Anda di halaman 1dari 2

‫ص ْحبِ ِه‬ ِِ ِ ِ ٍ ِ َّ‫الدي‬ ِ ِ‫له الْمل‬

ِِ
َ ‫ َو َعلَى اٰل ه َو‬،‫الس اَل ُم َعلَى حُمَ َّمد َس يِّد َولَ د َع ْدنَا َن‬ َّ ‫الص اَل ةُ َو‬
َّ ‫ َو‬،‫ان‬ َّ ‫ك‬ Artinya, “Sungguh termasuk terang-terangan berbuat dosa adalah
َ ‫اَحْلَ ْم ُد ل‬
seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian pada pagi hari
‫ك لَ هُ الْ ُمنَ َّـزهُ َع ِن اجْلِ ْس ِميِّ ِة‬
َ ْ‫َأش َه ُد َأ ْن آل ِإٰل هَ ِإاَّل اهللُ َو ْح َدهُ اَل َش ِري‬ْ ‫ َو‬.‫ان‬ِ ‫الزم‬ ِ ِِ
َ َّ ‫َوتَابعْي ه َعلَى َم ِّر‬ dia menceritakannya padahal Allah telah menutupinya. Lalu ia
‫َأن َسيِّ َدنَا حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ الّ ِذ ْي َك ا َن ُخلَُق هُ الْق ُْرآ ُن ََّأما‬ ِ ‫ان والْم َك‬
َّ ‫ َوَأ ْش َه ُد‬،‫ان‬ ِ َّ ‫واجْلِه ِة و‬
َ َ ‫الز َم‬ َ َ َ
berkata: ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat dosa begini dan
begitu’.”
:‫َب ْع ُد‬
ِ ‫ْشف ِسْتر‬
)‫ (متفق عليه‬.ُ‫اهلل َعْنه‬ ِ ِ ْ ُ‫ات يَسُترهُ ربُّهُ وي‬
َ ُ ‫صب ُح يَك‬ َ َ ُ ْ َ َ‫َوقَ ْد ب‬
Mengawali khutbah kali ini, khatib berwasiat kepada jamaah
sekalian pada umumnya, dan kepada diri khatib sendiri khususnya,
Artinya, “Sebenarnya di malam hari Tuhannya telah menutupi
agar kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan
perbuatan dosanya itu, tetapi di pagi harinya dia menyingkap
kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
perbuatannya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah.” (Muttafaqun
larangan-Nya. Karena, peningkatan iman dan takwa sejatinya dapat
‘Alaih).
diperoleh dengan dua cara tersebut, yaitu menjalankan perintah
Sekilas hadits di atas terasa aneh. Mengapa ketika berbuat dosa dan
Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dalam hal ini Imam Abu Hatim
tidak jujur justru diampuni Allah, sedangkan orang yang jujur tidak
berkata: ‫صيَ ِة‬
ِ ‫يد بِالطَّاع ِة ويْن ُقص بِالْمع‬
َْ ُ ََ َ ُ ‫َأن اِإْل ميَا َن يَِز‬
َّ mendapat ampunan? Ketidakjujuran dalam kemaksiatan bukan
“Iman itu sifatnya dinamis, dapat bertambah dan berkurang. berarti berbohong. Karena ketidakjujuran dalam hadits di atas adalah
Bertambah karena ketaatan kepada Allah atau menjalankan ketidakjujuran dalam arti tidak menceritakan kesalahan dan dosa.
perintahnya, dan berkurang karena melakukan kemaksiatan.” Setidaknya ada satu alasan penting tentang hal itu. Orang yang
Hadirin rahimakumullâh. berbuat dosa, kemudian jujur dan menceritakan kepada orang lain
Kita semua pasti sepakat bahwa terus terang, berkata benar, dan akan membuka kemungkinan dilakukannya dosa serupa dalam
jujur merupakan sikap terpuji dan layak diteladani. Namun, lingkup yang lebih luas. Ketika suatu kemungkaran diumbar begitu
adakalanya sikap-sikap itu justru dilarang karena membawa bahaya. saja dan dianggap biasa, maka akan melahirkan gerakan masif untuk
Contohnya, dalam hal jujur dalam kemaksiatan. Rasulullah saw melakukan kemungkaran itu. Seperti korupsi, riba, menggunjing,
bersabda: dan kemaksiatan lainnya yang mungkin terasa biasa di sekitar kita.
ِ ‫ِإ‬ Misalnya, seorang guru yang jujur berkata: “Saya dulu pernah
َ ‫ُك ُّل َُّأميِت ُم َعاىَف الَّ املُ َجاه ِر‬
‫ين‬
melakukan berbagai maksiat, mabuk-mabukan, mencuri, dan
Artinya, “Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujâhirîn
berzina, kemudian saya bertaubat dan memperbaiki diri hingga
atau orang-orang yang berterus terang dalam berbuat dosa.”
akhirnya menjadi guru seperti sekarang”.
َ ‫صبِ َح َوقَ ْد َس َتَرهُ اهللُ َعلَْي ِه َفَيق‬
‫ يَا فُاَل ُن‬:‫ُول‬ ْ ُ‫الر ُج ُل بِاللَّْي ِل َع َماًل مُثَّ ي‬
ِ
َ ‫َوِإ َّن م َن الْ ُم َج‬
َّ ‫اهَر ِة َأ ْن َي ْع َم َل‬ Bayangkan jika perkataannya didengar oleh murid, tentu bisa
‫ت الْبَا ِر َحةَ َك َذا َو َك َذا‬ ِ menimbulkan kemungkinan munculnya pemikiran bahwa mabuk-
ُ ‫َعم ْل‬
mabukan dan kemaksiatan lainnya adalah hal biasa di benak
muridnya. Karena gurunya pernah melakukannya. Pun ketika dan bertaubat, daripada menceritakan kepada orang lain yang tidak
anaknya jatuh melalukan dosa, mereka memiliki alasan: “Tidak ada kaitannya dengan perilaku kita.
apa-apa berbuat dosa seperti itu, dulu guruku juga melakukannya.
Dia sendiri pernah bilang begitu.” Padahal, mungkin tindakan guru
menceritakan dosanya karena landasan kejujuran. Tetapi, apa artinya
kejujuran jika pada akhirnya justru mencetak pelaku-pelaku baru
dalam kemaksiatan? Sementara dalam hadits lain ditegaskan, ketika
seorang berbuat dosa kemudian orang lain mengikutinya karena
terinspirasi oleh pelaku pertama, maka dosa orang yang mengikuti
mengalir juga kepada pelaku pertama, atau bisa disebut juga dosa
jariyah. Rasulullah saw bersabda:
‫ص ِم ْن‬ ِ ‫ِ هِب‬
َ ‫َأج ُر َم ْن َعم َل َا َب ْع َدهُ م ْن َغ ِري َأ ْن َيْن ُق‬ ْ ُ‫ َفلَ ه‬،ً‫َم ْن َس َّن يِف اِإْل ْس اَل ِم ُس نَّةً َح َس نَة‬
ْ ‫َأج ُر َه ا َو‬
ٌ‫ورهم َشيء‬
ْ ‫ُأج‬ ُ
Artinya, “Orang yang melakukan perbuatan baik dalam Islam maka
baginya pahala dari perbuatannya itu dan pahala dari orang yang
melakukannya sesudahnya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun.”

‫يه ِو ْز ُر َه ا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل هِبَا ِم ْن َب ْع ِد ِه ِم ْن َغ ِري َأ ْن‬


ِ َ‫ َك ا َن عل‬،ً‫ومن س َّن يِف اِإْل س اَل ِم س نَّةً س يَِّئة‬
َ َ ُ ْ َ ْ ََ
ِ ‫يْن ُق‬
)‫ (رواه مسلم‬.ٌ‫هم َشيء‬ ْ ‫ص م ْن َْأو َزا ِر‬َ َ
Artinya, “Orang yang melakukan suatu perbuatan buruk, maka
baginya dosanya dan dosa orang yang melakukan sesudahnya, tanpa
mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim).
Artinya, ketika seseorang melakukan kemungkaran dan memutuskan
bertaubat, lalu tidak menceritakan perbuatan dosanya, maka secara
tidak langsung dia telah membuka sunnatan hasanatan dan menutup
kemungkinan terbukanya sunnatan sayyiatan. Karenanya, jika di
antara kita sudah terlanjur melakukan kemaksiatan dan
kemungkaran, lebih baik segera menyesali diri, memohon ampunan

Anda mungkin juga menyukai