Anda di halaman 1dari 11

 TRANSLASI MATA UANG

A. PENGARUH ALTERNATIF KURS TRANSLASI TERHADAP LAPORAN


KEUANGAN.
Dalam melakukan translasi saldo dalam mata uang asing menjadi mata uang domestik dapat
digunakan 3 nilai tukar yaitu antara lain :

a.    kurs kini (current

b.    Kurs historis (historical)

c.    Kurs rata-rata (average)

Harus dapat dibedakan antara keuntungan dan kerugian translasi (translation) dan keuntungan
dan kerugian transaksi (transaction) dimana keduanya merupakan keuntungan dan kerugian
akibat nilai tukar.

Dari dua jenis penyesuaian transaksi, keuntungan dan kerugian atas transaksi yang
terselesaikan, timbul ketika nilai tukar yang digunakan untuk mencatat transaksi pada awalnya
berbeda dengan nilai tukar yang digunakan saat penyelesaian.Jenis dua penyesuaian transaksi
adalah keuntungan dan kerugian dari transaksi yang belum terselesaikan timbul ketika laporan
keuangan disusun sebelum suatu transaksi diselesaikan.Namun demikian hingga utang mata
uang asing tersebut benar-benar dilunasi, kerugian nilai tukar belum direalisasi ini memiliki
sifat yang sama dengan kerugian translasi karena berasal dari proses penyajian ulang.
Perbedaan dalam kurs nilai tukar yang timbul pada tanggal yang berbeda menyebabkan
berbagai jenis penyesuaian nilai tukar. Berikut ini adalah bagan yang menjelaskan perbedaan
antara keuntungan dan kerugian transaksi dan translasi.

B. TRANSAKSI MATA UANG ASING.


Transaksi mata uang asing terjadi pada saat suatu perusahaan memberi
atau menjual barang dengan pembayaran yang dilakukan dalam suatu
mata uang asing atau ketika perusahaan meminjam atau meminjamkan
dalam mata uang asing.Berdasarkan konsep mata uang fungsioanal yaitu,
mata uang fungsional dari suatu entitas adalah mata uang yang berlaku di
wilayah operasional utama perusahaan dan menghasilkan arus kas.
Dengan demikian suatu transaksi mata uang asing dapat berdominasi
dalam suatu mata uang, tetapi di ukur atau di catat dalam mata uang
yang lain.FAS No. 52, pernyataan standar akuntansi untuk mata uang
asing yang wajib diterapkan di AS, mengharuskan perlakuan berikut ini
untuk translasi mata uang asing :
1.    Pada tanggal suatu transaksi diakui, setiap aktiva, kewajiban,
pendapatan, beban, keuntungan     atau kerugian yang terjadi dari suatu
transaksi harus diukur dan dicatat dalam mata uang fungsional
perusahaan yang melakukan pencatatan dengan menggunakan kurs nilai
tukar yang berlaku pada tanggal tersebut.

2.    Pada setiap tanggal neraca, saldo-saldo yang berdenominasi dalam


suatu mata uang harus selain mata uang fungsional perusahaan yang
melakukan pencatatan harus disesuaikan untuk mencerminkan kurs nilai
tukar terkini.

Penyesuaian kurs nilai tukar valuta asing (yaitu keuntungan atau


kerugian atas transaksi yang terjadi) perlu dibuat pada saat terjadi
perubahan kurs nilai tukar di antara tanggal transaksi dan tanggal
penyelesaian. Apabila laporan keuangan disusun sebelum penyelesaian
transaksi, penyesuaian akuntansi (yaitu keuntungan atau kerugian atas
transaksi yang belum diselesaikan) akan sama dengan perbedaan antara
jumlah yang awalnya dicatat dan jumlah yang disajikan dalam laporan
keuangan.

Dalam transaksi mata uang asing terdapat dua perlakuan akuntansi atau
keuntungan dan kerugian transaksi yang dapat diterapkan yaitu :

Perspektif Transaksi Tunggal  : Penyesuaian nilai tukar (baik yang sudah


diselesaikan maupun yang belum diselesaikan ) diperlakukan sebagai
penyesuaian terhadap akun–akun transaksi yang awal berdasarkan
premis bahwa suatu transaksi dan penyelesainnya merupakan peristiwa
tunggal.

Perspektif Dua Transaksi : Penagihan piutang dalam krona dianggap


sebagai peristiwa terpisah dari penjualan yang menyebabkan timbulnya
piutang tersebut .

FAS no 52 mengharuskan penggunaan metode dua transaksi untuk


mencatat transaksi dalam mata uang asing. Keuntungan dan kerugian
dari transaksi yang sudah selesai dan belum diselesaikan dimasukkan
dalam penentuan laba.Pengecualian utama terhadap ketentuan ini terjadi
apabila :

1.    Penyesuaian nilai tukar berkaitan dengan transaksi antar perusahaan


jangka panjang tertentu.

2.   Transaksi tersebut dimaksudkan dan berfungsi efektif sebagai


lindung nilai atas investasi (yaitu  lindung nilai terhadap posisi
aktiva/kewajiban bersih operasi luar negeri) dan komitmen mata uang
asing.

C. METODE DALAM TRANSLASI MATA UANG ASING.


Perusahaan yang beroperasi secara internasional menggunakan berbagai metode untuk
menyatakan laporan keuangannya dalam mata uang asing menjadi mata uang domestik. Metode
translasi ini  terdiri dari dua jenis yaitu :

1.    Metode Kurs Tunggal

Kurs terkini atau kurs penutupan untuk seluruh aktiva dan kewajiban lancar. Pendapatan  dan
beban dalam mata uang asing umumnya ditranslasikan dengan menggunakan kurs nilai tukar
yang berlaku pada saat pos-pos tersebut diakui. Umumnya ditranslasikan dengan menggunakan
rata-rata tertimbang kurs nilai tukar yang tepat untuk periode tersebut. Berdasarkan metode
kurs kini, laporan konsolidasi tetap mempertahankan hubungan laporan keuangan perusahaan
secara individu pada awalnya (seperti rasio keuangan) pada saat seluruh pos-pos laporan
keuangan dalam mata uang asing ditranslasikan dengan menggunakan satu kurs tunggal.

Metode kurs kini mengasumsikan bahwa seluruh aktiva dalam mata uang lokal menghadapi
risiko nilai tukar karena kurs nilai kini mengubah seluruh aktiva kini luar negeri setiap terjadi
perubahan nilai tukar. Nilai persediaan dan aktiva tetap didukung oleh inflasi lokal.Dengan
mentranslasikan seluruh saldo dalam mata uang asing dengan menggunakan kurs kini
menghasilkan keuntungan dan kerugian translasi setiap kali terjadi perubahan kurs nilai tukar.
Kebanyakan keuntungan dan kerugian ini tidak akan pernah direalisasi penuh.

2.    Metode Kurs Berganda

Metode ini menggabungkan kurs nilai tukar historis dan kurs nilai tukar kini dalam proses
translasi. Metode ini terbagi atas tiga metode yaitu :

a.    Metode kini – non kini (lancar-tidak lancar)

Aktiva lancar dan kewajiban lancar anak perusahaan luar negeri ditranslasikan ke dalam mata
uang pelaporan induk perusahaannya berdasarkan kurs kini. Aktiva dan kewajiban tidak lancar
ditranslasikan berdasarkan kurs historis. Pos-pos laporan laba rugi (kecuali depresiasi dan
amortisasi) ditranslasikan sebesar kurs rata-rata yang berlaku. Beban depresiasi dan amortisasi
ditranslasikan sebesar kurs historis yang tercatat saat aktiva tersebut diperoleh.Metode ini tidak
mempertimbangkan unsur ekonomis.

b.    Metode Moneter – Non Moneter

Menggunakan skema klasifikasi neraca untuk menentukan kurs klasifikasi translasi yang tepat.
Aktiva dan kewajiban moneter ditranslasikan berdasarkan kurs kini. Pos – pos non moneter 
aktiva tetap investasi  jangka panjang dan persediaan investor di translasikan dengan
menggunakan kurs historis. Pos – pos laporan laba rugi di translasikan dengan menggunakan
prosedur yang sama dengan konsep kini – non kini.

Metode ini melihat bahwa aktiva dan kewajiban menghadapi risiko mata uang asing. Metode
moneter-nonmoneter bergantung pada klasifikasi skema neraca untuk menentukan kurs
translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan hasil yang kurang tepat. Metode ini
mentranslasikan seluruh aktiva nonmoneter berdasarkan kurs historis,yang tidak cukup
memadai untuk aktiva yang dinyatakan sebesar nilai pasar kininya (seperti investasi dalam
surat berharga dan persediaan dan aktiva tetap yang nilainya diturunkan menjadi sebesar nilai
pasar). Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena menandingkan penjualan
berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya penjualan yang diukur sebesar biaya
perolehan dan kurs translasi historis.

c.    Metode Temporal


Translasi mata uang merupakan proses konversi pengukuran atau penyajian ulang niai tertentu.
Metode ini tidak mengubah atribut suatu pos yang diukur, melainkan hanya mengubah unit
pengukuran. Translasi saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang
dominasi pos-pos tersebut, tetapi bukan penilaian sesungguhnya. Kas diukur berdasarkan
jumlah yang dimiliki pada tanggal neraca. Piutang dan utang dinyatakan sebesar jumlah yang
diperkirakan akan diterima atau akan dibayarkan pada saat jatuh temponya. Aktiva dan
kewajiban lain-lain diukur sebesar harga uang saat pos-pos tersebut diakuisisi atau terjadi
(harga historis). Namun demikian, beberapa pos diukur sebesar harga yang terjadi per tanggal
laporan keuangan (harga kini), seperti persediaan berdasarkan aturan mana yang lebih rendah
antara biaya perolehan atau harga pasar.

Berdasarkan metode temporal, pos-pos moneter seperti kas, piutang dan utang ditranslasikan
berdasarkan kurs kini. Pos-pos pendapatan dan beban ditranslasikan sebesar kurs yang terjadi
pada saat transaksi berlangsung. Metode temporal memiliki keuntungan dan kerugian yang
sama dengan metode moneter nonmoneter karena sengaja mengabaikan inflasi local, metode ini
memiliki keterbatasan dengan metode translasi lain.Akuntansi biaya historis juga mengabaikan
inflasi.

Ketiga metode yang digunakan yaitu pertama metode kurs kini-non kini dan moneter-non
moneter di gunakan dalam mengindentifikasi aktiva dan kewajiban manakah yang beresiko
atau dapat dilindungi dari resiko mata uang asing.

Metode kurs kini mengasumsikan bahwa seluruh operasi luar negeri menghadapi risiko mata
uang asing karena seluruh aktiva dan kewajiban ditranslasikan dengan menggunakan kurs nilai
tukar akhir tahun.

Metode kini-nonkini mengasumsikan hanya aktiva dan kewajiban lancar yang sangat beresiko,
sedangkan metode moneter-nonmoneter mengasumsikan bahwa aktiva dan kewajiban moneter
yang beresiko.

Metode temporal dirancang unutk mempertahankan dasar teori pengukuran akuntansi yang
digunakan dalam menyusun laporan keuangan yang hendak ditranslasikan.

D. PENGARUH LAPORAN KEUANGAN


Tampilan di bawah ini menunjukan pengaruh metode translasi terhadap laporan keuangan.
Neraca sebuah anak perusahaan khayalan Meksiko dari suatu perusahaan multinasional yang
berbasis di AS menunjukan mata uang peso dan nilai ekuivalen dolar AS terhadap saldo dalam
peso Meksiko pada saat kurs nilai tukar srbesr P1= $0,13 seandainya peso mengalami
depresiasi menjadi P1=$ 0,10 maka beberapa hasil akuntansi yang berbeda dapat timbul.

Berdasarkan data diatas menunjukkan metode translasi yang berbeda memberikan hasil
akuntansi yang beragam, mulai dari kerugian sebesar $450 bila menggunakan metode kurs kini
hingga keuntuungan sebesar $360 bila menggunakan metode moneter – non moneter.
Perbedaan ini cukup besar mengigat seluruh hasilnya didasarkan pada fakta yang sama. Yang
lebih penting lagi, laba terkait operasi yang dilaporkan sebelum translasi mata uang  sangat
mungkin akan berubah dilaporkan menjadi kerugian atau laba yang jauh lebih rendah setelah
translasi (atau kebalikannya).

E. MODEL TRANSLASI MANA YANG TERBAIK ?


Keadaan yang mendasari proses translasi mata uang asing sangat berbeda.Translasi akun-akun
dari mata uang yang stabil ke dalam mata uang yang tidak stabil tidaklah sama dengan
melakukan translasi dari mata uang yang tidak stabil ke dalam mata uang yang stabil. Hanya
ada sedikit kesamaan antara translasi untuk transaksi jenis ekspor-impor dan transaksi yang
melibatkan perusahaan afiliasi yang secara tetap didirikan atau anak perusahaan di Negara lain
yang menanamkan kembali laba lokalnya dan tidak bermaksud untuk mengirimkan kembali
dana apapun kepada induk perusahaan dalam waktu dekat.

Kedua, translasi dilakukan untuk tujuan yang berbeda. Melakukan translasi akun-akun suatu
anak perusahaan luar negeri dalam rangka konsolidasi akun-akun dengan induk perusahaan
tidak sama dengan melakukan translasi akun-akun perusahaan yang independent dengan
maksud untuk memenuhi kepentingan para pihak luar negeri. Ada tiga pertanyaan yang harus
diperhatikan :

1.    Apakah menggunakan lebih dari satu metode translasi diperbolehkan ?

2.    Jika ya, metode manakah yang dapat digunakan dan dalam kondisi apakah metode tersebut
diterapkan?

3.    Apakah terdapat situasi di mana translasi sama sekali tidak boleh dilakukan ?

Terkait dengan pertanyaan pertama, jeals terlihat bahwa satu metode translasi saja tidak dapat
memenuhi dengan sama translasi yang dilakukan berdasarkan kondisi yang berbeda dan tujuan
yang berbeda. Jadi lebih dari satu metode translasi yang diperlukan.

Terdapat tiga pendekatan translasi yang berbeda yang dapat diterima yaitu :

1.    Metode historis :

Objek translasi adalah untuk mengubah unit pengukuran laporan keuangan anak perusahaan
luar negeri kedalam mata uang domestik dan untuk membuat laporan keuangan anak
perusahaan luar negeri sesuai dengan prinsip –  prinsip akuntansi  yang diterima secara umum
dinegara asal induk perusahaan maka tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan kurs nilai
tukar historis.Prinsip temporal lebih disukai karena secara umum mempertahankan prinsip
akuntansi yang digunakan untuk mengukur aktiva dan kewajiban yang awalnya dinyatakan
dalam mata uang asing.

2.    Metode kini

Merupakan translasi (penyajian ulang) secara langsung dari satu jenis mata uang kedalam mata
uang lainnya. Metode kurs kini lebih teapt digunakan apabila akun-akun anak perusahaan luar
negeri yang ditranslasika tetap mempertahankan mata uang lokal sebagai unit
pengukuran :yaitu jika entitas asing dipandang dari sudut pandang perusahaan lokal. Translasi
berdasarkan kurs kini tidak mengubah segala bentuk hunbungan awal  dalam laporan keuangan
mata uan asing, karena seluruh saldo akun hanya perlu dikalikan dengan suatu konstanta.
Pendekatan ini berguna jika akun-akun perusahaan independen ditranslasikan untuk
kepentingan pemegang saham luar negeri atau kelompok pengguna eksternal lainnya.
3.    Tidak dilakukan translasi sama sekali

Dilakukan apabila tidak ada translasi yang memadai jika dilakukan antara mata uang yang
sangat tidak stabil dan sangat stabil. Translasi dari satu mata uang itu ke yang lainnya tidak
akan menghasilkan informasi yang bermakna meski menggunakan metode yang  manapun. Jika
suatu mata uang cukup tidak stabil sehingga membuat translasi akun tidak dapat dilakukan,
konsolidasi laporan keuangan juga tidak dapat dilakukan. Translasi tidak diperlukan jika
laporan keuangan perusahaan independen dikeluarkan diterbitkan benar-benar untuk tujuan
pemberian informasi bagi para penduduk di negara lain yang berada dalam tingkat
perkembangan ekonomi yang dapat dibandingkan dan memiliki situasi mata uang nasional
yang dapat dibandingkan. Manajer iternasional yang efektif harus mampu mengevaluasi situasi
dan mengambil keputusan yang menyangkut lebih dari satu mata uang.

Frederick D.S.Choi, Gary K.Meek, International Accounting, Pearson Education – Prentice.

 EKSPOSUR DAN AKUNTANSI VALAS


Transaksi Valas (Valuta asing) menyebabkan timbulnya aksposur valas, yang disebabkan karena terjadinya
perubahan kurs. Eksposur valas yaitu aksposur transaksi, eksposur translasi, dan eksposur ekonomi, mempunyai
substansi ekonomi yang harus diplaporkan pada laporan keuangan.
6.1. Pasar Valas dan Kurs Pasar valas merupakan mekanisme melalui yang mana valuta suatu negara ditukarkan
dengan valuta negara lain, kurs antar valuta ditetapkan, dan transaksi antar valas diselesaikan. Dalam hubungannya
dengan lokasi fisik, pasar valas bertebaran di seluruh dunia dan eksis jika individu-individu atau institusi-institusi
saling bertukar valuta dari negara yang berbeda-beda. Dalam hubungannya dengan waktu eksekusi, transaksi valas
dapat terjadi di Spot market dan forward market. Spot market meliputi pembelian dan penjualan valas yang sangat
segera dilaksanakan. Untuk transaksi kecil di pasar retail, penyelesaiannya adalah segera, sedangkan untuk transaksi
besar di wholesale market butuh waktu sampai dua hari bisnis. Dalam forward market, para partisipan mengadakan
kontrak pada hari ini untuk penyerahan,/penerimaan valas pada waktu mendatang. Perbedaan antara kurs
sekarang( spote rate) dan kurs masa mendatang( forward rate) disebut premi (premium) jika kurs mendatang lebih
mahal disbanding dengan kurs sekarang, dan disebut dikon (discount) jika sebaliknya. Sistem moneter dunia
terbentuk dari banyak valuta nasional. Pada saat kurs mudah goyah (volatile), penting bagi para manajer untuk
waspada terhadap resiko valas dan mengmbil langkah-langkah yang cukup untuk mengatasinya. Daya saing
perusahaan terlibat dalam bisnis internasional dapat dipengaruhi oleh fluktuasi kurs.
6.2. Eksposur Valas Eksposur valas merupakan sebuah ukuran terhadap potensi perubahan profitabilitas, arus kas,
dan nilai pasar sebuah perusahaan yang disebabkan oleh perubahan kurs. Eksposur valas secara konvensional
diklasifikasi menjadi 3 tipe:
1. Eksposur translasi atau eksposur akuntansi
Merupakan potensi peningkatan atau penurunan nilai bersih perusahaan induk dan laba bersih yang dilaporkannya,
yang disebabkan oleh fluktuasi kurs sejak tanggal laporan keuangan konsolidasian periode sebelumnya. Tujuan
utama translasi adalah untuk menyusun laporan keuangan konsolidasian, translasi juga membantu dalam
mengevaluasi kinerja semua perusahaan afiliasi dimanapun dengan mengubah angka-angka laporan ke dalam
sebuah valuta umum ( yaitu valuta perusahaan induk).
2. Eksposure transaksi
Berkaitan dengan sensitifitas arus kas kontraktual yang dinyatakan dala valas terhadap perubahan kurs yang diukur
dalam valuta domestic perusahaan tersebut. Eksposur transaksi dapat timbul karena transaksi-transaksi berikut:
a. Membeli atau menjual barang secara kredit
b. Meminjam atau meminjamkan dana dalam valas
c. Terikat kontrak untuk membeli/menjual valas pada tanggal tertentu di masa mendatang
d. Transaksi lain untuk mendapatkan asset atau utang yang dinyatakan dalam valas.
3. Eksposur ekonomi/operasi
Menaksir dampak perubahan kurs di masa mendatang terhadap operasi perusahaan dan posisi kompetitifnya
terhadap perusahaan-perusahaan lain. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi langkah-langkah strategis yang
dapat diambil perusahaan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai perusahaan tersebut terhadap perubahan
kurs yang tidak diduga. Eksposur ini bersifat subyektif karena adanya ketidakpastian yang lebih besar dari variabel-
variabel ekonomi dalam jangka panjang.
6.3. Akuntansi Untuk Fluktuasi Kurs Perusahaan yang terlibat dalam bisnis global menghadapi resiko terjadinya
laba atau rugi dari fluktuasi kurs. Tetapi untuk memahi hal tersebut ada manfaat untuk membedakan antara transaksi
asing dan transaksi valas karena tidak semua transaksi asing dinyatakan dalam valas, sehingga tidak setiap transaksi
asing merupakan transaksi valas. Penting untuk dipahami bahwa terdapat perbedaan atara laba dan rugi transaksi
dan laba dan rugi translasi. Laba dan rugi transaksi direalisasi dan mempengaruhi arus kas perusahaan.
Dibandingkan dengan jumlah rupiah yang diterima seandainya dibayar tunai, jumlah tersebut dapat sama besar,
lebih besar atau lebih kecil. Potensi inilah yang disebut eksposur transaksi. Perlakuan akuntansi terhadap laba dan
rugi transaksi valas yaitu laba dan rugi tersebut harus dimasukkan ke dalam laporan hasil usaha dan mempengaruhi
laba pada periode terjadinya laba dan rugi transaksi tersebut.
6.3.1. Akuntansi Transaksi Valas Dalam transaksi valas salah satu isu akuntansinya adalah bagaimana transaksi
tersebut harus dicatat dalam melaporkan valuta pada tanggal terjadinya transaksi dan pada saat penyelesaiaan.
Dalam transaksi tunai, terdapat persetujuan umum bahwa transaksi harus dicatat dengan menggunakan kurs pada
tanggal transaksi( spot exchange rate). Tetapi dalam transaksi kredit ada 2 lagi isu akuntansi yang muncul, salah
satunya adalah bagaimana melaporkan penyesuaian kurs pada tanggal pelaporan keuangan. Ada 2 pandangan
mengenai apakah transaksi harus dianggap sebagai sebuah transaksi tunggal atau 2 buah transaksi : 6.3.1.1 .
Pendekatan Transaksi Tunggal Pandangan yang digunakan adalah bahwa hanya ada satu transaksi ekonomi yang
dicatat yaitu transaksi penjualan/pembelian. Sedangkan pelunasan utang atau penerimaan pelunasan piutang valas
dianggap sebagai bagian esensial dari transaksi ekonomi untuk menjual atau membeli barang atau jasa. 6.3.1.2.
Pendekatan Transaksi Ganda Dalam pendekatan ini utang dan piutang dianggap sebgai sebuah transaksi kedua yang
berbeda atau terpisah dari transaksi asli yang berupa pembelian atau penjualan barang atau jasa. Dalam pendekatan
ini manajemen tidak dapat memperkirakan besarnya kurs pada tanggal penyelesaian transaksi.
6.3.2 Akuntansi Translasi Valas Pada transaksi kredit menimbulkan masalah mengenai bagaimana melaporkan
perubahan kurs, antara kurs pada tanggal transaksi dan kurs pada tanggal penyelesaian. Ada 2 pendapat mengenai
hal ini: – pendapat pertama dilakukan penyesuaian. Alasannya : laporan keuangan harus mencerminkan kondisi
keuangan pada tanggal transaksi atau tanggal penyesuaian. – Pendapat kedua, tidak dilakukan penyesuaian, kurs
tanggal transaksi dan kurs tanggal neraca, seperti halnya dengan kurs pada tanggal transaksi adalah tidak nyata dan
tidak direalisasi akan berubah menjadi kurs nyata dan akan direalisasi pada tanggal penyelesaian.
Ada 4 metode untuk menstralai valas yaitu:
6.3.2.1 Metode Current Rate Pada metode ini semua item neraca ( kecuali modal)ditranslasi pada kurs sekarang,
Sedangkan akun modal saham dan agio modal ditranslasi pada kurs historis. Pada metode ini laba dan rugi translasi
valas tidak mempengaruhi laporan hasil usaha, serta tidak memperhatikan perbedaan sifat asset dan utang atau lama
waktu atau durasi.
6.3.2.2 Metode Temporal Pada metode ini, basis pengukuran asset atau kewajiban menentukan besarnya kurs yang
digunakan dalam translasi dan Sebagian besar pendapatan dan biaya ditranslasi dengan kurs rerata perode terkait.
Metode ini dapat digunakan untuk setiap basis ukuran( kos historis, harga pengganti sekarang atau haraga pasar
sekarang).
6.3.2.3 Metode Current/ Non-Current Prinsip-prinsip yang mendasari adalah asset dan utang harus ditranslasi
berdasarkan saat jatuh temponya. Serta berbasis pada klasifikasi aktifa dan utang yang sepenuhnya tidak berkaitan
dengan pengaruh ekonomi dari fluktuasi kurs terhadap aktifa dan utang.
6.3.2.4 Metode Moneter / Non-Moneter Semua item moneter sperti ( kas,utang dan piutang) pada neraca sebuah
perusahaan anak diluar negeri ditranslasi pada tariff kurs sekarang, karena metode ini berpersepsi bahwa item-item
tersebut terpengaruh oleh resiko kurs. Sebagian besar item laporan hasil usaha di translasi pada kurs rerata untuk
periode tersebut.
Referensi Buku:
Sunardi dan Nanang Sunyoto.2011.Akuntansi Internasional.Amara
 PENETAPAN HARGA TRANSFER
Dalam menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha terkait dengan transaksi dengan
pihak yang memiliki hubungan istimewa, maka setelah dilakukan analisis kesebandingan,
Wajib Pajak harus mementukan metode penentuan harga transfer yang tepat. Penentuan metode
transfer pricing ini wajib didukung dengan kajian mendalam serta kajian tersebut wajib
didokumentasikan.

Jenis-jenis Metode Transfer Pricing


Terdapat beberapa jenis metode penentuan harga transfer yang dapat dilakukan, yaitu :

1. metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable


uncontrolled price/CUP);
2. metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-
plus (cost plus method/CPM);
3. metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih
transaksional (transactional net margin method/TNMM).
Penerapan metode-metode di atas tidak bebas dilakukan tetapi harus dilakukan secara hirarkis.
Pertama dimulai dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen
(CUP) sesuai dengan kondisi yang tepat. Jika metode perbandingan harga antar pihak yang
independen (CUP) tidak tepat untuk diterapkan, wajib diterapkan metode penjualan kembali
(resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM) sesuai dengan
kondisi yang tepat.

Dalam hal metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost
plus method/CPM) tidak tepat untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba
(profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin
method/TNMM).

Metode Perbandingan Harga Antar Pihak Yang Independen (CUP)


Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price)
atau disingkat metode CUP adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.
Contoh penggunaan metode CUP ini misalnya PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas
penyerahan barang PT. A ke PT. B, PT. A membebankan harga jual Rp. 1.600,- per unit,
berbeda dengan harga yang diperhitungkan atas penyerahan barang yang  sama kepada PT. X
(tidak ada hubungan istimewa) yaitu Rp. 2.000,- per unit.

Pada contoh tersebut harga pasar sebanding (comparable uncontrolled price) atas barang yang
sama adalah yang dijual kepada PT. X yang tidak ada hubungan istimewa. Dengan demikian
harga yang wajar adalah Rp. 2.000,- per unit. Harga ini dipakai sebagai dasar perhitungan
penghasilan dan/atau pengenaan pajak.
Kondisi yang tepat untuk menggunakan metode CUP ini adalah  :

4. barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam
kondisi yang sebanding; atau
5. kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik
atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan
penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi
yang timbul.
Apabila tak ada kondisi di atas yang sesuai, maka metode CUP tidak dapat digunakan dan
Wajib Pajak harus menggunakan metode lainnya yang sesuai.

Metode Penjualan Kembali (RPM)


Metode harga penjualan kembali (resale price method) atau disingkat metode RPM adalah
metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam
transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang
mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak
lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan
dalam kondisi wajar.
Misalkan PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang ke PT. B, PT. A
membebankan harga jual Rp. 1.600,- per unit. PT. A tidak melakukan penjualan kepada pihak
ketiga yang tidak ada hubungan istimewa. PT. B  menjual kembali barang yang dibeli dari PT.
A ke pihak yang tidak ada hubungan istimewa dengan harga Rp. 2.500,- per unit. Laba kotor
sebanding untuk penjualan barang tersebut adalah 20% dari harga jualnya.

Dalam menguji kewajaran harga penjualan dari PT. A ke PT. B, dapat  diterapkan metode
RPM. Dengan menerapkan metode tersebut maka harga penjualan barang PT. A ke PT. B yang
wajar untuk perhitungan pajak penghasilan/dasar pengenaan pajak adalah Rp. 2.000,- {Rp.
2.500,- – (20% x Rp. 2.500,-)}.

Kondisi yang tepat untuk menggunakan metode ini adalah :

6. tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan
hasil analisis fungsi, meskipun barang atau jasa yang diperjualbelikan berbeda;
dan
7. pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan
atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Metode Biaya Plus (CPM)
Metode biaya-plus (cost plus method) atau metode CPM adalah metode Penentuan Harga
Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan
pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah
sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Contoh misalnya PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang ke PT. B, PT. A
membebankan harga jual Rp. 1.600,- per unit. PT. A tidak melakukan penjualan kepada pihak
ketiga yang tidak ada hubungan istimewa.

Dalam contoh di atas, maka harga yang wajar adalah harga pasar atas barang yang sama
(dengan barang yang diserahkan PT. A) yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada
hubungan istimewa. Apabila ditemui kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding
untuk barang yang sama                (terutama karena PT. A tidak menjual kepada pihak yang
tidak ada hubungan istimewa), maka dapat ditanggulangi dengan menerapkan harga pasar
wajar dari barang yang sejenis atau serupa, yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada
hubungan istimewa.

Dalam hal terdapat kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding untuk barang yang
sejenis atau serupa, karena barang tersebut mempunyai spesifikasi khusus, misalnya semi
finished products,             maka pendekatan harga pokok plus (cost plus method) dapat
digunakan untuk menentukan kewajaran harga penjualan PT. A.
Misalnya diketahui bahwa PT. A memperoleh bahan baku dan bahan pembantu produksinya
dari para pemasok yang tidak mempunyai  hubungan istimewa. Harga pokok barang yang
diproduksi per unit adalah Rp. 1.500,- dan laba kotor yang pada umumnya diperoleh dari
penjualan barang yang sama antar pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa
(comparable mark up) adalah 40% dari harga pokok.
Dengan menerapkan metode harga pokok plus maka harga jual yang wajar atas barang tersebut
dari PT. A kepada PT. B untuk tujuan penghitungan penghasilan kena pajak/dasar pengenaan
pajak adalah Rp. 2.100 {Rp. 1.500 + (40% x Rp. 1.500)}.

Kondisi yang tepat apabila akan menggunakan metode CPM ini adalah

8. barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan


Istimewa;
9. terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility
agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply
agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
10. bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
Metode Pembagian Laba (PSM)
Metode pembagian laba (profit split method) atau metode PSM adalah metode Penentuan
Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan
dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat
diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan
terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa.
Metode PSM hanya dapat digunakan dalam kondisi sebagai berikut :

11. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait
satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara
terpisah; atau
12. terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi
yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.
Metode Laba Bersih Transaksional (TNMM)
Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method) atau disingkat TNMM
adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan persentase
laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar
lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan
persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas
transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
lainnya.
Metode TNMM ini digunakan jika tidak ada kondisi yang cocok yang dapat diterapkan untuk
menggunakan metode CUP, RPM, CPM dan PSM. Dengan kata lain, metode ini adalah metode
terakhir yang bisa digunakan jika metode yang lainnya tidak dapat digunakan.

Sumber : PER-43/PJ/2010 dan SE-04/PJ.7/1993


 

 HARMONISASI AKUNTANSI INTERNASIONAL  DAN BAGAN INTERNASIONAL 


Akuntansi internasional adalah akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-
prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh
dunia. Perkembangan akuntansi internasional sekarang ini semakin pesat dan perhatian profesi
akuntan pun terhadap masalah ini semakin besar. Ada tiga kemungkinan pengertian orang
terhadap akuntansi internasional ini.
Pertama, konsep parent-foreign subsidiary accounting atau accounting for foreign subsidiary.
Konsep ini yang paling tua. Di sini dianggap bahwa akuntansi internasional hanya menyangkut
proses penyusunan laporan konsolidasi dari perusahaan induk dengan perusahaan cabang yang
berada diberbagai Negara

Kedua, konsep comperative atau international accounting yang menekankan pada upaya
mempelajari dan mencoba memahami perbedaan akuntansi di berbagai Negara. Di sini
menyangkut mengakuan terhadap perbedaan akuntansi dan praktik pelaporan, pemgakuan
terhadap prinsip dan praktik akuntansi di masing-masing Negara, dan kemapuan untuk
mengetahui dampak perbedaan itu dalam pelaporan keuangan. Umumnya pengertian
international accounting adalah menggunakan konsep comparative accounting ini.

Ketiga, universal atau world accounting yang berarti merupakan kerangka atau konsep di mana
kita memiliki satu konsep akuntansi dunia termasuk didalamya teori dan prinsip akuntansi yang
berlaku disemua Negara. Ini merupakan tujuan akhir dari international accounting.

Weirich et.al (Belkaoui, 1985) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai berikut.


Mencakup semua perbedaan prinsip, metode dam standar akuntasi semua Negara. Termasuk
didalamnya prinsip akuntasi ( GAAP) yang yang ditetapkan di tiap Negara, sehingga akuntan
harus menguasai semua prinsip di semua Negara jika mempelajari akuntansi internasional.
Tidak ada maksud untuk memiliki prinsip yang berlaku umum sedunia. Perbedaan ini diakui
karena adanya perbedaan geografi , sosial, ekonomi, politik, dan hukum.

Anda mungkin juga menyukai