Anda di halaman 1dari 26

Menelisik Kembali Sejarah Masuknya Islam Ke Nusantara

(Menganalisis Teori Paling Populer Yang Diungkap Oleh


Para Sejarawan Tentang Masuknya Islam Ke Nusantara)

Abstrak
Saat ini Indonesia menduduki posisi pertama dalam jumlah populasi
penduduk yang menganut agama Islam.1 Hal ini tentunya tidak terlepas dari
sejarah perjuangan para ulama dan pahlawan terdahulu. Proses Islamisasi
Nusantara ini bisa dilihat dari teori sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang
terdiri dari: teori Arab, teori Cina, teori Persia, teori India, dan teori Turki.
Namun, apabila dibahas lebih mendalam secara tersirat para sejarawan
Indonesia dan Ilmuan Barat lebih condong kepada teori Arab. Adapun tokoh-
tokoh dari teori Arab ini antara lain Crawfurd, Keijzer, Niemann, de Hollander,
Hasymi, Hamka, Al-Attas, Djajadiningrat, dan Mukti Ali. 2 Penelitian ini dengan
metode penelitian kajian pustaka (library research) yaitu berisi teori-teori yang
relevan dengan masalah-masalah penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan
banyaknya sejarawan Indonesia dan ilmuan Barat mendukung teori Arab dalam
sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Hal ini karena kuatnya bukti-bukti catatan
sejarah yang ditemukan dari jejak proses Islamisasi Nusantara yang dilakukan.

Kata Kunci: Sejarah Islamisasi, Moderasi Beragama, Nusantara.

A. Pendahuluan
Berdasarkan data yang di rilis oleh The Royal Islamic Strategic Studies
Centre (RISSC) atau MABDA bertajuk “The Muslim 500” edisi 2022, penduduk
Indonesia yang beragama Islam berjumlah 231,06 juta jiwa. Jumlah itu setara
dengan 86,7% dari total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut menempatkan
Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dunia, disusul oleh

1
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/30/sebanyak-8688-penduduk-indonesia-
beragama islam.
2
Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, 4.
Pakistan dan India.3 Meskipun dari segi proporsi, penduduk muslim di Indonesia
hanya mencapai 86,7% penduduk. Dan persentase tersebut, menjadikan Indonesia
berada di urutan ke-35 di dunia. Akan tetapi, atas jumlah penduduk Indonesia
yang menduduki posisi pertama sebagai populasi muslim terbesar dunia, sudah
sepatutnya sebagai ummat Muslim kita merasa berbangga dan berbahagia. Hal itu
menandakan berhasilnya jasa para ulama dan pahlawan terdahulu dalam
mensyiarkan agama Islam.
Dari pemaparan di atas, yang telah menjelaskan tentang jumlah penduduk
Indonesia yang menduduki posisi pertama sebagai populasi muslim terbesar
dunia. Membuat penulis tertarik untuk menelisik kembali sejarah masuknya Islam
ke Indonesia atau yang kita biasa sebut dengan Nusantara. Kajian mengenai
sejarah masuknya Islam ke Indonesia tentunya telah sering dibahas, khususnya
bagi masyarakat muslim yang berada di kalangan akademisi. Pembahasan ini
menarik terkait pertanyaan, kapan agama Islam sebenarnya datang, berasal dari
manakah agama islam itu, siapa sebenarnya yang menyebarkan islam ke
Indonesia untuk yang pertama kali.4
Meskipun para ahli sampai saat ini masih berselisih pendapat dalam
menjawab pertanyaan di atas. Namun, apabila pertanyaan di atas kita lempar ke
kalangan masyarakat umum, secara umum mereka rata-rata menjawab Islam
datang ke Indonesia sekitar abad ke 7-8 M dibawa oleh pedangang dan ulama dari
Arab. Hal ini tidak terlepas dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para
sejarawan Indonesia maupun para ilmuan Barat yang lebih banyak condong
kepada teori Arab.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa sejarah masuknya Islam ke
Indonesia memiliki lima teori. Teori ini yaitu terdiri dari teori Arab, teori Cina,
teori Persia, teori India, dan teori Turki. Namun, secara tersirat apabila kita bahas
lebih mendalam, seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa para sejarawan
Indonesia dan Ilmuan Barat lebih condong kepada teori Arab. Argumen yang
3
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/03/rissc-populasi-muslim-indonesia-
terbesar-di-dunia.
4
Husda. “Jurnal Humanitas: Katalisator Perubahan dan Inovator Pendidikan”. 2015. 8 (1): 1-9.
sangat kuat bisa dilihat dari karya tulisan Hamka yang sangat fenomenal
mengenai sejarah Islamisasi Nusantara yang disampaikan pada acara Dies Natalis
Perguruan Tinggi Negeri Agama Islam (PTAIN) Yogyakarta ke-8 di Yogyakarta
pada tahun 1958 dan Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan
pada 17-20 Maret 1963. Pada saat itu Hamka juga mengkritik teori sebelumnya,
yaitu teori India. Menurut Hamka teori India adalah upaya untuk mejauhkan
pemikiran bahwa “Islam yang selama ini dianut oleh masyarakat Indonesia tidak
murni”. Percobaan mengatur secara „ilmiyah‟ agar orang dapat menerima bahwa
agama Islam di Indonesia bukanlah diterima langsung dari Tanah Arab atau dari
orang Arab, nampaknya adalah sebagai satu percobaan yang amat teratur untuk
menghilagkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang
mesra di antara mereka dengan Tanah Arab atau orang Arab sebagai sumber
pertama dari Islam. Menjadi kepercayaan dengan pegangan turun-temurun dalam
sejarah pada seluruh negeri-negeri Melayu, bahwasanya mereka menerima Islam
dari Arab atau dari salah seorang Syeikh atau seorang Saiyid atau seorang
Waliyullah dari Arab.5
Ungkapan “percubaan mengatur secara ilmiyah” menurut pandangan
Hamka adalah upaya para orientalis dalam untuk mendistorsi sejarah, yaitu
dengan cara mengaburkan pandangan kaum muslim Indonesia terhadap fakta
keislamannya yang dikaitkan dengan tanah India, bukan Arab. Atas dasar inilah,
Hamka lebih berhati-hati dalam mencermati kajian-kajian Orientalis yang
berkaitan dengan studi Islam terutama penelitian sejarah keislaman Indonesia. Hal
ini disebabkan, orientalis mempunyai niat terselubung dalam penelitiannya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hamka mengutip dari Ali Husny al-
Kharbuthly seorang Guru Besar di „Ain Syams, Mesir, bahwa ada tiga tujuan
orientalisme di dunia Islam, yaitu pertama untuk penyebaran agama Kristen ke
negeri-negeri Islam. Kedua, untuk kepentingan penjajahan. Dan ketiga, untuk
kepentingan ilmu pengetahuan semata.

5
Hamka. Jurnal Study Keislaman. Sejarah Islam Indonesia dalam Perspektif Hamka. 2020. 1(2):
29-35.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Azyumardi Azra bahwa ada motif-
motif tersembunyi para orientalis yang melakukan studi-studi atas Islam di
Nusantara. Berawal dari sekedar keingintahuan terhadap masyarakat yang
dipandang eksotik, kepentingan misi penyebaran Kristen, sampai pada
kepentingan perluasan dan pengukuhan status quo kekuasaan colonial. Terutama
misi Kristenisasi yang sangat ditentang Hamka semasa hidupnya. Walaupun
begitu, Hamka mengakui tidak semua orientalis berlaku demikian.6
Adapun tokoh-tokoh lain yang mendukung teori ini antara lain: Crawfurd,
Keijzer, Niemann, de Hollander, Hasymi, Hamka, Al-Attas, Djajadiningrat, dan
Mukti Ali.7 Alasan yang membuat para tokoh ini lebih memilih teori Arab yang
terlebih dahulu menyebarkan Islam ke Indonesia adalah adanya bukti-bukti
sejarah yang kuat yang dapat kita temukan mengenai teori ini.
Seperti yang kita ketahui bahwa sampai saat ini belum ada keputusan yang
jelas mengenai kapan dan siapakah yang pertama kali membawa dan
mengenalkan Islam ke Nusantara. Dari itu, melalui tulisan ini penulisan mencoba
memaparkan dengan spesifik berdasarkan teori-teori yang ada sehingga dapat
sedikit memberikan kejelasan mengenai pertanyaan di atas. Meskipun pemaparan
teori-teori tersebut tidak dapat secara mutlak untuk membenarkan sebuah teori
sejarah. Oleh karena itu, tulisan ini juga secara khusus ingin mengungkap analisis
teori-teori masuknya Islam ke Indonesia yang populer dikalangan sejarawan
Indonesia dan ilmuan-ilmuan Barat.

B. Literature Review
Achmad Syafrizal (2015) di dalam jurnalnya yang berjudul “Sejarah
Islam Nusantara”, mengungkapkan bahwasanya jumlah umat Islam di Indonesia
adalah yang terbesar di dunia. Islam masuk ke negeri ini dengan damai sesuai
dengan misi Islam sebagai agama rahmatan li-al'alamin. Ada lima teori tentang
masuknya Islam ke Nusantara, terutama jika dilihat dari aspek tempat asal

6
Azra. Jurnal Study Keislaman. Sejarah Islam Indonesia dalam Perspektif Hamka. 2020. 1(2): 29-
35.
7
Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, 4.
pembawanya, yaitu teori arab, teori Cina, teori Persia, teori India, dan teori Turki.
Strategi penyebaran Islam di Nusantara adalah melalui perdagangan, dakwah,
perkawinan, pendidikan dan budaya Islam. Tokoh sentral penyebaran Islam di
Nusantara adalah para ulama dan raja-raja. Di Jawa, para cendekiawan muslim
yang menyebarkan agama Islam ialah Wali Songo8.
Adapun hasil penelitian dari jurnal tersebut yang pertama ajaran Islam
yang meliputi aqidah, akhlak, syariat mudah dipahami sehingga mudah diterima
oleh penduduk nusantara saat itu. Inilah yang membedakannya dengan agama
lain. Kedua, teori masuknya Islam ke Nusantara berdasarkan tempat asalnya,
meliputi teori Arabisme, teori Cina, teori Persia, teori India, dan teori Turki.
Ketiga, strategi penyebaran Islam di Nusantara terutama dilakukan melalui jalur
perdagangan Islam, dakwah, perkawinan, pendidikan dan budaya. Keempat,
orang-orang yang menyebarkan Islam di Nusantara ini adalah para raja dan para
ulama. Di pulau Jawa, para ulama yang menyebarkan agama Islam ialah Wali
Songo, antara lain Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan
Ampel), Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Sahid (Sunan
Kalijaga), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Raden Qasim (Sunan
Drajad), Raden Paku (Sunan Giri), Ja'far Sadiq (Sunan Kudus), Raden Umar Said
(Sunan Muria)9.
Artikel Jurnal Intan Permatasari dan Hudaidah (2021) yang berjudul
“Proses Islamisasi dan Penyebaran Islam di Nusantara”. Jurnal ini membahas
tentang bagaimana proses Islamisasi di Indonesia yang seringkali menarik minat
penelitian. Terutama di kalangan umat Islam yang berada di dunia akademis.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui teori masuknya Islam dan
proses Islamisasi di Indonesia. Metode yang dipakai yaitu metode penelitian
kepustakaan10.
Adapun hasil penelitian ini ialah mengatakan bahwasanya proses
Islamisasi di Indonesia berlangsung dengan damai, meskipun pada saat itu telah

8
Achmad Syafrizal. Jurnal ISLAMUNA. Sejarah Islam Nusantara. 2015. 2 (2): 236-241.
9
Achmad Syafrizal. Jurnal ISLAMUNA. Sejarah Islam Nusantara. 2015. 2 (2): 242
10
Intan Permatasari dan Hudaidah. Jurnal Humanitas. Proses Islamisasi dan Penyebaran Islam di
Nusantara. 2021. 8 (1): 1.
terjadi pemanfaatan kekuasaan oleh penguasa muslim di Indonesia. Mereka dapat
menerima keberadaan Islam tanpa melepaskan keyakinan dan praktik keagamaan
yang sudah ada sebelumnya. Munculnya Islam di Indonesia dapat dilihat dari
beberapa teori, yaitu; teori Gujarat, teori Arab, teori Persia dan teori Cina. Teori-
teori tersebut tidak dimaksudkan untuk saling meniadakan tetapi untuk
menegaskan bahwa Islam memang hadir di Indonesia, yang telah diperkenalkan
dari berbagai daerah. Proses Islamisasi dan penyebaran Islam di Indonesia
berlangsung melalui beberapa cara, yaitu; perdagangan, perkawinan, pendidikan,
tasawuf, politik dan seni budaya11.
Artikel Jurnal Jacky Zakaria dan Muhammad Irfan Wahid yang berjudul
“Sejarah Islam Indonesia dalam Perspektif Hamka”, membahas tentang sejarah
Islam Indonesia dari sudut pandang Hamka, khususnya tentang sejarah masuknya
Islam ke Indonesia pada umumnya dan sejarah masuknya Islam ke Sumatera
Barat pada khususnya, serta kontribusi pemikiran Hamka terhadap sejarah Islam
Indonesia. Hamka yang lebih dikenal sebagai ulama ketimbang penulis, juga
seorang sejarawan. Hamka menghasilkan karya-karya sejarah tentang sejarah
Islam Indonesia. Selanjutnya, pengetahuan sejarah Hamka diperoleh secara
otodidak dengan membaca buku-buku sejarah. Penulis menggunakan sumber data
yang meliputi sumber primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi
kepustakaan (Library Research)12.
Metode sejarah yang digunakan yaitu heuristik (pengumpulan data),
verifikasi (kritik sumber), interpretasi (penafsiran data), dan historiografi
(penulisan sejarah). Artikel tersebut menyimpulkan bahwa pemikiran Hamka
tentang sejarah Islam Indonesia didukung oleh teorinya tentang masuknya Islam
ke Indonesia yang disebut teori Mekkah. Islam yang ada di pulau-pulau pada
abad ke-7 menyebar ke beberapa bagian Sumatera Barat seperti Ulakan,

11
Intan Permatasari dan Hudaidah. Jurnal Humanitas. Proses Islamisasi dan Penyebaran Islam di
Nusantara. 2021. 8 (1): 8
12
Jacky Zakaria dan Muhammad Irfan Wahid. Jurnal Studi Keislaman. Sejarah Islam Indonesia
dalam Perspektif Hamka. 2020. 1 (2): 30
Pariaman, Minangkabau, dan lain sebagainya. Islam dengan mudah beradaptasi
dengan budaya setempat bahkan menjadi bagian dari adat yang ada13.

C. Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Penelitian
ini dilakukan dengan mengkaji sumber-sumber yang relevan dengan
permasalahan yang dibahas serta melakukan analisis secara mendalam. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang relevan, dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang representatif, baik yang bersumber dari
perpustakaan berupa buku maupun sumber lainnya yang sifatnya e-book atau
online. Teknik analisis data yang akan digunakan, menggunakan model interaktif
dari Miles and Huberman, yang terdiri atas pengumpulan data mentah, reduksi
data, display data, dan verifikasi atau kesimpulan.14

D. Pembahasan dan Hasil Penelitian


Teori-Teori tentang Masuknya Islam ke Indonesia
1. Teori Arab
Berdasarkan teori ini dinyatakan bahwa Islam dibawa dan
disebarkan ke Indonesia langsung dari Arab pada abad ke 7 M yaitu pada
saat Kerajaan Sriwijaya mengalami masa perkembangan.15Teori ini
memiliki argumen yang sangat kuat. Pada abad ke 7-8 M Selat Malaka
sudah ramai dilintasi para pedagang muslim dalam pelayaran dagang ke
negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur. Di perkampungan-
perkampungan ini diberitakan, orang- orang Arab bermukim dan menikah
13
Jacky Zakaria dan Muhammad Irfan Wahid. Jurnal Studi Keislaman. Sejarah Islam Indonesia
dalam Perspektif Hamka 2020. 1 (2): 34.
14
Nur Halimah dan Aslihatu Rahmawati. Jurnal Islamika: Peran pendidikan karakter Terhadap
Perkembangan Psikologis Mahasiswa Lapas Pemuda kelas IIA Tangerang. 2012: Vol 15 (1); 80-
93.
15
Moeflich bullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 2012),
h. 4.
dengan penduduk lokal, lalu membentuk komunitas-komunitas Muslim.16
Hubungan Muslim Timur Tengah dan Muslim di wilayah Nusantara
ini banyak dikisahkan oleh pengembara Cina, I Tsing yang pernah
menumpang kapal Arab dari Canton yang berlabuh di pelabuhan sungai
Bogha (Musi) di masa kekuasaan kerajaan Sribuza atau Siriwijaya. Dan
julukan penduduk Sriwijaya yang dijuluki “Abu” juga memperkuat adanya
kontak Muslim Timur Tengah dengan Muslim di Nusantara pada sejak abad
ke 7 M.
Hamka dalam bukunya “Sejarah Umat Islam Indonesia” membahas
mengenai teori Islamisasi oleh Arab dan China, mengaitkan dua teori
Islamisasi tersebut. Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi.
Penyebarannya pun bukan dilakukan oleh para pedagang dari Persia atau
India, melainkan dari Arab. Sumber versi ini banyak ditemukan dalam
literatur-literatur China yang terkenal, seperti buku sejarah tentang China
yang berjudul Chiu Thang Shu. Di dalam buku ini juga disebutkan orang-
orang Ta Shih, sebutan bagi orang-orang Arab, pernah mengadakan
kunjungan diplomatik ke China pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah.
Empat tahun kemudian, dinasti yang sama menerima delegasi dari Tan Mi
Mo Ni’, sebutan untuk Amirul Mukminin. Selanjutnya, buku itu
menyebutkan, bahwa delegasi Tan Mi Mo Ni’ itu merupakan utusan yang
dikirim oleh khalifah yang ketiga. Ini berarti bahwa Amirul Mukminin yang
dimaksud adalah Khalifah Utsman bin Affan.17
J.C. Van Leur seorang ilmuan Barat juga memperkuat teori ini
dengan memberikan penjelasan bahwa menurutnya dari berbagai cerita
perjalanan dapat diperkirakan bahwa sejak 674 H ada koloni-koloni Arab di
barat laut Sumatera, yaitu di Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal.
Dari berita Cina bisa diketahui bahwa di masa dinasti Tang (abad ke 9-10

16
Anonim, Khilafah dan Jejak Islam: Kesultanan Islam Nusantara (Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2011), 8-9.
17
Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 395.
M) orang-orang Ta Shih sudah ada di Canton dan Sumatera. Ta Shih adalah
sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah
menjadi muslim.18
Berdasarkan pemaparan di atas yang menjelaskan tentang intensitas
hubungan antara Muslim Timur Tengah dan Timur Jauh dan didukung
dengan banyaknya fakta tentang pemukiman-pemukiman Muslim di Cina,
wajar mengasumsikan bahwa Muslim Timur Tengah cukup mengetahui
tentang Nusantara, seperti pelayaran yang pernah dilakukan I Tsing
sebagaimana disebutkan di atas. Hal tersebut bukan saja dibuktikan oleh
sudah adanya perkampungan perdagangan Arab di pantai Barat Sumatera,
tetapi oleh tulisan-tulisan yang dikarang oleh penulis-penulis Arab yang
mengindikasikan bahwa mereka sudah sangat mengenal lautan Indonesia.
Di antara penulis-penulis Arab tersebut adalah Sulaiman (850 M), Ibnu
Rusta (900 M) dan Abu Zaid. Mereka menjelaskan bahwa pelaut-pelaut
Arab Islam telah mengenal sekali laut Indonesia. Selain itu dijelaskan pula
bahwa bangsa Arab telah mengenal pertambangan timah yang dikuasai oleh
Zabaj, yang menurut Sir Thomas W. Arnold adalah Sriwijaya.19
Dalam acara Dies Natalis PTAIN 8 di Yogyakarta pada tahun 1958
dan Seminar Sejarah Masuknya Agama Islam ke Indonesia di Medan pada
tahun 1963, Hamka juga pernah menyampaikan kritik terhadap teori Gujarat
dan Persia. Pada saat itu Hamka menyatakan, pada abad ke 13 M sudah
berdiri kekuasaan Islam di Nusantara. Hal ini mengindikasikan bahwa Islam
sudah masuk dan berkembang jauh sebelum abad ke 13 M yaitu abad ke 7
M. Dari itu teori Hamka banyak disebut sebagai teori Makkah.20
Beberapa catatan lain menyebutkan, delegasi-delegasi yang dikirim
China itu sempat mengunjungi Zabaj atau Sribuza, sebutan lain dari
Sriwijaya. Mereka umumnya mengenal kebudayaan Budha Sriwijaya yang

18
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2001), h. 192.
19
Badri Yatim, Sejarah Islam di Indonesia, cet. 1 (Jakarta: Departemen Agama, 1998), h. 28-29.
20
Edyar Busman dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, cet. 2 (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), hal
207.
sangat dikenal pada masa itu. Kunjungan ini dikisahkan oleh Ibnu Abd al-
Rabbih, ia menyebutkan bahwa sejak tahun100 hijriah atau 718 Masehi,
sudah terjalin hubungan diplomatik yang cukup baik antara Raja Sriwijaya,
Sri Indravarman dengan Khalifah Umar Ibnu Abdul Aziz.
Teori bahwa Islam dibawa langsung dari Arab juga dipegang oleh
ilmuan Barat Crawfurd, walaupun ia menyarankan bahwa interaksi
penduduk Nusantara dengan kaum Muslim yang berasal dari pantai timur
India juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Sementara itu, Keizjer memandang Islam di Nusantara berasal dari Mesir
atas dasar petimbangan kesamaan mazhab yang dipegang oleh penduduk
Muslim di kedua wilayah tersebut. Teori Arab ini juga kemudia diperkuat
oleh Niemann dan de Hollander, dengan sedikit melakukan revisi. Mereka
memandang bukan Mesir sebagai sumber Islam di Nusantara, melainkan
Hadramaut. Sebagian ahli sejarah Indonesia setuju dengan “teori Arab” ini.
Dalam seminar yang diselenggarakan pada tahun 1969 dan 1978 tentang
kedatangan Islam ke Indonesia mereka menyimpulkan, Islam datang
langsung dari Arab, tidak dari India, tidak pada abad ke 12 M atau 13 M
melainkan dalam abad pertama Hijriah atau abad ke 7 Masehi.
Seminar masuknya Islam di Indonesia (di Aceh) pada tahun 1978,
sebagian besar adalah catatan perjalanan al-Mas‟udi yang menyatakan
bahwa pada tahun 675 M terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang
berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 M diterangkan telah ada koloni
Arab Muslim di pantai timur Sumatera; 2) Harry W. Hazard dalam Atlas of
Islamic History (1954) menjelasakn bahwa kaum Muslimin masuk ke
Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim
yang selalu singgah di Sumatera dalam perjalannya ke Cina; 3) Gerini
dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, telah menjelaskan bahwa
kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara
tahun 606-699 M; 4) Sayed Naguib al-Attas dalam Preliminary Statemate
on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969)
mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-
Indonesia pada 672 M; 5) Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to
Malaysia pernah mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum
Muslimin Arab telah masuk ke Malaya; 6) S. Muhammmad Huseyn Nainar
dalam makalah ceramahnya berjudul, “Islam di India dan Hubungannya
dengan Indonesia”menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis
menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan
dengan kaum muslimin Indonesia; 7) WP. Groeneveld dalam Historical
Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese Sources,
menjelaskan bahwa Hikayat Dinasti T‟ang memberitahukan adanya Arab
muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674), (Ta Shih = Arab
Muslim); 8) T.W. Arnold dalam bukunya, The Preching of Islam a History
of The Propagation of The Moslem Faith menjelaskan bahwa Islam datang
dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M.).
2. Teori Cina
Dalam teori Cina dijelaskan bahwa etnis Cina Muslim sangat
berperan besar dalam proses penyebaran agama Islam ke Indonesia.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori Arab, hubungan Arab
Muslim dan Cina sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah. Dengan
demikian, Islam datang dari arah barat ke Nusantara dan ke Cina
bersamaan dalam satu jalur perdagangan. Islam datang ke Cina di Canton
(Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti
Tang, dan datang ke Nusantara di Sumatera pada masa kekuasaan
Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa tahun 674 M berdasarkan kedatangan
utusan raja Arab bernama Ta cheh atau Ta shi ke kerajaan Kalingga yang
di perintah oleh Ratu Sima.21
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Islam datang ke
Nusantara berbarengan dengan Cina. Namun, didalam teori ini tidak
menjelaskan secara jelas tentang awal masuknya Islam, melainkan peranan
Cina dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.
3. Teori India
21
Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, 4.
Bedasarkan teori Anak Benua India disebutkan bahwa asal mula
Islam di Nusantara adalah Anak Benua India. Salah satu tokoh dari teori
ini adalah Snouck Hurgronje, yang mengatakan Islam masuk ke
Indonesia dari wilayah-wilayah anak benua India. Snouck Hurgronje,
mengatakan teori ini didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran
dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni
pada abad ke 12 M atau 13 M. Selain itu Snouck Hurgronje juga
menyatakan begitu Islam berpijak kokoh di beberapa kota pelabuhan
Anak Benua India, Muslim Deccan, banyak di antara mereka tinggal di
sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dan
Nusantara, kemudia mereka datang ke Indonesia sebagai penyebar Islam
pertama. Dari itu alasan Snouck Hurgronje mengembangkan teori ini.

Teori ini lebih menitikberatkan pandangannya ke Gujarat dengan


berbagai alasan, antara lain: Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan
peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Indonesia.
Kedua, hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin. Ketiga,
inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera memberikan
gambaran hubungan antara Sumatera dengan Gujarat.22
Menurut teori India, tokoh yang berpendapat dengan teori ini
mencobe menganalisa dan mengemukakan bahawa bahwa para pedagang
yang berasal dari Arab berhenti di India. India sebagai jalur perdagangan
yang menghubungkan Arab dan Nusantara merupakan jalur yang logis
dilalui sebagai lintasan perdagangan. Pada awalnya orang-orang Arab yang
singgah di India bertujuan untuk mempersiapkan perbekalan untuk
melakukan perjalanan ke tujuan berikutnya. Akan tetapi, mereka menetap
di India untuk beberapa waktu yang relatif lama. Selain karena menetap, di
India dikenal sebagai tempat yang memiliki barang dagang untuk dibawa
ke berbagai tempat. Akan tetapi, oleh sebab tidak ditemukan banyaknya

22
Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia
(Bandung: Mizan, 1998), h. 75.
bukti sejarah yang menguatkan teori ini sehingga teori ini tidak begitu kuat
dan tidak begitu banyak tokoh sejarawan yang mendukungnya.
4. Teori Persia
Di penjelasan mengenai teori Persia merujuk pada bukti-bukti sejarah
adanya pengaruh Persia di Nusantara pada abad ke-11 M. Bukti-bukti
tersebut kebanyakan mengacu pada pengaruh bahasa yang kemudian
diasumsikan bahwa Islam datang ke Nusantara berasal dari Persia. Pengaruh
bahasa Persia adalah bahasa Arab yang dingunakan masyarakat Nusantara.
Nurcholish Madjid memberi contoh kata-kata asal Arab dengan akhiran ta’
marbuthah yang dalam keadaan berhenti (wakaf) dibaca h, seperti shalat-un
dibaca shalah, zakatun dibaca zakah dan seterusnya, menunjukkan bahwa
bahasa-bahasa Nusantara tidak dipinjam langsung dari Arab tetapi dari
bahsa Persia dan bahsa Islam Asia daratan seperti bahasa Urdu, Pushto,
Turki, dan lain-lain. 17
5. Teori Turki

Teori terakhir tentang masuknya Islam ke Indonesia adalah teori


Turki. Tokoh dari teori ini adalah Martin Van Bruinessen. Ia
mengungkapkan bahwa selain orang Arab dan Cina, Indonesia juga
diislamkan oleh orang-orang Kurdi dan Turki. Dalam catatannya Ia
mencatat sejumlah data, yaitu: pertama, banyaknya ulama Kurdi yang
berperan mengajarkan Islam di Nusantara dan kitab-kitab karangan ulama
Kurdi menjadi sumber-sumber yang berpengaruh luas. Kedua, di antara
ulama di Madinah yang mengajari ulama-ulama Indonesia tarekat
Syattariah yang kemudian dibawa ke Nusantara adalah Ibrahim Al-Kurani.
Ketiga, tradisi al-barjanzi populer di Indonesia dibacakan setiap Maulid
Nabi pada 12 Rabiul Awal. Keempat, Kurdi adalah istilah dan nama
yang sangat populer di Indonesia. Haji Kurdi, Jalan Kurdi. Berdasarkan
fakta ini beralasan apabila bahwa orang-orang Kurdi juga menggoreskan
peranannya dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Faktor Walisongo Dalam Moderasi Beragama Dalam Perjalanan Sejarah
Islam
Berdasarkan uraian diatas bahwa teori yang paling populer dalam
mengungkap sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan paling banyak didukung
oleh sejarawan Indonesia ataupun Ilmuan Barat adalah Teori Arab. Maka dari itu,
penjelasan mengenai Faktor Walisongo dan Peran Santri penting untuk kita bahas
guna memperkuat teori yang paling banyak didukung oleh sejarawan Indonesia
dan para Ilmuan Barat.
1. Awal Mula Penyebaran Agama Islam yang Dilakukan Oleh Wali Songo di
Nusantara
Moderasi Islam merupakan ihwal yang belakangan ini digaungkan
kembali. Fenomena ekstrimisme berdasar kepercayaan sebagai salah satu
penyebabnya. Apabila ditilik ke belakang, moderasi bukan masalah baru bagi
Islam di Indonesia. Di sebagian daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur, sejarah mencatat kiprah sembilan tokoh Islam yg dikenal menjadi
Walisongo. Adapun kesembilan wali songo tadi antara lain : Sunan Gresik (
Maulana Malik Ibrahim ), Sunan Ampel ( Raden Rahmat ), Sunan Bonang (
Raden Makhdum Ibrahim ), Sunan Drajat ( Raden Qasim ), Sunan Kudus (
Ja‟far Shadiq ), Sunan Giri ( Raden Paku ), Sunan Kalijaga ( Raden Sahid ),
Sunan Muria ( Raden Umar Said ), Sunan Gunung Jati ( Syarif Hidayatullah ).
Bukan hanya lantaran sebagai penyebar kepercayaan Islam dalam masanya,
mereka jua dikenal lantaran sikapnya yg moderat23.
Berikut ini contohnya: “Islam menyebar ke nusantara dengan cara yang
sangat baik. Sunan Kudus di Jawa Tengah memiliki pemahaman yang baik
tentang bagaimana memperkuat dan membuat cerita atau narasi tentang sapi
sebagai hewan yang dihormati. Karena itu, kami bersimpati kepada komunitas
Hindu”.
Sebelum masuknya Islam di Indonesia, khususnya di Jawa, wilayah
Indonesia didominasi oleh agama Hindu dan Budha. Ini pertama kali

23
Rachmad Abdullah. Wali Songo Glora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa. ( Solo : Al-Wafi,
2015) hal. 80.
menginvasi Indonesia sekitar abad ke-4 Masehi. Orang-orang dari Gujarat
datang ke Jawa dan Sulawesi dengan agama dan peradaban mereka.
Kepercayaan yang berkembang di kalangan masyarakat saat itu adalah
kepercayaan akan adanya unsur-unsur yang didewakan, setelah itu banyak
ditemukan peninggalan berupa bangunan24.
Nusantara yang saat itu belum mengenal Islam merupakan masyarakat
yang multidimensional atau majemuk. Tumbuhnya kepercayaan masyarakat
nusantara memunculkan pola sinkretisasi. Sinkretisasi merupakan perpaduan
antara kepercayaan Hindu dan Budha yang sering kita kenal dengan sebutan
Kejawèn. Pada awal abad ke-7, ajaran Islam berdasarkan teori Mekkah mulai
merambah ke Indonesia. Proses pertama masuknya ajaran Islam Indonesia
melalui masyarakat pesisir utara seperti Sunda Kelapa, Banten, Demak, Jepara
dan Gresik. Ajaran Islam disebarkan untuk perdagangan oleh pedagang
Muslim dari Timur Tengah dan Gujarat. Mereka berhenti di sebuah pelabuhan
di sepanjang pantai utara Jawa. Selain berdagang, para saudagar Islam juga
mendakwahkan agama Islam di masyarakat Jawa25.
Sementara itu, setelah munculnya Islam di pantai utara, publikasi lain
menemukan bukti bahwa kedatangan Islam di Jawa terjadi dalam satu fakta
pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Munculnya Islam di Jawa merupakan satu
fakta, bahwa dalam satu dekade terakhir muncul tuntutan untuk menghidupkan
kembali dinamika dan keragaman agama masyarakat Jawa secara umum
dengan semangat spiritualitas Kebangkitan Islam Ketuhanan Nusantara. Kultus
model Islam yang muncul dalam kehidupan orang Jawa sebenarnya untuk
mengukuhkan keberadaan Islam Nusantara yang mulai berkembang di
Nusantara sekitar abad ke-13 M, tepatnya di Jawa. Peran Wali songo dalam
Islamisasi Jawa sangat penting. Mereka menghormati sosok Wali Songo yang
sangat dekat dengan umat Islam budaya Jawa. Hal ini karena keunikan ajaran
dan dakwah serta citranya menjadi suri tauladan yang baik dan ramah bagi

24
Rachmad Abdullah. Wali Songo Glora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa. ( Solo : Al-Wafi,
2015) hal. 1404-1482.
25
Abdurrahman Mas'ud. Sejarah Peradaban Islam. ( Semarang : PT Pustaa Rizi Putra, 2009 ) hal.
2009: 56
masyarakat Jawa. Dengan demikian, hal ini mengakibatkan ajaran Islam
sangat mudah menyebar ke seluruh nusantara26.
Wali Songo sama sekali tidak menggunakan kekerasan dalam
berdakwah. Mereka mengikuti jalan damai, dakwah bil hal, dengan tingkah
laku dan tindakan mereka sendiri sesuai dengan ajaran Islam. Mari kita lihat
kualitas dan ketinggian agama Islam yang sangat demokratis. Mereka juga
menggunakan media massa saat ini sebagai sarana untuk mendukung dakwah.
Mereka mencoba menciptakan budaya baru dan meledak dengan kreativitas,
baik dalam bentuk lagu atau lagu, lagu dance dan banyak jenis permainan
lainnya. Mereka juga menciptakan karya sastra Jawa yang memiliki nilai
estetika dan filosofis yang sangat tinggi, seperti Suluk, lakon Wayang Caranga
Dewa Ruci dan sejumlah karya sastra lainnya. Kisah perjuangan mereka cukup
unik. Berdagang dengan rakyat jelata, rakyat jelata, orang suci, cendekiawan
(Brahmana dan biksu Buddha) serta berurusan dengan penguasa lainnya.
Keberhasilan Wali Songo patut kita renungkan, kita mendapatkan landasan
untuk memasuki era modern ini dengan tantangan dakwah yang berbeda tetapi
pada hakikatnya sama, yaitu mengembangkan agama Islam di daerahnya
masing-masing.
2. Metode Dakwah Wali Songo
Keberhasilan dakwah para Wali Songo tentu juga tidak terlepas dari
metode yang mereka aplikasikan dalam pelaksanaan di lapangan. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa metode dakwah para Walisongo tidak
terlepas dari metode yang digunakan oleh mereka dalam tokoh-tokohk husus
seperti pemimpin, orang terpandang dan terkemuka dalam dalam masyarakat,
seperti parabupati, adipati, raja-raja ataupun menghadapi para bangsaan
lainnya. Metode Al-Hikmah sebagai sistem dan cara-cara berdakwah para wali
merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara popular, atraktif,
dan sensational.

26
Rachmad Abdullah. Wali Songo Glora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa. ( Solo : Al-Wafi, 2015)
hal. 67.
Cara ini merpakan metode yang mereka gunakan untuk berurusan
dengan public, dengan prosedur yang sangat hati-hati, publik dihadapkan pada
serangkaian konfrontasi. Terkadang terlihat sensasional bahkan aneh dan unik
untuk mendapatkan perhatian orang. Dalam rangkaian metode ini kita temukan
misalnya Sunan Kalijaga dengan gamelan Sekatennya. Beberapa metode
penting lainnya yang diterapkan oleh walisongo sebagai berikut27 :
Pertama, metode pembentukan dan penanaman kader, serta penyebaran
juru dakwah keberbagai daerah. Tempat yang dituju ialah daerah- daerah yang
sama sekali kosong dari penghuniatau kosong dari pengaruh Islam. Kedua,
dakwah melalui jalur keluarga atau perkawinan. Sunan Ampel misalnya, putri
beliau yang bernama Dewi Murthosiyah misalnya, dikawinkan dengan Raden
Patah (Bupati Demak), Putri Sunan Ampel yang bernama „Alawiyah‟
dikawinkan dengan Syarif Hidayatullah ( SunanGunung Jati ). Sedangkan
Putri beliau yang bernama Siti Sariyah dikawinkan dengan Usman hajidar
Ngudung. Ketiga, mengembangkan pendidikan pesantren yang mula-
mula dirintis oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah suatu model
pendidikan Islam yang mengambil bentuk pendidikan biara dan asrama
yang dipakai oleh pendeta dan biksu dalam mengajar dan belajar.
Oleh karena itu, pengaruh pesantren pada masa itu masih terlihat
sampai sekarang. Keempat, dengan mengembangkan budaya Jawa. Wali
songo memberikan kontribusi yang besar. Ini melampaui pendidikan dan
pengajaran namun juga meluas ke bidang hiburan, perencanaan kerja seni dan
budaya lain pada umumnya.
Kelima, metode Da'wah melalui fasilitas dan infrastruktur terkait
dengan masalah ekonomi umum. Misalnya, untuk mencapai efisiensi dalam
menyelamatkan orang-orang kudus tentang kesehatan penganiayaan, perabot
dapur dan barang-barang rapuh. Dalamam pada waktu itu, Sunan Kasiajaga
memberi Jarakararya dengan pertanian seperti filsafat. Dengan melakukan
layanan di bidang saudara-saudara masyarakat melalui penyelesaian sarana dan

27
Ridin Sofwan dkk. Islamisasi di Jawa : Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan
Babad. ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000 ). Hal. 27128.
prasangka kesempurnaan, ia berharap untuk menarik perhatian dan kepatuhan
masyarakat untuk mengikuti Sunan Kalijaga dan Walwal. Jumat, memperluas
klaim Islamiyah di Land Jawa, para Orang Suci telah menggunakan kendaraan
politik untuk mencapai tujuan mereka. Berangkat dari pemikiran tersebut,
keberadaan keratin Demak hanya bisa diabaikan karena perannya dalam
sejarah penyebaran Islam saat itu.
Pentingnya kekuatan politik untuk kontinuitas Dakwah pasti didasarkan
pada Wali Songo, jadi tidak mengherankan bahwa mereka juga berpartisipasi
dalam arena politik ini. Sebagian besar penjaga adalah penguasa, penasihat
atau pemimpin. Ketika Demak menyerang Majapahit, misalnya, menjadi
peringatan perang, kemudian digantikan oleh Sunan Kudus dan membantu
tutor lainnya. Menggunakan jalur listrik di Dakwah juga dapat dilihat dalam
proses mendirikan Masjid Demak. Masjid ini adalah masjid yang didirikan
oleh pengawal sebagai pusat dakwah mereka. Namun berbeda dengan pada
umumnya, masjid ini tidak dikelola oleh seorang wali. Masjid Demak adalah
masjid-istana di bawah pengelolaan langsung raja yang bertahta. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pusat dakwah Wali Songo tidak terletak pada
kedudukan salah satu wali atau masing-masing garda, tetapi merupakan pusat
kekuasaan politik di keraton. Selanjutnya pada masa Demak juga dikenal
adanya semacam lembaga dakwah yang terdiri dari pengayom dan dikepalai
langsung oleh raja atau sultan.

3. Peran Walisongo dalam Penyebaran dan Perkembangan Islam di


Indonesia
Sejarah Walisongo erat kaitannya dengan penyebaran Dakwah
Islamiyah di Jawa. Keberhasilan gemilang perjuangan Guardians ditulis
dengan tinta emas. Didukung penuh oleh Kesultanan Demak Bintoro, Islam
kemudian dianut oleh sebagian besar orang Jawa, dari perkotaan, pedesaan dan
pegunungan. Islam memang agama dengan akar yang dalam. Para wali ini
membangun masjid, baik sebagai tempat ibadah maupun sebagai tempat
pengajaran agama. Ajaran agama di serambi masjid ini disebut-sebut sebagai
lembaga pendidikan tertua di Jawa yang lebih demokratis. Pada masa awal
Islam, sistem seperti itu disebut "gurukula", yaitu seorang guru yang
mewariskan ajarannya kepada murid-muridnya.
Beberapa santri yang duduk di depannya, sifatnya tidak masal
bahkan rahasia seperti yang dilakukan oleh Syekh Syekh Siti Jenar. Selain
prinsip-prinsip iman dalam Islam, ibadah, masalah etika juga diajarkan, ilmu-
ilmu kanuragan, kekebalan dan bela diri. Padahal, Walisongo adalah nama
sebuah dewan dakwah atau dakwah. Jika salah satu wali pergi atau meninggal,
wali lain akan segera menggantikannya. Era Walisongo merupakan era yang
mengakhiri dominasi Hindu-Budha terhadap budaya nusantara dan digantikan
oleh budaya Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia.
Terutama di Jawa. Tentu saja, banyak karakter lain juga memainkan beberapa
peran. Namun, peran mereka yang besar dalam pendirian khilafah di Jawa,
serta pengaruhnya terhadap budaya masyarakat luas dan dakwah langsung,
membuat "sembilan wali" ini disebut lebih banyak dari yang lain. Kesembilan
orang suci ini berperan sangat penting dalam penyebaran agama Islam di pulau
Jawa pada abad ke-15. Tentang peran walisongo dalam penyebaran Islam,
antara lain:
a. Menjadi pelopor dalam menyebarkan agama Islam kepada mereka yang
belum mengetahui banyak tentang ajaran Islam di daerahnya masing-
masing.
b. Mereka yang berjuang dengan gigih dalam membela dan mengembangkan
agama Islam sepanjang hidupnya.
c. Sebagai seorang ahli dalam bidang keislaman.
d. Seorang pria yang dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa karena Dia
menyembah-Nya secara teratur, oleh karena itu, memiliki lebih banyak
energi.
e. Apakah pemimpin agama Islam di wilayahnya masing-masing di mana ada
sejumlah besar penganut dalam komunitas Muslim.
f. Adalah seorang guru agama Islam yang gigih mengajarkan Islam kepada
murid-muridnya.
g. Seperti seorang kiai yang telah menjalankan ajaran Islam dengan cukup
baik.
h. Merupakan sosok yang disegani dalam komunitas Muslim semasa
hidupnya.

4. Aktivitas Dakwah Walisongo Walisongo


Wali Songo dianggap sebagai pendiri agama Islam di pulau Jawa. Peran
Wali Songo dalam peta Islam di Indonesia pada umumnya, di pulau Jawa pada
khususnya merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan. Oleh karena itu,
tidak diragukan lagi, H.J. Vanden Berg berkata:
“Adapun yang memimpin penyebaran Islam ini adalah para Wali,
merekalah yang memimpin pengembangan agama Islam di seluruh Jawa”.
Wali Songo dikenal sebagai penafsir kebenaran dan pekerja aktif dalam
memajukan masyarakat, lahir dan batin, di semua lapisan masyarakat, dari
'populer' sampai yang terpinggirkan, dewa dan pejabat negara. Selain
mempertahankan apa yang sesuai dengan ajaran Islam yang murni, ia juga
tidak takut untuk menghapus kebiasaan dan keyakinan yang melingkupi
kemusyrikan dan kemudian mengembalikannya ke tauhid yang hakiki.
Sebagaimana ditegaskan Natsir Arsyad dalam karyanya yang berjudul
“Sejarah dan Muamalah”, setidaknya ada lima prinsip utama yang ditekankan
dalam karya dakwah Wali songo yang dianggap baku dalam proses
penggabungan agama yang berbeda, diantaranya ialah :
a. Menjaga keyakinan agama dengan menjauhkannya dari segala unsur yang
berpotensi mencemari, apalagi merusaknya.
b. Menjaga keselamatan harta benda, jiwa dan raga orang dari berbagai
ancaman, seperti pencabutan hak, eksploitasi seksual, kekecewaan, bunuh
diri dan lain-lain.
c. Pengetahuan tentang berbagai hukum: hubungan sosial, perkawinan,
kesehatan, kesucian, ilmu pengetahuan, untuk perlindungan anak dan
cucu, kesehatan fisik dan mental, keluhuran, kecerdasan dan akal sehat
rakyat.
d. Melindungi akal sehat orang dari hal-hal yang dapat mengganggu dan
meremehkan mereka, seperti mabuk-mabukan, malas belajar dan bekerja,
dan sejenisnya.
e. Menolak atau menghindari pengaruh luar yang dapat menurunkan harkat dan
martabat nilai-nilai sosial, kemanusiaan, dan agama.

5. Moderasi Pada Zaman Wali Songo


Warisan besar ajaran Sunan Kudus masih dilestarikan di sebagian
Jawa Tengah Utara. Misalnya, umat Islam saat Idul Adha memilih
menyembelih kerbau daripada sapi. Demikian juga beberapa menu berbahan
dasar daging menghindari daging sapi. Arsitektur Masjid Menara Kudus yang
dibangun pada tahun 1.459 oleh Sunan Kudus juga mengadopsi gaya Hindu di
beberapa bangunannya. Islam harus meningkatkan ketahanan atau toleransi
umatnya terhadap godaan gerakan ekstremis. Salah satu aset utama yang
mendukungnya adalah agama pribumi, atau sikap beragama yang dilandasi
nilai-nilai pribumi Indonesia. Pilihan sikap Wali songo dalam penyebaran
Islam di Indonesia merupakan contoh praktis yang dapat diambil.
“Mereka menarik hati orang-orang yang sebelumnya menganut paham
di luar Islam, seperti animisme dan sebagainya. Ditarik hatinya, direbut
pikirannya, dengan cara tanpa mengeksklusi ekspresi-ekspresi kebudayaan
yang sebelumnya ada”‟.
Apa yang diajarkan Wali Songo berpengaruh hingga saat ini, karena di
Indonesia tidak ada warisan yang rusak antar generasi akibat penyebaran
agama. Cara-cara damai para wali terbukti efektif dalam menyebarkan Islam
secara damai. Salah satu tokoh Walisongo yang dianggap sebagai pemikir
Islam sekaligus humanis adalah Sunan Kalijoga, yang dikenal dengan banyak
warisan yang memperkaya budaya lokal di masa lalu, sebagai modal untuk
menyebarluaskan ajaran agama.
Sunan Kalijaga adalah seorang ulama di masa lalu, ia juga seorang
ilmuwan sekaligus humanis. Ia mengembangkan gamelan ke dalam bentuknya
yang sekarang, termasuk penggunaan metalurgi. Kelebihannya adalah para
ilmuwan dan budayawan bersatu padu dalam perkembangan wayang, termasuk
gamelan. Sunan Kalijaga juga merevolusi tradisi wayang yang kemudian
menjadi geber. Dengan geber ini, wayang menjadi sangat dramatis, sangat
teatrikal, karena ada bayangan, ada dimensi dan ada imajinasi konkret. Wayang
kemudian dikenal sebagai jalan damai bagi Sunan Kalijogo untuk
menyebarkan ajaran Islam. Tidak hanya efek khusus pertunjukan yang
dikembangkan, tetapi cerita juga diadaptasi untuk menunjukkan wajah agama
yang damai.

Peran Santri dalam Jejak Islamisami Nusantara


1. Sejarah santri dan Pondok Pesantren
Menurut M.C. Ricklefs, santri adalah kaum muslim yang saleh dan
mempraktikkan ajaran agama Islam secara sadar dan sukarela. Secara
mendasar kelompok ini terbagi menjadi kaum tradisionalis yang di wakili oleh
warga Nahdatul Ulama. Dan ada kalangan modernis yang dipresentasikan oleh
warga Muhammadiyah. Penamaan santri menurut Ricklefs pada dasarnya juga
mengacu pada pembedaan kaum abangan, yaitu mereka yang hanya
mempunyai identitas Islam (Islam KTP) tapi tidak melakukan aktivitas ibadah
keagamaan yang telah diajarkan dalam agama Islam, seperti sholat dan puasa.
Akan tetapi, apabila masyarakat mengadakan acara hajatan mereka akan
terlibat sangat aktif.28
Zamakhsyari tidak memberikan makna khusus tentang santri, meski
secara eksplisit ia menyatakan bahwa santri adalah orang yang menuntut ilmu
dan bertempat tinggal di pondok. Sehingga dari domisili santri tersebut, ia
mengkategorikan santri menjadi dua tipe: 1. Santri kalong: yaitu murid-murid
yang tinggal disekitar pesantren, biasanya mereka tidak menetap di pesantren.
Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren mereka pulang dan pergi dari
rumah. 2. Santri mukim: yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh
dan menetap dalam kelompok pesantren. Sisi positif dari santri yang mukim di

28
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 2011), 88-89
pondok, ia akan lebih mendalami ilmu keagamaan di sana.
Mengenai sejarah terbentuknya pesantren sendiri tidak bisa terlepas dari
peran Walisongo. Kondisi masyarakat Indonesia pada saat awal mula
penyebaran agama islam masih sangat sederhana dan banyak dipengaruhi oleh
agama Hindu. Dengan alasan inilah penyebaran Islam awal disesuaikan dengan
keadaan masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat pada saat Wali Songo yang
menyebarkan ajaran Islam. Kebudayaan masyarakat setempat sering dijadikan
modal dasar bagi mereka untuk menyisipkan ajaran Islam. Misalnya, Sunan
Kalijaga menggunakan wayang sebagai media dakwah. Islamisasi kebudayaan
sebagai strategi penyebaran Islam tersebut tentunya sangat mempermudah
penerimaan ajaran yang disampaikan, sehingga Wali Songo berhasil
menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam di Indonesia.
Pada era Wali Songo inilah istilah pondok pesantren mulai dikenal di
Indonesia. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan padepokan di Ampel Surabaya
sebagai pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa
datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang
berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi.
Padepokan Sunan Ampel inilah yang dianggap sebagai cikal bakal
berdirinya pesantren-pesantren yang tersebar di Indonesia. Salah seorang santri
dari padepokan Sunan Ampel adalah Sunan Giri yang mendirikan pesantren
Giri Kedaton. Beliau juga merupakan penasehat dan panglima militer ketika
Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit. Keahlian beliau di bidang fikih
menyebabkan beliau diangkat menjadi mufti se-tanah Jawa. Santri dari Sunan
Giri ini adalah Raden Patah yang kemudian menjadi raja pertama di kerajaan
Demak, yang merupakan putra terakhir dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya
V. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di tanah Jawa yang
dibimbing oleh para Wali Songo. Pada masa Raden Patah pula kerajaan Demak
mengirimkan ekspedisi ke Malaka yang dipimpim Adipati Unus untuk merebut
selat Malaka dari tangan Belanda.
Apabila diteliti mengenai silsilah ilmu para Wali Songo tersebut, akan
ditemukan bahwa kebanyakan silsilahnya sampai pada Sunan Ampel.
Misalnya, Sunan Kalijaga, beliau adalah santri dari Sunan Bonang yang
merupakan Putra Sunan Ampel. Begitu pula Sunan Kudus yang banyak
menuntut ilmu dari Sunan Kalijaga. Begitulah pesantren pada masa Wali
Songo yang digunakan sebagai tempat untuk menimba ilmu sekaligus untuk
menempa para santri agar dapat menyebarluaskan ajaran agama Islam,
mendidik kader-kader pendakwah guna disebarkan ke seluruh Nusantara.
Hasilnya bisa dilihat, Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia dan bahkan
bukan hanya itu, jumlah pengikutnya adalah yang terbanyak di dunia.

E. Kesimpulan
Dari pembahasan berdasarkan sumber-sumber di atas, dapat kita tarik
kesimpulan bahwa sebagian besar sejarawan Indonesia dan ilmuan Barat
berpendapat bahwa pertama kali Islam dikenalkan di Nusantara adalah pada
tahun 7 M dibawa oleh pedagang dan ulama dari Arab. Teori ini berdiri begitu
kuat karena, disinyalir pada masa itu peradaban Islam di Timur Tengah sedang
mencapai kemajuan yang cerah. Sebab, sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan
ilmu pengetahuan berada di pangkuan peradaban Islam, milsanya dalam lapangan
kedokteran, muncul buku-buku terkenal seperti: Al-Hawi karya al-Razi (850-923)
yang merupakan sebuah Ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu
kedokteran sampai masanya.
Teori ini juga diperkuat oleh argumen-argumen dari tokoh-tokoh Cina
yang pertama kali datang ke Indonesia. Yang diketahui bahwa Cina adalah yang
yang membersamai para pedagang Aarab kala itu datang ke Indonesia. Ini di
kemukakan pengembara Cina, I Tsing yang mengatakan bahwa Ia pernah
menumpang kapal Arab dari Canton yang berlabuh di pelabuhan sungai Bogha
(Musi) di masa kekuasaan kerajaan Sribuza atau Siriwijaya. Pada saat itu
masyarakat telah mengenal julukan “Abu” yakni julukan untuk masyarakat
Sriwijawa. Maka hal ini juga memperkuat adanya kontak Muslim Timur Tengah
dengan Muslim di Nusantara pada sejak abad ke 7 M.
Selain itu tulisan-tulisan yang dikarang oleh penulis-penulis Arab yang
mengindikasikan bahwa mereka sudah sangat mengenal lautan Indonesia juga
sangat menguatkan teori ini. Di antara penulis-penulis Arab tersebut adalah
Sulaiman (850 M), Ibnu Rusta (900 M) dan Abu Zaid. Mereka menjelaskan
bahwa pelaut-pelaut Arab Islam telah mengenal sekali laut Indonesia. Selain itu
dijelaskan pula bahwa bangsa Arab telah mengenal pertambangan timah yang
dikuasai oleh Zabaj, yang menurut Sir Thomas W. Arnold adalah Sriwijaya.
Hal ini juga didukung dengan jejak walisongo yang tidak lain adalah
warga Arab dari Hadramaut, Yaman. Dari peran walisongo inilah cikal-bakal
berdirinya pesantren. Dan dengan pendirian pesantern inilah yang terus menerus
membuat Islam terus berkembang di Indonesia disebarkan oleh para santri yang
menuntut ilmu kepada para walisongo. Hasilnya bisa dilihat, Islam menjadi agama
mayoritas di Indonesia dan bahkan bukan hanya itu, jumlah pengikutnya adalah
yang terbanyak di dunia.

Daftar Puska

Abdullah Rachmad. 2015. Wali Songo Glora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa.
Solo : Al-Wafi.
Ahmad Mansur Suryanegara. 1998. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan
Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Ajid Thohir. 2009. Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan
Geo-Politik. Jakarta: Rajawali Pers.
Anonim. 2011. Khilafah dan Jejak Islam: Kesultanan Islam Nusantara. Bogor:
Pustaka Thariqul Izzah.
Azyumardi Azra. 2020. Jurnal Study Keislaman. Sejarah Islam Indonesia dalam
Perspektif Hamka. Vol 1(2): 29-35.
Badri Yatim. 2001. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Badri Yatim. 1998. Sejarah Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama.
Edyar Busman dkk. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Asatruss.
Hamka. 2020. Sejarah Islam Indonesia dalam Perspektif Hamka. Jurnal Studi
Keislaman. Vol 1(2): 29-35.
Husda. 2015. Katalisator Perubahan dan Inovator Pendidikan. Jurnal Humanitas.
Vol 8 (1): 1-9.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/30/sebanyak-8688-penduduk-
indonesia-beragama islam.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/03/rissc-populasi-muslim-
indonesia-terbesar-di-dunia.
Hasbullah. 2001. Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Lintas Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nur Halimah dan Aslihatu Rahmawati. 2012. Peran pendidikan karakter Terhadap
Perkembangan Psikologis Mahasiswa Lapas Pemuda kelas IIA Tangerang.
Jurnal Islamika. Vol 15 (1); 80-93.
Hasbullah, Moeflich. 2012. Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Mas‟ud Abdurrahman. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : PT Pustaa
Rizi Putra.

Permatasari, Intan dan Hudaidah. Proses Islamisasi dan Penyebaran Islam di


Nusantara. Jurnal Humanitas: Katalisator Perubahan dan Inovator
Pendidikan. Vol. 8 No. 1, Desember 2021, hal. 1-9.

Syafrizal, Achmad. Sejarah Islam Nusantara . Jurnal ISLAMUNA. Volume 236 2


Nomor 2 Desember 2015. hal. 236-253.

Sofwan Ridin, dkk. 2000. Islamisasi di Jawa : Walisongo, Penyebar Islam di


Jawa, Menurut Penuturan Babad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zakaria, Jacky dan Muhammad Irfan Wahid. Sejarah Islam Indonesia dalam
Perspektif Hamka. Syams: Jurnal Studi Keislaman. Volume 1 Nomor 2,
Desember 2020. hal. 29-35.

Anda mungkin juga menyukai