Anda di halaman 1dari 4

LOYALITAS DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI) :


loyalitas/lo·ya·li·tas/ n kepatuhan; kesetiaan yang berakar kata dari kata Loyal
yang bermakna patuh dan setia.

Loyalitas adalah konsep yang berkaitan dengan komitmen dan dedikasi kepada
orang lain. Wujud dari loyalitas adalah rasa hormat dan
kepercayaan. Loyalitas adalah nilai berharga dalam kehidupan.
Loyalitas adalah sikap yang menuntut integritas dan konsistensi. Kesetiaan
adalah salah satu sifat karakter terpenting yang harus dikembangkan setiap
orang.
ASAL USUL KATA
Loyalitas berasal dari kata loyal yang berarti setia. Menurut KBBI, loyalitas
adalah kepatuhan atau kesetiaan. Menurut Kamus Merriam Webster, loyalitas
adalah kualitas, keadaan, atau contoh dari kesetiaan. Cambridge Dictonary
menjelaskan loyalitas sebagai kualitas menjadi loyal.
Loyal berarti sifat tegas dan tidak berubah dalam bersahabat atau
mendukung orang atau organisasi. Loyal berarti selalu memberikan bantuan
dan dorongan. Ini sangat terkait dengan kesetiaan. Loyalitas dibentuk secara
terpusat oleh ketekunan dalam sebuah asosiasi di mana seseorang secara
intrinsik telah berkomitmen.
Menurut Britannica, loyalitas adalah istilah umum yang menandakan
pengabdian seseorang atau sentimen keterikatan pada objek tertentu. Ini
mungkin berupa orang atau kelompok orang lain, cita-cita, tugas, atau tujuan.
Orang yang memiliki loyalitas mengekspresikan dirinya dalam pikiran dan
tindakan. Mereka berusaha untuk mengidentifikasi kepentingan orang yang
setia dengan kepentingan objek. Loyalitas merupakan suatu kondisi sikap
mental untuk tetap memegang teguh kesetiaan baik kepada perusahaan, atasan,
maupun rekan sekerja.
Loyalitas bisa berubah menjadi fanatisme ketika menjadi liar dan tidak masuk
akal. Ia juga bisa menjadi pasrah ketika menampilkan karakteristik penerimaan
yang enggan.
Loyalitas memiliki fungsi sosial yang penting. Loyalitas menghadirkan
kesediaan individu, dalam kerjasama dengan orang lain. Ini menginvestasikan
sumber daya intelektual dan moral dengan murah hati dan sepenuh hati dalam
sesuatu di luar lingkaran pribadi yang sempit. Pada akhirnya, loyalitas
membuat komunitas dari berbagai jenis dapat muncul dan terus ada.
Loyalitas sering secara langsung disamakan dengan patriotisme. Patriotisme
atau kebanggaan nasional adalah perasaan cinta, pengabdian, dan rasa
keterikatan pada tanah air atau negara dan aliansi dengan warga negara lain
yang memiliki sentimen yang sama untuk menciptakan rasa persatuan di antara
orang-orang.
Namun, Nathanson mengungkapkan sementara patriot menunjukkan kesetiaan,
tidak semua orang yang setia adalah patriot. Dia memberikan contoh seorang
tentara bayaran, yang menunjukkan kesetiaan kepada orang-orang atau negara
yang membayarnya. Seorang patriot, sebaliknya, mungkin dimotivasi oleh
kasih sayang, perhatian, identifikasi, dan kesediaan untuk berkorban.

Dalam pekerjaan, loyalitas adalah sikap untuk melakukan pekerjaan terbaik


ketika bekerja. Karyawan yang loyal tidak hanya bekerja keras untuk
mendapatkan gaji mereka, tetapi mereka juga berkomitmen untuk kesuksesan
perusahaan.

Loyalitas dalam bisnis adalah hal berharga karena memungkinkan seseorang


mengambil risiko memprediksi tindakan dan perilaku orang yang dipercayai.
Ketika pemberi kerja dan karyawan saling setia, kepuasan karyawan,
produktivitas, dan profitabilitas perusahaan meningkat.

Dalam Islam ada Istilah Al-Wala’ dan al-Baraa’, al-wala’ (loyalitas/kecintaan)


dan al-bara’ (berlepas diri/kebencian) adalah masalah yang sangat penting dan
ditekankan kewajibannya dalam Islam, bahkan merupakan salah satu landasan
keimanan yang agung, yang dengan melalaikannya akan menyebabkan
rusaknya keimanan seseorang

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Al-baraa’ah (sikap berlepas


diri/kebencian) adalah kebalikan dari al-wilaayah (loyalitas/kecintaan), asal
dari al-baraa’ah adalah kebencian dan asal dari al-wilaayah adalah kecintaan.
Yang demikian itu karena hakikat tauhid adalah (dengan) tidak mencintai
selain Allah dan mencintai apa dicintai Allah karena-Nya. Maka kita tidak
(boleh) mencintai sesuatu kecuali karena Allah dan (juga) tidak membencinya
kecuali karena-Nya”
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Sesungguhnya barangsiapa
yang mentaati Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mentauhidkan Allah
maka dia tidak boleh berloyalitas (mencintai) orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun orang tersebut adalah
kerabat terdekatnya”

Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan ketika menjelaskan masalah ini, beliau
berkata, ”Setelah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, wajib (bagi setiap muslim
untuk) mencintai para kekasih Allah (orang-orang yang beriman) dan
membenci musuh-musuh-Nya. Karena termasuk prinsip-prinsip dasar akidah
Islam adalah kewajiban setiap muslim yang mengimani akidah ini untuk
mencintai orang-orang yang mengimani akidah Islam dan membenci orang-
orang yang berpaling darinya. Maka seorang muslim (wajib) mencintai dan
bersikap loyal kepada orang-orang yang berpegang teguh kepada tauhid dan
memurnikan (ibadah kepada Allah Ta’ala semata), sebagaimana (dia wajib)
membenci dan memusuhi orang-orang yang berbuat syirik (menyekutukan
Allah Ta’ala).

Dalil :
‫ ُدونَ ِم ْن‬B ُ‫ َرآ ُء ِم ْن ُك ْم َو ِم َّما تَ ْعب‬B ُ‫َت لَ ُك ْم ُأس َْوةٌ َح َسنَةٌ فِي ِإ ْب َرا ِهي َم َوالَّ ِذينَ َم َعهُ ِإ ْذ قَالُوا لِقَوْ ِم ِه ْم ِإنَّا ب‬ ْ ‫{قَ ْد َكان‬
‫هَّلل‬
}ُ‫ضا ُء بَدًا َحتَّى تُْؤ ِمنُوا بِا ِ َوحْ َده‬ ‫َأ‬ ْ
َ ‫َاوةُ َوالبَ ْغ‬ ْ
َ ‫ُون هَّللا ِ َكفَرْ نَا ِب ُك ْم َوبَدَا بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ُك ُم ال َعد‬
ِ ‫د‬
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada (diri nabi)
Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya; ketika mereka berkata kepada
kaum mereka:”Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang
kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara
kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai
kamu beriman kepada Allah semata” (QS. al-Mumtahanah:4).

‫ولَّهُ ْم ِم ْن ُك ْم‬B ٍ ‫ا ُء بَع‬BBَ‫هُ ْم َأوْ لِي‬B‫ْض‬


َ Bَ‫ْض َو َم ْن يَت‬ ُ ‫ا َء بَع‬BBَ‫ارى َأوْ لِي‬ َ َّ‫و َد َوالن‬BBُ‫{يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا اَل تَتَّ ِخ ُذوا ْاليَه‬
َ B‫ص‬
} َ‫فَِإنَّهُ ِم ْنهُ ْم ِإ َّن هَّللا َ اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم الظَّالِ ِمين‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang
yahudi dan Nasrani sebagai kekasih/teman dekat(mu); sebagian mereka
adalah kekasih bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu
menjadikan mereka sebagai kekasih/teman dekat, maka sesungguhnya orang
itu termasuk golongan mereka” (QS. al-Maa-idah:51)
‫ا َءهُ ْم‬BBَ‫{ال ت َِج ُد قَوْ ًما يُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر ي َُوا ُّدونَ َم ْن َحا َّد هَّللا َ َو َرسُولَهُ َولَوْ َكانُوا آبَا َءهُ ْم َأوْ َأ ْبن‬
‫ ِري‬B ْ‫ت تَج‬ ٍ ‫َب فِي قُلُوبِ ِه ُم اإلي َمانَ َوَأيَّ َدهُ ْم بِر‬
ٍ ‫ ْد ِخلُهُ ْم َجنَّا‬B ُ‫هُ َوي‬B ‫ُوح ِم ْن‬ َ ‫يرتَهُ ْم ُأولَِئكَ َكت‬ َ ‫َأوْ ِإ ْخ َوانَهُ ْم َأوْ ع َِش‬
‫هَّللا‬
‫ب ِ هُ ُم‬ ‫َأ‬ ‫هَّللا‬ ‫ُأ‬
َ ‫ ْز‬B‫ ْزبُ ِ ال ِإ َّن ِح‬B‫ض َي ُ َع ْنهُ ْم َو َرضُوا َع ْنهُ ولَِئكَ ِح‬ ‫هَّللا‬ ِ ‫ِم ْن تَحْ تِهَا األ ْنهَا ُر خَالِ ِدينَ فِيهَا َر‬
} َ‫ْال ُم ْفلِحُون‬
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-
saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah
telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan dari-Nya, dan Dia menempatkan mereka di dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah sesungguhnya
golongan Allah itulah golongan yang beruntung” (QS al-Mujaadilah:22).

َ Bَ‫ا ِن َو َم ْن يَت‬BB‫{يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ال تَتَّ ِخ ُذوا آبَا َء ُك ْم َوِإ ْخ َوانَ ُك ْم َأوْ لِيَا َء ِإ ِن ا ْست ََحبُّوا ْال ُك ْف َر َعلَى اِإل ي َم‬
‫ولَّهُ ْم‬B
} َ‫ِم ْن ُك ْم فَُأولَِئكَ هُ ُم الظَّالِ ُمون‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan bapak-bapak
dan saudara-saudaramu sebagai kekasihmu, jika mereka lebih mengutamakan
kekafiran atas keimanan, dan siapa yang di antara kamu yang menjadikan
mereka sebagai kekasih, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS at-
Taubah:23).

Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


”‫“من أحب هلل وأبغض هلل وأعطى هلل ومنع هلل فقد استكمل اإليمان‬
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi
karena Allah, dan tidak memberi karena-Nya, maka sungguh telah sempurna
keimanannya“[9]

Anda mungkin juga menyukai