan sulfametoksasol dengan kadar 50, 100, dan 300 µg/mL ke dalam 9
tabung reaksi berisi darah yang berbeda @ 250 µL, 3 tabung reaksi untuk tiap
konsentrasi sulfametoksazol
3) Tambahkan ke dalam tiap tabung reaksi 2 mL TCA 5%, vortex selama 30 detik.
Sentrifugasi selama 5 menit (2500 rpm)
4) Ambil 1,5 mL supernatan, encerkan dengan 2 mL aquadest, vortex selama 30 detik
5) Tambahkan 0,1 mL larutan NaNO2 0,1 %, vortex 30 detik, diamkan 3 menit
6) Tambahkan 0,2 mL larutan Ammonium sulfamat 0,5 %, vortex 30 detik,
diamkan selama 2 menit
7) Tambahkan 0,2 mL larutan N(1-naftil) etilendiamin 0,1 %, vortex 30 detik
Ukur absorbansi pada 545 nm
8) Hitung kadar sulfametoksazol terukur dengan persamaan kurva baku yang telah
ditentukan

2. Prosedur Penetapan Kadar Asam Salisilat

Pembuatan kurva baku asam salisilat

a. Membuat larutan stok asam salisilat dengan konsentrasi 500 ppm pada volume 100 ml
b. Mengencerkan larutan stok dengan aquadest dan buat seri konsentrasi 50 ppm:
100 ppm 150 ppm: 200 ppm: 250 ppm dalam labu takar 100 ml.
c. Membaca absorbansi masing – masing larutan pada ƛ = 265 nm
d. Membuat regresi linier antara Konsentrasi (ppm) Vs Absorbansi
(A0) Penetapan kadar asam salisilat
1. Sampel + Na2EDTA
2. Tambahkan TCA 10% 2 ml
3. Sentrifuge 3000 rpm selama 15 menit
4. Ambil plasma darah
5. Baca absorbansi pada ƛ = 265 nm
6. Tetapkan kadar
7. Hitung Recovery, Kesalah Acak dan Kesalahan Sistemik.
3. Prosedur Penetapan Kadar Parasetamol
Larutan parasetamol dalam air suling dibuat dengan konsentrasi 0,5 mg/ml ( larutan A)
dan 1 mg/ml (larutan B) masing-masing dibuat 5 ml.
Satu seri larutan parasetamol dalam darah (1 ml) dibuat dengan kadar: 50, 100, 150,
dan 200 µg/ml menggunakan larutan parasetamol 0,5 mg/ml; kadar 300 dan 400 µg/ml
menggunakan larutan parasetamol 1 mg/ml dimasukkan dalam tabung ependrof, yang
kemudian divortex.
1 ml darah + 0,1 ml larutan parasetamol (larutan A, 50
ppm) 1 ml darah + 0,2 ml larutan parasetamol (larutan A,
100 ppm) 1 ml darah + 0,3 ml larutan parasetamol (larutan
A, 150 ppm) 1 ml darah + 0,4 ml larutan parasetamol
(larutan A, 200 ppm) 1 ml darah + 0,3 ml larutan
parasetamol (larutan B, 300 ppm) 1 ml darah + 0,4 ml
larutan parasetamol (larutan B, 400 ppm)

Penetapan Kadar:
1. Plasma (1 ml) ditambah larutan TCA (1 ml; 10%) di dalam tabung pemusing
2. Pusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm, tuang beningan dalam
tabung reaksi
3. Tambahkan HCL (0,5ml; 6 N) dan NaNO 2 (1 ml; 10%), campur baik-baik,
diamkan 5 menit
4. Tambahkan dengan hati-hati asam sulfamat (1 ml; 15%) dan kemudian NaOH (2,5
ml; 10%), diamkan 3 menit di tempat dingin.
5. Baca intensitas warna pada spektrofotometer (435 nm)

4. Perhitungan Kesalahan Acak dan Perolehan Kembali dan Kesalahan Sistemik

Kesalahan acak yang terjadi dapat dihitung dengan perhitungan.


Simpangan baku
1. Sulfadiazin
a. Sediakan larutan sulfadiazin dalam darah: 50. 100 dan 300 g/ml. Tiap kadar dibuat 3
replikasi
b. Masing-masing diambil 0,1 ml dan dimasukan dalam tabung reaksi berisi 3,9 ml air
suling. Selanjutnya diproses seperti poin a – h
2. Asam Salisilat
a. Sediakan larutan salisilat plasma: 10 dan 200 ug/ml, masing-masing 3 replikasi
b. Ke dalam 1 ml plasma tambahkan larutan TCA, seterusnya diproses seperti poin 1 - 5
3. Parasetamol
Sediakan satu seri larutan parasetamol di dalam plasma dengan kadar berlainan, tetapkan
kadar masing-masing menggunakan kurva baku. Hitung kadar rata-rata dan simpang
bakunya.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim L., 2012, Farmakokinetik, Bursa Ilmu, Yogyakarta

Shargel, Leon, 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga


University Press, Surabaya

Siswandono, 2000, Kimia Medisinal, Airlangga University Press, Surabaya.


Tozer T. & Rowland M., 2006, Farmakokinetika & Farmakodinamika, Dasar Kuantitatif
Obat, ECG, Jakarta
PRAKTIKUM X
EVALUASI ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

A. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat memahami langkah - langkah analisis obat didalam cairan hayati.

B. DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika suatu obat dihitung dari konsentrasi obat dalam cuplikan
hayati yang sesuai, dapat berupa: darah, urin, air ludah, dahak, cairan lainnya yang
relevan atau mengandung obat, tetapi yang paling sering adalah darah atau urin.
Cuplikan urin dapat digunakan dengan baik jika obat/metabolit diekskresikan cukup
banyak dalam urin dan ditampung secara sempurna sampai waktu tak terhingga (t∞).
Cuplikan darah sangat relevan, karena semua proses obat dalam tubuh melibatkan darah
sebagai media, suatu alat ukur dari organ satu ke organ lain seperti absorpsi, distribusi,
metabolisme, ekskresi. Oleh karena itu, agar nilai – nilai parameter obat dapat dipercaya,
metode penetapan kadar harus memenuhi kriteria, yaitu meliputi perolehan kembali
(recovery), presisi dan akurasi. Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang
penting hal mana nilainya tergantung dari alat ukur yang dipakai.
Perolehan Kembali
Perolehan kembali (recovery) adalah suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat benilai
positif dan negatif. Dirumuskan sebagai berikut: Perolehan kembali = kadar
terukur/kadar diketahui x 100% = P%. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang
tinggi (75 – 90%) atau lebih.
Akurat
Akurat atau tepat adalah bahwa hasil yang diperoleh adalah mendekati nilai yang
sebenarnya. Misal dalam pengukuran sampel diperoleh nilai 100 ppm (kadar terukur),
dan memang diketahui kadar sampel tersebut adalah 100 ppm (kadar sebenarnya).
Akurat jika kadar terukur = kadar sebenarnya.
Kesalahan sistematik
Kesalahan sistemik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini
dapat berupa kesalahan konstan atau proposional. Rumus dari kesalahan sistematik
adalah: Kesalahan
sistematik = 100 – P%. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut kesalahan acak kurang dari 10%. Presisi Presisi/teliti adalah dalam tiap kali
replikasi pengukuran diperoleh hasil yang sama atau mendekati. Misalnya dilakukan
replikasi penetapan kadar sampel x, diperoleh: Percobaan 1 2 3 Hasil 80 ppm 82 ppm 83
ppm Hasil pengukuran sampel dengan tiga replikasi didapatkan hasil yang mendekati, maka
metode tersebut adalah teliti.
Kesalahan acak (random analytical error) merupakan tolak ukur imprecision suatu analisis,
dan dapat bersifat positive /negatif. Kesalah acak identik dengan variabilitas pengukuran dan
dicerminkan oleh tetapan variasi. Rumus dari kesalahan acak adalah: Kesalahan acak =
simpangan baku/harga rata – rata x 100 %. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut kesalahan acak kurang dari 10%.
Sensitif
Sensitif/peka adalah bahwa metode tersebut dapat/ mampu mengukur analit dalam kadar
yang sangat kecil sekalipun. Selektif bahwa metode tersebut selektif terhadap senyawa
tertentu saja artinya metode terebut selektif menguukur kadar senyawa yang diinginkan
dengan baik tanpa terganggu oleh senyawa pengotor yang lain.

C. ALAT & BAHAN

1. Powerpoint
2. LCD
3. Laptop

D. EVALUASI
1. Presentasi
PRAKTIKUM XI
PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI
MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS DALAM
FARMAKOKINETIKA

A. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mampu memperkirakan model kompartemen berdasarkan
kurva semilogaritmik kadar obat dalam darah/plasma terhadap waktu
2. Agar mahasiwa mampu menggunakan dosis yang tepat untuk subyek uji
3. Agar mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan untuk
pengukuran parameter farmakokinetik berdasarkan model kompartemen suatu
obat

B. PENDAHULUAN

Praktikum selanjutnya setelah mengetahui prosedur analisis obat adalah penetapan


waktu pengambilan cuplikan (sampling time) dan diikuti dengan perkiraan model
kompartemen yang dianut oleh obat tersebut. Keterkaitan kedua faktor ini sedemikian rupa
sehingga kesalahan dalam waktu pengambilan cuplikan dapat menyebabkan kesalahan
dalam penentuan model kompartemen.
Untuk menghindari kesalahan dalam penetapan model farmakokinetik, terutama
untuk obat yang diberikan secara intravena, waktu sampling hendaknya dilakukan sedini
mungkin sesudah pemberian obat. Untuk percobaan pendahuluan lama pengambilan
cuplikan perlu diperhatikan. Jika sebagai cuplikan digunakan darah, pencuplikan dilakukan
3-5 kali T1/2 eliminasi obat karena diasumsikan kadar obat yang dapat dianalisis pada waktu
tersebut mencapai 90-95% kadar obat total. Jika digunakan urin, pencuplikan dilakukan 7-
10 kaliT1/2 eliminasi obat berdasarkan asumsi bahwa pada waktu tersebut kadar obat yang
diekskresikan sudah mencapai 99% kadar obat total. Sedangkan pada percobaan
pendahuluan sebaiknya waktu sampling dicari setelah pemberian intravena.
Dalam waktu sampling perlu ditetapkan interval pengambilan dan lamanya waktu
pengambilan sampling. Untuk hasil terbaik pada ektravaskuler, perlu diambil pada dua
belas titik, yaitu tiga titik pada tiap tahap absorpsi, sekitar puncak, distribusi dan eliminasi,
untuk model dua kompartemen. Sedangkan untuk model satu kompartemen, diambil pada
sembilan titik yaitu tiga titik pada tiap tahap absorpsi, sekitar puncak dan eliminasi.
Pencuplikan pada tahap distribusi tidak diperlukan jika kinetikanya mengikuti model satu
kompartemen terbuka.
Kadar obat plasma hendaknya dimonitor sampai 3 jam setelah pemberian (untuk
sulfadiazin, dan parasetamol), dengan mengambil cuplikn minimal 4-6 titik pada jam-jam
pertama setelah pemberian obat.
Data yang diperoleh dari hasil percobaan pendahuluan tersebut selanjutnya
digunakan untuk memperkirakan model kompartemen suatu obat dalam farmakokinetiknya,
yaitu dengan memplotkan kadar obat dalam darah vs waktu pada kertas semilogaritma atau
plot log kecepatan ekskresi (dDE/dt) vs waktu pada kertas grafik normal jika digunakan
data urin.
Kinetika obat dikatakan mengikuti model satu kompartemen jika kurva tersebut (dari
data atau urin) menunjukkan kurva monovasik (berupa garis lurus), sedangkan untuk model
dua kompartemen kurva yang terjadi berbentuk bifasik (dua fase).
Model Farmakokinetik merupakan suatu hubungan matematik yang
menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diperiksa.
Metode analisis kompartemental digunakan untuk memperkirakan dan menentukan secara
kuantitatif apa yang terjadi terhadap obat sebagai fungsi waktu dari saat diberikan sampai
waktu dimana obat tersebut sudah tidak ada lagi di dalam tubuh. Perkiraan model
farmakokinetik di uji kebenarannya untuk memperoleh parameter-parameter
farmakokinetiknya. Parameter primer terdiri dari Ka (kecepatan absorpsi), Vd (volume
distribusi) dan Cl (clearance). Parameter primer mempengaruhi parameter sekunder dan
parameter turunan. Parameter sekunder terdiri dari T 1/2 (waktu paruh eliminasi) dan F
eliminasi. Parameter turunan terdiri dari AUC (Area Under Curve), F oral dan Css (kadar
obat dalam darah).
Model farmakokinetik berguna untuk (Shargel & Yu, 2005):
1) Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada berbagai
pengaturan dosis
2) Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual
3) Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dengan aktivitas farmakologi atau
metabolit – metabolit
4) Menghubungkan kemungkinan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau
toksikologik
5) Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi
6) Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi,
distribusi dan eliminasi
7) Menjelaskan interaksi obat.
Pemilihan dosis dapat mengacu pada LD50 obat yang akan diuji. Perbandingan harga
LD50 oral lawan intravena dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang
absorbabilitas obat sebagai fungsi dari pemberian peroral. Jika informasi ini tidak tersedia
dapat digunakan dosis awal 5-10 % dari LD 50 intravena .Hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah metode analisis mendukung besaran dosis tersebut sehingga fase eliminasi kadar
obat masih dapat dimonitor. Dosis awal ini kemudian dinaikkan menurut besaran tertentu
untuk mendeteksi timbulnya kinetika tergantung dosis (dose dependent farmacocinetic).
Untuk obat-obat yang mudah mengalami saturasi dalam sistem transportasi dan eliminasinya
(misalnya fenitoin, warfarin, dan seftriakson), kenaikan nilai-nilai parameter kinetiknya
(misalnya AUC, T1/2) tidak sebanding dengan kenaikan dosis.Pemilihan dosis juga harus
memperhatikan adanya fenomena kinetika yang tergantung dosis, yaitu fenomena yang
menunjukkan adanya perubahan parameter farmakokinetika obat bila dosisnya berubah.
Keadaan ini berkaitan dengan asumsi orde kinetika obat tersebut. Kinetika diasumsikan
mengikuti orde nol bila menunjukkan fenomena tergantung dosis (dependent dose). Tapi
bila parameter farmakokinetik obat tidak dipengaruhi oleh perubahan dosis (independent
dose), maka dianggap mengikuti orde pertama. Hal ini dapat diketahui dengan
membandingkan harga waktu paruh eliminasi (T1/2) obat setelah pemberian beberapa dosis
yang berbeda. Jika harga T1/2 yang diperoleh berbeda akibat perbedaan dosis yang diberikan,
maka kinetik obat tersebut menunjukkan fenomena tergantung dosis (dependent dose).

C. BAHAN DAN ALAT

Alat Bahan
1. Tabung reaksi/flakon 1. Asam Trikloroasetat (TCA)
2. Labu takar 5 ml 2. Sulfametoksazol
3. Pipet volume 0,1; 0,2; 1; 2ml 3. Akuades
4. Mikropipet & Pipet Tetes 4. Heparin
5. Spektrofotometer dan kuvet 5. Darah tikus & Darah kelinci
6. Skalpel/silet 6. Natrium Nitrit 0,1%
7. Sarung Tangan 7. Amonium Sulfamat 0,5%
8. Tabung eppendorf 8. N(1-naftil)etilendiamin 0,1%
9. Sentrifuge 9. Harga LD50 (i.v) untuk
10. Stopwatch sulfadiazin kelinci = 3 gr/kg BB,
11. Vortex parasetamol
12. Alat Timbang = 3 mg/kg BB
13. Alat Injeksi 10. Harga LD50 (p.o) untuk asam
salisilat pada kelinci = 1,3
mg/kg BB
D. CARA KERJA
a. Pembuatan kurva baku darah
i. Dibuat seri kadar baku SMZ yaitu: 5,10,25,50,100 dan 200 g/ml
dengan mengencerkan larutan SMZ 1,0 mg/ml menggunakan
aquadest.
ii. Diambillah masing-masing kadar SMZ diatas sebanyak 0,25 ml
kemudian masukkan dalam tabung reaksi.
iii. Ditambah aquadest dan Tambahkan TCA 10% 0,2 ml lalu
vortex dan disentifugasi 10 menit 2500rpm.
iv. Ditambahkan NaNO2 0,1% 0,1 ml dan diamkan selama 3 menit.
v. Ditambahkan ammonium sulfamat 0,5% 0,2 ml dan diamkan selama 2 menit.
vi. Ditambahkan N (1-naftil) etilendiamin 0,1% 0,2 ml dan diamkan selama 5 menit.
vii. Dibaca absorbansinya pada 545 nm pada spektrofotometer.
viii. Dibuat persamaan kurva baku: absorbansi terkoreksi vs kadar Y=Bx + A

b) Penentuan Model Kompartemen Sulfametoksazol (SMZ)


1. Kelinci ditimbang.
2. Dibersihkan bulu disekitar ekor.
3. Diambil 0,2 ml darah dari vena pada telinga kelinci untuk blangko.
4. Disuntikan SMZ secara peroral dengan dosis 75 mg/kg BB dan 150 mg/kgBB.
5. Diambil cuplikan (0,2 ml darah) 2 jam setelah penyuntikkan, yaitu: 5’,
10’,15’, 30’. 45’, 60’, 75’, 90’, 120’.
6. Kadar SMZ diukur (metode Bratton-Marshall) yaitu: sampel + TCA 10% 0,2
ml, lalu divortex 30 detik kemudian sentrifuge 2500 rpm selama 10 menit.
7. Beningan diambil 0,2 ml, dimasukkan ke flakon bersih.
8. Ditambah NaNO2 0,1% 0,5 ml lalu diamkan selama 3 menit.
9. Ditambah Ammonium sulfamat 0,5 % 0,5 ml lalu diamkan selama 2 menit.
10. Ditambah NED 0,1 % sebanyak 2 ml lalu diamkan selama 5 menit.
11. Dibaca absorbansi pada 545 nm dengan spektrofotometer.
12. Dibuat kurva waktu vs kadar ( dari persamaan kurva baku) dan dihitung
parameter- parameter farmakokinetiknya.
13. Tentukan model kompartemen dan jadwal pencuplikan yang tepat
c) Menetapkan dosis untuk studi kinetika asam salisilat:
1. Timbang kelinci bersihkan bulu sekitar vena marginalis telinga (bisa juga ekor)
2. Ambil darah kelinci sebagai blangko.
3. Melalui vena marginalis suntikan larutan Na salisilat steril pada kelinci 1
100 mg/kg BB, kelinci 2 300 mg/kg BB, kelinci 3 600 mg/kg BB.
4. Ambil darah berdasarkan waktu penetapan pencuplikan yang telah ditentukan
5. Tetapkan kadar dengan membandingkan dengan larutan baku salisilat
6. Buat plot kadar versus waktu

d) Menetapkan waktu pencuplikan untuk studi kinetik salisilat (pemberian


intravena dosis tunggal)
1. Kelinci di timbang, dicukur bulu sekitar vena marginalis telinga,
masukkan dalam holder.
2. Ambil darah (3 ml) dari vena marginalis, pusingkan (10 menit; 2000
rpm) untuk mendaptkan plasma blangko.
3. Larutan Na salisilat steril disuntikan ke dalam vena marginalis (dosis 150 mg/kg BB).
4. Ambil darah kelinci melalui vena telinga pada menit ke: 5, 20, 30, 60, 120, 240
300, dan 360.
5. Kadar salisilat utuh di tetapkan secara fluorometri menggunakan 1 ml plasma.
6. Setelah plasma di tambah TCA (1 ml; 20%), pusingkan (10 menit 3000 rpm).
7. Tuangkan beningan kedalam tabung reaksi, basakan dengan NaOH 1N (pH
di cek dengan kertas pH).
8. Tambahkan 1,5 ml campulan etilasetat-eter (14:1), kocok selama 2-3
menit, dan lapisan organik di buang.
9. Setelah lapisan bagian bawah di asamkan dengan HCL pekat (2-3 tetes),
sarilah salisilat dengan 4 ml campuran etilasetat-eter (14:1) dengan
pengocokan 2-3 menit. Catatan: Penyarian asam salisilat dengan pelarut
organic sebaiknya dilakukan jika semua sampel telah siap di ukur kadarnya.
10. Ambil lapisan organik, jika keruh harus dipusingkan (2 menit: 1000 rpm),
kemudian dibaca intensitas fluorosensinya pada spektrofluorometer pada
eksitasi 310 dan emisi 435 nm. (Dapat juga di tetapkan dengan pereaksi
TINDER).
11. Berdasarkan kurva log atau ln kadar obat terhadap waktu;
a. Perkirakan model farmakokinetik salisilat
b. Tetapkan jadwal pencuplikan optimal untuk obat tersebut.
e). Analisa Data
1. Dihitung kadar sulfametoksazol dalam tiap menit cuplikan menggunakan
persamaan kurva baku.
2. Dibuat regresi linier ln Cp vs t fase eliminasi dan fase absorbs.
3. Ditentukan model kompartemen menggunakan persamaan notary.
4. Dihitung parameter-parameter farmakokinetik = tmax, t1/2, Cp max, K eliminasi, K
absorbsi, Vd, Cl, AUC0-∞
PRAKTIKUM XII
EVALUASI PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN
DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS
DALAM FARMAKOKINETIKA

A. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mampu memperkirakan model kompartemen berdasarkan
kurva semilogaritmik kadar obat dalam darah/plasma terhadap waktu.
2. Agar mahasiwa mampu menggunakan dosis yang tepat untuk subyek uji
3. Agar mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan untuk
pengukuran parameter farmakokinetik berdasarkan model kompartemen suatu
obat.

B. PENDAHULUAN

Praktikum selanjutnya setelah mengetahui prosedur analisis obat adalah penetapan


waktu pengambilan cuplikan (sampling time) dan diikuti dengan perkiraan model
kompartemen yang dianut oleh obat tersebut. Keterkaitan kedua faktor ini sedemikian rupa
sehingga kesalahan dalam waktu pengambilan cuplikan dapat menyebabkan kesalahan
dalam penentuan model kompartemen.
Untuk menghindari kesalahan dalam penetapan model farmakokinetik, terutama
untuk obat yang diberikan secara intravena, waktu sampling hendaknya dilakukan sedini
mungkin sesudah pemberian obat. Untuk percobaan pendahuluan lama pengambilan
cuplikan perlu diperhatikan. Jika sebagai cuplikan digunakan darah, pencuplikan dilakukan
3-5 kali T1/2 eliminasi obat karena diasumsikan kadar obat yang dapat dianalisis pada waktu
tersebut mencapai 90-95% kadar obat total. Jika digunakan urin, pencuplikan dilakukan 7-
10 kaliT1/2 eliminasi obat berdasarkan asumsi bahwa pada waktu tersebut kadar obat yang
diekskresikan sudah mencapai 99% kadar obat total. Sedangkan pada percobaan
pendahuluan sebaiknya waktu sampling dicari setelah pemberian intravena.
Dalam waktu sampling perlu ditetapkan interval pengambilan dan lamanya waktu
pengambilan sampling. Untuk hasil terbaik pada ektravaskuler, perlu diambil pada dua
belas titik, yaitu tiga titik pada tiap tahap absorpsi, sekitar puncak, distribusi dan eliminasi,
untuk model dua kompartemen. Sedangkan untuk model satu kompartemen, diambil pada
sembilan titik yaitu tiga titik pada tiap tahap absorpsi, sekitar puncak dan eliminasi.
Pencuplikan pada tahap distribusi tidak diperlukan jika kinetikanya mengikuti model satu
kompartemen terbuka.
Kadar obat plasma hendaknya dimonitor sampai 3 jam setelah pemberian (untuk
sulfadiazin, dan parasetamol), dengan mengambil cuplikn minimal 4-6 titik pada jam-jam
pertama setelah pemberian obat.
Data yang diperoleh dari hasil percobaan pendahuluan tersebut selanjutnya
digunakan untuk memperkirakan model kompartemen suatu obat dalam farmakokinetiknya,
yaitu dengan memplotkan kadar obat dalam darah vs waktu pada kertas semilogaritma atau
plot log kecepatan ekskresi (dDE/dt) vs waktu pada kertas grafik normal jika digunakan
data urin.
Kinetika obat dikatakan mengikuti model satu kompartemen jika kurva tersebut (dari
data atau urin) menunjukkan kurva monovasik (berupa garis lurus), sedangkan untuk model
dua kompartemen kurva yang terjadi berbentuk bifasik (dua fase).
Model Farmakokinetik merupakan suatu hubungan matematik yang
menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diperiksa.
Metode analisis kompartemental digunakan untuk memperkirakan dan menentukan secara
kuantitatif apa yang terjadi terhadap obat sebagai fungsi waktu dari saat diberikan sampai
waktu dimana obat tersebut sudah tidak ada lagi di dalam tubuh. Perkiraan model
farmakokinetik di uji kebenarannya untuk memperoleh parameter-parameter
farmakokinetiknya. Parameter primer terdiri dari Ka (kecepatan absorpsi), Vd (volume
distribusi) dan Cl (clearance). Parameter primer mempengaruhi parameter sekunder dan
parameter turunan. Parameter sekunder terdiri dari T 1/2 (waktu paruh eliminasi) dan F
eliminasi. Parameter turunan terdiri dari AUC (Area Under Curve), F oral dan Css (kadar
obat dalam darah).
Model farmakokinetik berguna untuk (Shargel & Yu, 2005):
1. Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada berbagai pengaturan
dosis

2. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual

3. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dengan aktivitas farmakologi atau


metabolit – metabolit

4. Menghubungkan kemungkinan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau


toksikologik

5. Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi


6. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi, distribusi
dan eliminasi
7. Menjelaskan interaksi obat.
Pemilihan dosis dapat mengacu pada LD50 obat yang akan diuji. Perbandingan harga
LD50 oral lawan intravena dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang
absorbabilitas obat sebagai fungsi dari pemberian peroral. Jika informasi ini tidak tersedia
dapat digunakan dosis awal 5-10 % dari LD 50 intravena .Hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah metode analisis mendukung besaran dosis tersebut sehingga fase eliminasi kadar
obat masih dapat dimonitor. Dosis awal ini kemudian dinaikkan menurut besaran tertentu
untuk mendeteksi timbulnya kinetika tergantung dosis (dose dependent farmacocinetic).
Untuk obat-obat yang mudah mengalami saturasi dalam sistem transportasi dan eliminasinya
(misalnya fenitoin, warfarin, dan seftriakson), kenaikan nilai-nilai parameter kinetiknya
(misalnya AUC, T1/2) tidak sebanding dengan kenaikan dosis.Pemilihan dosis juga harus
memperhatikan adanya fenomena kinetika yang tergantung dosis, yaitu fenomena yang
menunjukkan adanya perubahan parameter farmakokinetika obat bila dosisnya berubah.
Keadaan ini berkaitan dengan asumsi orde kinetika obat tersebut. Kinetika diasumsikan
mengikuti orde nol bila menunjukkan fenomena tergantung dosis (dependent dose). Tapi
bila parameter farmakokinetik obat tidak dipengaruhi oleh perubahan dosis (independent
dose), maka dianggap mengikuti orde pertama. Hal ini dapat diketahui dengan
membandingkan harga waktu paruh eliminasi (T1/2) obat setelah pemberian beberapa dosis
yang berbeda. Jika harga T1/2 yang diperoleh berbeda akibat perbedaan dosis yang diberikan,
maka kinetik obat tersebut menunjukkan fenomena tergantung dosis (dependent dose).

C. BAHAN DAN ALAT


1. Powerpoint
2. LCD
3. Laptop

D. EVALUASI
1. Presentasi
PRAKTIKUM XIII

PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT PEMBERIAN DOSIS


TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA EKSKRESI URIN KUMULATIF

A. TUJUAN
Agar mahasiswa mampu mnghitung parameter farmakokinetika obat setelah
pemberian dosis tunggal melalui oral menggunakan data ekskresi urin kumulatif.

B. PENDAHULUAN
Selain dengan cuplikan darah, parameter farmakokinetika suatu obat juga dapat
ditetapkan dari pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam urin. Sebenarnya
pengukuran atau penggunaan cuplikan urin ini dapat lebih baik dari cuplikan darah,
terutama jika obat diekskresikan ke dalam urin secara sempurna dalam bentuk tidak
berubah. Hal tersebut dikarenakan:
1. Data urin mengukur langsung jumlah obat yang berada di dalam badan
2. Kadar obat dalam urin lebih besar daripada dalam darah
3. Volume yang tersedia lebih besar
4. Variabilitas kliren renal dapat diabaikan
Namun, penggunaan data urin juga memiliki beberapa keterbatasan, yakni:
1. Sulit diperoleh pengosongan kandung kencing yang sempurna
2. Ada kemungkinan terjadinya dekomposisi obat selaam penyimpanan
3. Ada kemungkinan terjadinya hidrolisis konjugat metabolit yang tidak stabil di
dalam urin.
Akibatnya, dapat mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk tak berubah yang
diekskresikan ke dalam urin dalam waktu tak terhingga. Dengan demikian jelas akan
mempengaruhi validitas hasil perhitungan parameter farmakokinetiknya. Metode untuk
menentukan kecepatan eliminasi k dari data ekskresi urin adalah sigma-minus atau the
amount to be excreted (metode ARE) (Hakim, 2011).
Metode ekskresi urin kumulatif biasanya dipergunakan untuk menetapkan
parameter Kel, Ka, Fa, t1/2 , % obat yang akan diabsorpsi, jumlah obat yang akhirnya
diabsorpsi, serta besar ketersediaan hayati obat (ARE).
Untuk memperoleh harga tetapan kecepatan eliminasi (Kel) tersebut di atas, dapat
dikerjakan dengan metode ARE. Pengumpulan cuplikan urin setelah pemberian suatu
obat, berlangsung sampai seluruh obat tak berubah praktis telah diekskresikan seluruhnya
dari badan, yakni pada waktu tak terhingga (gambar 1). Harga Kel kemudian diperoleh
dari plot semilogaritmik beberapa titik terakhir ARE lawan waktu. Dimana ARE ini
diperoleh dengan mengurangi Ae, dengan Ae sampai waktu tertentu seperti terlihat pada
gambar 2.

Dengan metode ekskresi renal/kecepatan ekskresi, pengumpulan ekskresi renal,


pengumpulan cuplikan urin, tidak diperlukan sampai seluruh obat tak berubah praktis
diekskresikan secara sempurna dari badan, dan harga Kel dapat diperoleh dari plot
semilogaritmik kecepatan ekskresi (dAe/dt) lawan waktu tengah seperti terlihat pada
gambar 3.

Gambar 1. Plot numerik jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin vs waktu
Gambar 2. Plot semilogaritmik ARE vs waktu, untuk penetapan Kel

Gambar 1. Plot numerik jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin vs waktu
Gambar 3. Plot semilogaritmik kecepatan ekskresi obat tak berubah vs waktu, guna
mencari Kel.
Metode lain perhitungan tetapan laju eliminasi K dari data ekskresi urin adalah
metode sigma-minus. Metode sigma-minus kadang-kadang lebih disukai daripada
metode lain karena fluktuasi data laju eliminasinya diperkecil.
Tabel 1. Perbedaan metode ARE dengan metode kecepatan eksresi (rate
method)/Mid Point time (MPT) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan Metode Kecepatan Eksesresi dengan Metode ARE

Rate Method ( vs t mid Metode ARE (Du –Du) vs t

Tidak perlu Du~ Perlu Du~


Kehilangan sampel tidak
Kehilangan sampel berpengaruh pada Du~.
berubah (pengumpulan urin dapat
Sampel diambil 7 kali t ½
ditunda).
Sampel dapat diambil 3-4 kali t ½
Penting dalam pengosongan kandung
kemih (tidak cocok untuk Balita & Pengosongan kandung kemih tidak berpengaruh
Lansia)
Obat mengikuti kinetika orde 0 Obat harus mengikuti kinetika untuk orde 1
Bisa untuk menghitung Ke (tetapan
kecepatan ekskresi) dari titik potong Tidak bisa menghitung Ke
kurva
Data tidak harus lurus (jika tidak lurus data
Data harus lurus
pengamatan dapat ditambah)
Faktor-faktor tertentu yang dapat mempersulit untuk mendapatkan data ekskresi
yang sahih adalah:
1. Suatu fraksi yang bermakna dari obat tidak berubah harus diekskresi dalam urin
2. Teknik penetapan kadar harus spesifik untuk obat tidak berubah, dan harus tidak
dipengaruhi oleh metabolit-metabolit obat yang mempunyai struktur kimia serupa
3. Diperlukan pengambilan cuplikan yang sering untuk mendapatkan gambaran kurva
yang baik
4. Cuplikan urin hendaknya dikumpulkan secara berkala sampai hampir semua obat
diekskresi (7-10 x t1/2).
5. Perbedaan pH urin dan volume dapat menyebabkan perbedaan laju ekskresi urin
yang bermakna.
6. Subyek hendaknya diberitahu pentingnya memberikan cuplikan urin yang lengkap
(yakni dengan pengosongan kandung kemih yang sempurna)
Tabel 2. Metode ARE

No Interval t mid p Cu V Ae1 Ae dAe/dt 1 AT %


pengambil dAe/dt (f) abs
cuplikan
1. t0-t1
2. t1-t2
3. t2-t3
n. tn-1 – tn

PERCOBAAN
A. BAHAN
Tablet sulfadiazine 500 mg, reagensia untuk penetapan kadar sulfadiazin sama
seperti pada percobaan sebelumnya. Data percobaan sebelumnya.
B. ALAT
1. Prinsip sama seperti percobaan 1-3, kecuali alat penampung dan pengukur volume
urin, serta flakon untuk menyimpan cuplikan urin.
2. Kalkulator
3. Kertas grafik semilog
4. Kertas HVS, Penggaris & Alat tulis
Tabel 3. Ringkasan cara perhitungan parameter farmakokinetik dengan data ekskresi
urin kumulatif
No Simbol Perhitungan
1. Tmidp (jam) tn-1 + tn/2
2. Cu (mg/ml) resapan yang terbaca pada masing-masing interval
pengambilan cuplikan masukkan pada persamaan garis kurva
baku yang dipergunakan
3. V (ml) besarnya volume urin yang diekskresikan setiap pengambilan
cuplikan
4. Aei (mg) Cu X V
5. Ae (mg) ∑ Aei selama interval waktu pengambilan cuplikan
6 dAe/dt (mg/jam) Aetn - Aetn-1/tn – tn-1
7. Kel Metode ARE
Regresi linier antara X (t) lawan Y (Ln Ae – Ae) pada
beberapa titik terakhir interval waktu pengambilan cuplikan.
Metode ekskresi renal
Regresi aln linier antara X (tmidp) lawan Y (Ln dAe/dt) pada
beberapa titik terakhir fase eliminasi.
(1/Kel dAe/dt) + Ae
8. At(f) (mg) Diperoleh setalh obat praktis diabsorpsi seluruhnya. Yakni
9. At(f)As (mg) harga rata-rata At (f) dimana harganya praktis sudah tidak
bertambah lagi (ajeg)
AT(f)/ At(f)As X 100%
10. % obat yang diabsorpsi Regresi Ln linier antara X (t) beberapa titik fase absorbsi
11. Ka (jam -1) lawan Y (Ln (1-At(f)/ At(f)As)
12. Fa At(f)As/ dosis
PRAKTIKUM XIV

EVALUASI PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT PEMBERIAN


DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA EKSKRESI URIN KUMULATIF

A. TUJUAN
Agar mahasiswa mampu mnghitung parameter farmakokinetika obat setelah
pemberian dosis tunggal melalui oral menggunakan data ekskresi urin kumulatif.

B. DASAR TEORI
Selain dengan cuplikan darah, parameter farmakokinetika suatu obat juga dapat
ditetapkan dari pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam urin. Sebenarnya
pengukuran atau penggunaan cuplikan urin ini dapat lebih baik dari cuplikan darah,
terutama jika obat diekskresikan ke dalam urin secara sempurna dalam bentuk tidak
berubah. Hal tersebut dikarenakan:
1. Data urin mengukur langsung jumlah obat yang berada di dalam badan
2. Kadar obat dalam urin lebih besar daripada dalam darah
3. Volume yang tersedia lebih besar
4. Variabilitas kliren renal dapat diabaikan

Namun, penggunaan data urin juga memiliki beberapa keterbatasan, yakni:


1. Sulit diperoleh pengosongan kandung kencing yang sempurna
2. Ada kemungkinan terjadinya dekomposisi obat selaam penyimpanan
3. Ada kemungkinan terjadinya hidrolisis konjugat metabolit yang tidak stabil di dalam urin.
Akibatnya, dapat mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk tak berubah yang
diekskresikan ke dalam urin dalam waktu tak terhingga. Dengan demikian jelas akan
mempengaruhi validitas hasil perhitungan parameter farmakokinetiknya. Metode untuk
menentukan kecepatan eliminasi k dari data ekskresi urin adalah sigma-minus atau the
amount to be excreted (metode ARE) (Hakim, 2011).
Metode ekskresi urin kumulatif biasanya dipergunakan untuk menetapkan
parameter Kel, Ka, Fa, t1/2 , % obat yang akan diabsorpsi, jumlah obat yang akhirnya
diabsorpsi, serta besar ketersediaan hayati obat (ARE).
Untuk memperoleh harga tetapan kecepatan eliminasi (Kel) tersebut di atas, dapat
dikerjakan dengan metode ARE. Pengumpulan cuplikan urin setelah pemberian suatu
obat, berlangsung sampai seluruh obat tak berubah praktis telah diekskresikan seluruhnya
dari badan, yakni pada waktu tak terhingga (gambar 1). Harga Kel kemudian diperoleh
dari plot semilogaritmik beberapa titik terakhir ARE lawan waktu. Dimana ARE ini
diperoleh dengan mengurangi Ae, dengan Ae sampai waktu tertentu seperti terlihat pada
gambar 2.

Dengan metode ekskresi renal/kecepatan ekskresi, pengumpulan ekskresi renal,


pengumpulan cuplikan urin, tidak diperlukan sampai seluruh obat tak berubah praktis
diekskresikan secara sempurna dari badan, dan harga Kel dapat diperoleh dari plot
semilogaritmik kecepatan ekskresi (dAe/dt) lawan waktu tengah seperti terlihat pada
gambar 3.

Gambar 1. Plot numerik jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin vs waktu
Gambar 2. Plot semilogaritmik ARE vs waktu, untuk penetapan Kel

Gambar 1. Plot numerik jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin vs waktu
Gambar 3. Plot semilogaritmik kecepatan ekskresi obat tak berubah vs waktu, guna
mencari Kel.
Metode lain perhitungan tetapan laju eliminasi K dari data ekskresi urin adalah
metode sigma-minus. Metode sigma-minus kadang-kadang lebih disukai daripada
metode lain karena fluktuasi data laju eliminasinya diperkecil.
Tabel 1. Perbedaan metode ARE dengan metode kecepatan eksresi (rate
method)/Mid Point time (MPT) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan Metode Kecepatan Eksesresi dengan Metode ARE

Rate Method ( vs t mid Metode ARE (Du –Du) vs t

Tidak perlu Du~ Perlu Du~


Kehilangan sampel tidak
Kehilangan sampel berpengaruh pada Du~.
berubah (pengumpulan urin dapat
Sampel diambil 7 kali t ½
ditunda).
Sampel dapat diambil 3-4 kali t ½
Penting dalam pengosongan kandung
kemih (tidak cocok untuk Balita & Pengosongan kandung kemih tidak berpengaruh
Lansia)
Obat mengikuti kinetika orde 0 Obat harus mengikuti kinetika untuk orde 1
Bisa untuk menghitung Ke (tetapan
kecepatan ekskresi) dari titik potong Tidak bisa menghitung Ke
kurva
Data tidak harus lurus (jika tidak lurus data
Data harus lurus
pengamatan dapat ditambah)
Faktor-faktor tertentu yang dapat mempersulit untuk mendapatkan data ekskresi
yang sahih adalah:
1. Suatu fraksi yang bermakna dari obat tidak berubah harus diekskresi dalam urin
2. Teknik penetapan kadar harus spesifik untuk obat tidak berubah, dan harus tidak
dipengaruhi oleh metabolit-metabolit obat yang mempunyai struktur kimia serupa
3. Diperlukan pengambilan cuplikan yang sering untuk mendapatkan gambaran kurva yang
baik
4. Cuplikan urin hendaknya dikumpulkan secara berkala sampai hampir semua obat
diekskresi (7-10 x t1/2).
5. Perbedaan pH urin dan volume dapat menyebabkan perbedaan laju ekskresi urin yang
bermakna.
6. Subyek hendaknya diberitahu pentingnya memberikan cuplikan urin yang lengkap (yakni
dengan pengosongan kandung kemih yang sempurna)

Tabel 2. Metode ARE


No Interval t mid p Cu V Ae1 Ae dAe/dt 1 AT %
pengambil dAe/dt (f) Abs
cuplikan
1. t0-t1
2. t1-t2
3. t2-t3
n. tn-1 – tn

C. ALAT DAN BAHAN


1. Powepoint
2. LCD
3. Laptop

D. EVALUASI
1. Presentasi
PETUNJUK UMUM
1. Percobaan ini mahasiswa di bagi 2 kelompok, dengan masing-masing 1 manusia
uji. Bias lebih dari satu.
2. Penetapan kadar tak berubah dikerjakan seperti pada percobaan 1-3, pada operating
time dan panjang gelombang maksimum yang telah di peroleh
3. Perhitungan kadar sulfadiazine dalam urin di dasarkan pada persamaan garis kurva
baku (internal atau eksternal) yang telah diperoleh pada percobaan 1.
4. Besarnya dosis sulfadiazine adalah 500 mg.
5. Seluruh mahasiswa diwajibkan melaporkan hasil secara
keseluruhan. Water Loading
1. 1 jam sebelum minum obat manusia uji minum air 400 ml, kemudian 200 ml setiap
minum obat dan 4 kali setiap 1 jam sebanyak 200 ml untuk jam berikutnya
2. Sebelum minum obat kandung kencing harus kosong/nol sempurna. Ambil urin
untuk blangko
3. Setiap waktu interval pengambilan urin, volume yang di ekskresi harus dicatat
4. Jangan sampai ada 1 cuplikan yang hilang
5. Pengumpulan urin sampai seluruh obat tidak berubah habis diekskresikan (7-10x t 1/2/)
6. Diusahakan kandung kencing kosong benaran setiap interval waktu pengambilan
cuplikan.
Jalan Percobaan
1. Tetapkan manusia uji. Dua (2) hari sebelum acara praktikum manusia uji sudah
mulai minum obat. Satu (1) minggu sebelum praktikum, tidak minum obat sejenis
sulfadiazine atau obat lain yang dapat mengganggu pebetapan kadar sulfadiazin.
2. Sebelum minum obat, ditetapkan dahulu interval waktu pengambilan cuplikan (t ½
sulfadiazine 10 – 17 jam).
3. Minum obat sulfadiazin tablet 500 mg dengan memperhatikan sistem water loading.
Jangan lupa ambil urin blangko sebelum minum obat.
4. Kumpulkan cuplikan urin pada sederetan interval waktu yang sudah di tentukan
sebelumnya. Catat volume urin pada setiap interval waktu pengambilan. Kemudian
ambil kurang lebih 10 ml, masukan dalam flakon dan simpan pada lemari es.
5. Tetapkan kadar tak berubah dalam cuplikan urin.
6. Data kadar dalam urin yang diperoleh pada setiap interval waktu pengambilan
cuplikan dimasukan dalam tabel 3. Selanjutnya hitung parameter farmakokinetika
sulfadiazin (Kel, t1/2, Ka, fa, % jumlah yang diabsorbsi, jumlah obat yang pada
akhirnya diabsorbsi), dengan melengkapi tabel 3 dan perhitungan berdasarkan tabel
2.
7. Simpulkan hasil dan dilaporkan.

Catatan: Jika resapan yang terbaca terlalu besar, maka dilakukan pengenceran
terhadap urin yang tersedia, bukan terhadap urin yang di reaksikan. Tugas;
Diwajibkan mengumpulkan rencana interval pengambilan cuplikan yang dilakukan
pada percobaa ini.

DAFTAR PUSTAKA
Hakim, L., 2011, Farmakokinetik. Bursa Ilmu, Yogkyakarta
Shargel, Leon, 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga
University Press, Surabaya
Wahyono D., Hakim L., Sugiyanto., Nurlaila,. Hakim A.R., Sari I.P., 2005., Petunjuk Praktikum
Farmakokinetik Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai