Fatimah Zahara 100 Resume

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

NAMA:FATIMAH ZAHARA

NIM:A1D120100
RUANG:R001
TUGAS:RESUME
MK:ADAT MELAYU JAMBI

A.Adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu
khususnya dan Nusantara umumnya.
Nenek moyang suku bangsa Melayu Jambi, sejak berabad-abad yang lalu sudah memahami pentingnya adat bagi kehidupannya, berlanjut
pada kehidupan anak cucunya. Mereka menggagas
Adat dengan tujuan untuk menghindari agar kehidupan mereka beserta anak cucunya, tidak diatur atas dasar hukum rimba. Mereka yang
kuat akan memakan yang lemah. Mereka yang besar akan menindas yang kecil. Dan mereka yang pintar akan menipu yang bodoh.
Kehidupan akan segera men'ndi neraka. Manusia akan segera menjadi musnah.
Guna menjaga kemungkinan yang akan terjadi itulah, mereka menciptakan norma-norma kehidupan yang dapat menjamin ketertiban,
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bagi mereka sendiri, dan anak cucunya sepanjang zaman.
Norma-norma itu berupa aturan-aturan yang sangat esensial bagi kehidupan yang tertib, arnan dan damai. Aturan-aturan itu antara lain
mengatur, hubungan antara wanita dan pria, aturan mengenai harta kekayaan, yang menjadi tumpuan kehidupan manusia, norma-norma
tentang tata krama pergaulan dan sistem kekerabatan serta lain-lainnya yang berhubungan dengan kemasyarakatan.
Adat adalah landasan bagi kekuasaan para Raja dan Penghulu, dan dipakai dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Semua peraturan
hukum dan perundang-undangan yang berlaku disebut adat, dan landasannya adalah tradisi yang diwarisi secara turun-temurun, serta syariat
Islam yang sudah dianut oleh masyarakat MelayuJambi.
Seorang Raja atau Penghulu memegang kekuasaan karena keturunan, dan kekuasaan itu menjadi sah karena didukung oleh mayarakatnya
dan para ulama yang memegang otoritas agama dalam masyarakat.
Produk budaya MelayuJambi yang cukup menonjol adalah sikap demokratis pada masyarakatnya. Sikap demokratis itu timbul, karena
sistem pemerintahan MelayuJambi terdiri dari banyak nagari, di mana pengambilan keputusan haruslah berdasarkan pada musyawarah
untuk mufakat.

B.Pengertian Adat Melayu Jambi


Bila dilihat dari arti kata "adat," dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "adat" sama artinya dengan "aturan (perbuatan uan sebagainya) yang
lazim diturut atau dilakukan sejak dulu kala." Arti lain dari "adat" yakni "cara (kelakukan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan."
Bisa juga diartikan, "sebagai wujud gagasan kebudayan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan
lainnya berkaitan menjadi suatu system."
Dengan demikian, pengertian "adat MelayuJambi" dapat diartikan sebagai: "Aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau
dilakukan oleh masyarakat MelayuJambi sejak dulu kala"; atau "Cara (kelakukan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan
masyarakat MelayuJambi"; dapat pula "Sebagai wujud gagasan kebudayan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan
yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dalam masyarakat Melayukabu".
Secara umum, dapat pula dikatakan bahwa Adat MelayuJambi merupakan falsafah kehidupan yang menjadi budaya dan
kebudayaan MelayuJambi. la juga sekaligus merupakan suatu aturan dan tata cara kehidupan masyarakat MelayuJambi, yang disusun
berdasarkan musyawarah dan mufakat serta diturunkan secara turun temurun secara alamiah.
Sedangkan pengertian adat dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat MelayuJambi memberikan makna sebagai “Sawah diagiah
bapamatang, ladang diagiah bamintalak, Nak babedo tapuangjo sadah, Nak babikeh minyakjo aid, Nak balain kunduajo tabu.”

C.DASAR FILSAFAT ADAT MELAYUJAMBI


Dalam adat MelayuJambi terdapat beberapa ketentuan yang memberikan ciri khas, sebagai falsafah dan pandangan hidup
masyarakat MelayuJambi. Ketentuan itu adalah fatwa-fatwa adat MelayuJambiberdasarkan ketentuan alam nyata. Dengan demikian,dapat
pula dikatakan bahwa adat MelayuJambi itupun mempunyai dasar falsafah yang nyata pula.
Pertumbuhan dan perkembangan adat MelayuJambi, secara earis besar dapat dibagi atas dua periode, yaitu: periode sebelum Islam
masuk, dan setelah Islam masuk di MelayuJambi.
Dalam falsafah alam terkembang jadi guru, terkandung berbagai ajaran yang dapat ditafsirkan, antara lain bahwa kedudukan setiap
orang atau setiap kelompok adalah sama dengan lain. Dengan kata lain, tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain baik sebagai individu
maupun kelompok bangsa. Seperti air, api tanah, dan angin yang berkedudukan sama dan tak dapat saling menghancurkan.
falsafah "alam terkein-bang menjadi guru" menurut Nasroen adalah:
• Pertama, seseorang mempunyai kewajiban terhadap leluhur, nenek moyang, diri sendiri serta masyarakat pada waktu
sekarang, dan anak cucu yang akan datang;
• Kedua, budilah yang menjadi dasar dan ikatan dalam menjalani kehidupan dan dalam menjalankan tugas dalam
kebersamaannya
• Ketiga, seseorang mempunyai kewajiban terhadap sesama seperti masyarakat, orang kampung yang harus
dipertenggangkan, dan kewajiban terhadap penjagaan nagari agar jangan sampai binasa;
• Keempat, perasaan malu merupakan suatu dorongan untuk maju, baik secara perseorangan maupun secara bersama, demi
mengejar ketertinggalan dari orang lain. Perasaan malu itu, juga mempunyai unsur pedagogis bagi seseorang atau suatu
pergaulan hidup
• kelima, seseorang mempunyai kewajiban untuk berbuat baik agar meninggalkan jasa-jasa dan nama baik (1971).
falsafah adat MelayuJambi adalah ketetapan-ketetapan Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam Al-
Quran dan Sunnah Rasul-Nya, termasuk yang dapat dicermati dari ayat-ayat Kauniah yang berupa Sunatullah (hukum alam),
yang dipadu oleh para pemikir dan filosof MelayuJambi sendiri, dari dulu sampai sekarang, danberlaku secara turun-temurun.

D.TUJUAN ADAT MELAYUJAMBI


tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang masyarakat MelayuJambi, adalah: “Bumi sanang padi menjadi, taranak bakambang
biak”.
Rumusan menurut adat MelayuJambi ini, agaknya sama dengan masyarakat yang aman damai makmur ceria dan berkah, seperti diidamkan
oleh ajaran Islam yaitu “Baldatun Taiyibatun wa Robbun Gafuur”. Suatu masyarakat yang aman damai dan selalu dalam pengampunan
Tuhan.
Menurut ketentuan adat MelayuJambi, untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu suatu masyarakat yang aman, damai, makmur, dan berkah,
perlu disiapkan prasarana dan sarana yang tepat, yakni manusia-manusia pendukung adat MelayuJambi, yang mempunyai sifat dan watak
masyarakat “nan sakato.”
Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat, yaitu: Saiyo Sakato, Sahino Samalu, Anggo Tanggo, dan Sapikua Sajinjiang. Keempat
unsur ini yang perlu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat MelayuJambiuntuk dapat membentuk masyarakat nan sakato, Seperti
dijelaskan pada uraian di bawah ini.
• Pertama, Saiyo Sakato. Dalam menghadapi suatu masalah atau jaan, pasti akan terdapat perbedaan pandangan dan
pendirian antara orang satu dengan yang lain, sesuai dengan pepatah “samo hitam, pikiran ba lain-lain”. (kepala sama
hitam, pikiran lain-lain)
• esuku sangat erat, hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan
yang tunggal-bulat, jarak antara "kau dan aku" menjadi hampir tidak ada. Istilah “awak”rnenggambarkan kedekatan ini.
Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah.
• Ketiga, Anggo Tanggo. Dalam membentuk masyarakat nan sakoto, dibutuhkan pergaulan yang tertib serta disiplin
dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat diuntut untuk mematuhi aturan dan undang-
undang, serta mengikuti pedoman dan petunjukyang diberikan penguasa adat.
• Keempat, Sapikua Sajinjiang. Dalam masyarakat yang komunal, semua tugas menjadi tanggung jawab bersama. Sifat
gotong royong menjadi keharusan dan dasar kehidupan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Berat
sama dipikul dan ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kauni bagaikan aur dengan tebing, saling bantu
membantu, saling dukung mendukung.

E.NILAI-NILAI DASAR ADAT MELAYUJAMBI


Tujuan hidup bagi orang MelayuJambi adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang MelayuJambimengatakan bahwa “hiduik bajaso, mati
bapusako.”Jadi, orang MelayuJambi memberikan arti dan hargayang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka dikatakan
oleh pepatah: “Gajah mati maninggakan gadieng-Harimau mati maninggakan belong. Manusia mati maninggakan namo.”
Banyaknya seremonial adat, seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Karena itulah, usaha yang sungguh-sungguh dan kerja
keras, sangat diutamakan orang MelayuJambi. Nilai hidup yang baik dan tinggi, telah menjadi pendorong bagi orang MelayuJambi untuk
selalu berusaha, berprestasi, dinamis, dan kreatif.
Sejalan dengan makna hidup bagi orang MelayuJambi, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang
sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat membuat orang mampu meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya.
Dengan hasil kerja dapat dihindarkan Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak barameh (hilang warna karena penyakit, hilang
bangsa karena tidak punya emas). Artinya, harga diri seseorang akan hilang karena miskin. Oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara
untuk menghindarinya.
Orang MelayuJambi disuruh bekerja keras, seperti yang ungkapkan juga oleh fatwa adat sebagai berikut : “Kayu hutan bukan andaleh,
Elok dibuek ka lamari. Tahan hujan barani bapaneh, Baitu urang mancari rasaki”. (Kayu hutan bukan andalas, Elokdibuat untuk lemari.
Tahan hujan berani berpanas, Begitu orang mencari rezeki).
Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggung jawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa
saja, yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat di kampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini, telah menyebabkan
orang MelayuJambi terkenal di rantau sebagai manusia ekonomi yang ulet.
Etos kerja keras yang telah menjadi nilai dasar bagi orang MelayuJambi, semakin lebih diperkuat oleh pandangan ajaran Islam. Menurut
ajaran Islam, bahwa setiap orang harus bekerja keras, seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus, seakan-akan
dia akan mati besok.

F.TlNGKATAN ADAT MELAYUJAMBI


Adat MelayuJambi mencakup suatu spektrum dari yang paling umum, hingga yang paling khusus. Dari paling permanen dan tetap,
hingga yang paling mercurial, dan sering berubah-ubah, bahkan ad-hoc. Pada tataran konseptional, adat MelayuJambi terbagi pada empat
kategori:
(1) Adat nan sabana adat
(2) Adat nan diadatkan
(3) Adat nan teradat
(4) Adat istiadat.
1. Pertama, Adat Nan Sabana Adat, adalah kenyataan yang berlaku tetap di alam, tidak pernah berubah oleh keadaan
tempat dan waktu. Kenyataan itu, mengandung nilai-nilai, norma dan hukum. Di dalam
ungkapan MelayuJambi dinyatakan sebagai adat : Nan indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, diasak
indakdibubiiik indak mati”, atau “Adat babuhua mati”.
2. Kedua, Adat Nan Diadatkan adalah adat buatan yang diran-cang, dan disusun oleh nenek moyang orang MelayuJambi,
untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aturan yang berupa “adat nan diadatkan” disampaikan dalam petatah
dan petitih, mamangan, pantun, dan ungkapan bahasa yang berkias hikmah.
3. Ketiga, Adat Nan Taradat adalah ketentuan adat yang disusun di nagari untuk melaksanakan “adat nan sabana
adat” dan “adat nan diadatkan” sesuai dengan keadaan dan kebutuhan nagarinya. Adat ini disusun oleh para tokoh dan
pemuka masyarakat nagari melalui musyawarah dan mufakat. Dari pengertian itu, lahirlah istilah “adat saling ka
nagari.”
4. Keempat, Adat Istiadat merupakan aturan adat yang dibuat dengan mufakat niniak mamak dalam suatu nagari. Peraturan
ini, menampung segala kemauan anak nagari yang sesuai menurut alua jo patuik, patuik jo mungkin.

G.sifat adat MelayuJambi


Sifat adat MelayuJambi, sebagai akibat logis dari jenis adat diatas, maka dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu yang lestari dan
yang berubah.
Selagi masyarakat MelayuJambi taat memeluk agama Islam dan beriman serta bertaqwa kepada Allah SWT, maka nilai-nilai yang
terkandung di dalam ketentuan adat nan sabana adat akan lestari sepanjangmasa.
Begitu juga pewarisan pusako (pusaka), pada dasarnya tetap melalui garis keturunan ibu. Kedua contoh ketentuan adat tadi, tidak akan
mengalami perubahan, dan bersifat sangat prinsip dalam struktur masyarakat dan adat MelayuJambi.
Dengan demikian, ketika kita hendak memahami adat MelayuJambi, maka yang perlu kita ketahui adalah nan ampek (yang empat), yang
merupakan dasar dari patokan hidup masyarakat MelayuJambi, yang diungkapkan secara sederhana dalam bentuk nan ampek (serba empat)
patokan, yaitu:
(1) Asal suku di MelayuJambi adalah empat: Koto, Pilang, Bodi dan Caniago
(2) Mula-mula adat diciptakan oleh nenek moyang suku bangsa MelayuJambi adalah empat: adat bajanjang naik batanggo turun;
adat babarih babalabeh; adat baukua jo bajangko; dan adat batiru batalada
(3) Jalan yang harus dilalui dalam hidup ini ada empat: jalan mandatar; jalan mandaki; jalan melereng; dan jalan manurun
[4) Ajaran adat ada empat; raso, pareso, malu dan sopan
(5) Dasar nagari ada empat; taratak, dusun, koto dan nagari
(6), Kato-kato ada empat; kato pusako, kato mufakat, kato kamudian dan kato dulu
(7) Hukum ada empat; hukum ilmu, hukum kurenah, hukum sumpah dan hukum perdamaian.

H.kelembagaan adat MelayuJambi


Satu hal yang sangat penting bagi masyarakat MelayuJambi, bahwa adat itu adalah suatu Limbago (lembaga) dan mengandung unsur-unsur
yang. terdiri dari lembaga juga. Penghulu adalah lembaga, urang sumando adalah lembaga. Demikian juga per-kawinan, suku, hukum,
semuanya adalah lembaga. Dalam pepatah dikatakan: “Adat diisi, limbago dituang.”
Jadi adat adalah sesuatu yang “diisi,” dipenuhi dan dilak-sanakan. Sedangkan lembaga adalah suatu jabatan, suatu aturan dasar atau undang-
undang yang dibentuk dan ditetapkan untuk jangka waktu lama. Lembaga, tidak boleh sering diubah atau diganti, lembaga harus permanen -
- dikiaskan dengan logam cor besi tuang.
Secara legalistik atau kelembagaan, adat MelayuJambi dapat dirangkum dalam Limbago nan Sapuluah, terdiri dari:
(1.)cupak nan duo
(2) Kato nan ampek
(3) Undang nan ampek (lembaga yang sepuluh, terdiri dari: takaran yang dua, kata yang empat dan undang yang empat), dengan
penjelasan sebagai berikut:
• Pertama, Cupak nan Duo. Cupak adalah alat takaran. Mat takar lain sering disebut, seperti gantang, taraju,
bungka. Maksud alat-alat ini adalah simbol lembaga hukuin yang menjadi acuan bagi masyarakat dalam menjalankan
dan mengembangkan adatnya.
• Kedua, Kato nan Ampek. Kato atau kata adalah salah satu lembaga yang sangat penting dalam masyarakat MelayuJambi.
Tanpa kato, adat MelayuJambi kehilangan legitimasinya. Dalam masyarakat MelayuJambi tempo doeloe, kekuasaan dan
undang-undang dipegang oleh raja dan penghulu karena keturunannya-Dalam masyarakat agamis, kekuasaan
disandarkan pada otoritas wahyu, dan dalam masyarakat moderen yang demokratis, hukum didasarkan pada konstitusi
dan undang-undahg tertulis.
• Ketiga, Undang nan Ampek. Nenek moyang masyarakat mangJambi sudah menetapkan Undang-undang yang
menjadi dasar pemerintahan adat zaman dahulu, mencakup pemerintahan Luhak dan Rantau, pemerintahan Nagari dan
peraturan yang berlaku untuk Suku dan Nagari, juga peraturan untuk individu.
Undang nan Ampek (yang Empat) terdiri atas: Undang-undang Luhakdan Rantau; Undang-undang Nagari; Undang-undang Dalani
Nagari; dan Undang-undang nan Duopuluah (yang dua puluh).

I.Rangkaian kata-kata pusaka ini menyatakan, bahwa kata adat 'nangJambi secara sederhana dapat disimpulkan perwujudannya
Jadi tiga hal, yaitu: pasambahan, sirihjo pinang, dan Baso-basi, denganpenjelasan sebagai berikut:
1.Pasambahan (persembahan). Di sini terlihat bahwa adat MelayuJambi sarat dengan formalitas dan interaksi yang dikemas sedemikian
rupa, sehingga acara puncaknya tidak sah, tidak valid, jika belum disampaikan dengan bahasa formal yang disebut pasambahan.
2.Sirih jo pinang. Sirih dan pinang adalah lambang formalitas dalam interaksi komunikasi adat masyarakat MelayuJambi. Setiap acara
penting, dimulai dengan menghadirkan sirih dan kelengkepannya, seperti buah pinang, gambir, kapur dari kulit kerang. Biasanya ditaruh di
atas carano (wadah khusus terbuat dari logam) yang diedarkan kepada hadirin.
Makna sirih adalah secara simbolik sebagai pemberian kecil antara pihak-pihak yang akan mengadakan suatu pembicaran. Suatu pemberian
dapat juga berupa barang berharga, meskipun nilai simbolik suatu pemberian tetap lebih utama daripada nilai intrinsiknya. Dalam pepatah
adat disebutkan, “siriah nan diateh, ameh nan dibawah”. Dengan sirih suatu acara sudah menjadi acara adat, meskipun tidak atau belum
disertai dengan pasambahan kato (persembahan kata).
Sirih dan pinang juga mempunyai makna pemberitahuan adat yang lahiriah, baik pemberitahuan yang ditujukan pada orang tertentu atau
pada khalayak ramai.
3.Baso-basi. Satu lagi unsur adat MelayuJambi yang penting dan paling meluas penerapannya adalah baso-basi (basa-basi). Bahkan, anak-
anak harus menjaga baso-basi. Tuntutan menjaga baso-basi yakni mewajibkankan, setiap invidu yang berhubungan dengan orang lain, harus
selalu menjaga dan memelihara kontak dengan orang di sekitarnya secara terus-menerus (interaksi sosial). Sebagai orang MelayuJambi,
tidak boleh individualistis dalam kehidupannya.

J.sistem adat MelayuJambi


Kelarasan Koto Piliang adalah gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang
adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis ke-turunan yang dalam istilah adat disebutsebagai “menetes dari langit, bertangga naik,
berjenjang turun,” dengan prinsip pengangkatan penghulu-penghulunya; “patah tumbuah.”
Langgam nan tujuh itu terdiri dari tujuh daerah/wilayah dengan gelar kebesarannya masing-masing: Pamuncak Koto Piliang, daerahnya
Sungai Tarab salapan batu; Gajah Tongga Koto Piliang, daerahnya Silingkang dan Padang Sibusuak; Camin Taruih Koto Piliang, daerahnya
Singkarak dan Saningbaka; Cumati Koto Piliang, daerahnya Sulik Aie dan Tanjuang Balik; Perdamaian Koto Piliang, daerahnya Simawang
dan Bukik Kanduang; Harimau Campo Koto Piliang, daerahnya Batipuh 10 Koto; dan Pasak kungkuang Koto Piliang, daerahnya Sungai
Jambu dan Labu Atan.Di samping Langgam Nan Tujuh, nagari-nagari lain yang termasuk Lareh Koto Piliang adalah Pagaruyuang, Saruaso,
Atar, Padang Gantiang, Taluak Tigo Tangko,Pangian, Buo, Bukik Kanduang, Matua, Talang Tangah, Gurun, Ampalu, Guguak, Padang
Laweh, Koto Hilalang, Sumaniak, Sungai Patai, MelayuJambi, Simpuruik, dan Sijangek.
Pusat pemerintahan Lareh Koto Piliang di Bungo Satangkai, Sungai Tarab. Dengan demikian pusat pemerintahan sudah tidak di Pariangan
Padang Panjang lagi. Dan sistem yang dipakai dalam Kelarasan Koto Piliang adalah: “sistem cucua nan datang dari langik, kaputusan indak
buliah dibandiang.” Maksudnya, segala keputusan datang dari raja. Dan raja yang menentukan.
Karena itu, dalam kelarasan Koto Piliang ini hirarkinya adalah: “kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo
ka Basa Ampek Balai, Basa Ampek Balai ka Rajo Duo Selo.”
Sistem adat ini, awalnya dianut oleh suku MelayuJambi di daerah Tanah Datar dan sekitarnya, setelah itu meluas keseluruh
alam MelayuJambi. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah berlantai dengan bertingkat-tingkat. Tempat persidangan kelarasan Koto Piliang
disebut, “Medan Nan Bapaneh” dipimpim oleh Datuk Ketumanggungan.
Selanjutnya, Kelarasan Bodi Caniago, merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Sistem adatnya,
merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi.Sistem adat ini, awalnya dianutoleh
suku MelayuJambi di daerah Lima Puluh Kota, lalu meluas ke seluruh alam MelayuJambi. Cirinya, tampak pada lantai rumah gadang yang
rata. Tempat persidangan kelarasan bodi caniago disebut, “Medan Nan Balinduang”dipimpin oleh Pucuak Bulek Bodi Caniago, Gajah
Gadang Patah Gadiang di Limo Kaum, Datuk Perpatih Nan Sebatang.
Di bawahnya disebut Datuak Nan Batigo, yakni; Datuk nan di Dusun Tuo, Datuk nan di Paliang, Datuk nan Kubu Rajo. (Nama-nama Datuk
tak disebutkan, karena mereka memakai sistem “gadang balega,”pimpinan dipilih berdasarkan kemufakatan (Hilang Baganti).

K.koto piliang dan bodi caniago


Mengenai lahirnya Koto Piliang dan Bodi Caniago ada be-berapa pendapat. Datuk Batuah Sango dalam bukunya, “Tambo
Alam MelayuJambi” mengemukakan sebagai berikut: “...sesudah itu miifakatlah nenek Datuk Ketumanggungan dengan Datuk Perpatih
Nan Sabatang dengan Datuk Suri Dirajo hendak membagi kelarasan, maka dibagilah oleh orang yang bertiga itu menjadi dua kelarasan...”
Datuk Ketumanggungan seorang penganut hiduisme yang regilius, percaya manusia disusun dalam kerangka hirarki piramida dengan pucuk
seorang pribadi yang merenungkan langit (hyang). Datuk Perpatih Nan Sabatang seorang egaliter, demokrat murni, yang menilai tinggi
kedudukan pribadi, menganut persamaan dan kesamaan.
Orang MelayuJambi pada dasarnya, sampai sekarang masih memegang teguh asal kata Koto Piliang dan Bodi Caniago, yang bersumberkan
kepada tambo Alam MelayuJambi.

Anda mungkin juga menyukai