Anda di halaman 1dari 6

Cinta Sesama Muslim Sebagian Dari Iman

REALISASI IMAN DALAM KEHIDUPAN

A.    Cinta Sesama Muslim Sebagian Dari Iman


‫ الَ يُْؤ ِمنُ َأ َح ُد ُك ْم َحتَّى يُ ِحبُّ َأِل ِخ ْي ِه َمايُ ِحبُّ لِنَ ْف ِس ِه ( رواه البخا‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َع ِن النَّبِ ِّي‬ ِ ‫س َر‬ ٍ ‫ع َْن َأ ْن‬
)‫والنساى‬
ٔ ‫رى و مسلم وأ حمد‬
Artinya:
            “ Anas r.a. berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “ Tidaklah termasuk beriman
seseorang di antara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.” ( H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i).[1]
            Berdasarkan hadis diatas, dapat diambil istinbath sebagai berikut:
·         Mencintai sesama mukmin merupaka bagian dari sendi-sendi ajaran islam.
·         Seseorang tidak sempurnah imannya kecuali ia mencintai saudaranya sesama mukmin
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
·         Kewajiban mencintai sesama mukmin tidak berarti.
Seorang mukmin yang ingin mendapat ridhai Allah SWT, harus berusaha untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya
seiman seperti ia mencintai dirinya. Sebagaimana dalam hadis tersebut.[2]
Seseorang mukmin yang tidak mencintai dirinya berarti tidak beriman.
‫الَ يُْؤ ِمنُ َأ َح ُد ُك ْم‬ 
“ Tidak sempurna keimanan seseorang,” jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai
dirinya sendiri.[3]
Hadis diatas juga menggambarkan bahwa islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti
sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan
hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang
akan abadi seabadi imannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain persaudaraan yang
didasarkan lillah..
Hadis tentang keutamaan orang yang saling mencintai karena Allah:
‫ َأ ْينَ ْال ُمت ََحابُّوْ نَ بِخَ الَ اَ ْليَوْ َم‬:‫ ِإ َّن هللاَ تَ َعالَى يَقُوْ ُل يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬:‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬:‫ال‬ َ َ‫ض َي هللاُ ق‬ ِ ‫ع َْن َأ بِى هُ َر ْي َرةَ َر‬
)‫َأ ِظلُّــــهُ ْم فِى ِظلِّ ْي يَوْ َم الَ ِظ َّل ِإال ِظل ْى (رواه مسلم‬
ِّ َّ
Artinya:
“Abu hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, “ Pada hari kiamat Allah SWT, akan
berfirman “ Dimanakah orang yang saling berkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini Aku
naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan , kecuali naungan-Ku”. ( H.R.
Muslim).[4]
Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan
salah satu anggota masyarakat yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan
bersama. Dalam hadis lain Rasulullah SAW, menyatakan:
ُ ‫ِإ َّن ْالمـُــْؤ ِمنَ لِ ْل ُمْؤ ِم ِن َك ْالبُ ْنيَا ِن يَ ُش ُّدبَ ْع‬
‫ضهُ ْم بَ ْعضًا‬
Artinya:
            “ Sesungguhnya antara seorang mukmin dengan mukmin yang lainnya bagaikan
bangunan yang saling melengkapi ( memperkokoh) satu sama lainnya. ( H.R. Bukhari dan
Muslim).
Dalam masyarakat seperti itu, telah dicontohkan Rasulullah SAW, kaum Anshar dengan tulus
ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum Muhajirin sebagai
penderitanya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan keterkaitan darah atau keluarga, tetapi
didasarkan pada keimanan yang teguh. Mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya
untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin bahkan ada yang menawarkan salah satu
istrinya untuk dinikahkan kepada saudaranya dari muhajirin.
Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala di sisi Allah SWT, yakni
memberikan sesuatu yang sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara
saudaranya seiman dengan dirinya.
Allah SWT, berfirman:
)٩٢:‫َّح ٰتّى تُ ْنفِقُوْ ا ِم َّما تُ ِحبُّوْ نَ َو َما تُ ْنفِقُوْ ا ِم ْن َش ْي َعلِ ْي ٌم ( العمران‬ ْ ُ‫لَ ْن تَنَا ل‬
َ ‫واالبِر‬
Artinya:
            “ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurnah), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Q.S. Ali-Imon: 92)[5]
Dalam kata lain, Cinta adalah sesuatu yang niscaya ada dalam kehidupan makhluk yang
berakal seerti manusia baik berbangsa, bernegara maupun dalam kehidupan beragama.
Orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri, pada
hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperi itu
merupakan perbuatan orang yang kufur dan tidak disukai oleh Allah SWT. Tidaklah cukup
dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam shalat atau melaksanakan semua
rukun islam bila ia tidak peduli pada nasib saudara seiman.
Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan diatas, harus
didasari illah. Oleh karena itu harus tetap memperhatikan rambu-rambu syara’.
Dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan saudara-saudara seiman yang betul-
betul taat kepada Allah SWT. Rasulullah memberi contoh siapa saja yang harus terlebih
dahulu dicintai, yakni mereka yang berilmu, orang-orang terkemuka, orang-orang yang suka
berbuat kebaikan, dan lain-lain yang diceritakan dalam hadis.
ْ‫ لِيْلَّيَنِ ْى ِم ْن ُك ْم َأوْ لُوْ ااَْألحْ الَ ِم َوالنُّ ٰهى ثُ َّم يَلُو‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫ال َرسُوْ لُوْ هلل‬
َ َ‫ ق‬:‫ضيَاهللُ َع ْنهُ قَا َل‬ِ ‫َــــن ِع ْندَا هللِ ا ْب ِن َم ْسعُوْ ا ٍد َر‬
ْ ‫ع‬
‫َْأل‬
ِ ‫ت ا ْس َو‬
‫اق‬ َ ُ ً
ِ ‫نَهُ ْم ثَال ثا َوِإيَـــــا ك ْم َو ِه ْيشا‬
َ
( ‫)رواه مسلم‬
Artinya:
            “ Abdullah Ibn Mas’ud r.a, ia berkata Rasulullah SAW, bersabda: Hendaknya
mendekat kepadaku orang-orang dewasa dan yang pandai, ahli-ahli fiqih. Kemudian
berikutnya lagi. Awaslah? Janganlah berdesak-desakan seperti orang-orang pasar.”
Hal itu tidak berarti diskriminatif karena islampun memerintahkan umatnya untuk mendekati
orang-orang yang suka berbuat maksiat dan memberikan nasihat kepada mereka atau
melaksnakan amar ma’ruf dan nahi mungkar.
B.     Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain
ُ‫ اَ ْل ُمـــهَا ِج ُر َم ْن هَ َج َر َما نَهَى هللا‬.‫ اَ ْل ُم ْسلِ ُم ِم ْن َسلِ َم ْالمـُـ ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِ َسا نِ ِه َويَ ِد ِه‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬.‫م‬.‫َـــــن ِع ْن ِدهللاِ ْب ِن ُع َم َر َع ِن النَّبِ ِّي ص‬ ْ ‫ع‬
)‫والنساى‬
ٔ ‫َع ْنهُ ( رواه الجخا رى وأ بوداود‬
Artinya:
            “ Abdullah bin Umar berkata, bahwa Nabi SAW, telah bersabda: seorang muslim
adalah orang yang menyebabkan orang-orang islam (yang lain) selamat dari lisan dan
tangannya dan orang yang hijrah adalah orang yang hijrah dari apa yang telah dilarang Allah
SWT.” ( H.R. Bukhari, Abu Dawud dan Nassa’i)[6]
            Hadis diatas mengandung dua pokok bahasan, yakni tentang hakikat seorang muslim,
dalam membina hubungan dengan sesama muslim dalam kehidupan sehari-hari, dan juga
menjelaskan hakikat hijrah dalam pandangan islam.
            Seorang muslim yang hakiki harus memiliki tingkah laku yang sesuai dengan
ketentuan islam. Tidaklah dikatakan sempurnah keislaman seseorang jika ia hanya
memperhatikan ibadah ritual yang berhubungan dengan Allah SWT, tetapi melupakan atau
meremehkan hubungannya dengan  manusia. Dalam Al-quran banyak ayat yang mengatur
tentang hal ini sehingga tercipta keharmonisan hidup, tidak terjadi pertentangan atau
bentrokan antar sesama muslim.
            Hadis diatas menyatakan bahwa seorang muslim adalah orang yang mampu menjaga
dirinya sehingga orang lain selamat dari kezoliman atau perbuatan  jelek tangan dan
mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa
disakiti.
            Adapun menyakiti orang lain dengan ucapan atau lisannya, misalnya dengan fitnah,
cacian, umpatan, hinaan dan lain-lain. Perasaan sakit yang disebabkan oleh ucapan lebih sulit
dihilangkan dari pada sakit akibat pukulan fisik. Tidak jarang terjadinya perpecahan,
perkelahian, bahkan peperangan diberbagai daerah akibat tidak dapat mengatur lisan
sehingga menyebabkan orang lain sakit hati. Salah satu pepatah arab menyatakan:
‫َسالَ َمةُ اِإْل ْن َسا ِن فِى ِح ْف ِظ ْاللِّ َسا ِن‬
Artinya:
            “ Keselamatan seseorang adalah dengan menjaga lisannya.”[7]
            Dengan demikian, seseorang harus berusaha untuk tidak menyakiti saudaranya
dengan cara apapun dan kapanpun. Oleh karena itu setiap muslim harus berhati-hati dalam
bertingkah laku. Jangan asal berbicara bila tidak ada manfaatnya. Jangan berbuat sesuatu bila
hanya menyebabkan penderitaan orang lain. Karena segalah tindakan dan perbuatan akan
dimintai pertanggung jawabannya.
            Disamping itu jika seseorang berbuat dosa kepada sesama manusia Allah SWT, tidak
akan mengampuni dosanya sebelum orang yang pernah disakitinya itu memaafkannya.
            Dalam hadis diatas juga diterangkan tentang hijrah, yaitu bahwa hijrah yang
sebenarnya bukanlah berpindah tempat sebagaimana banyak dipahami orang, melainkan
berpindah dari kejelekan menuju kebaikan.
            Memang sangat berat bagi orang yang terbiasa melakukan sesuatu yang dilarang
agama atau  terbiasa melakukan sesuatu yang telah diperintahkan agama untuk mengubah
perilakunya, padahal dia mengakui bahwa dirinya beriman. Dalam hati kecilnya, ia mengakui
bahwa perbuatan yang selama ini dilakukannya adalah salah. Akan tetapi, kalau didasari niat
yang betul, semuanya akan mudah. Ia akan berpindah dari jalan yang dimurkahi Allah SWT
menuju jalan yang diridhoi-Nya.
Hijrah juga dapat diartikan sebagai perjalanan panjang untuk meraih masa depan yang lebih
cerah. Untuk menempuh suatu perjalanan diperlukan bekal yang cukup. Bekal tersebut dalam
islam adalah akidah yang kuat. Orang yang kuat imannya tidak akan  mudah tergelincir pada
perbuatan yang menyimpang perintahnya.
C.    Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu
َ ‫ َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِـــــا هللاِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ُ‫ض ْيفَه‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَال‬ ِ ‫ع َْن َأبِى هُ َر ْي َرةَ َر‬
)‫(متفق عليه‬.‫ت‬ ْ ‫ار ِه َو ِم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا َأوْ لِيَصْ ُم‬
ِ ‫)و ِم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر فَ ْليُحْ ِس ْنِألَى َج‬
َ
Artinya:
            “ Abdu Hurairah  r.a. ia berkata bahwa Rasulullah SAW, bersabda “ Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dia harus memuliakan tamunya; barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, dia harus berbuat baik kepada tetangganya; dan barang
siapa kepad Allah dan hari akhir, ia harus berkata baik atau diam.[8]
            Dalam hadis diatas, ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan kepada Allah dan
hari akhir, yakni memuliakan tamu, memuliakan tetangga, dan berbicara baik atau diam.
Adapun alasan penyebutan dua keimanan, yakni iman kepada Allah dan hari akhir karena
iman kepada Allah merupakan permulaan dari segala sesuatu dan ditangan-Nya lah segala
kebaikan dan kejelekan sedangkan hari akhir merupakan akhir kehidupan dunia, akhir
kehidupan dunia, yang didalamnya mencakup hari kebangkitan, mahsyar, hisab, dan syurga-
neraka, dan banyak sekali yang harus diimani pada har akhir tersebut.
            Namun dengan demikian, tidak berarti bahwa orang yang tidak memuliakan tamu dan
tetangga, serta tidak berkata yang baik dianggap tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Maksud iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud iman kepada Allah dan hari akhir adalah
sebagai penyempurna iman. Ketiga hal diatas sangat penting dalam kehidupan sosial.
1.      Memuliakan Tamu
Maksud memuliakan tamu dalam hadis diatas mencakup perseorangan maupun kelompok.
Dalam syari’at islam, batas memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam, sedangkan
selebihnya adalah sedekah.
Hal itu didasarkan pada hadis Rasulullah SAW:
َ‫ َم ْن َكان‬:ُ‫هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُوْ ل‬  ‫صلَّى‬ ُ ‫ َس ِمع‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
َ ِ‫ْت َرسُوْ َل هللا‬ ِ ‫ْح ُخ َو ْيلِ ِد ْب ِن َع ْم ٍرو (اَ ْل ُخ َزا ِع ِّى) َر‬ٍ ‫ع َْن َأبِ ْى ُش َري‬
‫َأ‬ ُ َ َ ُ ْ ُ َ َ ُ
.‫ يُوْ ُمهُ َول ْيلتهُ َوالضُّ يَا فَة ثالَ ثة ي ٍَّام‬:‫يَا َرسُوْ َل هللاِ؟ َو َما َجاِئ َزتهُ؟ قَا َل‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ض ْيفَهُ َجاِئزَ تَه‬ ْ ْ ٰ
َ ‫يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ا ِخ ِر فَليُك ِر ْم‬
‫اْل‬
]9[.‫ص َدقَةٌ َعلَيْه‬ َ ‫ك فَهُ ْم‬ َ ِ‫فَ َما َكانَ َو َرا َء ٰذل‬
Artinya:
            “ Abu syuraih (khuwailid) bin Amru Al-Khuza’ir r.a, berkata Saya telah mendengar
Rasulullah SAW. Bersabda, ‘ Siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian, ia harus
menghormati tamunya pada bagian istimewaanya. Sahabat bertanya, “ Apakah yang
dimaksud keistimewaanya itu? Jawab Nabi, horSahabat bertanya, “ Apakah yang dimaksud
keistimewaanya itu? Jawab Nabi, hormat tamu itu sampai tiga harmat tamu itu sampai tiga
harmat tamu itu sampai tiga hari, sedangkan selebihnya adalah shadaqah.” ( Mutafaq Alaih).
            Diantara hal-hal yang harus diperhatikan dalam memuliakan tamu adalah memberikan
sambutan yang hangat. Hal ini akan lebih baik dari pada disambut hidangan yang mahal-
mahal, tetapi dengan muka masam dan kecut. Namun dalam menjamu tamunya ini haruslah
sesuai degan kemampuan.
            Seandainya kedatangan tamu yang bermaksud meminta tolong tentang suatu masalah
atau kesulitan, sebagai orang musim kita harus membeinya bantuan semampunya. Apabila
tamunya tidak mengatakan suatu kebutuhan, tetapi kita mengetahui bahwa tamu tersebut
dalamkeadaan fakir, sdangkan kita mampu, berilah bantuan apalagi kalau tamu tersebut
masih kerabat.
            Dan sebaliknya pihak tamupun harus mengerti ketentuan bertamu dalam islam.
2.      Memuliakan Tetangga
Tetangga adalah bagaikan saudara saja dibanding dengan saudara yang jauh tempatnya. Ada
kematian, kebakaran, sakit, dan bencana apapun, tetanggalah yang terlebih dahulu
mengetahui dan bisa menolong.
Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun yang jauh, muslim, kafir, ahli
ibadah, orang fasik, musuh dan lain-lain, yang bertempat tinggal dilingkungan rumah kita.
Namun demikian, dalam memuliakan mereka, terdapat tingkatan-tingkatan antara satu
tetangga dengan yang lainya. Seorang muslim dan ahli ibadah yang dapat dipercaya dan
dekat rumahnya lebih utama untuk dihormati dari pada parkat rumahnya lebih utama untuk
dihormati dari pada para tea tetangga lainya.
Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan
pertolongan, memberikan pinjaman, menengoknya jika sakit, melayat jika ada keluarganya
yang meninggal, dan lain-lain.
Selain itu, diharuskan pula menjaga mereka dari ancaman gangguan dan bahaya. Dalam hadis
yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Siti Aisyah disebutkan:
ُ‫ت َأنَّهُ َسيُوْ ِرثُه‬ ِ ‫ص ْينِ ْى بِ ْال َج‬
ُ ‫ار َحتَّى ظَنَ ْن‬ ِ ْ‫ َما زَ ا َل ِجب ِْر ْي ُل يُو‬.
Artinya:
            “ Malaikat jibril senantiasa memberi wasiat kepadaku ( untuk menjaga) tetangga
sehingga aku menyangka bahwa dia ( malaikat jibril) akan mewarisinya ( tetangga).[10]
            Perintah untuk berbuat baik terhadap tetangga juga terdapat dalam  Al-Qur’an,
sebagaimana firman-Nya:
ِ ‫ب بِ ْال َج ْن‬
 ...‫ب َواب ِْن ال َّسبِي ِْل َو َما‬ ِ ‫ب َو ْالصَّا ِح‬
ِ ُ‫ار ْال ُجن‬
ِ ‫بى َو ْال َج‬ ْ ‫ار ِذ‬
ٰ ْ‫ىالقُر‬ ِ ‫بى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِكي ِْن َو ْال َج‬
ٰ ْ‫َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن اِحْ َسانًا َوبِ ِذى ْالقُر‬
]11[ )٣٦:‫ (النساء‬.‫ت َأيْمٰ نُ ُك ْم ِإ َّن هللاَ الً فَ ُخوْ رًا‬ ْ ‫َملَ َك‬
Artinya:
            “ Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib, kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman-teman sejawat, ibn
sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri.” ( Q.S. An- Nisa: 36).
Diantara akhlak  yang terpenting kepada tetangga adalah:
·         Menyampaikan ucapan selamat ketika tetangga sedang bergembira.
·         Menjenguknya tatkala sakit.
·         Bertakziyah ketika ada keluarganya yang meninggal.
·         Menolongnya ketika memohon pertolongan.
·         Memberikan nasihat dalam berbagai urusan dengan cara yang ma’ruf, dan lain-lain.
3.      Berbicara Baik atau Diam
Sesungguhnya ucapan seseorang menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan dirinya. Orang
yang selalu menggunakan lidahnya untuk berbicara baik, memerintah kepada kebaikan dan
melarang kepada kejelekan, membaca Al-Qur’an, membaca ilmu pengetahuan, dan lain-lain,
ia akan mendapatkan kebaikan dan dirinya pun terjaga dari kejelekan. Sebaliknya orang yang
apabila menggunakan lidahnya untuk berkata-kata jelek atau menyakiti orang lain, ia akan
mendapat dosa dan tidak mustahil orang lain pun akan berbuat demikian kepadanya. Maka
perintah Rasulullah untuk berkata baik atau diam merupakan suatu pilihan yang akan
mendatangkan kebaikan.
Memang sangat sulit untuk mengatur lidahagar selalu berkata baik atau diam. Akan tetapi,
kalau berusaha untuk membiasakannya, tidaklah sulit apalagi kalau sekedar diam.
Bagaimanapun juga, lebih baik diam dari pada berbicara yang tiada berguna dan tidak
karuan:
ُ‫ت ِح ْك َمةٌ َوقَلِ ْي ٌل فَا ِعلُه‬ ُ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَلصُّ ْم‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬:‫س قَا َل‬ ٍ ‫ع َْن َأ ْن‬.
 ( ‫)أخرجه البيهقى بسند ضعيف و صحع أنه موقوف من قول لقمان حكيم‬
Artinya:
            “ Dari Anas. ia berkata, telah bersanda Rasulullah SAW, “ Diam itu suatu
kebijaksanaan, tetapi sedikit orang yang berbuatnya.” ( Dikeluarkan oleh Al- Baihaqi, dengan
sanad yang dha’if, dan ia menyahihkan bahwa hadis tersebut mauquf dari ucapan Luqman
Hakim).
            Orang yang tidak banyak bicara, kecuali hal-hal baik, lebih banyak terhindar dari dosa
dan kejelekan, dari pada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas
dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Bahkan, dinyatakan oleh Rasulullah SAW,
yang dikutip oleh Imam Al- Ghazali:
)‫ ( رواه أبو منصورالديلمى عن أنس بسند ضعيف‬.ُ‫َم ْن َوقَى َش َّر قَ ْبقَبِ ِه َو َذ ْب َذبِ ِـه َولَ ْقلَقِ ِه فَقَ ْد َوقَى ْال َّش َّر ُكلَّه‬
Artinya:
            “ Barang siapa yang menjaga perutnya, farjinya, dan lisannya, maka dia telah menjaga
seluruh kejelekan.” (H. R. Abu Manshur Ad- Dailamy dari Anas Ibn Mali dengan sanad
dha’if).
            Menurut Imam Al-Ghazali, ketiga hal diatas merupakan paling banyak mencelakakan
makhluk.
            Namun demikian, jika selamanya diam tentu saja bukanlah tingkah laku bijak sana,
karena akan ada anggapan yang tidak baik dari orang lain.
‫لِ ُك ِّل َمقَا ٌل َولِ ُك ِّل َمقَا ٍل َمقَا ٌم‬
Artinya:
            “ Tiap-tiap tempat ada perkataaannya dan tiap-tiap ucapan ada tempatnya.”
            Ucapan yang baik serta bersikap pemaaf lebih baik dari pada sedekah yang disertai
ucapan yang menyakitkan.
)٢٦٣ :‫ (البقرة‬.‫ص َدقَ ٍة يَ ْتبَ ُعهَا َأ ًذى َوهللاُ َغنِ ٌّي َحلِ ْي ٌم‬
َ ‫ف َو َم ْغفِ َرةٌ َخ ْي ُر ِم ْن‬
ٌ ْ‫قَوْ ٌل َم ْعرُو‬
Artinya:
            “ Perkataan yang baik dan pemberian maaf adalah lebih baik dari pada sedekah yang
diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan ( perasaan si penerima). Allah maha kaya  lagi
maha penyantun.” (Q.S. Al- Baqarah: 253)[12]

[1] . Sainuddin Akhmad Azzubaidi,Terjemah Hadis Bukhari( Semarang: CV. Toha Putra,
1986). h 30.
[2] . H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000).h  36.
[3] . H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000). h .37.
[4] . H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000).h 38.
[5] . H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000).h 39.
[6] . H. Abdul Hamid Ritonga,Hadis Seputar Islam dan Tata Kehidupan( Medan: Cita
Pustaka, 2010). h. 47.
[7] . H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000). h 42.
[8]. Imam Al-Nawawi, Terjemah Riyadhus Shaihin(Jakarta:Pustaka Amani,1999).h 648.
[9] . H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000). h 45.
[10]. Imam Al-Nawawi,Riyadhushshalihat(Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2011). h 182.
[11] . H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000).h 49.
[12] . . H. Rachmad Syafe’i, Al-Hadis( Bandung:Pustaka Setia,2000).h 51.

Anda mungkin juga menyukai