Anda di halaman 1dari 16

Tugas : Hukum Sebagai alat untuk mengubah masyarakat

PENGGUNAAAN TELEMEDICINE SEBAGAI SARANA PENGOBATAN

1. Latar Belakang

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui perananan hukum sebagai alat untuk
merubah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Eksistensi hukum dapat menjadi suatu alat
untuk menata mempengaruhi dan memperbaharui kehidupan masyarakat. Pola pikir dan perilaku
masyarakat dapat diarahkan secara terbimbing kearah yang lurus dan konstruktif jika hukum
dapat diberdayakan sebagai kekuatan sinergis untuk mempengaruhinya. Kumpulan aturan-aturan
itu dapat mengajarkan kepada anggota masyarakat mengenai cara berperilaku yang benar, yang
membuat anggota masyarakat menjadi pro-aktif untuk meninggalkan paradigma dan perilakunya
yang masih konservatif dan tidak menguntungkan. Akhirnya, diantara anggota masyarakat
tumbuh kompetisi secara sehat dan profesional. Dimana tentunya perubahan ini diyujukan untuk
arah yang lebih baik (paradigm, peranan)

Agar hukum atau regulasi ini dapat mengubah masyarakat tidak lah mudah karena harus
diakui bahwa pengaruh fatkor-faktor diluar hukum juga sangat mempengaruhi. Misalnya aspek
ekonomi dapat mendorong manusia untuk mengadakan transaksi -transaksi atau kegiatan-
kegiatan yang dapat memperbesar akses pembaharuan kehidupannya. Desakan kepentingan yang
beraspek ekonomi kadang mampu mengeliminasi aspek lain seperti aspek hukum. (paradigmas)

Kita mengenal hukum sebagai sarana “ social engineering” dimana disini diartikan bahwa
orientasi hukum bukanlah ditujukan untuk memecahkan masalah saja melainkan hukum disini
bertujuan untuk menimbulkan adanya perubahan-perubahan dalam tingkah laku anggota
masyarakat. Hukum sebagai sarana social engineering ini adalah penggunaan hukum secara
sadar oleh masyarakat untuk mencapai suatu keadaan tertib hukum dan keadaan masyarakat
sebagaimana yang dicita-citakan. Dengan harapan penempatan hukum ini sebagai kekuatan yang
mampu menimbulkan perubahan – perubahan perilaku ditengah masyarakat sehingga
harapannya adalah teori hukum diposisikan sebagai spirit normative yang dapat
memoderinisasikan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.(peranan , Gede)

1
Dimasa Pandemi Covid -19 ini makin dikenal dan maraknya suatu layanan Kesehatan yaitu
telehealth dan telemedicine. Istilah telehealth dan telemedicine sering digunakan secara
bergantian. Telehealth adalah bagian dari e-health dan merupakan penggunaan teknologi
telekomunikasi dalam penyampaian perawatan kesehatan, informasi, dan pendidikan menurut
Administrasi Sumber Daya dan Layanan Kesehatan. Telemedicine dianggap berada di bawah
payung telehealth dan merujuk secara khusus pada layanan klinis. Telehealth dan telemedicine
mencakup layanan serupa, termasuk pendidikan medis, pemantauan pasien jarak jauh, konsultasi
pasien melalui konferensi video, aplikasi kesehatan nirkabel, dan transmisi pencitraan dan
laporan medis. Peningkatan teknologi informasi perawatan kesehatan, selain perluasan akses ke
layanan perawatan kesehatan, telah mendorong pertumbuhan telehealth, menyatukan penyedia
dan pasien dengan metode yang tidak terbayangkan di masa lalu.(else) Dalam makalah ini nanti
hanya akan lebih menghkususkan pada pembahasan terkait telemedicine karena hanya akan
membcarakan terkait layanan klinis saja.

Salah satu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di bidang kesehatan adalah
Telemedicine. Telemedicine merupakan teknologi yang memungkinkan pasien berdiskusi secara
pribadi dengan dokter, tanpa harus bertatap muka. Diskusi tersebut akan membantu pasien
mendapatkan informasi tentang dugaan diagnosis, pengobatan atau penanganan pertama pada
penyakit dan cedera, serta tips untuk meningkatkan kesehatan tubuh.

Tetapi pada kenyataannya masih ada beberapa hal yang belum diatur dengan jelas secara
regulasinya untuk pelaksanaan telemedicine ini. Di Indonesia ini dimana Negaranya yang sangat
luas dimana banyak daerah yang tidak merata pemyebaran tenaga kesehatannya dimana dokter,
perawat, bidan sangat sulit didapatkan di daerah yang terpencil sehingga membuat masyarakat
sulit untuk mendapatkan layanan Kesehatan yang memadai. Selain itu karena kontur negara
Indonesia yang memiliki geografis yang luas dan terdiri dari pulau -pulau dengan infrastruktur
transportasi penghubung masih belum memadai. Seperti kita ketahui bahwa seluruh masyarakat
memiliki hak yang sama dalam mendapatkan layanan Kesehatan dan hal ini sangat jelas diatur
dalam UUD tahun 1945. Pada masa pandemi Covid-19 ini kita juga sangat dibatasi oleh karena
adanya penyebaran covid 19 dimana orang yang paling berisiko tertular adalah mereka yang
paling banyak kontak erat dengan pasien covid -19 termasuk dokter dan tenaga Kesehatan lain
yang memberikan asuhan medis dan pelayanan Kesehatan (KEPUTUSAN MENTERI

2
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/4829/2021
TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI TELEMEDICINE PADA
MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

Oleh karena itu pertemuan secara tatap muka antara dokter sebagai pemberi pelayanan
kesehatan menjadi sangat rawan dan hal ini membutuhkan suatu Langkah-langkah dalam
melakukan pencegahan terhadap penyebarab covid -19 salah satunya dengan pembatasan
pelayanan kesehatan secara tatap muka melalui pemanfaatan teknoloogi informasi dan
komunikasi berupa telemedicine.

Agar pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berupa
telemedicine dan pemantauan khususnya pada pasien covid -19 yang melakukan isolasi mandiri
secara daring dapat dilaksanakan berdasarkan suatu tata kelola klinis yang optimal dan efektif.
Maka pemerintah membuat suatu pedoman secara khusus untuk mengatur terkait pelayanan
telemedicine pada masa pandemic covid 19 ini. Tetapi pelaksanaan telemedicine ini masih
banyak sekali kekurangannya karena masih belum lengkap diatur oleh regulasi yang dapat
merugikan pasien maupun pekerja kesehatan baik itu dokter atau tenaga kesehatan lain. Selain
itu juga hanya mengatur pada masa pandemi saja. Untuk kelanjutan telemedicine diluar masa
pandemi juga harus mendapatkan perhatian misalnya untuk daerah terpencil yang belum
memiliki tenaga kesehatan misalnya dokter spesialis tertentu.

2. Permasalahan

Pelayanan medik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mencakup semua upaya untuk
mencegah (prevent), pengobatan (kuratif), peningkatan (promotf,) dan pemulihan (rehabilitative)
kesehatan, yang didasarkan atas dasar hubungan individual antara para ahli dibidang kedokteran
dengan individu yang memerlukan pertolongan (pasien). Sejak dahulu dikenal dengan adanya
hubungan kepercayaan yang disebut dengan transaksi terapeutik. Secara yuridis transaksi
terapeutik diartikan sebagai hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medik
secara professional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan
tertentu di bidang kedokteran, pelayanan yang diberikan bersifat pemberian pertolongan atau
bantuan yang di dasarkan kepercayaan pasien terhadap dokter. (kode etik)

3
Pada awalnya hubungan hukum antara dokter dan pasien ini adalah hubungan vertikal atau
hubungan kepercayaan bersifat paternalistik, dimana tenaga kesehatan ini dianggap paling
superior (father know best), Bahkan dianggap seorang dokter dan pasien tidak sederajat karena
dianggap dokter yang paling mengetahui tentang semua penyakit. Seiring perkembangan jaman
saat ini hubungan hukum tersebut bergeser dalam bentuk kesederajatan dimana antara dokter dan
pasien adalah setara, dan segala sesuatu dikomunikasikan antara kedua belah pihak dan diatur
dalam permenkes mengenai informed consent atau persetujuan Tindakan medik. (I Gede)

Secara umum telemedicine adalah penggunaan sistem teknologi informasi dan komunikasi
yang digabungkan dengan kepakaran medis untuk memberikan layanan Kesehatan mulai dari
konsultasi Kesehatan, diagnose dan Tindakan medis tanpa terbatas ruang atau dilaksanakan jarak
jauh. Untuk dapat berjalan dengan baik, sistem ini membutuhkan teknologi komunikasi yang
memungkinkan transfer data berupa video, suara, dan gambar secara interaktif yang dilakukan
secara real time dengan mengintegrasikannya ke dalam teknologi pendukung video-conference.
Termasuk sebagai teknologi pendukung telemedicine adalah teknologi pengolahan citra untuk
menganalisis citra medis. (I Gede)

Pemerintah Indonesia sendiri sudah pernah mengembangkan telemedicine yang


dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan sejak 2012 dan bekerja sama dengan pihak ketiga.
Aplikasi tersebut dinamakan Telemedisin Indonesia (TEMENIN), namun dalam pemanfaatan-
nya saat pilot project 2017 terkendala oleh kurangnya pemahaman penggunaan teknologi dan
pemahaman terkait urgensi penggunaan telemedicine tersebut. Awalnya adalah untuk
memberikan akses kepada masyarakat yang belum mendapatkan layanan Kesehatan karena
lokasi yang sulit dijangkau.(physiao HS)

Dengan adanya layanan telemedicine ini membawa dampak positif maupun dampak negatif
bagi dunia kesehatan dan masyarakat pada umumnya. Sisi positifnya adalah mempermudah
pemberian layanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter kepada pasien dengan tidak ada
batasan jarak terutama dalam masa pandemi ini dimana kondisi tatap muka sangat dibatasi untuk
mencegah penularan. Permasalahan yang timbul saat menggunakan layanan telemedicine adalah
dengan penggunaan perangkat elektronik berbasis internet hal ini sangat mudah untuk di retas

4
datanya sehingga keamanan data pasien perlu menjadi pertimbangan untuk menjaga
kerahasiaannya.

Hal lain yang menjadi permasalahan adalah dimana Tindakan kedokteran yang dilakukan
secara online juga dapat menimbulkan permasalahan tersendiri dimana sangat berbeda bila
dilakukan dengan pemeriksaan tatap muka. Bila dalam pemeriksaan tatap muka maka dokter
dapat melakukan pemeriksaan fisik secara langsung sehingga dapat mendiagnosa jauh lebih tepat
dan akurat. Berbeda dengan pemeriksaan secara online maka pemeriksaan fisik secara langsung
ini tidak dapat dilakukan dimana hanya melihat melalui foto atau video yang dapat membuat
pemeriksaan menjadi kurang maksimal sehingga hal ini tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi kesalahan dalam melakukan diagnosa dan pemberian terapi pada pasien.(jurnaal ilmu
komunikasi)

Disamping manfaat yang diperoleh dari penggunaan telemedicine perlu pula  disadari bahwa
penggunaan telemedicine juga berpotensi menimbulkan berbagai problema hukum, baik di level
nasional maupun internasional., seperti masalah lisensi atau perizinan bagi dokter atau tenaga
medis yang melakukan praktek telemedicine kepada pasien yang berada di Indonesia maupun di
luar negeri, akreditasi sarana dan peralatan pelayanan medis, persetujuan tindakan medis
(informed consent), keamanan dan kerahasiaan data informasi kesehatan pasien (medical
record), Standar prosedur operasional dan masalah asuransi. serta tanggung gugat bilamana
terjadi malpraktek dokter. ( aspek hukum penggunaa telemedcicine , Arman anwar)

Berdasarkan Permenkes terkait telemedicine ini mengatur Rumah Sakit untuk melakukan
telemedicine dengan menggunakan suatu platform yang sudah teregistrasi dan terstandarisasi
oleh Kemenkes tetapi pada kenyataannya tidak semua Rumah Sakit. Melakukan sesuai dengan
yang dianjurkan oleh kemenkes ini karena beberapa Rumah Sakit melakukan telemedicne tidak
menggunakan platform yang dianjurkan oleh kemenkes. Dan hal ini akan sangat potensial untuk
membuat dokter dan Rumah Sakit berada dalam posisi yang lemah secara hukum. Disamping itu
juga dalam perkembangan hukum di Indonesia ini masih belum mencukupi untuk mngantisipasi
perkembangan di dalam dunia kesehatan khususnya dimana teknologi yang berkembang dengan
sangat cepat tidak diikuti dengan perkembangan hukum di bidang kesehatan.

5
Seharusnya Undang-Undang Kesehatan sudah berkembang dan mengakomodir undang
undang ITE tetang pelayanan kesehatan yang khususnya berbasis online sehingga dokter , pasien
dan Rumah Sakit tetap terlindungi secara hukum dalam melaksanakan pelayanan Kesehatan
apalagi dalam kondisi pandemic covid -19 yang memang harus membatasi tatap muka.

Dengan disusunnya pedoman pelayanan telemedicine pada masa pandemi covid-19


diharapkan. Dapat mengurangi risiko pemularan antara dokter dengan pasien di fasilitas
pelayanan Kesehatan dan pasien covid -19. Di Indonesia sendiri telemedicine sebelum pandemik
dilakukan dalam pelayanan Kesehatan pada Fasyankes. Hal ini karena secara demografi dimana
negara Indonesia merupakan negara dengan jumlah pulau yang banyak mencapai 16.722 pulau.
Kebutuhan untuk adanya telemedicine adalah sebagai berikut :
A. Kondisi hetrogenitas secara geografis negara Indonesia yang membuat sulit dijangkau
karena berupa pegunungan, pulau, hutan , yang menjadikan suatu tantangan bagi
pemerintah untuk melakukan pemnyebaran tenaga Kesehatan khususnya di daerah
terpencil ini.
B. Banyaknya jumlah penduduk negara Indonesia yang tidak diimbangi dengan jumlah tenaga
kesehatan yang sesuai dengan jumlah penduduk
C. Dokter spesialis yang tidak merata penyebarannya
Dengan adanya hal seprti disampaikan diatas tersebut maka perlu adanya realisasi
pelayanan telemedicine yang aman, bermutu, tidak diskriminatif dan efektif dan
mengutamakan pasien safety. (JAHIR)

WHO menyampaikan untuk mengadakan telemedicine untuk memberikan dukungan klinis,


menyediakan akses untuk mengatasi hambatan geografis dan jarak, bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan penggunaan berbagai jenis perangkat teknologi
informasi. Indonesia termasuk salah satu yang terlambat merespon regulasi telemedicine
sehingga perkembangan telemedicine belum diimbangi dengan adanya peraturan atau regulasi
yang tepat sehingga sangat tidak menguntungkan baik itu dari sisi pasien maupun dari sisi tenaga
medis dalam melakukan pelayanan. Bahkan beberapa tenaga medis menolak untuk melakukan
telemedisine karena takut bila terjadi kesalahan yang nantinya akan bermasalah dengan hukum.
(jahir).

6
Pengobatan dengan menggunakan telemedicine juga memiliki potensi untuk menghemat
pengeluaran perawatan Kesehatan karena tidak memerlukan biaya transportasi dan memudahkan
pasien untuk terhuung dengan dokter setiap saat.(else)

Beberapa kelemahan telemedicine termasuk keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan


fisik yang komprehensif karena tidak adanya tatap muka antara dokter dan pasien, kemungkinan
kesulitan teknis terkait dengan penggunaan perangkat digital dan juga jaringan internet,
pelanggaran keamanan dan hambatan terkait regulasi atau peraturan yang berlaku.
Regulasi terkait telemedicine memiliki keterbatasan sebagai pedoman pelaksanaan layanan
telemedicine yang berkembang saat ini. Permenkes Nomor 20 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan hanya mengatur
penyelenggaraan telemedicine antar fasilitas kesehatan saja.. Sementara itu, Perkonsil 74/2020,
SE Menkes Nomor 303 Tahun 2020 dan Kepmenkes 4829 Tahun 2021 membatasi
penyelenggaraan pelayanan kesehatan telemedicine pada masa pandemi saja Apabila situasi
pandemi Covid-19 dicabut oleh Pemerintah, maka akan terjadi kekosongan hukum sebagai
pedoman penyelenggaraan telemedicine. Pelaksanaan telemedicine tidak dapat ditunda lagi,
Pemerintah perlu segera merumuskan pengaturan yang lebih komprehensif. Undang-undang
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan teknologi informasi, antara lain Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Perlu adanya suatu penyesuaian terhadap
setidaknya tiga undang-undang tersebut menunjukkan perlunya regulasi telemedicine.
Pengaturan telemedicine perlu memperhatikan kepentingan dan keselamatan pasien serta
perlindungan bagi tenaga medis dan Kesehatan. Penataan ini diharapkan tidak hanya
memudahkan pasien dalam mengakses layanan kesehatan, tetapi juga memberikan kepastian
hukum dan pedoman yang jelas bagi tenaga medis dan kesehatan dengan tetap menjaga kualitas
layanan. Beberapa materi yang ada pada instrumen sebelumnya masih relevan untuk disusun
kembali pada instrumen yang perlu dibentuk nantinya. Materi lain yang perlu diatur antara lain
penyelenggara telemedicine, hak dan kewajiban para pihak dalam pelayanan telemedicine, ruang
lingkup pelayanan telemedicine, aspek penjaminan mutu, tanggung jawab pelayanan, manajemen

7
pelayanan, perlindungan dan pembinaan tenaga medis dan kesehatan, pengelolaan rekam medis,
pengawasan dan pendidikan publik.
Selain itu dengan menggunakan teknologi telemedicine ini juga menimbulkan masalah
seperti adanya data yang sangat mudah di retas sehingga perlu hati -hati untuk menggunakan
teknologi yang berhubungan dengan penyimpanan data pasien. Bila tidak disertai dengan
proteksi data yang sangat baik maka sangat mudah sekali data pasien ini diretas oleh orang yang
tidak bertanggung jawab dan digunakan untuk hal yang merugikan pasien.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan no 20 tahun 2019 juga disebutkan bahwa untuk
melakukan telemedicine ini Rumah Sakit harus menggunakan suatu sistem yang sudah
tersertifikasi dan teregistrasi oleh Kemenkes. Walau pada kenyataannya belum semua Rumah
Sakit melakukan registrasi tersebut tetapi tetap melakukan pelayanan telemedicine ini. Hal ini
sangat dimungkinkan karena beberapa Rumah Sakit kecil masih sulit untuk memenuhi
persyaratan terkait pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan karena adanya keterbatasan
biaya. Untuk memenuhi perangkat yang handal dan memudahkan dalam proses telemedicine ini
perlu biaya yang cukup besar. Rumah sakit harus menyediakan suatu elektronik Rekam Medik
yang programnya bila menggunakan pihak ketiga dan sudah tersertifikasi pasti harganya sangat
mahal. Disamping itu bila Rumah Sakit mengembangkan program sendiri dalam melakukan
sertifikasi saat melakukan pendaftaran juga memerlukan proses birokrasi yang panjang dan juga
waktu antrian yang lama.

3. Pembahasan masalah
Berdasarkan dengan uraian permasalahan yang sudah dujelaskan di atas kita akan membahas
satu persatu terkait masalah hukum yang terjadi dalam pengggunaan layanan Kesehatan berbasis
online yaitu telemedisine
a. Terkait masalah pertanggung jawaban hukum konsultasi pelayanan berbasis online ini perlu
menjadi pertimbangan dimana hukum Kesehatan sebagai fungsinya sebagai alat untuk “
social engineering” sangat erat dengan diadakannya hukum untuk mengubah masyarakat
sesuai dengan tujuannya. Telemedisine ini pada dasarnya adalah diadakan untuk
mengakomodir terkait cara pengobatan yang sangat mudah dimana negara kita merupakan
negara kepulauan yang memiliki daerah yang sangat sulit diakses atau dijangkau dengan
transportasi dan juga keterbatasan tenaga Kesehatan didaerah terpencil, dan juga dengan

8
adanya situasi pandemic Covid – 19 yang memang membatasi untuk diadakannya tatap
muka sebagai salah satu cara untuk menghindari penularan covid-19. Meskipun demikian
dalam melakukan pemeriksaan sebaiknya seorang dokter memeiliki tahapan dimana
mekakukan pemeriksaan fisik secara komrehensuf yang mana tahapan ini sangat tidak
dimungkinkan dalam pemeriksaan secara online karena pasien dan dokter tidak bertemu
secara fisik dimana landasan sosial dokter secara kaidah moral (etik) kesopanan , kesusilaan
dan lain-lain menjadi kurangn bahkan hilang dalam telemedisine ini. Sebaiknya seorang
dokter tetap memerlukan pemeriksaan fisik dengan meraba atau melakukan palpasi pada
pasien. Hal ini perlu diatur dalam regulasi untuk menghindari adanya kesalahan dalam
pengambilan diagnosa.
b. Praktek kedokteran dengan menggunakan telemedicine ini mengandung potensi kerawanan
yang dapat menyebabkan perubahan orientasi, baik dalam tata nilai maupun pemikiran
karena dipengaruhi oleh faktor – faktor politik, ekonomi, sosial, budaya , keamanan , serta
ilmu dan teknologi. Perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap orinetasi masyarakat
tetapi berpotensi terhadap adanya kesalahan dalam melakukan diagnosa karena tidak
melakukan tatap muka langsung. Dan hal ini tidak disertai dengan adanya perlindungan
hukum yang kuat bagi tenaga Kesehatan maupun Rumah Sakit bahkan bagi pasiennya. Yang
menjadi pertimbangan adalah jangan sampai dengan adanya layanan telemedicine akan
terjadi perubahan orientasi ini masyarakat akan menganggap pemeriksaan fisik tidak perlu
dilakukan secara tatap muka karena ada yang lebih mudah dan tidak repot pergi ke fasilitas
Kesehatan.
c. Pelayanan praktek medis dengan telemedicine perlu disertai dengan penyediaaan sarana dan
prasarana yang baik dimana perangkat yang dapat mengakses Internet dengan baik sehingga
konunikasi dengan pasien dapat baik dan kualitas gambar yang cukup baik. Selain itu perlu
disertai dengan adanya keterampilan dan keahlian khusus untuk tenaga kesehatan
mengoperasionalkan perangkat yang dpakai untuk telemedicine ini. Di Indonesia ini sendiri
belum ada standar profesi yang terukur yang mengatur secara spesifik terkait penggunaan
telemedicine ini sehingga masih menjadi sesuuatu yang perlu dibenahi dalam pelaksanaan
telemedicne ini. Tidak semua fasilitas layanan Kesehatan juga mampu menyediakan
perangkat yang cukup handal dalam mengirimkan gambar dengan resolusi yang baik dan
juga kekuatan bandwich yang cukup sehingga gangguan teknis dapat terhindari yang pada

9
muaranya adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan atau misintepretasi terhadap hasil
pemeriksaan dan diagnosa dari pasien.

d. Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan (Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan). Dalam penggunaan telemedicine, Perlindungan hak-hak
privasi pasien atas data kesehatannya yang terekam secara elektronik pada fasilitas
pelayanan kesehatan, perlu diatur agar tidak mudah diakses oleh pihak-pihak yang tidak
berkepentingan. Untuk itu, harus dilaksanakan oleh petugas yang berwenang dan memiliki
izin khusus untuk hal itu. Dalam hal ini Rumah Sakit perlu dibantu oleh pemerintah untuk
proses izin dapat dibantu supaya tidak melalui birokrasi yang panjang sehingga Rumah Sakit
dapat mengurus ijin terkait layanan digital ini dengan mudah dan dapat melindungi Rumah
Sakit serta tenaga medis yang bekerja didalamnya.

e. Bila ada guggatan terkait layanan yang dilakukan oleh tenaga Kesehatan atau Rumah Sakit
khususnya terkait layanan dalam telemedicine ini maka perlu pembuktian menggunakan data
medis pasien. Pelayanan telemedisine ini sangat perlu untuk memperhatikan ketentuan
tengtang mejaga kerahasiaan data pasien khususnyta proteksi data agar bila mana diperlukan
dikemudian hari dapat dijadikan bukti. Prinsip ini merupakan bentuk pertanggungjawaban
hukum penyelenggara sistem elektronik tentang akuntabilitas sistem elektronik yang mereka
ciptakan. Oleh sebab itu, dibutuhkan tata kelola yang baik berdasarkan perspektif
konvergensi hukum telematika. Bila serorang dokter atau Rumah Sakit lalai untuk menjaga
kerahasiaan data ini maka dapat merugikan dirinya sendiri atau Rumah Sakit yang
bersangkutan. Sehingga pemyedia layanan telemedicine dimana sebagau penyelenggara
sistem elektronik tentang akuntabilitas sistem elektronik yang mereka ciptakan, maka perlu
sekali tata kelola yang baik berdasarkan perspektif konvergensi hukum telematika.
Pemerintah bila memunkinkan sebaiknya memfasilitasi dengan membuat suatu platform
yang diseragamkan untuk seluruh Rumah Sakit misalnya dengan memberikan program
khusus elektronik rekam medis secara gratis sehingga memudahkan Rumah Sakit untuk
melakukan layanan telemedicine ini. Elain itu juga dengan keseragaman maka pemerintah
akan lebih mudah dalam mengatur karena Rumah Sakit tidak membangun suatu program

10
sendiri yang pada akhirya akan mempersulit saat adanya pproses akreditasi Rumah Sakit
dimana ada standar- standar yang harus dipenuhi.

f. Pelayanan pasien dengan melakukan pertemuan tatap muka bila dibandingkan dengan
pertemuan telemedicine lebih rentan terhadap privasi dan risiko keamanan. Sebagian besar
platform telehealth sangat terenkripsi dan sesuai dengan standar dan peraturan Health
Insurance Portability and Accountability Act, tetapi tidak ada platform yang 100% aman
dari peretas atau pelanggaran data. Hambatan lain untuk penerimaan dan penerapan
telehealth yang lebih luas adalah kekhawatiran tentang privasi dan keamanan sistem
telehealth. Baik penyedia dan pasien harus percaya bahwa transmisi informasi selama
pertemuan telehealth tetap pribadi dan aman. Pemerintah harus membantu Rumah Sakit dan
tenaga Kesehatan bila terjadi peretasan data ini karena teknologi digital sangat mudah
berkembang dan peretasan masih sangat mungkin terjadi.
g. Penghalang potensial lain untuk praktik telemedicine yang efektif adalah keakuratan
transmisi data. Sebuah studi yang menyelidiki keakuratan pengukuran fungsi fisik
mengungkapkan bahwa bandwidth Internet mempengaruhi validitas dan reliabilitas untuk
pengukuran tugas motorik halus. Hal ini dapat menyebabkan praktisi kesehatan membuat
keputusan dan rekomendasi perawatan klinis berdasarkan data pasien yang berpotensi tidak
akurat jika mereka mengabaikan perbedaan dalam sistem teknologi. Untungnya, keakuratan
data diatur oleh Pencitraan Digital dan Komunikasi dalam format Kedokteran, yang
merupakan standar emas internasional untuk citra medis dan informasi terkait. Ini
memberikan standar yang jelas untuk kualitas format yang dapat diterima untuk citra medis
dan data yang diperlukan untuk penggunaan klinis dan interpretasi terkait. (Elsevier) Tetapi
suatu alat canggih yang melakukan penciraan dengan baik dan kualitas gambar yang baik
pastinya membutuhkan suatu investasi yang cukup besar dan mahal dan belum tentu dapat
disediakan leh Rumah Sakit kecil.
h. Peresepan obat secara telemedicine

Penulisan resep obat dan atau alat kesehatan, diberikan kepada pasien harus sesuai dengan
diagnosis yang ditegakkan oleh seorang dokter. Hal ini sangat menjadi tantangan dalam
pelaksanaan telemedicine karena tidak semua obat boleh diresepkan secara elektronik.
1) Dokter yang menuliskan resep elektronik obat dan atau alat kesehatan harus bertanggung

11
jawab terhadap isi dan dampak yang mungkin timbul dari obat yang ditulis dalam resep
elektronik. Penulisan resep elektronik dikecualikan untuk obat golongan narkotika dan
psikotropika, obat injeksi (kecuali insulin untuk penggunaan sendiri), dan implan KB.
Salinan resep elektronik harus disimpan dalam bentuk cetak dan atau elektronik sebagai
bagian dokumen rekam medik.

2) Peresepan elektronik obat dan atau alat kesehatan dapat dilakukan secara tertutup atau
secara terbuka, dengan memenuhi beberapa kententuan-ketentuan sebagai berikut:
a) Peresepan elektronik secara tertutup dilakukan melalui aplikasi dari dokter ke fasilitas
pelayanan kefarmasian.
b) Peresepan elektronik secara terbuka dilakukan dengan cara pemberian resep elektronik
kepada pasien, selanjutnya pasien menyerahkan resep kepada fasilitas pelayanan
kefarmasian. Peresepan elektronik secara terbuka membutuhkan kode identifikasi resep
elektronik yang dapat diperiksa keaslian dan validitasnya oleh fasilitas pelayanan
kefarmasian.
c) Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali pelayanan resepa atau pengambilan
sediaan farmasi, alat kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), dan atau suplemen
kesehatan dan tidak dapat diulang (iter).

i. Setiap orang memiliki hak terhadap rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan (Pasal 57 ayat (1) UU No 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan). Dalam penggunaan telemedicine, perlindungan terhadap
hak-hak privasi pasien atas data kesehatannya yang terekam secara elektronik pada fasilitas
pelayanan kesehatan, perlu diatur agar tidak mudah diakses oleh pihak-pihak yang tidak
berkepentingan. Untuk itu, harus dilaksanakan oleh petugas yang berwenang dan memiliki
izin khusus untuk hal itu.
Jaminan kerahasiaan atas data medis pasien tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian
tertulis dengan pasiennya, sehingga dapat berimplikasi hukum bila terjadi
penyalahgunaannya. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan
sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya

12
sistem elektronik sebagaimana mestinya (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik). Jaminan keamanan dan
kehandalan sistem elektronik dalam praktek telemedicine perlu dilakukan oleh suatu badan
hukum  atau lembaga yang berkompeten yang mendapat pengakuan baik nasional maupun
internasional. Selain itu sudah diatur pula dalam PP no 71 tahun 2019 dan Undang-undang
no 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dimana disini disebutkan tentang
menghormati Hak Asasi Manusia khususnya dalam penyelanggaraan Sistem Elektronik
dalam hal ini adalah telemedicine. Dalam pelayanan telemedicine juga semua data pasien
nantinya harus dicatat dala elektronik Rekam Medis yang sudah diatur dalam Permenkes no
24 tahun 2022 tentang Rekam Medis yang menggantikan Permenkes no 269 tahun 2008
dimana disini terjadi transformasi dari Rekam Medis non elektronik menjadi Rekam Medis
elektronik.
Disini mewajibkan semua fasilitaas Layanan Kesehatan menggunakan elektronik Rekam
Medis. Bahkan dari Dirjen APTIKA sendiri sudah mencanangkan untuk mensukseskan
disitalisasi Rekam Medis dengan membuat Gerakan Bangga Elektronik Rekam Medis
dimana diharapkan akan terjadi suatu transformasi dimana dari 22 ribu fasyankes yang ada d
Indonesia akan terhubung dengan suatu platform yaitu Satu Sehat.
j. Substansi Kode Etik Kedokteran Indonesia meliputi Kewajiban Umum (diterjemahkan
dalam 13 Pasal beserta penjelasannya), Kewajiban Dokter Terhadap Pasien (diterjemahkan
dalam 4 Pasal beserta penjelasannya), Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
(diterjemahkan dalam 2 Pasal beserta penjelasannya), dan Kewajiban Dokter Terhadap Diri
Sendiri (diterjemahkan dalam 2 Pasal beserta penjelasannya). Kewajiban Umum, di
antaranya meliputi: kewajiban dokter untuk mengamalkan sumpah dan atau janji dokter
(Pasal 1 Kode Etik Kedokteran Indonesia); kewajiban dokter untuk menjaga
independensinya dan menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri
dalam mengemban profesinya (Pasal 2, 3, dan 4 Kode Etik Kedokteran Indonesia);
kewajiban dokter untuk selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian dan jujur dalam
mengemban profesinya (Pasal 6, 7, dan 9 Kode Etik Kedokteran Indonesia); kewajiban
dokter untuk menghormati hak-hak pasien, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
(Pasal 10 Kode Etik Kedokteran Indonesia); kewajiban dokter untuk melindungi hidup
makhluk insani (Pasal 11 Kode Etik Kedokteran Indonesia); kewajiban dokter untuk

13
memperhatikan aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam memberikan
pelayanan kesehatan (Pasal 12 Kode Etik Kedokteran Indonesia).

Pasal dalam Kode Etik ini yang masih belum bisa dijalankan sepenuhnya dalam
melakukan pelayanan telemedicine. Sebagai salah satu contoh untuk melakukan
pemeriksaan fisik sebagai dokter seharusnya menghargai pasien dengan memohon ijin untuk
melakukan pemeriksaan fisik dengan melakukan memegang bagian badannnya untuk
melakukan pemeriksaan secara palpasi tetapi dalam hal ini tidak bisa dilakukan dan juga
privasi pasien akan kurang terjaga bila membuka pakaian dalam posisi telemedicine secara
videoconference. Berbeda bilat atap muka langsung dokter bisa di damping oleh perawat
dan juga posisi tertutup tirai dan juga dengan menutupi badan pasien dengan selimut.

4. Simpulan
Kesimpulan yang bisa diambil dari masalah dan pembahasa terkait penggunaan telemedicine
sebagai sarana Kesehatan adalah sebagai berikut :

1.Hukum atau regulasi tentang penggunaan telemedicine perlu dibuat secara spesifik karena
norma hukum pada berbagai peraturan yang telah dinuat oleh pemerintah belum dapat mengatur
dan mengikuti perkembangan isu hukumnya yang pada akhirnya dapat menempatkan posisi
Rumah Sakit dan tenaga Kesehatan dalam posisi yang lemah dihadapan hukum. Mengacu pada
Undang-Undang praktik kedokteran, layanan Telemedicine internet ini tidak diakui secara jelas
dan tegas kedudukanya seperti halnya Undang-undang kesehatan, pada Undang-undang ini tidak
begitu banyak memberikan penjelasan lebih dalam terhadap jenis-jenis pelayanan kesehatan
maupun sarana kesehatan apa saja yang diakui keberadaanya di indonesia.

2. Walaupun banyak keuntungan yang ditawarkan dari manfaat telemedicine, namun perlu juga
di dipertimbangkan penggunaannya secara bijak, karena penggunaan teknologi dapat berdampak
pada menguatnya paradigma mekanistik dan pendekatan instrumentalistik terhadap tubuh
manusia. Sehingga dapat membuat manusia termanipulasi sebagai sarana dan kepentingan diluar
dunia kedokteran. Oleh sebab itu, hubungan terapeutik dokter dan pasien dalam penggunaan

14
telemedicine harus dilandasi nilai-nilai luhur filsafat kedokteran yang memandang manusia
sebagai mahkluk yang mulia. Spiritualitas atau kesehatan spiritual diharapkan dapat menjadi
bagian dari pengembangan telemedicine dalam praktek kedokteran.

3. Telemedicine harus menjadi bagian dari layanan medis tetapi tidak boleh sepenuhnya
menggantikan interaksi pribadi dokter. Telemedicine dapat dilanjutkan untuk pasien yang
tinggal jarak jauh yang stabil bahkan setelah pandemi COVID-19 (Saudi). Dengan harapan
pada akhirnya Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UUD 1945 dapat terlaksana dimana
semua masyarakat berhak untuk mendapatkan pengobatan termasuk yang berada didaerah
terpencil yang sulit terjangkau secara transportasi.

4. Persepsi terkait kelebihan dan kekurangan telemedicine, penelitian yang dilakukan oleh
(Saudi) menunjukkan bahwa 36% responden percaya bahwa telemedicine dapat
meningkatkan efektivitas intervensi terapeutik. Sekitar 11 (44%) responden mencatat bahwa
kualitas perawatan ditingkatkan dengan menggunakan telemedicine, dan 9 (36%) responden
setuju bahwa telemedicine dapat membantu pasien menghemat waktu dan uang sebagai
salah satu keuntungannya. Sebanyak 44% dokter menganggap telemedicine dapat
memberikan dukungan psikologis kepada pasien dan meningkatkan kepatuhan pasien
dibandingkan dengan pergi ke klinik (Saudi)
Persentase dokter yang setuju bahwa telemedicine tidak nyaman dan memakan waktu
untuk dokter adalah sekitar 36% (n=9), sedangkan 40% tidak setuju. Sebanyak 17 (68%)
dokter yang melakukan telemedicine mengakibatkan tingginya biaya perangkat keras dan
yang mengejutkan tidak ada dokter yang menyetujui hal ini dalam bentuk apapun. Diamati
bahwa 52% (n=13) setuju bahwa telemedicine dapat menyebabkan kesulitan dalam
mengidentifikasi diagnosis yang tepat karena kurangnya pemeriksaan fisik. Sekitar 40%
(n=10) setuju bahwa telemedicine dapat membawa perubahan dalam praktik tradisional para
dokter dan 40% (n=10) dari mereka menganggap bahwa telemedicine dapat menyebabkan
masalah terkait pola rujukan saat ini. Ketika kami menilai hubungan persepsi yang terkait
dengan keuntungan dan kerugian telemedicine dengan karakteristik sosiodemografi,
ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik yang diamati dengan
usia, jenis kelamin, gelar dan spesialisasi dokter (p<0,05)

15
Realitas emipiris dan implikasi permasalahan hukum tentang telemedicine di
Indonesia membutuhkan aturan hukum nasional. Membiarkan perubahan dan perkembangan
tanpa disertai penyesuaian peraturan hukumnya sama saja membiarkan perubahan dan
perkembangan tersebut dalam situasi ketidakpastian dan ketidakteraturan. Untuk itu sudah
saatnya Indonesia mempunyai ketentuan nasional tentang telemedicine yang mengatur tidak
hanya dimasa pandemic covid -19 saja sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi
praktisi kesehatan  maupun pasien yang menggunakan layanan kesehatan telemedicine.
(Arman Anwar,2016)

Demikian pula terhadap pelayanan medis dengan menggunakan telemedicine, hanya


dapat dilakukan jika hak penggunaannya sudah mendapatkan kepastian hukum terlebih
dahulu dan sudah tidak ada keraguan atas  profesionalitasnya. Di Indonesia, sejauh ini,
organisasi profesi kedokteran belum mengatur secara spesifik tentang standar profesi dalam
penggunaan telemedicine. Untuk itu, standar profesi yang terukur harus menjadi bagian dari 
prinsip hukum penggunaan telemedicine baik oleh dokter Indonesia maupun bagi dokter
asing.( Arman Anwar, 2016)
Penyelesaian sengketa telemedicine atas dugaan malpraketek dokter dilakukan
berdasarkan prinsip hukum bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana pasien
bertempat tinggal karena kepentingan pasien sebagai pihak yang dirugikan harus
diutamakan. Dalam hal pembuktian maka berlaku prinsip proteksi data, prinsip forensik
IT, prinsip penerapan terbaik (best practices), dan  Standar Pemeriksaan Hukum (Legal
Audit), serta keadilan. Perlunya organisasi profesi kedokteran mengatur secara spesifik
tentang standar profesi dalam penggunaan telemedicine.

5. Daftar Pustaka

16

Anda mungkin juga menyukai