Anda di halaman 1dari 8

MENGENAL SENI BUDAYA DAERAH

RAPAI GERIMPHENG

OLEH:
IBRAHIM
Ketua Sanggar Seni Rapai Gerimpheng dan Lagey
Cempala Kuneng
ALAT MUSIK RAPAI

A. MENGENAL ALAT MUSIK RAPAI

RAPAI adalah alat musik perkusi tradisional Aceh yang termasuk dalam

keluarga frame drum, yang dimainkan dengan cara dipukul dengan tangan tanpa

menggunakan stick. RAPAI sering digunakan pada upacara-upacara adat di Aceh

seperti upacara perkawinan, sunat rasul, pasar malam, mengiringi tarian, hari

peringatan, ulang tahun dan sebagainya, dan merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh baik secara filosofïs atau

kultural. Rapai berperan mengatur tempo, ritmik, tingkahan, gemerincing serta

membuat suasana menjadi lebih hidup dan meriah. Alat itu mendukung chorus

(melodi) dari Serune Kalee atau buloh merindu (alat tiup berinterval nada

diatonis).

Ada pameo yang sering terdengar berisikan “peunajoh timphan, piasan

rapai” yang artinya makanan khas orang Aceh adalah timpan (sejenis kue dari

bahan tepung beras di dalamnya berisi kelapa dan gula aren, atau berisi

sarikaya/aso kaya telur, dibungkus dengan daun pisang muda dan dikukus),

kemudian piasan rapai yang diartikan sebagai alat musik hiburan adalah rapai.

Berdasarkan naskah syair yang dinyanyikan bersama RAPAI, alat musik pukul ini

berasal dari Syeh Abdul Kadir Jailani, ulama besar fiqih dari Persia yang hidup di

Baghdad dari tahun 1077 hingga 1166 Masehi (470-560 Hijriah). Syair itu

menyebut (dalam bahasa Indonesia):

1
Dilangit tinggi bintang bersinar
Cahaya bak lilin memancar kebumi
Asal rapai dari Syeh Abdul Kadir
Inilan yang sah penciptanya lahir kebumi. 

Rapai dibawa oleh seorang penyiar Islam dari Baghdad bernama Syeh

Rapi (ada yang menyebut Syeh Rifai) dan dimainkan untuk pertama kali di

Ibukota Kerajaan Aceh, Banda Khalifak (sekarang Gampong Pandee, Banda

Aceh) sekitar abad ke-11.

Rapai dimainkan secara ensemble yang terdiri dari 8 sampai 12 orang

pemain yang disebut awak rapai dan disandingkan dengan instrumen lain

seperti serune kalee atau buloh merindu. Permainan dari ensemble Rapai tersebut

dapat menjangkau pendengaran dari jarak jauh akibat gema yang dipantulkannya

dan tidak memerlukan microphone untuk setiap penampilannya bahkan pada

malam hari di daerah pedesaan bisa mencapai pendengaran dari jarak 5-10 km.

B. MACAM-MACAM JENIS RAPAI

Macam-macam jenis RAPAI:

1. Rapai Daboih

2. Rapai Gerimpheng

3. Rapai Pulot

4. Rapai Pase

5. Rapai Anak/tingkah

6. Rapai Kisah/hajat

2
Rapai gerimpheng dilakukan secara duduk. Dimulai dengan memberi

salam, lalu menjuruskan tangan kedepan, melenggokan badan kesamping kiri dan

kanan secara serentak, kemudian peh (pukul) rapai untuk mengiringi ratoih (lagu).

Rapai anak/tingkah, merupakan rapai dengan ukuran sedikit lebih kecil,

berfungsi mengadakan tingkahan, karena suaranya lebih nyaring dan

mendenting, sehingga tekanan tanda accent/attack (clear beats) lebih jelas

kedengarannya.

Rapai kisah/ hajat, mengisahkan/ menyanyikan sesuai dengan hajat/

permintaan yang punya rumah sendiri, lalu syeh rapai bersama-sama dengan

pemain lainnya berlagu mengisahkan/ mensyairkan seraya diikuti irama tingkahan

rapai.

C. ANATOMI RAPAI

Bentuk rapai bulat dan mirip tempayan dan berdinding

rendah, mempunyai giring-giring (jingle) pada dindingnya dengan berbagai

macam ukuran.

Frame body atau dalam bahasa Aceh disebut polah/bolah rapai dibuat dari

bahan kayu nangka, kayu merbau atau kayu meudang/ara  yang telah cukup

tua. Bentuknya seperti tempayan atau panci dengan berbagai macam ukuran,

diatasnya ditutupi/diberi kulit. Sedangkan bahagian bawah kosong, dengan

pinggiran atau dinding yang dinamakan buloh atau paloh. Rapai dahulu tidak

dicat. Warna coklat tua yang muncul diakibatkan oleh bahan kayu yang digunakan

sudah berumur cukup tua bahkan ratusan tahun telah keluar minyaknya. Sekarang

3
susah mendapatkan rapai yang kayunya cukup tua, sehingga digunakanlah pelitur

untuk menghias dinding Rapai.

Selaput atau membran dibuat dari kulit kambing atau kulit “himbe”

(sejenis kera, tapi sekarang tidak digunakan lagi). Sedangkan untuk rapai ukuran

besar seperti rapai pase, dibuat dari kulit sapi yang telah diolah/ditipiskan dan

dilicinkan denganbuloh (bambu).

Rapai menggunakan rotan (awe) untuk mengencangkan atau meninggikan

suara. Untuk menghasilkan suara gemerincing dan crisp, digunakanlah lempengan

logam pada samping baloh seperti halnya jingle pada tamburin.

Hiasan hampir tidak ada, hanya berupa ukiran-ukiran streamline lurus

melingkari bolah dan 2 atau 3 buah garis memanjang membuat beberapa tekuk-

tekuk yang diperindah benda tersebut. Hiasan tersebut tidak memiliki makna

secara simbolis.

Ukuran garis lurus dari bulatan rapai panjangnya antara ± 38—50 cm,

tinggi paloh (dinding frame) ± 8—12 cm, lembar paloh dilihat dari posisi

belakang ± 4 – 6 cm, dan untuk ukuran induk rapai pase garis tengah bulatan ± 1

meter atau lebih.

D. CARA PEMBUATAN

Sebuah gelondongan kayu yang besar  diambil bahagian bawahnya yang

dekat dengan akar, lalu direndam di dalam lumpur selama beberapa bulan untuk

pengawetan, baru kemudian dikorek bahagian dalamnya seperti sebuah lubang

bulatan besar yang menggeronggong dan kemudian tinggal membentuk pinggiran

saja menurut ukuran yang diinginkan. Kayu yang digunakan adalah jenis kayu

4
keras seperti merbau, meudang-ara, atau batang nangka, yang sekarang sudah sulit

untuk didapatkan.

Pinggiran tadi merupakan kelawang atau body yang perlu dihaluskan serta

diberi ukiran pahatan berupa tekuk-tekuk garis lurus. Ditengah pinggiran frame

dipahat dan diberi lobang memanjang ± 6 cm, lebar ± 2 cm untuk penempatan 1

cm lempengan tembaga. Pada bahagian atas diberi kulit kambing yang telah

diolah sedemikian rupa sehingga nalus, tipis dan kemudian disepit. Tidak

diketahui apakah pembuatannya itu mempunyai suatu standar konstruksi, dimana

ukurannya seragam untuk setiap pembuatan, ataukah besok akan berubah ukuran

baik bulatan, lebar atau tingginya.

Dari rapai-rapai yang masih dijumpai memang ternyata merupakan suatu

ciptaan akal budaya yang mengandung nilai artistik. Baik jenis kayu yang

dipergunakan, berat bendanya, tekuk garis ukirannya yang lurus membulat,

keliling body serta pemasangan atau penempelan lempengan tambaga yang kukuh

dan jarang yang lepas atau bengkok, serta bulatan kayu bodynya yang jarang retak

atau pecah walaupun telah berusia lebih dari ratusan tahun.

Keadaan pengrajinnya sendiri mungkin saja masih ada yang hidup, walaupun

sudah lanjut umurnya.

E. CARA MEMAINKAN

Rapai dimainkan dalam posisi duduk melingkar atau duduk berbanjar.

Tangan kiri memegang paloh atau palong (body) rapai, tangan kanan memukul

kulit rapai dan bila dipukul ditengah-tengah membran akan menghasilkan suara

dengungan atau gema yang besar, tetapi tidak tajam suaranya (low).

5
Bila dipukul pada pinggirnya akan mendapatkan suara tajam dan nyaring

atau dapat disamakan dengan permainan drum yang dipukul dengan stick  pada

rimshot.

Karena rapai dibuat dari bahan kayu dengan kualitas baik, pasti akan berat

serta kukuh buatannya. Bila ditegakan ketika bermain tanpa dibantu/dipegang

oleh sebelah tangan, pasti tidak bisa dimainkan dengan sempurna.

Dalamsebuah permainan rapai, biasanya ada seorang syehnya (pemimpin),

dibantu oleh beberapa awak/pemukul lainnya. Dalam memainkan sebuah irama

lagu, biasanya beberapa buah rapai memukul dengan tempo konstan, sedangkan

yang lain dengan tingkahan-tingkahan (syncopate) dan suara dinamik.

Suara phring dari lempengan tembaga yang gemerincing secara satu-satu

atau beruntun, kadang-kadang dibarengi pula chorus secara ensemble atau sahut-

sahutan mengulang (canon) yang gegap gempita. Sehingga memberikan warna

yang betul-betul meriah pada suatu upacara pertunjukan yang diadakan.

Posisi rapai tatkala duduk, tetap dipegang dalam keadaan ditegakkan

diatas ujung kaki, sedangkan pemainnya ikut bergoyang/bergerak bahkan kepala

ikut pula terangguk-angguk, sesuai menurut irama yang dimainkan saat itu.

Pada umumnya suatu pertunjukkan biasanya diawali dengan tempo lambat

(andante), kemudian sedang (moderate) selanjutnya cepat (allegro) dan pada

klimaknya lebih cepat lagi (allegretto) dan tekanan (accent) biasanya jatuh pada

tokoh terakhir setiap birama.

6
Untuk membuat suara rapai nyaring, maka pada bagian bawah pinggiran

kulit, diselip suatu rotan yang bertumpang pada pinggiran body rapai tersebut dan

bila selesai pertunjukkan rotan tersebut dicabut kembali, lalu disimpan.

F. PEMAIN DAN PERSYARATAN DALAM RAPAI GERIMPHENG

Pemain Rapai Gerimpheng terdiri dari 12 (dua belas) orang, diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Syech 3 (tiga) orang

2. Syahi 1 (satu) orang

3. Penari 8 (delapan) orang

Adapun dalam Rapai Gerimpheng dibutuhkan beberapa syarat-syarat

yang terdiri dari:

1. Saleum aneuk

2. Saleum rakan

3. Kisah

4. Saman

5. Syahi

6. Lanie

Anda mungkin juga menyukai