OLEH :
Kamarju, s. hi
ۡ ۡ ۡ ِ ِك0ربَ ٰى َو ۡٱليَ ٰتَ َم ٰى َو ۡٱل َم ٰ َس0ۡ 0ُ ِذي ۡٱلق0ِوا بِ ِهۦ َش ٗيۡٔ ۖا َوبِ ۡٱل ٰ َولِد َۡي ِن ِإ ۡح ٰ َس ٗنا َوب
ْ ُوا ٱهَّلل َ َواَل تُ ۡش ِر ُك
ْ ٱعبُد
ِ 0ربَ ٰى َوٱل َج0ۡ 0ُار ِذي ٱلق
ار ِ 0ين َوٱل َج ۡ َو
ِ ب بِ ۡٱل َج ۢن
ب َو ۡٱب ِن ٱل َّسبِي ِل َو َما َملَ َك ۡت َأ ۡي ٰ َمنُ ُكمۡۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل يُ ِحبُّ َمن َكانَ ُم ۡختَااٗل فَ ُخورًا ِ ب َوٱلصَّا ِح ِ ُۡٱل ُجن
Pada ayat di atas terdapat kata al-jâr yang memiliki arti tetangga. Menurut Imam
Ibnu Katsir dalam tafsrinya menjelaskan, kata al-jâri dzil qurbâ diperuntukkan bagi
tetangga yang masih memiliki hubungan kerabat. Sedangkan al-jâri junub
diperuntukkan bagi tetangga yang tidak memiliki hubungan kerabat. Dalam riwayat
lailn, al-jâri dzil qurbâ diartikan sebagai tetangga Muslim, sementara al-jâri junub
adalah non-Muslim. Mencermati penjelasan Ibnu Katsir, ayat Al-Qur’an tersebut
memberi pesan pada kita semua bahwa hubungan antara sesama tetangga, baik
tetangga yang masih ada hubungan kerabat atau tidak, baik yang sesama Muslim
atau bukan, harus terjalin dengan rukun.
Dalam beberapa hadits, Rasulullah SAW banyak menyinggung perintah untuk
menghormati tetangga. Di antaranya hadits berikut:
ِ َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ اآلخ ِر فَالَ يُْؤ ِذ َج
َو َم ْن،ُاره َ ِ قَا َل َرسُوْ ُل هللا:ع َْن َأبِ ْي هُ َر ْي َرةَ قَا َل
(رواه.ت ْ َأوْ لِيَصْ ُم، َو َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا،ُض ْيفَه
َ َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم
)البخاري.
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah, Jadilah kamu seorang
yang wara’, niscaya kamu menjadi manusia yang paling taat beriabadah. Jadilah
kamu orang yang merasa berkecukupan, niscaya kamu menjadi manusia yang
paling bersyukur. Cintailah mmanusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri,
niscaya kamu akan menja di seorang mukmin. Perbaikilah hubungan dalam
bertetangga dengan tetanggamu, niscaya kamu akan menjadi seorang Muslim yang
baik. Dan sedikitkanlah tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati." (HR
Ibnu Majah)
Rasulullah juga pernah berpesan agar siapa yang benar-benar mencintai Allah dan
rasul-Nya, maka hendaklah berbuat baik kepada tetangganya. Sebagaimana
dijelaskan oleh salah satu hadits yang terdapat dalam kitab Jamî’ush Shaghîr:
ْ َأ ُّدوْ ا ِإ َذا اْئتُ ِم ْنتُ ْم َوُأ0 َوْ لُهُ ف0 الَى َو َر ُس00ِإ ْن َأحْ ب ْبتُ ْم َأ ْن يُ ِحبَّ ُك ُم هللاُ تَ َع
َ َو0نُوْ ا ِج0 َّد ْثتُ ْم َو َأحْ ِس0 ُدقُوْ ا ِإ َذا َح0 ص
ا َو َر ُك ْم0ار َم ْن َج
Artinya: “Jika kalian ingin dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, maka penuhilah
amanat-amanat kalian, jujurlah saat berbicara, dan berbuat baiklah dengan
tetangga.” Menjelaskan maksud berbuat baik dalam hadits di atas, Imam Al-
Munawi dalam Faidhul Qadîr mengatakan, berbuat baik dengan tetangga pada
hadits tersebut ada banyak cara, seperti memberi kenyamanan jalan yang biasa
dilalui tetangga, berinteraksi sosial dengan baik, dan mengingatkannya bahwa orang
yang berkhianat, berbohong, serta tidak berlaku baik dengan sesama tetangga, tidak
akan dicintai oleh Allah dan rasul-Nya.
Akhlak kepada tentangga adalah sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan
oleh seorang kepada tetangganya. Tetangga atau jiran adalah orang-orang yang rumahnya
berdekatan dengan rumah kita. Sebagai makhluk sosial, manusia yang satu selalu
membutuhkan manusia lainnya. Di samping keluarga, ketika terjadi sesuatu pada diri dan
keluarga kta, maka yang kemudian mengetahuinya adalah orang-orang yang dekat dengan
kita, baik karena kedekatan secara psikologis maupun kedekatan jarak tempat tinggal kita
yaitu orang-orang yang tinggal di sekitar rumah kita.