Anda di halaman 1dari 8

CHAPTER XVI

PERDARAHAN PASKA PERSALINAN

Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta mengetahui
tentang faktor – faktor yang mempengaruhi perdarahan
paska persalinan dan tehnik penanganannya
Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta mampu
untuk :
1. Mengenal klasifikasi perdarahan post partum
2. Mengenal etiologi perdarahan post partum
3. Mengenal etiologi perdarahan post partum lambat
4. Mendemonstrasikan Metode Sayeba dan Modifikasinya
PENDAHULUAN Perdarahan pasca persalinan merupakan perdarahan yang paling
banyak menyebabkan kematian ibu. Lebih dari separuh jumlah
seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan
darah. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah
mengalami perdarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita
akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan mengalami
mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. Oleh sebab
itu, diperlukan tindakan yang tepat dan cepat dalam mengatasi
pendarahan pasca persalinan.

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic


(PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat
implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya.—Di Indonesia, Sebagian besar
persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang
bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat
sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas
tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah
650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut
disebabkan oleh  perdarahan  post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus
dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta
(termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan
laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar
perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta
mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan
post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan
histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai
penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum,
laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.
PENGERTIAN Perdarahan pascasalin Adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah
setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5%
wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml
darah.

Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi


potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering
menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.Kadang-kadang
plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-
batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk
mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu
lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros
meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan
median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih
dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan,
termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang
mendekati 30 menit atau lebih. Efek perdarahan banyak
bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat
anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang
dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih
dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat
banyak.
KLASIFIKASI PERDARAHAN POST 1. Perdarahan post partum primer / dini  (early postpartum
PASRTUM hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention
plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya
terjadi pada 2 jam pertama
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum
hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam
pertama.
ETIOLOGI PERDARAHAN 1. Atonia uteri
POST PARTUM DINI Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
a. Umur yang terlalu muda / tua
b. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande
mutipara
c. Partus lama dan partus terlantar
d. Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli,
hidromnion / janin besar
e. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair
pada solusio  plasenta
f. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2. Laserasi  Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks,
forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang
banyak apabila tidak segera di reparasi.
3. Hematoma :Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-
daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan
perineum.
4. Lain-lain :—Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi
kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang
tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri.
ETIOLOGI PERDARAHAN POST 1. Tertinggalnya sebagian plasenta
PARTUM LAMBAT 2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
3. Dari luka bekas seksio sesaria
DIAGNOSIS Membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia.apabila hal ini
dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan
syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang
mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan
kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes.perdarahan


yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga
cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena
kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan
yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan
jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus
ditampung dan dicatat.

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi


menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya
diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.
Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan
umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada
palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek.
Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan
baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan
pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan
pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya
robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa
plasenta.
PENCEGAHAN DAN Cara  yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post
PENANGANAN partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara
legal etis mengacu pada Asuhan Persalinan Normal (APN). Apabila
persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan
ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan
ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
a. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan
aman (termasuk `upaya pencegahan perdarahan pasca
persalinan)
c. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca
persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
d. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
e. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
f. Atasi syok
g. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,
lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan
infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
h. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi
kemungkinan robekan jalan lahir.
i. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
j. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output
cairan
k. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

Metode Sayeba dan Metode inovatif yang diperkenalkan pada tahun 1997 oleh
modifikasinya (Kondom Kateter Profesor Sayeba Akhter, ahli kebidanan dari Bangladesh, adalah
Hidrostatik Intrauterine) penggunaan kondom kateter hidrostatik intrauterin untuk
penanganan perdarahan pasca persalinan. Bahan yang digunakan
adalah kateter Folley no 24, kondom, blood set (set transfusi) atau
infuse set (set infus), cairan garam fisiologis. Benang chromic atau
silk untuk mengikat dan beberapa tampon bola untuk fiksasi.
Kateter Folley steril dimasukkan ke dalam kondom, dan diiikat
dengan pangkal kondom menggunakan benang silk dan ujung luar
dari kateter dihubungkan dengan infus set yang berisi cairan salin.
Setelah kateter dimasukkan ke dalam uterus, kondom
digembungkan dengan 250 – 500 ml cairan salin tergantung
kebutuhan dan pada ujung luar kateter diikat dan set infus/set
transfusi dikunci begitu perdarahan berhenti. Intervensi ini dapat
dilakukan dengan murah, mudah, cepat dan tidak membutuhkan
petugas kesehatan yang terlatih. Harga bahan yang digunakan juga
terjangkau. Harga kateter folley no 24 adalah $1,5 USD, kondom
tidak lebih dari $ 0,2 USD, set infus/set transfusi $ 1 USD. Cairan
harganya $ 0,5 USD per buah. Lain-lain tidak lebih dari $ 1 USD.
Total tidak lebih dari $ 5 USD yang hampir setara dengan Rp.
50.000,00 (Lima puluh ribu rupiah). Metode ini dinamakan ”Metode
Sayeba untuk mengatasi perdarahan pasca persalinan” sesuai
dengan nama penemunya, yaitu Professor Sayeba. Pada
penelitiannya, 23 pasien dilakukan intervensi dengan kondom
kateter setelah mengalami perdarahan pasca persalinan. Dari 23
pasien tersebut, 19 (82%) pasien mengalami perdarahan pasca
persalinan primer, 4 (17%) pasien mengalami perdarahan pasca
persalinan sekunder. Dari 23 pasien tersebut, 12 (52%) mengalami
syok akibat perdarahan yang hebat. Pada kasus ini, kondom
kateter segera diaplikasikan tanpa menunggu penanganan
medikamentosa terlebih dahulu. Pada kasus yang lain, masase
fundus dan pemberian uterotonika (methergin dan oksitosin,
sedangkan misoprostol tidak digunakan dalam institusi ini) gagal
menghentikan perdarahan pada 10 pasien. Dan pada 1 pasien,
teknik kompresi penjahitan uterus yang dikerjakan pada pasien
dengan perdarahan pasca persalinan tidak menghentikan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus (56,5%), kondom kateter
dipasang dalam waktu 0-4 jam setelah melahirkan. Sedangkan
pada 32,7% kasus, dikerjakan antara 5-24 jam setelah melahirkan.
Pada 23 pasien ini, perdarahan berhenti dalam waktu 15 menit.
Dilakukan pemantauan selama 48-72 jam. Tidak ada pasien yang
membutuhkan intervensi lebih lanjut, dan tidak ada morbiditas yang
serius yang ditemukan. Dibutuhkan 200-500 ml (rata-rata 336,4 ml)
larutan garam fisiologis untuk menggembungkan balon. Rata-rata
3,23 unit darah (berkisar 2-10 unit) dibutuhkan untuk mencapai
stabilitas hemodinamik. Tidak ada pasien yang jatuh ke dalam syok
yang ireversibel. Tidak ada infeksi intrauterin dilihat dari tanda dan
gejala klinis, maupun laboratoris dari kultur sensitivitas apusan
vagina.
Pada tulisan ini, metode yang diperkenalkan adalah
modifikasi teknik Sayeba, yang menghilangkan komponen kateter
Folley no 24, dengan alasan penggunaan kateter dengan metode
ini tidak bermakna. Kateter Folley no 24 tidak selalu ada di
puskesmas, dan penggunaan kateter Folley no 16 dan no 18
membutuhkan waktu yang lama untuk mengalirkan cairan ke dalam
kondom. Di samping itu, biaya akan menjadi lebih murah, karena
komponen harga berkurang $1,5 USD. Sehingga total biaya yang
semula Rp. 50.000,00 berkurang hingga Rp. 35.000,00. Selain itu,
waktu yang dibutuhkan untuk merakit metode ini menjadi lebih
cepat, karena tidak perlu menyambungkan kondom dengan set
infus/set transfusi. Metode ini dinamakan kondom hidrostatik
intrauterin untuk penanganan perdarahan pasca persalinan.
Bahan yang digunakan hampir sama dengan metode
Sayeba, tetapi tanpa kateter Folley no 24. Bahan-bahannya adalah
kondom, blood set (set transfusi) atau infuse set (set infus), cairan
garam fisiologis. Benang chromic atau silk atau benang tali pusat
untuk mengikat dan beberapa tampon bola untuk fiksasi. Set
infus/set transfusi yang sudah disambungkan dengan cairan,
ujungnya dimasukkan ke dalam kondom, kemudian kondom diikat
pada ujung set infus/set transfusi, kemudian dimasukkan ke dalam
kavum uteri, dan kemudian digembungkan dengan mengalirkan
cairan melalui set infus/set transfusi. Kondom ini bisa
digembungkan rata-rata 500 cc. Bahkan di literatur lain, disebutkan
apabila perdarahan masih terus mengalir, kondom dapat
digembungkan mencapai 2000 cc. Isu tentang kekuatan kondom ini
sendiri kadang menjadi pertanyaan. Menurut Food and Drug
Administration (FDA) di Amerika Serikat, kondom yang terjual di
pasaran sudah melewati quality control, dan memenuhi syarat
karakteristik fisik yang ditentukan. Kondom minimal harus memiliki
tensile strength 15.000 pounds psa dan minimal harus bisa
dilakukan elongasi sampai dengan 625% sebelum kemudian robek
atau pecah.
Teknik pemasangan kondom 1. Penderita tidur diatas meja ginekologi dalam
hidrostatik intrauterin posisi lithotomi.
2. Alat-alat telah disiapkan.

3. Aseptik dan antiseptik genitalia eksterna dan sekitarnya.


4. Kandung kemih dikosongkan.
5. Telah dipersiapkan sebelumnya, set infus/set transfusi yang
sudah disambungkan dengan cairan NaCl/RL, ujungnya
dimasukkan ke dalam kondom, kemudian kondom diikat pada
ujung set infus/set transfusi dengan benang chromic/silk atau
benang tali pusat.

6. Introduksi kondom ke dalam kavum uteri bisa dilakukan dengan


2 cara, yang pertama dengan menggunakan spekulum sims /
L, bibir serviks bagian anterior dan posterior dijepit dengan ring
forsep, dan kondom yang sudah diikat pada ujung set infus/set
transfusi dimasukkan intra kavum uteri dengan menggunakan
tampon tang. Cara yang kedua, kondom yang sudah diikat
pada ujung set infus/set transfusi dimasukkan secara digital
menggunakan jari, cara yang sama dipakai untuk memasukkan
kateter folley untuk induksi.
7. Kemudian kondom digembungkan dengan mengalirkan cairan
dari selang infus, sampai ada tahanan atau perdarahan
berhenti, kemudian cairan infus ditutup kembali. Cairan yang
dimasukkan antara 250 – 2000 cc.

8. Masukkan tampon bola untuk memfiksasi kondom supaya tidak


terlepas.

9. Dilakukan observasi tanda vital dan perdarahan pervaginam.


Bila tanda vital stabil dan perdarahan pervaginam berhenti,
berarti pemasangan kondom hidrostatik intrauterin berhasil.

10. Pasien dapat dilakukan observasi atau segera dirujuk atau bila
tindakan dilakukan di Rumah Sakit, dapat dilakukan persiapan
kamar operasi untuk laparatomi sebagai rencana cadangan.

11. Apabila pasien stabil dan perdarahan per vaginam berhenti,


kondom hidrostatik intrauterin menjadi tatalaksana utama, dan
dapat dipertahankan selama 24-48 jam, jika perlu cairan dalam
kondom dikeluarkan secara bertahap.

Anda mungkin juga menyukai