Panduan Praktikum Farmakokinetika - s1 Farmasi Uap
Panduan Praktikum Farmakokinetika - s1 Farmasi Uap
PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA
Penyusun :
Apt. Vicko Suswidiantoro, M.Farm
Diah Kartika Putri, M.Farm
MEMUTUSKAN
Ditetapkan di : Pringsewu
Pada Tanggal : 11 Februari 2022
Tembusan:
- Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Aisyah Pringsewu
- Ka.Prodi S1 Farmasi
- Yang bersangkutan
- Arsip
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 4
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. 5
A. Absensi
A. Praktikan hadir 15 menit sebelum praktikum, terlambat tidak lebih dari 15
menit.
B. Salah satu anggota kelompok terlambat atau tidak hadir, praktikum tetap
berjalan.
C. Praktikan (mahasiswa/i) berhalangan hadir, harus membuat surat ijin atau
surat keterangan sakit.
D. Praktikan wajib mengisi daftar absensi sebelum praktikum,.
E. Praktikan dilarang meninggalkan laboratorium tanpa seijin dosen atau
asisten.
B. Praktikum
A. Selama praktikum berlangsung tidak boleh merokok, makan dan minum.
B. Praktikan berpakaian jas laboratorium, tidak menggunakan sepatu
sandal, sandal atau sandal jepit.
C. Rambut praktikan harus rapi, Praktikan Pria tidak berambut panjang.
D. Praktikan harus membawa bagan kerja, lembar kerja, laporan praktikum
sebelumnya dan alat tulis.
E. Tas harus diletakkan di tempat yang telah ditentukan.
F. Sebelum memakai zat pereaksi, baca etiket botol dengan teliti.
G. Dilarang membuang zat yang tidak larut, asam-basa pekat, atau zat yang
berbahaya ke bak cuci.
A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami profil disolusi obat dalam berbagai kondisi Ph
2. Memahami pengaruh formulasi terhadap laju disolusi tablet
B. Uraian Teori
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara dan melalui beberapa rute
yang bertujuan untuk menghasilkan efek terapi, baik secara lokal maupun
sistemik. Obat untuk mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk padat dan
diberikan oral akan mengalami beberapa proses yaitu, desintegrasi, disolusi
dan absorbsi melalui membran sel saluran pencernaan. Disolusi obat adalah
proses kinetika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam
fase larutan. Umumnya, obat hanya dalam bentuk larutan yang dapat
diabsorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, atau bahkan memberikan kerja
farmakologis.
Disolusi merupakan tahap penentu dalam proses tersebut, terutama untuk
zat aktif yang memiliki tingkat kelarutan kurang baik dalam air. Obat akan
mencapai sirkulasi sistemik dimulai dengan tahapan paling lambat. Jika proses
disolusi suatu partikel obat tertentu cepat atau jika obat diberikan suatu larutan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi disolusi antara lain sifat
fisikokimia obat, faktor formulasi, anatomi fisiologi saluran cerna dan lain-
lain.
C.Pelaksanaan Praktikum
1. Alat dan Bahan
Bahan: Sampel Tablet generik dan Tablet merk dagang, larutan dapar
fosfat pH 5,8.
Alat: Dissolution tester, spektrofotometer UV-VIS, pipet ukur dan
peralatan gelas.
2. Prosedur Kerja
- Setiap kelompok menggunakan satu sampel uji
dengan medium disolusi yang telah ditetapkan.
- Penentuan panjang gelombang larutan zat aktif; buat
larutan standar konsentrasi 10 µg/mL dan ukur
serapannya pada panjang gelombang 220-350 nm.
- Pembuatan kurva kalibrasi; buat larutan standar zat
aktif dengan beberapa konsentrasi yaitu, 4, 6, 8, 10,
12 dan 14 µg/mL dan ukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum (hasil pengukuran pada no.
2).
- Penentuan profil disolusi; wadah disolusi (chamber)
diisi dengan air dan atur suhu pada 37ºC, kemudian
chamber diisi medium disolusi sebanyak 900 mL.
Sampel tablet dimasukkan dalam chamber yang
sudah terisi medium disolusi kemudian alat disolusi
diatur pada kecepatan 50 rpm. Larutan diambil
sebanyak 5 mL pada menit ke 5, 10, 15, 20 dan 30.
Setiap pengambilan harus digantikan dengan
medium lagi sejumLah yang sama. Larutan tersebut
kemudian diambil sebanyak
1 mL, lalu masukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan cukupkan
volume dengan dapar fosfat pH 5,8 hingga 100 mL. Masing-masing
larutan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan
spektofotometer UV - Vis, kemudian tentukan kadar zat aktif yang
terdisolusi per satuan waktu menggunakan kurva kalibrasi.
D.Evaluasi
1. Hasil Percobaan
- Penentuan panjang gelombang maksimum
- Kurva kalibrasi larutan
- Profil disolusi Tablet
- ED30 Tablet
2. Pembahasan
Dari data dan hasil percobaan lakukan analisa dan pembahasan tentang
pengaruh faktor formulasi terhadap profil disolusi sampel tablet dari dua
pabrik yang berbeda, dan tuliskan kesimpulan yang diperoleh dari
percobaan ini.
E. Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia e d i s i IV.
Jakarta.
Jurnal dan artikel terkait (nasional/Internasional)
Shargel, Leon and Andrew B.C. Yu. 2016. Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics. Edisi 7.
Sinko, Patrick L. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Edisi
5. Terjemahan Joshita Djajadisastra, Amalia H. Hadinata. Jakarta: EGC.
PRAKTIKUM II
A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami profil disolusi obat dalam berbagai kondisi Ph
2. Memahami pengaruh formulasi terhadap laju disolusi tablet
B. Uraian Teori
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara dan melalui beberapa rute
yang bertujuan untuk menghasilkan efek terapi, baik secara lokal maupun
sistemik. Obat untuk mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk padat dan
diberikan oral akan mengalami beberapa proses yaitu, desintegrasi, disolusi
dan absorbsi melalui membran sel saluran pencernaan. Disolusi obat adalah
proses kinetika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam
fase larutan. Umumnya, obat hanya dalam bentuk larutan yang dapat
diabsorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, atau bahkan memberikan kerja
farmakologis.
Disolusi merupakan tahap penentu dalam proses tersebut, terutama untuk
zat aktif yang memiliki tingkat kelarutan kurang baik dalam air. Obat akan
mencapai sirkulasi sistemik dimulai dengan tahapan paling lambat. Jika proses
disolusi suatu partikel obat tertentu cepat atau jika obat diberikan suatu larutan.
D. Evaluasi
a. Presentasi.
PRAKTIKUM III
ANALISIS OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI
A. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matrik
biologi.
B. DASAR TEORI
Analisis obat dalam matrik biologi diperlukan dalam studi farmakologi,
farmakokinetika dan pengembangan penggunaan obat. Pada tahap
farmakokinetika penelitian meliputi aspek absorbsi, distribusi, biotransformasi
dan eliminasi. Analisis obat dalam cairan biologi ditujukan untuk memonitor
penampilan sediaan obat yang ada dalam perdangan yang meliputi studi
ketersediaan hayati, kofirmasi respon farmakologik, membuktikan adanya racun
atau keracunan serta memonitoring obat pada kasus overdosis.
Agar hasil analisis dapat dipercayai, maka metode penetapan kadar harus
memenuhi kriteria antara lain nilai perolehan kembali yang tinggi (75%-90%
atau lebih), kesalahan acak dan sistematis kecil dari 10%, disamping itu perlu
juga diperhatikan kepekaan dan selektivitas yang nilainya tergantung kepada alat
yang diperlukan.
Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal, percobaan berikut perlu
dilakukan:
1. Khusus untuk reaksi warna perlu penetapan jangka waktu larutan obat yang
memberikan respon tetap.
2. Penetapan panjang gelombang larutanobat yang memberikan respon
maksimum.
3. Pembuatan kurva baku.
4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik.
Dalam hal ini akan dilakukan penetapan kadar teofilin dalam plasma secara
invitro.
Perolehan Kembali
Hitunglah perolehan kembali dan kesalahan sistematik untuk tiap besaran kadar.
Perolehan kembali = Kadar terukur x 100%
Kadar diketahui
Kesalahan sistemik adalah 100% dikurangi persentase perolehan kembali. Perolehan
kembali merupakan tolak ukur efisiensi analisis, sedangkan kesalahan sistematis
merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan
konstan atau proporsional.
Kesalahan Acak
Hitung kesalahan acak (random analitycal error) untuk tiap besaran.
Kesalahan acak = Simpangan baku x 100%
Hitung rata-rata
Kesalahan acak merupakan tolak ukur inpresisi suatu analisis dan dapat bersifat negatif atau
positif. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh
ttetapan variasi.
PRAKTIKUM IV
EVALUASI ANALISIS OBAT DALAM MATRIKS BIOLOGI
A. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam matrik
biologi.
B. DASAR TEORI
Analisis obat dalam matrik biologi diperlukan dalam studi farmakologi,
farmakokinetika dan pengembangan penggunaan obat. Pada tahap
farmakokinetika penelitian meliputi aspek absorbsi, distribusi, biotransformasi
dan eliminasi. Analisis obat dalam cairan biologi ditujukan untuk memonitor
penampilan sediaan obat yang ada dalam perdangan yang meliputi studi
ketersediaan hayati, kofirmasi respon farmakologik, membuktikan adanya racun
atau keracunan serta memonitoring obat pada kasus overdosis.
Agar hasil analisis dapat dipercayai, maka metode penetapan kadar harus
memenuhi kriteria antara lain nilai perolehan kembali yang tinggi (75%-90%
atau lebih), kesalahan acak dan sistematis kecil dari 10%, disamping itu perlu
juga diperhatikan kepekaan dan selektivitas yang nilainya tergantung kepada alat
yang diperlukan. Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal, percobaan
berikut perlu dilakukan:
1. Khusus untuk reaksi warna perlu penetapan jangka waktu larutan obat yang
memberikan respon tetap.
2. Penetapan panjang gelombang larutanobat yang memberikan respon
maksimum.
3. Pembuatan kurva baku.
4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik.
Dalam hal ini akan dilakukan penetapan kadar teofilin dalam plasma secara
invitro.
PRAKTIKUM V
A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menentukan kadar obat yang terdapat dalam sampel darah sukarelawan.
2. Menentukan orde eliminasi obat yang diberikan dan menganalisa parameter
farmakokinetik obat.
B. Uraian Teori
Farmakokinetika adalah pengetahuan yang mempelajari keadaan obat dan
metabolitnya di dalam tubuh makhluk hidup sebagai fungsi dari waktu setelah
proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Penentuan konsentrasi
obat dalam darah umumnya dilakukan terhadap plasma atau serum dengan
menganggap bahwa kadar obat dalam plasma mempunyai keseimbangan
dinamik dengan kadar obat dalam jaringan maka perubahan konsentrasi obat
dalam plasma akan dapat menggambarkan perubahan kadar obat dalam
jaringan.
Data konsentrasi obat dalam plasma sebagai fungsi dari waktu akan
diperoleh gambaran menyeluruh tentang kinetika obat di dalam tubuh setelah
pemberian obat melalui rute tertentu. Berdasarkan kurva hubungan antara
2. Pelaksanaan Praktikum
1. Alat dan Bahan
Alat : Kalkulator saintifik
Bahan : Data kadar obat dalam plasma, kertas semilog, lembar kerja
2. Prosedur Kerja
1) Setiap kelompok mendapatkan data kadar obat dalam plasma yang
diberikan melalui rute oral.
2) Berdasarkan contoh data yang diberikan, tentukan apakah eliminasi
obat mengikuti orde 0 atau orde 1.
2. Pembahasan
Dari contoh data dan hasil percobaan lakukan analisa dan pembahasan
mengenai kinetika eliminasi obat sesuai dengan orde reaksi yang
diperoleh, pengaruh nilai parameter farmakokinetika yang diperoleh
terhadap ketersediaan hayati maupun efek terapi yang diperoleh dari obat
tersebut. Kemudian tuliskan kesimpulan yang diperoleh dari hasil
praktikum dan pembahasan yang telah dibuat.
4. Daftar Pustaka
Nanizar, ZJ. Ars Prescribendi, Resep yang Rasional Buku Ketiga. Penerbit
Buku Airlangga University Press. Surabaya. 2006
Shargel, L. and Yu, A., Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 7th
ed., Appleton & Lange, New York, 2016.
Sinko, Patrick. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika ed 5; Prinsip
Kimia Fisika dan Biofarmasetika dalam Ilmu Farmasetika. Terjemahan
Joshita Djajadisastra. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2015
PRAKTIKUM VI
A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menentukan kadar obat yang terdapat dalam sampel darah sukarelawan.
2. Menentukan orde eliminasi obat yang diberikan dan menganalisa parameter
farmakokinetik obat.
B. Uraian Teori
Farmakokinetika adalah pengetahuan yang mempelajari keadaan obat dan
metabolitnya di dalam tubuh makhluk hidup sebagai fungsi dari waktu setelah
proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Penentuan konsentrasi
obat dalam darah umumnya dilakukan terhadap plasma atau serum dengan
menganggap bahwa kadar obat dalam plasma mempunyai keseimbangan
dinamik dengan kadar obat dalam jaringan maka perubahan konsentrasi obat
dalam plasma akan dapat menggambarkan perubahan kadar obat dalam
jaringan.
Data konsentrasi obat dalam plasma sebagai fungsi dari waktu akan
diperoleh gambaran menyeluruh tentang kinetika obat di dalam tubuh setelah
pemberian obat melalui rute tertentu. Berdasarkan kurva hubungan antara
1. Powerpoint
2. LCD
3. Laptop
D. Evaluasi
1. Presentasi
PRAKTIKUM VII
A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan :
1. Memahami proses in vitro dan perkembangan kadar obat dalam darah
setelah pemberian obat secara bolus intravena.
2. Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala
semilogaritmik.
3. Mampu menentukan berbagai parameter farmakokineka obat yang berkaitan
dengan pemberian obat secara bolus intravena.
B. Uraian Teori
Secara garis besar obat dapat diberikan secara intravaskuler (langsung masuk
ke dalam pembuluh darah) dan ekstravaskuler (di luar pembuluh darah seperti
pemberian secara oral, rektal, injeksi intramuskular, dll). Pemberian secara
ekstravaskular, obat akan masuk ke dalam sistem peredaran darah melalui
proses absorpsi. Pemberian secara intravaskular dapat dilakukan secara bolus
(sekaligus seperti injeksi intravena) atau secara kontinyu dengan suatu
kecepatan yang konstan seperti cara infus.
Setelah masuk ke dalam sistem peredaran darah, obat akan mengalami
proses distribusi metabolisme dan ekskresi. Proses “metabolisme” dan
“ekskresi” merupakan proses eliminasi. Berbagai proses tersebut akan
menyebabkan terjadinya perubahan kadar obat dalam darah dalam fungsi
waktu. Melalui pendekatan pemodelan matematis, kinetika obat dalam darah
dapat digambarkan dengan suatu model kompartemental: satu kompartemen
dan multi-kompartemen. Kinetika perubahan kadar obat untuk setiap proses
yang terjadi mengikuti kinetika orde satu.
Pemberian secara bolus intravena, obat seluruhnya akan masuk sekaligus
kedalam sistem peredaran darah sehingga pada waktu pemberian, kadar obat
dalam darah adalah yang tertinggi dan kadar obat akan menurun karena terjadi
proses dsitribusi ke dalam jaringan lain dan eliminasi.
Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian secara bolus
intravena dengan suatu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen
diberikan dengan persamaan berikut :
Cpt = C0 . ℮-k t
dimana Cpt adalah kadar obat dalam waktu t, C 0 adalah kadar obat pada waktu
0, k atau ke adalah konstanta kecepatan eliminasi obat.
Dengan menentukan kadar obat pada berbagai waktu, harga C0 dan k dapat
dihitung dengan regresi linier setelah persamaan ditransformasikan ke dalam
nilai logaritmik :
Iog Cpt = Iog C0 – k/2,303.t
2. Prosedur Kerja
Percobaan berikut ini merupakan simulasi dari pemberian obat secara
bolus intravena dengan mengambil suatu senyawa obat sebagai model
(Vitamin C 100 mg/10 mL) . Larutan obat (dianggap sediaan injeksi)
dimasukkan sekaligus (bolus) ke dalam suatu wadah (dianggap sebagai
kompartemen darah). Cairan dalam wadah kemudian akan dikeluarkan dengan
suatu kecepatan konstan (dianggap sebagai proses ekskresi renal). Cairan yang
hilang karena ekskresi kemudian diganti dengan air (dianggap sebagai air
yang diminum).
a. Isi wadah dengan 250 mL dengan aqua destillata.
b. Buat sejumLah volume larutan obat kadar tertentu; masukkan sekaligus ke
dalam wadah.
c. Jalankan segera pompa peristaltik/kran untuk mengeluarkan cairan dari
dalam wadah dan pompa peristaltik untuk penggatian air yang hilang dari
wadah.
d. Ambil cuplikan sebanyak 5mL pada waktu 5, 10, 15, 30, 45, 60 dan 90
menit setelah rangkaian dijalankan. Setiap kali pengambilan cuplikan
tambahkan sejumLah air volume sama dengan volume cuplikan (1 mL/
100 mL).
e. Tentukan kadar obat dalam cuplikan (secara spektrofotometri).
f. Plot data kadar obat terhadap waktu pada kertas semilogaritmik.
g. Tentukan model kompartemen obat
h. Hitung harga Co dan k.
i. Hitung harga Vd, Cl dan T1/2.
D.Evaluasi
1. Hasil Percobaan
• Kadar obat dalam cuplikan sampel
• Grafik data kadar obat terhadap waktu (grafik AUC)
• Hasil perhitungan parameter farmakokinetik (Co, k, Vd, Cl dan T1/2).
• Penentuan model kompartemen obat
2. Pembahasan
Dari data dan hasil percobaan lakukan analisa dan pembahasan mengenai
pengaruh rute pemberian terhadap kadar obat dalam cuplikan sampel,
kinetika eliminasi obat sesuai dengan orde reaksi yang diperoleh,
pengaruh nilai parameter farmakokinetika yang diperoleh terhadap
ketersediaan hayati maupun efek terapi yang diperoleh dari obat tersebut
dan model kompartemen yang diperoleh. Kemudian tuliskan kesimpulan
yang diperoleh dari hasil praktikum dan pembahasan yang telah dibuat.
E. Daftar Pustaka
Nanizar, ZJ. Ars Prescribendi, Resep yang Rasional Buku Ketiga. Penerbit
Buku Airlangga University Press. Surabaya. 2006
Shargel, L. and Yu, A., Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 7th
ed., Appleton & Lange, New York, 2016.
Sinko, Patrick. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika ed 5; Prinsip
Kimia Fisika dan Biofarmasetika dalam Ilmu Farmasetika. Terjemahan
Joshita Djajadisastra. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2015
PRAKTIKUM VIII
A. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan :
1. Memahami proses in vitro dan perkembangan kadar obat dalam darah
setelah pemberian obat secara bolus intravena.
2. Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala
semilogaritmik.
3. Mampu menentukan berbagai parameter farmakokineka obat yang
berkaitan dengan pemberian obat secara bolus intravena.
B. Uraian Teori
Secara garis besar obat dapat diberikan secara intravaskuler (langsung masuk
ke dalam pembuluh darah) dan ekstravaskuler (di luar pembuluh darah seperti
pemberian secara oral, rektal, injeksi intramuskular, dll). Pemberian secara
ekstravaskular, obat akan masuk ke dalam sistem peredaran darah melalui
proses absorpsi. Pemberian secara intravaskular dapat dilakukan secara bolus
(sekaligus seperti injeksi intravena) atau secara kontinyu dengan suatu
kecepatan yang konstan seperti cara infus.
Setelah masuk ke dalam sistem peredaran darah, obat akan mengalami
proses distribusi metabolisme dan ekskresi. Proses “metabolisme” dan
“ekskresi” merupakan proses eliminasi. Berbagai proses tersebut akan
menyebabkan terjadinya perubahan kadar obat dalam darah dalam fungsi
waktu. Melalui pendekatan pemodelan matematis, kinetika obat dalam darah
dapat digambarkan dengan suatu model kompartemental: satu kompartemen
dan multi-kompartemen. Kinetika perubahan kadar obat untuk setiap proses
yang terjadi mengikuti kinetika orde satu.
Pemberian secara bolus intravena, obat seluruhnya akan masuk sekaligus
kedalam sistem peredaran darah sehingga pada waktu pemberian, kadar obat
dalam darah adalah yang tertinggi dan kadar obat akan menurun karena terjadi
proses dsitribusi ke dalam jaringan lain dan eliminasi.
Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian secara bolus
intravena dengan suatu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen
diberikan dengan persamaan berikut :
Cpt = C0 . ℮-k t
dimana Cpt adalah kadar obat dalam waktu t, C 0 adalah kadar obat pada waktu
0, k atau ke adalah konstanta kecepatan eliminasi obat.
Dengan menentukan kadar obat pada berbagai waktu, harga C0 dan k dapat
dihitung dengan regresi linier setelah persamaan ditransformasikan ke dalam
nilai logaritmik :
Iog Cpt = Iog C0 – k/2,303.t
1. Powerpoint
2. LCD
3. Laptop
D. Evaluasi
1. Presentasi
PRAKTIKUM IX
ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI
A. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat memahami langkah - langkah analisis obat didalam cairan hayati.
B. DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika suatu obat dihitung dari konsentrasi obat dalam cuplikan
hayati yang sesuai, dapat berupa: darah, urin, air ludah, dahak, cairan lainnya yang
relevan atau mengandung obat, tetapi yang paling sering adalah darah atau urin.
Cuplikan urin dapat digunakan dengan baik jika obat/metabolit diekskresikan cukup
banyak dalam urin dan ditampung secara sempurna sampai waktu tak terhingga (t∞).
Cuplikan darah sangat relevan, karena semua proses obat dalam tubuh melibatkan darah
sebagai media, suatu alat ukur dari organ satu ke organ lain seperti absorpsi, distribusi,
metabolisme, ekskresi. Oleh karena itu, agar nilai – nilai parameter obat dapat dipercaya,
metode penetapan kadar harus memenuhi kriteria, yaitu meliputi perolehan kembali
(recovery), presisi dan akurasi. Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang
penting hal mana nilainya tergantung dari alat ukur yang dipakai.
Perolehan Kembali
Perolehan kembali (recovery) adalah suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat benilai
positif dan negatif. Dirumuskan sebagai berikut: Perolehan kembali = kadar
terukur/kadar diketahui x 100% = P%. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang
tinggi (75 – 90%) atau lebih.
Akurat
Akurat atau tepat adalah bahwa hasil yang diperoleh adalah mendekati nilai yang
sebenarnya. Misal dalam pengukuran sampel diperoleh nilai 100 ppm (kadar terukur),
dan memang diketahui kadar sampel tersebut adalah 100 ppm (kadar sebenarnya).
Akurat jika kadar terukur = kadar sebenarnya.
Kesalahan sistematik
Kesalahan sistemik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini
dapat berupa kesalahan konstan atau proposional. Rumus dari kesalahan sistematik
adalah: Kesalahan
sistematik = 100 – P%. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut kesalahan acak kurang dari 10%. Presisi Presisi/teliti adalah dalam tiap kali
replikasi pengukuran diperoleh hasil yang sama atau mendekati. Misalnya dilakukan
replikasi penetapan kadar sampel x, diperoleh: Percobaan 1 2 3 Hasil 80 ppm 82 ppm 83
ppm Hasil pengukuran sampel dengan tiga replikasi didapatkan hasil yang mendekati, maka
metode tersebut adalah teliti.
Kesalahan acak (random analytical error) merupakan tolak ukur imprecision suatu analisis,
dan dapat bersifat positive /negatif. Kesalah acak identik dengan variabilitas pengukuran dan
dicerminkan oleh tetapan variasi. Rumus dari kesalahan acak adalah: Kesalahan acak =
simpangan baku/harga rata – rata x 100 %. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut kesalahan acak kurang dari 10%.
Sensitif
Sensitif/peka adalah bahwa metode tersebut dapat/ mampu mengukur analit dalam kadar
yang sangat kecil sekalipun. Selektif bahwa metode tersebut selektif terhadap senyawa
tertentu saja artinya metode terebut selektif menguukur kadar senyawa yang diinginkan
dengan baik tanpa terganggu oleh senyawa pengotor yang lain.
Alat Bahan
1. Labu takar 10 ml dan 100 ml 1. Stok sulfametoksazol
2. Pipet volume 0,1; 0,2; 1; 2 ml atau sulfadiazine (Na) 1
3. Tabung reaksi (15 buah) mg/ml
4. Mikropipet (5 ml) dan tips 2. Asam trikloroasetat (TCA) 20%
5. Skapel/silet 3. Natrium nitrit (NaNO2) 0,1%
6. Tabung Ependorf 4. Amonium sulfamat 0.5%
7. Alat vortex 5. Heparin
8. Spektrofotometer dan kuvet 6. Darah tikus
9. Beker glass 7. N-(1-naftil)etilendiamin 0,1%
10. Sentrifuge /alat pemusing 8. Aquadest
11. Kalkulator, Kertas grafik numerik dan semilog
Hewan Uji: Tikus putih
2. Analisis Asam Salisilat
Alat Bahan
1. Labu takar 100 ml 1 buah, 10 ml 5 buah 1. Asam trikloroasetat (TCA) 10%
2. Pipet volume 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ml 2. NaOH
3. Tabung reaksi 3. Asam salisilat
4. Pipet ukur 5 ml 4. Darah kelinci
5. Spektrovotometer uv-vis 5. Antikoagulan
6. Alat sentrifuge 6. Aquadest
7. Kalkulator
8. Kertas Ph
3. Analisis Parasetamol
Alat Bahan
1. Pipet volume 0,5; 1; dan 2,5 ml 1. Larutan parasetamol X% dalam
2. Lihat alat Sulfadiazin propilenglikol 40% atau trilosa 1%
2. Asam trikloroasetat (TCA) 10%
3. Asam klorida 6 N
4. Natrium nitrit (NaNO2) 10% segar
5. Asam sulfamat 15%
6. NaOH 10%
7. Darah kelinci
8. Aquadest. (Hewan Uji: Tikus putih)
D. CARA KERJA
a. Membuat larutan stok asam salisilat dengan konsentrasi 500 ppm pada volume 100 ml
b. Mengencerkan larutan stok dengan aquadest dan buat seri konsentrasi 50 ppm:
100 ppm 150 ppm: 200 ppm: 250 ppm dalam labu takar 100 ml.
c. Membaca absorbansi masing – masing larutan pada ƛ = 265 nm
d. Membuat regresi linier antara Konsentrasi (ppm) Vs Absorbansi
(A0) Penetapan kadar asam salisilat
1. Sampel + Na2EDTA
2. Tambahkan TCA 10% 2 ml
3. Sentrifuge 3000 rpm selama 15 menit
4. Ambil plasma darah
5. Baca absorbansi pada ƛ = 265 nm
6. Tetapkan kadar
7. Hitung Recovery, Kesalah Acak dan Kesalahan Sistemik.
3. Prosedur Penetapan Kadar Parasetamol
Larutan parasetamol dalam air suling dibuat dengan konsentrasi 0,5 mg/ml ( larutan A)
dan 1 mg/ml (larutan B) masing-masing dibuat 5 ml.
Satu seri larutan parasetamol dalam darah (1 ml) dibuat dengan kadar: 50, 100, 150,
dan 200 µg/ml menggunakan larutan parasetamol 0,5 mg/ml; kadar 300 dan 400 µg/ml
menggunakan larutan parasetamol 1 mg/ml dimasukkan dalam tabung ependrof, yang
kemudian divortex.
1 ml darah + 0,1 ml larutan parasetamol (larutan A, 50
ppm) 1 ml darah + 0,2 ml larutan parasetamol (larutan A,
100 ppm) 1 ml darah + 0,3 ml larutan parasetamol (larutan
A, 150 ppm) 1 ml darah + 0,4 ml larutan parasetamol
(larutan A, 200 ppm) 1 ml darah + 0,3 ml larutan
parasetamol (larutan B, 300 ppm) 1 ml darah + 0,4 ml
larutan parasetamol (larutan B, 400 ppm)
Penetapan Kadar:
1. Plasma (1 ml) ditambah larutan TCA (1 ml; 10%) di dalam tabung pemusing
2. Pusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm, tuang beningan dalam
tabung reaksi
3. Tambahkan HCL (0,5ml; 6 N) dan NaNO 2 (1 ml; 10%), campur baik-baik,
diamkan 5 menit
4. Tambahkan dengan hati-hati asam sulfamat (1 ml; 15%) dan kemudian NaOH (2,5
ml; 10%), diamkan 3 menit di tempat dingin.
5. Baca intensitas warna pada spektrofotometer (435 nm)
DAFTAR PUSTAKA
A. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat memahami langkah - langkah analisis obat didalam cairan hayati.
B. DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika suatu obat dihitung dari konsentrasi obat dalam cuplikan
hayati yang sesuai, dapat berupa: darah, urin, air ludah, dahak, cairan lainnya yang
relevan atau mengandung obat, tetapi yang paling sering adalah darah atau urin.
Cuplikan urin dapat digunakan dengan baik jika obat/metabolit diekskresikan cukup
banyak dalam urin dan ditampung secara sempurna sampai waktu tak terhingga (t∞).
Cuplikan darah sangat relevan, karena semua proses obat dalam tubuh melibatkan darah
sebagai media, suatu alat ukur dari organ satu ke organ lain seperti absorpsi, distribusi,
metabolisme, ekskresi. Oleh karena itu, agar nilai – nilai parameter obat dapat dipercaya,
metode penetapan kadar harus memenuhi kriteria, yaitu meliputi perolehan kembali
(recovery), presisi dan akurasi. Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang
penting hal mana nilainya tergantung dari alat ukur yang dipakai.
Perolehan Kembali
Perolehan kembali (recovery) adalah suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat benilai
positif dan negatif. Dirumuskan sebagai berikut: Perolehan kembali = kadar
terukur/kadar diketahui x 100% = P%. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang
tinggi (75 – 90%) atau lebih.
Akurat
Akurat atau tepat adalah bahwa hasil yang diperoleh adalah mendekati nilai yang
sebenarnya. Misal dalam pengukuran sampel diperoleh nilai 100 ppm (kadar terukur),
dan memang diketahui kadar sampel tersebut adalah 100 ppm (kadar sebenarnya).
Akurat jika kadar terukur = kadar sebenarnya.
Kesalahan sistematik
Kesalahan sistemik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini
dapat berupa kesalahan konstan atau proposional. Rumus dari kesalahan sistematik
adalah: Kesalahan
sistematik = 100 – P%. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika
metode tersebut kesalahan acak kurang dari 10%. Presisi Presisi/teliti adalah dalam tiap kali
replikasi pengukuran diperoleh hasil yang sama atau mendekati. Misalnya dilakukan
replikasi penetapan kadar sampel x, diperoleh: Percobaan 1 2 3 Hasil 80 ppm 82 ppm 83
ppm Hasil pengukuran sampel dengan tiga replikasi didapatkan hasil yang mendekati, maka
metode tersebut adalah teliti.
Kesalahan acak (random analytical error) merupakan tolak ukur imprecision suatu analisis,
dan dapat bersifat positive /negatif. Kesalah acak identik dengan variabilitas pengukuran dan
dicerminkan oleh tetapan variasi. Rumus dari kesalahan acak adalah: Kesalahan acak =
simpangan baku/harga rata – rata x 100 %. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika metode tersebut kesalahan acak kurang dari 10%.
Sensitif
Sensitif/peka adalah bahwa metode tersebut dapat/ mampu mengukur analit dalam kadar
yang sangat kecil sekalipun. Selektif bahwa metode tersebut selektif terhadap senyawa
tertentu saja artinya metode terebut selektif menguukur kadar senyawa yang diinginkan
dengan baik tanpa terganggu oleh senyawa pengotor yang lain.
1. Powerpoint
2. LCD
3. Laptop
D. EVALUASI
1. Presentasi
PRAKTIKUM XI
PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI
MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS DALAM
FARMAKOKINETIKA
A. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mampu memperkirakan model kompartemen berdasarkan
kurva semilogaritmik kadar obat dalam darah/plasma terhadap waktu
2. Agar mahasiwa mampu menggunakan dosis yang tepat untuk subyek uji
3. Agar mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan untuk
pengukuran parameter farmakokinetik berdasarkan model kompartemen suatu
obat
B. PENDAHULUAN
Alat Bahan
1. Tabung reaksi/flakon 1. Asam Trikloroasetat (TCA)
2. Labu takar 5 ml 2. Sulfametoksazol
3. Pipet volume 0,1; 0,2; 1; 2ml 3. Akuades
4. Mikropipet & Pipet Tetes 4. Heparin
5. Spektrofotometer dan kuvet 5. Darah tikus & Darah kelinci
6. Skalpel/silet 6. Natrium Nitrit 0,1%
7. Sarung Tangan 7. Amonium Sulfamat 0,5%
8. Tabung eppendorf 8. N(1-naftil)etilendiamin 0,1%
9. Sentrifuge 9. Harga LD50 (i.v) untuk
10. Stopwatch sulfadiazin kelinci = 3 gr/kg BB,
11. Vortex parasetamol
12. Alat Timbang = 3 mg/kg BB
13. Alat Injeksi 10. Harga LD50 (p.o) untuk asam
salisilat pada kelinci = 1,3
mg/kg BB
D. CARA KERJA
a. Pembuatan kurva baku darah
i. Dibuat seri kadar baku SMZ yaitu: 5,10,25,50,100 dan 200 g/ml
dengan mengencerkan larutan SMZ 1,0 mg/ml menggunakan
aquadest.
ii. Diambillah masing-masing kadar SMZ diatas sebanyak 0,25 ml
kemudian masukkan dalam tabung reaksi.
iii. Ditambah aquadest dan Tambahkan TCA 10% 0,2 ml lalu
vortex dan disentifugasi 10 menit 2500rpm.
iv. Ditambahkan NaNO2 0,1% 0,1 ml dan diamkan selama 3 menit.
v. Ditambahkan ammonium sulfamat 0,5% 0,2 ml dan diamkan selama 2 menit.
vi. Ditambahkan N (1-naftil) etilendiamin 0,1% 0,2 ml dan diamkan selama 5 menit.
vii. Dibaca absorbansinya pada 545 nm pada spektrofotometer.
viii. Dibuat persamaan kurva baku: absorbansi terkoreksi vs kadar Y=Bx + A
A. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mampu memperkirakan model kompartemen berdasarkan
kurva semilogaritmik kadar obat dalam darah/plasma terhadap waktu.
2. Agar mahasiwa mampu menggunakan dosis yang tepat untuk subyek uji
3. Agar mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan untuk
pengukuran parameter farmakokinetik berdasarkan model kompartemen suatu
obat.
B. PENDAHULUAN
D. EVALUASI
1. Presentasi
PRAKTIKUM XIII
A. TUJUAN
Agar mahasiswa mampu mnghitung parameter farmakokinetika obat setelah
pemberian dosis tunggal melalui oral menggunakan data ekskresi urin kumulatif.
B. PENDAHULUAN
Selain dengan cuplikan darah, parameter farmakokinetika suatu obat juga dapat
ditetapkan dari pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam urin. Sebenarnya
pengukuran atau penggunaan cuplikan urin ini dapat lebih baik dari cuplikan darah,
terutama jika obat diekskresikan ke dalam urin secara sempurna dalam bentuk tidak
berubah. Hal tersebut dikarenakan:
1. Data urin mengukur langsung jumlah obat yang berada di dalam badan
2. Kadar obat dalam urin lebih besar daripada dalam darah
3. Volume yang tersedia lebih besar
4. Variabilitas kliren renal dapat diabaikan
Namun, penggunaan data urin juga memiliki beberapa keterbatasan, yakni:
1. Sulit diperoleh pengosongan kandung kencing yang sempurna
2. Ada kemungkinan terjadinya dekomposisi obat selaam penyimpanan
3. Ada kemungkinan terjadinya hidrolisis konjugat metabolit yang tidak stabil di
dalam urin.
Akibatnya, dapat mempengaruhi jumlah total obat dalam bentuk tak berubah yang
diekskresikan ke dalam urin dalam waktu tak terhingga. Dengan demikian jelas akan
mempengaruhi validitas hasil perhitungan parameter farmakokinetiknya. Metode untuk
menentukan kecepatan eliminasi k dari data ekskresi urin adalah sigma-minus atau the
amount to be excreted (metode ARE) (Hakim, 2011).
Metode ekskresi urin kumulatif biasanya dipergunakan untuk menetapkan
parameter Kel, Ka, Fa, t1/2 , % obat yang akan diabsorpsi, jumlah obat yang akhirnya
diabsorpsi, serta besar ketersediaan hayati obat (ARE).
Untuk memperoleh harga tetapan kecepatan eliminasi (Kel) tersebut di atas, dapat
dikerjakan dengan metode ARE. Pengumpulan cuplikan urin setelah pemberian suatu
obat, berlangsung sampai seluruh obat tak berubah praktis telah diekskresikan seluruhnya
dari badan, yakni pada waktu tak terhingga (gambar 1). Harga Kel kemudian diperoleh
dari plot semilogaritmik beberapa titik terakhir ARE lawan waktu. Dimana ARE ini
diperoleh dengan mengurangi Ae, dengan Ae sampai waktu tertentu seperti terlihat pada
gambar 2.
Gambar 1. Plot numerik jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin vs waktu
Gambar 2. Plot semilogaritmik ARE vs waktu, untuk penetapan Kel
Gambar 1. Plot numerik jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin vs waktu
Gambar 3. Plot semilogaritmik kecepatan ekskresi obat tak berubah vs waktu, guna
mencari Kel.
Metode lain perhitungan tetapan laju eliminasi K dari data ekskresi urin adalah
metode sigma-minus. Metode sigma-minus kadang-kadang lebih disukai daripada
metode lain karena fluktuasi data laju eliminasinya diperkecil.
Tabel 1. Perbedaan metode ARE dengan metode kecepatan eksresi (rate
method)/Mid Point time (MPT) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan Metode Kecepatan Eksesresi dengan Metode ARE
PERCOBAAN
A. BAHAN
Tablet sulfadiazine 500 mg, reagensia untuk penetapan kadar sulfadiazin sama
seperti pada percobaan sebelumnya. Data percobaan sebelumnya.
B. ALAT
1. Prinsip sama seperti percobaan 1-3, kecuali alat penampung dan pengukur volume
urin, serta flakon untuk menyimpan cuplikan urin.
2. Kalkulator
3. Kertas grafik semilog
4. Kertas HVS, Penggaris & Alat tulis
Tabel 3. Ringkasan cara perhitungan parameter farmakokinetik dengan data ekskresi
urin kumulatif
No Simbol Perhitungan
1. Tmidp (jam) tn-1 + tn/2
2. Cu (mg/ml) resapan yang terbaca pada masing-masing interval
pengambilan cuplikan masukkan pada persamaan garis kurva
baku yang dipergunakan
3. V (ml) besarnya volume urin yang diekskresikan setiap pengambilan
cuplikan
4. Aei (mg) Cu X V
5. Ae (mg) ∑ Aei selama interval waktu pengambilan cuplikan
6 dAe/dt (mg/jam) Aetn - Aetn-1/tn – tn-1
7. Kel Metode ARE
Regresi linier antara X (t) lawan Y (Ln Ae – Ae) pada
beberapa titik terakhir interval waktu pengambilan cuplikan.
Metode ekskresi renal
Regresi aln linier antara X (tmidp) lawan Y (Ln dAe/dt) pada
beberapa titik terakhir fase eliminasi.
(1/Kel dAe/dt) + Ae
8. At(f) (mg) Diperoleh setalh obat praktis diabsorpsi seluruhnya. Yakni
9. At(f)As (mg) harga rata-rata At (f) dimana harganya praktis sudah tidak
bertambah lagi (ajeg)
AT(f)/ At(f)As X 100%
10. % obat yang diabsorpsi Regresi Ln linier antara X (t) beberapa titik fase absorbsi
11. Ka (jam -1) lawan Y (Ln (1-At(f)/ At(f)As)
12. Fa At(f)As/ dosis
PRAKTIKUM XIV
A. TUJUAN
Agar mahasiswa mampu mnghitung parameter farmakokinetika obat setelah
pemberian dosis tunggal melalui oral menggunakan data ekskresi urin kumulatif.
B. DASAR TEORI
Selain dengan cuplikan darah, parameter farmakokinetika suatu obat juga dapat
ditetapkan dari pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam urin. Sebenarnya
pengukuran atau penggunaan cuplikan urin ini dapat lebih baik dari cuplikan darah,
terutama jika obat diekskresikan ke dalam urin secara sempurna dalam bentuk tidak
berubah. Hal tersebut dikarenakan:
1. Data urin mengukur langsung jumlah obat yang berada di dalam badan
2. Kadar obat dalam urin lebih besar daripada dalam darah
3. Volume yang tersedia lebih besar
4. Variabilitas kliren renal dapat diabaikan
Gambar 1. Plot numerik jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin vs waktu
Gambar 2. Plot semilogaritmik ARE vs waktu, untuk penetapan Kel
Gambar 1. Plot numerik jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin vs waktu
Gambar 3. Plot semilogaritmik kecepatan ekskresi obat tak berubah vs waktu, guna
mencari Kel.
Metode lain perhitungan tetapan laju eliminasi K dari data ekskresi urin adalah
metode sigma-minus. Metode sigma-minus kadang-kadang lebih disukai daripada
metode lain karena fluktuasi data laju eliminasinya diperkecil.
Tabel 1. Perbedaan metode ARE dengan metode kecepatan eksresi (rate
method)/Mid Point time (MPT) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan Metode Kecepatan Eksesresi dengan Metode ARE
D. EVALUASI
1. Presentasi
PETUNJUK UMUM
1. Percobaan ini mahasiswa di bagi 2 kelompok, dengan masing-masing 1 manusia
uji. Bias lebih dari satu.
2. Penetapan kadar tak berubah dikerjakan seperti pada percobaan 1-3, pada operating
time dan panjang gelombang maksimum yang telah di peroleh
3. Perhitungan kadar sulfadiazine dalam urin di dasarkan pada persamaan garis kurva
baku (internal atau eksternal) yang telah diperoleh pada percobaan 1.
4. Besarnya dosis sulfadiazine adalah 500 mg.
5. Seluruh mahasiswa diwajibkan melaporkan hasil secara
keseluruhan. Water Loading
1. 1 jam sebelum minum obat manusia uji minum air 400 ml, kemudian 200 ml setiap
minum obat dan 4 kali setiap 1 jam sebanyak 200 ml untuk jam berikutnya
2. Sebelum minum obat kandung kencing harus kosong/nol sempurna. Ambil urin
untuk blangko
3. Setiap waktu interval pengambilan urin, volume yang di ekskresi harus dicatat
4. Jangan sampai ada 1 cuplikan yang hilang
5. Pengumpulan urin sampai seluruh obat tidak berubah habis diekskresikan (7-10x t 1/2/)
6. Diusahakan kandung kencing kosong benaran setiap interval waktu pengambilan
cuplikan.
Jalan Percobaan
1. Tetapkan manusia uji. Dua (2) hari sebelum acara praktikum manusia uji sudah
mulai minum obat. Satu (1) minggu sebelum praktikum, tidak minum obat sejenis
sulfadiazine atau obat lain yang dapat mengganggu pebetapan kadar sulfadiazin.
2. Sebelum minum obat, ditetapkan dahulu interval waktu pengambilan cuplikan (t ½
sulfadiazine 10 – 17 jam).
3. Minum obat sulfadiazin tablet 500 mg dengan memperhatikan sistem water loading.
Jangan lupa ambil urin blangko sebelum minum obat.
4. Kumpulkan cuplikan urin pada sederetan interval waktu yang sudah di tentukan
sebelumnya. Catat volume urin pada setiap interval waktu pengambilan. Kemudian
ambil kurang lebih 10 ml, masukan dalam flakon dan simpan pada lemari es.
5. Tetapkan kadar tak berubah dalam cuplikan urin.
6. Data kadar dalam urin yang diperoleh pada setiap interval waktu pengambilan
cuplikan dimasukan dalam tabel 3. Selanjutnya hitung parameter farmakokinetika
sulfadiazin (Kel, t1/2, Ka, fa, % jumlah yang diabsorbsi, jumlah obat yang pada
akhirnya diabsorbsi), dengan melengkapi tabel 3 dan perhitungan berdasarkan tabel
2.
7. Simpulkan hasil dan dilaporkan.
Catatan: Jika resapan yang terbaca terlalu besar, maka dilakukan pengenceran
terhadap urin yang tersedia, bukan terhadap urin yang di reaksikan. Tugas;
Diwajibkan mengumpulkan rencana interval pengambilan cuplikan yang dilakukan
pada percobaa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, L., 2011, Farmakokinetik. Bursa Ilmu, Yogkyakarta
Shargel, Leon, 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga
University Press, Surabaya
Wahyono D., Hakim L., Sugiyanto., Nurlaila,. Hakim A.R., Sari I.P., 2005., Petunjuk Praktikum
Farmakokinetik Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.