Anda di halaman 1dari 8

Ustadz Hamdi Solah Al-Bakry

Genggam Erat Sahabat | Rabu, 06 Juli 2022

Diantara nikmat yang terbesar dari Allah adalah mengumpulkan kita dalam suatu forum untuk
beribadah kepada Allah, ketika seseorang berusaha memperkaya keislaman dan
mengamalkannya maka ini adalah hakikat ibadah. Ayat yang pertama turun yaitu, "Bacalah."
Perintah pertama dari Allah adalah belajar. Karenanya apabila Allah mencintai seorang hamba
maka dijadikan hamba itu faham akan agama,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫من يرد هللا به خيرا يفقهه في الدين‬

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah
agama (ini).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Tolak ukur Allah inginkan kebaikan, bukan dengan karir atau keluasan harta. Akan tetapi, terkait
ilmu yang Allah berikan kepada hamba sehingga ia mengerti bagaimana ia beribadah, bagaimana
ia bertauhid kepada Allah, maka ini adalah hakikat ibadah sebenarnya. Tujuan hamba untuk
beribadah, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56.

Di sana, Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ت ْال ِج َّن َواِإْل ْن‬


‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz Dzariyat: 56)

Ayat ini adalah dalil yang jelas untuk menggariskan tujuan kita berada di muka bumi. Untuk
mencapai tersebut kita membutuhkan fasilitas yang dapat menghantarkan kepada tujuan tersebut,
dan diantara penguat agar seseorang mendapatkan tujuan tersebut yaitu :
Lingkungan dan teman.

Kata pepatah Arab, as sohib sahib, sahabat itu bisa menyeret. Punya sahabat yang buruk
(keadaan agamanya), terkadang kita merasa aman dari pengaruh buruknya, namun tanpa sadar
kita terseret sedikit-demi-sedikit.

Sehingga Nabi memberikan perumpamaan tentang sahabat yang baik dan sahabat yang buruk.

Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ك ِإ َّما ت َْش_ت َِري ِه َأوْ ت َِج_ ُد‬


ِ _‫ب ْال ِم ْس‬ َ ‫ك ِم ْن‬
ِ ‫ص_ا ِح‬ _َ ‫ الَ يَ ْع_ َد ُم‬، ‫_ير ْال َح_ َّدا ِد‬ ِ _‫ب ْال ِم ْس‬
ِ _‫ك َو ِك‬ َ ‫الس_وْ ِء َك َمثَ_ ِل‬
ِ ‫ص_ا ِح‬ ِ ِ‫ح َو ْال َجل‬
َّ ‫يس‬ ِ ِ‫َمثَ ُل ْال َجل‬
ِ ِ‫يس الصَّال‬
ً‫ق بَ َدنَكَ َأوْ ثَوْ بَكَ َأوْ ت َِج ُد ِم ْنهُ ِريحًا خَ بِيثَة‬
ُ ‫ َو ِكي ُر ْال َح َّدا ِد يُحْ ِر‬، ُ‫ِري َحه‬

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman
dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu;
engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun
berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus
terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)

Maka inilah hakikat orang-orang yang ada disekitar kita, ia bisa menjadi kunci kebaikan disaat
yang sama ia juga bisa menjadi kunci keburukan. Jika kita berteman dengan teman yang buruk
dapat mempengaruhi kita bahkan aqidah kita bisa tergaidaikan.

Dalam hal rokok, saya pernah pergi haji dan memiliki teman yang biasa merokok saat di
Indonsia, saat ia berada di Makkah sama sekali tidak pernah rokok. Namun, ketika balik ke
Indonesia ia pun merokok kembali. Begitupun seterusnya, ini merupakan pentingnya lingkungan
buat diri kita.

Dalam kasus lain, seseorang yang mengumpul dengan temannya karena temannya tidak shalat ia
pun enggan untuk shalat. Padahal Rosulullah telah bersabda,
َ‫صاَل ةُ فَِإ َذا ت ََر َكهَا فَقَ ْد َأ ْش َرك‬
َّ ‫بَ ْينَ ال َع ْب ِد َوبَ ْينَ ال ُك ْف ِر َواِإل ْي َما ِن ال‬

“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia
meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih.
Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566)

Lihat, bagaimana para sahabat menjadi generasi terbaik. Kenapa? Karena berinteraksi dengan
Nabi secara langsung.

Demikian figur Abu Bakar Ash-Shiddiq dimanapun ada Rosulullah maka disitu ada Abu Bakar,

Demikian juga Umar bin Khottob, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib hingga Thalhah bin
Ubaidillah. Sehingga mereka diklaim oleh Nabi bahwa mereka ahli surga, padahal mereka masih
menginjakan kaki diatas muka bumi. Maka ini adalah efek dari persahabatan.

Allah Ta'ala berfirman,

َ ‫ح َوقَاتَ َل ُأولَِئ‬
‫ك َأ ْعظَ ُم د ََر َجةً ِمنَ الَّ ِذينَ َأ ْنفَقُوا ِم ْن بَ ْع ُد َوقَاتَلُوا‬ ِ ‫ق ِم ْن قَ ْب ِل ْالفَ ْت‬
َ َ‫اَل يَ ْست َِوي ِم ْن ُك ْم َم ْن َأ ْنف‬

“Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) di antara kamu dan berperang
sebelum penaklukan (Mekkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang
menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu.” (Qs. At-Tafsir : 10)

Ibnu Hazm Al-Andalusi rohiamhuallah ketika mengomentari ayat ini, "Ayat ini adalah dalil
bahwa seluruh sahabat Nabi pasti masuk surga."

Rosulullah sholallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

‫المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل‬


“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah
yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Sehingga, tolak ukur yang menjadikan teman dan sahabat adalah mereka yang sangat perhatian
terhadap agama. Bahkan Rosulullah sholallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

‫ك ِإالَّ تَقِ ٌّي‬ َ ْ‫صا ِحبْ ِإالَّ ُمْؤ ِمنًا َوالَ يَْأ ُكل‬
َ ‫ط َعا َم‬ َ ‫ع َْن َأبِ ْي َس ِع ْي ٍد َع ِن النَّبِ ِّي‬
َ ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل الَ ت‬

Dari Abu Sa’id dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Janganlah engkau
berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah memakan makananmu kecuali orang
yang bertakwa.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 4832; Tirmidzi, no. 2395; Ahmad, 3:38; Ibnu Hibban
dalam Sahih-nya, no. 554, 555, dan 560; dinilai hasan oleh Syekh Salim bin ‘Id Al-Hilali dalam
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhush Shalihin, 1:433, no. 366.

Bukan berarti kita tidak boleh berteman dengan orang yang buruk, boleh saja dengan catatan
untuk mendakwahi mereka. Pointnya, kita perlu memilih teman dalam lingkungan. Hal ini
pendorong paling kuat agar seseorang bisa meninggalkan kemaksiatan yang biasa dilakukan.

Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ _‫ فَ َس_َأ َل ع َْن أ ْعلَ ِم َأ ْه‬، ً ‫ (( َك__انَ فِي َم ْن َك__انَ قَ ْبلَك ْم َر ُج_ ٌل قَتَ_ َل تِ ْس_ َعةً وتِ ْس _عينَ نَ ْفس_ا‬: ‫ قَ__ا َل‬، – ‫ي هللا – ص__لى هللا علي__ه وس__لم‬
‫_ل‬ ّ
َّ ِ‫أن نَب‬
‫ ثُ َّم َس_َأ َل‬، ً‫ فَقَتَل _هُ فَ َك َّم َل ب _ ِه مَئة‬، ‫ ال‬: ‫فقال‬
َ ‫ إنَّهُ قَتَ َل تِس َعةً وتِ ْس ِعينَ نَ ْفسا ً فَهَلْ لَهُ ِم ْن تَوبَ ٍة ؟‬: ‫ فقال‬. ُ‫ فََأتَاه‬، ‫ب‬
ٍ ‫ فَ ُد َّل َعلَى َرا ِه‬، ‫األرض‬
ِ
ٍ ‫ ِإنَّهُ قَتَ_ َل ِمَئةَ نَ ْف‬: ‫ فقَ_ا َل‬. ‫ فَ ُد َّل َعلَى َرج ٍُل عَ_الِ ٍم‬، ‫رض‬
َ‫ و َم ْن يَحُ_و ُل بَ ْينَ_هُ وبَ ْين‬، ‫ نَ َع ْم‬: ‫س فَهَ_لْ لَ_هُ ِم ْن تَوْ بَ_ ٍة ؟ فق_ا َل‬ ِ ‫ع َْن َأ ْعلَ ِم َأ ْه ِل اَأل‬
، ‫ك فَِإنَّهَ__ا أرضُ ُس_و ٍء‬ ِ ْ‫ والَ تَرْ ِج_ ْع ِإلى َأر‬، ‫ُون هللا تَ َعالَى فا ْعبُ_ ِد هللا َم َعهُ ْم‬
َ _‫ض‬ _َ ‫أرض َك َذا و َك َذا فِإ َّن بِهَا ُأناسا ً يَ ْعبُد‬
ِ ‫التَّوْ بَ ِة ؟ ا ْنطَلِ ْق ِإلى‬
، ً ‫ َجا َء تَاِئبا‬: ‫الت َمالِئ َكةُ الرَّحْ َم ِة‬ْ َ‫ فَق‬. ‫ب‬ ِ ‫ت فِي ِه َمالِئ َكةُ الرَّحْ َم ِة و َمالِئ َكةُ ال َع َذا‬ْ ‫ص َم‬ ْ ،‫ت‬
َ َ‫فاخت‬ ُ ْ‫ق َأتَاهُ ْال َمو‬
َ ‫صفَ الطَّ ِري‬ َ َ‫فا ْنطَل‬
َ َ‫ق َحتَّى ِإ َذا ن‬
ٌ َ‫ فََأتَاهُ ْم َمل‬، ‫ط‬
‫ك في صو َر ِة آ َد ِم ٍّي فَ َج َعلُوهُ بَ ْينَهُ ْم‬ ُّ َ‫ إنَّهُ ل ْم يَ ْع َملْ خَيراً ق‬: ‫ب‬ِ ‫وقالت َمالِئ َكةُ ال َع َذا‬
ْ ، ‫ُم ْقبِالً بِقَلبِ ِه ِإلى هللاِ تَ َعالَى‬
– ُ‫ض ْته‬
َ َ‫ فَقَب‬، ‫ض التي أ َرا َد‬ َ ‫ قِيسُوا ما بينَ األر‬: ‫أيْ َح َكما ً – فقا َل‬
ِ ْ‫ فَقَاسُوا فَ َو َجدُوهُ أ ْدنى ِإلى األر‬. ُ‫ضي ِن فَإلَى أيّتهما َكانَ أدنَى فَهُ َو لَه‬
‫ق عليه‬ ٌ َ‫ َمالِئ َكةُ الرَّحم ِة )) ُمتَّف‬.

“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia
bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki
pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh
99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima
taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut
nyawanya.

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia
pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah
membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya
masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah
dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia
yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu
kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”

Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika
sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara
malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan
bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang
ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk
manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan
mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek
yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia
yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka
dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut
oleh malaikat rahmat.”(HR.Bukhari dan Muslim no. 2766)
Ketika kita ingin berubah atau berhijrah maka kita harus merubah lingkungan kita, sebaliknya
serajin apapun mengikuti kajian jika kita tidak melepas sahabat yang buruk maka kita akan sulit
meninggalkan maksiat-maksiat.

Sebagaimana, paman Nabi yakni Abu Thalib padahal Nabi dibimbing dari kecil hingga besar
oleh pamannya. Hingga ketika Nabi mendakwahinya pamannya Nabi pun tetap juga belum
masuk Islam. Pada saat Abu Thalib dalam keadaan sakaratul maut, ternyata disamping Abu
Thalib ada Abu Jahl maka Nabi mengatakan, "Wahai Pamanku ucapkan kalimat tauhid. Aku
akan menjaminmu engkau diakhirat."

Maka Abu Jahl berkata, "Apakah engkau membenci agamanya Abdul Muthollib." Sehingga Abu
Thalib menoleh ke Nabi dan Abu Jahl. Detik-detik terakhir, Abu Thalib berkata, "Sesungguhnya
aku berada diatas agama Abdul Muthollib."

"Tidak boleh bagi seorang Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampunan kepada
Allah orang-orang yang melakukan persekutuan terhadap Allah."

Dan Allah juga menurunkan ayat,

"Sesungguhnya engkau Muhammad tidak akan bisa memberikan hidayah kepada orang yang
engkau cintai. Akan tetapi Allah memberikan hidayah kepada siapa yang Allah kehendaki."

Pelajaranya, Abu Thalib ketika wafat ada temannya yaitu Abu Jahl sehingga Abu Jahl
menjerumuskan Abu Thalib. Kisah Abu Thalib menceritakan agar kita berhati-hati dalam
mencari teman.

Ibnu Abbas ketika anaknya wafat kemudian dimandikan hingga proses dishalatkan maka
dikatakan, "Tunggu dan jangan dikeluarkan mayatnya." Maka para sahabat bertanya-tanya. Maka
Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya Allah memberikan syafa'at bagi orang yang meninggal
dishalatkan oleh lebih dari 40 orang yang mereka tidak pernah menyukutukan Allah."
Rosulullah bersabda, "Tali simpul iman adalah mencintai karena Allah dan membenci karena
Allah."

ُ‫ َس ْب َعةٌ ي ُِظلُّهُ ُم هللاُ فِ ْي ِظلِّ ِه يَوْ َم اَل ِظ َّل ِإاَّل ِظلُّه‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ ِ ‫ع َْن َأبِ ْي هُ َر ْي َرةَ َر‬
َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ع َِن النَّبِ ِّي‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-
Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:

‫اَِإْل َما ُم ْال َعا ِد ُل‬

(1) imam yang adil,

ِ‫َو َشابٌّ نَ َشَأ بِ ِعبَا َد ِة هللا‬

(2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh,

ِ ‫ق فِي ْالـ َم َس‬


‫اج ِد‬ ٌ َّ‫َو َر ُج ٌل قَ ْلبُهُ ُم َعل‬

(3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid,

‫َو َر ُجاَل ِن تَ َحابَّا فِي هللاِ اِجْ تَ َم َعا َعلَ ْي ِه َوتَفَ َّرقَا َعلَ ْي ِه‬

(4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan
berpisah karena-Nya,

َ‫ ِإنِّ ْي َأخَافُ هللا‬: ‫ال‬


َ َ‫ فَق‬، ‫ال‬
ٍ ‫ب َو َج َم‬
ٍ ‫ص‬ ُ ‫َو َر ُج ٌل َد َع ْتهُ ا ْم َرَأةٌ َذ‬
ِ ‫ات َم ْن‬

(5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi
cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada Allâh.’
ُ ِ‫ص َدقَ ٍة فََأ ْخفَاهَا َحتَّى اَل تَ ْعلَ َم ِش َمالُهُ َما تُ ْنف‬
ُ‫ق يَ ِم ْينُه‬ َ ‫ص َّد‬
َ ِ‫ق ب‬ َ َ‫َو َر ُج ٌل ت‬

(6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga
tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta

ْ ‫اض‬
ُ‫ت َع ْينَاه‬ َ َ‫َو َر ُج ٌل َذ َك َر هللاَ خَ الِيًا فَف‬

(7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.”
(HR. Bukhari, no. 1423 dan Muslim, no. 1031)

Maksudnya, diantara orang yang mendapatkan naunga Allah ia yang mencintai dan membenci
karena Allah. Persahabatan dengan orang yang bertakwa adalah tali simpul iman terkuat, dan
akan mendapatkan naungan dari Allah. Maka seharusnya kita berhati-hati dalam berteman dan
bersahabat.

Anda mungkin juga menyukai