Kelompok 3 - Tahapan Konseling Keluarga Dan Keterampilan Individual Konselor
Kelompok 3 - Tahapan Konseling Keluarga Dan Keterampilan Individual Konselor
INDIVIDUAL KONSELOR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bimbingan dan Konseling Keluarga
Disusun oleh:
CIMAHI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Tahapan
Konseling Keluarga dan Keterampilan Individual Konselor. Ini tepat pada waktunya
Adapun tujuan dari penulisan ini dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen Ibu Tiara Agustine, S.Pd., M.Ed. St pada mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Keluarga Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
konsep inovasi bimbingan dan konseling bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Keluarga yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Istilah konseling berasal dari kata councel yang artinya bersama atau bicara
bersama. Pengertian berbicara bersama dalam hal ini adalah pembicaraan konselor
dengan konseli atau beberapa konseli. Dengan demikian konseling berarti: “people
coming together to gain an understanding of problem that beset them were evident
“(Baruth dan Robinson, 1987 dalam Faizah, 2017).
iv
Menurut Golden dan Sherwood konseling keluarga adalah metode yang
dirancang dan difokuskan pada masalah-masalah keluarga dalam usaha untuk
membantu memecahkan masalah pribadi konseli. Masalah ini pada dasarnya bersifat
pribadi karena dialami oleh konseli sendiri. Akan tetapi, konselor menganggap
permasalahan yang dialami konseli tidak semata disebabkan oleh konseli sendiri
melainkan dipengaruhi oleh sistem yang terdapat dalam keluarga konseli sehingga
keluarga diharapkan ikut serta dalam menggali dan menyelesaikan masalah konseli.
Konseling keluarga memandang keluarga sebagai kelompok tunggal yang tidak dapat
terpisahkan sehingga diperlukan sebagai satu kesatuan. Maksudnya adalah apabila
terdapat salah satu anggota keluarga yang memiliki masalah maka hal ini dianggap
sebagai symptom dari sakitnya keluarga, karena kondisi emosi salah satu anggota
keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga yang lainnya.
v
1.4 Manfaat Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan agar memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai Bimbingan
dan Konseling Keluarga dalam pemberian layanan bagi keluarga untuk berkembang
lebih baik.
vi
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan kenyataan, ada lima jenis relasi atau hubungan dalam konseling
keluarga, yaitu:
1
1. Mampu mengembangkan komunikasi antara anggota keluarga yang tadinya
terhambat oleh emosi-emosi tertentu;
2. Mampu membantu mengembangkan penghargaan anggota keluarga
terhadap potensi anggota lain sesuai dengan realitas yang ada pada dini dan
lingkungannya;
3. Dalam hubungan konseling, konseli berhasil menemukan dan memahami
potensi, keunggulan, kelebihan yang ada pada dirinya dan mempunyai
wawasan dan alternatif rencana untuk pengembangannya atas bantuan
semua anggota keluarga;
4. Mampu membantu agar konseli dapat menurunkan tingkat hambatan
emosional dan kecemasan serta menemukan, memahami, dan memecahkan
masalah dan kelemahan yang dialaminya dengan bantuan anggota lainnya.
Untuk melaksanakan keempat tugas konselor keluarga seperti yang
dikemukakan tadi, penting sekali adanya proses konseling yang berjalan
secara bertahap. Dalam proses konseling itu, komunikasi konselor dengan
konseli/anggota keluarga, dan komunikasi antara anggota keluarga, adalah
wahan yang amat penting yang diwarnai oleh suasana afektif dan interaksi
yang mengandung kualitas emosional, akan tetapi lama-kelamaam berubah
menjadi perilaku rasional.
2
2. Perilaku non-verbal (perilaku attending, bersahabat/akrab, hangat,
luwes, keramahan, senyum, menerima, jujur/asli, penuh perhatian,
dan terbuka), dan
3. Bahasa lisan/verbal (sapaan sesuai dengan teknik-teknik konseling),
seperti ramah menyapa, senyum, dan bahasa lisan yang halus.
Tujuan menciptakan suasana rapport dalam hubungan konseling adalah agar
suasana konseling itu merupakan suasana yang memberikan keberanian dan
kepercayaan diri konseli untuk menyampaikan isi hati, perasaan, kesulitan dan bahkan
rahasia batinnya kepada konselor.
3
terhadap konseli. Demikian pula dalam hal-hal seperti nila budaya tertentu
yang dianut demikian kokoh oleh konseli, maka konselor harus berhati-hati,
sebab jika ia menilai, maka hubungan konseling tidak akan memberikan
hasil yang efektif.
3. Konselor dihantui oleh kelemahan teori dan teknik konseling yang ia miliki.
Sebaliknya ada lagi konselor yang fanatik satu aliran konseling dan
menganggap aliran yang lain jelek. Konselor pemula memang sering
dihantui oleh masalah teori dan teknik konseling yang sesuai dalam setiap
fase konseling atau dalam memberikan respon yang akurat sesuai dengan
pernyataan konseli. Masalah ini dapat teratasi jika calon konselor sering
mengadakan latihan wawancara konseling, baik bersama teman maupun
dengan konseli yang sebenarnya. Di samping itu, pendirian yang kaku
dengan satu aliran konseling memang sering menyulitkan konselor. Karena
itu konselor yang bijaksana akan menggunakan pendekatan CSA (creative-
synthesis-analysis) dan eklektisistik (selektif terhadap teori- teori sesuai
keluarga atau konseli yang dihadapi).
Kesulitan lain berada pada pihak eksternal atau pihak konseli yaitu:
1. Jika ada anggota keluarga (seorang, atau beberapa orang) tidak mempunyai
motivasi untuk mengikuti konseling. Mereka akan menghambat jalannya
konseling, betapapun konselor menguasai teori atau teknik, karena mereka
enggan untuk melibatkan diri dalam pembicaraan.
2. Ada konseli yang enggan disebabkan dipaksa oleh orang tua, suami/istri,
polisi, atau pihak lain. Jadi dia hadir kepada konseling keluarga tanpa suka
rela atau keinginan sendiri. Biasanya konseli ini ada yang berpura-pura,
defensif, dan ada pula yang menutup diri sama sekali tehadap konselor,
sehingga sulit bagi konselor untuk mengungkap perasaannya.
3. Ada lagi konseli yang sudah berpengalaman mengikuti berbagai konseling
dari konselor, sehingga seakan-akan dia sudah "kecanduan" untuk
4
mengobrol, dan bukan untuk meminta bantuan dalam pemecahan masalah
yang dihadapinya.
Ada dua teknik konseling keluarga yang efektif yaitu sculpting dan role
playing. Kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataan- pernyataan emosi
tertekan, dan penghargaan terhadap luapan emosi anggota keluarga. Dengan demikian,
segala kecemasan dan ketegangan psikis dapat mereda, sehingga memudahkan untuk
treatment konselor dan rencana anggota keluarga.
5
Proses konseling dapat terhambat kelancarannya karena faktor tata ruang.
Ruang konseling yang kecil, sumpek, dan tidak menarik akan mengurangi lancarnya
interpersonal-setting dan suasana keintiman di antara anggota keluarga. Dengan bunga,
peralatan yang menarik, cat dinding yang serasi dan peralatan suara, rekaman suara dan
vidio.
Meja konseling sebaiknya di meja tamu yang santai, dan tidak seperti meja
dokter. Kedekatan (nearness) antara konselor dengan konseli lebuh kurang 75 cm.
Penggunaan rekaman suara juga bisa menghambat jalannya konseling, karena konselor
merekam tanpa izin konseli sehingga timbul keraguan kalau-kalau rahasianya terbuka.
Juga ketidakpercayaan konseli terhadap konselor, hal mana amat penting dalam proses
konseling,
Hal yang mungkin bisa menghambat proses konseling adalah jika konselor
mencatat sambil mewawancara Konselor kurang perhatiannya dengan duduk yang
tidak menghadapkan muka dan memainkan benda-benda seperti pensil diketokan di
meja,kaki bergoyang-goyang, duduk kurang sopan dan lain-lain.
Proses konseling lainnya adalah jika konseli seseorang anak yang menghadapi
masalah dikeluarga yang dibawa ke sekolah dengan perilaku salahsuai. Jadi bukan
keuarganya yang dikonseling akan tetapi anak itu sendiri. Hal ini bisa terjadi juga
karena keluarga itu enggan datan ke ruang konseling, merasa malu urusan keluarga
diurus konselor, atau merasa harga diri jatuh karena satu keluarga diselesaikan oleh
orang lain. Proses konseling ini berjalan seperti konseling individual, akan tetapi
konselor berusaha memberi ketahanan kepada konseli agar dengan perilaku barunya
itu ia bisa memberikan dampak positif bagi interaksi di dalam keluarga.
6
Menurut Brammer (1979.51) pada prinsipnya proses konseling itu terdiri atas
dua fase dasar yakni (1) fase membina hubungan konseling, dan (2) memperlancar
tindakan positif.
7
harapan konseli dalam wawancara konseling yang akan dilaksanakan,
menyatakan makna konseling.
3. Tahap struktur, konselor mengadakan kontrak dengan konseli tentang
lamanya waktu yang akan digunakan, tentang biaya konseling tentang
kerahasiaan, tentang boleh tidaknya direkam.
4. Tahap meningkatkan relasi atau hubungan konseling, pada tahap ini
konselor membangun hubungan konseling untuk memudahkan bagi
pemberian bantuan kepada konseli.
8
ke arah pemantapan keterampilan konseling merupakan hal yang perlu dilakukan
dengan sungguh-sungguh.
9
lain. Peran itu kemudian bis dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya
jika ia menghadapi suatu perilaku ibunya yang mungkin kurang la sukai.
3. Silence (diam) apabila anggota keluarga berada dalam konflik dan frustrasi karena
ada salah satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka
datang ke hadapan konselor dengan tutup mulut. Keadaan ini harus dimanfaatkan
konselor untuk menunggu suatu gejala perilaku yang akan muncul menunggu
munculnya pikiran baru, respons baru, atau ungkapan perasaan baru. Disamping itu
diam juga digunakan dalam menghadapi konseli yang cerewet, banyak omong dan
lain- lain.
4. Confrontation (konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk
mempertentangkan pendapat-pendapat angota keluarga yang terungkap dalam
wawancara konseling keluarga. Tujuannya agar anggota keluarga itu bisa bicara
terus terang dan jujur serta akan menyadari perasaan masing-masing. Contoh
respons konselor. "siapa biasanya yang banyak omong?", konselor bertanya dalam
situasi yang mungkin saling tuding.
5. Teaching via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota keluarga dengan
cara bertanya. "bagaimana kalau sekolahma gagal?"; "apakah kau senang kalau
ibumu menderita?".
6. Listening (mendengarkan) teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota
keluarga didenggarkan dengan sabar oleh yang lain. Konselor menggunakan teknik
ini untuk mendengarkan dengan perhatian terhadap konseli. Perhatian tersebut
terlihat dari cara duduk konselor yang menghadapkan muka kepada konseli, penuh
perhatian terhadap setiap pernyataan konseli, tidak menyela selagi konseli bicara
serius.
7. Recapitulating (mengikhitisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk
mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga,
sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan
terfokus. Misalnya konselor mengatakan "Rupanya ibu merasa rendah diri dan tak
mampu menjawab jika suami anda berkata kasar".
10
8. Summary (menyimpulkan) dalam suatu fase konseling kemungkinan konselor akan
menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar
konseling bisa berlanjut secara progresif.
9. Clarification (menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau
menjernihkan suatu pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar.
Klarifikasi juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-
samar. Misalnya konselor mengatakan kepada Jenny: "Katakan kepadanya Jenny,
bukan kepada saya". Biasanya klarifikasi lebih menekankan kepada aspek makna
kognitif dari suatu pernyataan verbal konseli.
10. Reflection (refleksi) yaitu cara konselor untuk merefleksikan perasaan yang
dinyatakan konseli, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya.
"Tampaknya anda jengkel dengan perilaku seperti itu”.
11
(3) Clarfyng, yaitu pengungkapan diri dan memfokuskan diskusi. Konselor
memperjelas masalah konseli,
(4) Perception checking, yaitu menentukan ketepatan pendengaran konselor.
b. Leading skill (keterampilan memimpin)
(1) Indirect leading, digunakan dalam awal pembicaraan dimana konselor secara
tak langsung memimpin konseli,
(2) Direct leading, yaitu memberikan konseli dan memperluas diskusi,
(3) Focusing, yaitu memfokuskan pembicaraan, mengawasi keragu-raguan,
memfokuskan pembiacaraan yang menyebar atau bertele-tele atau bersamar-
samar.
(4) Questioning, berhubungan dengan penilikan atau penyelidikan agar konseli
membuka diri dengan pernyataan-pernyataan yang baru.
c. Reflecting skill (keterampilan merefleksi)
(1) Reflecting feeling, yaitu keterampilan merefleksi perasaan konseli;
(2) Reflecting experience, yaitu keterampilan merefleksikan pengalaman konseli
(3) Reflecting content, yaitu keterampilan dalam mengulang ide-ide konseli
dengan bahasa yang lebih segar dan memberikan penekanan.
d. Summarizing skill (keterampilan menyimpulkan)
Yaitu keterampilan konselor dalam menarik kesimpulan-kesimpulan yang
menonjol dari pernyataan konseli.
12
(4) Meningkatkan konfrontasi diri
(5) Membuka perasaan-perasaan yang tak jelas (repeating)
(6) Memudahkan munculnya perasaan-perasaan yang tenggelam (associating)
f. Interpreting skill (keterampilan menafsirkan)
Terdiri dari;
13
mengurangi kecemasan, dan menguatkan perilaku yang diinginkan. Sebagai
contoh: “anda dapat merasakan merasakan lebih baik” “anda dapat
menyelesaikan sendiri masalah anda”.
c. Relaxing skill (keterampilan untuk memberi relax/santai)
Teknik ini berguna untuk menurunkan ketegangan dengan jalan
mengendorkan otot-otot. Teknik relaxation ini dapat dilakukan sebagai
berikut:
1) Tegangkan kedua otot tangan beberapa detik, kemudian kendorkan
perlahan-lahan.
2) Tegangkan otot perut dan dada, kemudian kendorkan perlahan-lahan.
3) Tegangkan otot kaki, kemudia kendorkan perlahan-laha
4) Tegangkan otot muka, kemudian kendorkan perlahan-lahan
d. Crisis interpeving skill (keterampilan mengupas krisis)
Teknik ini bertujuan untuk mengurangi atau meringankan krisis dengan cara
mengubah lingkungan konseli.
e. Developing action alternatives (mengembangkan tindakan alternatif)
Teknik ini adalah mengembangkan alternatif-alternatif dalam mengatasi
krisis. Konselor mendorong dan memberanikan konseli untuk
mempertimbangkan alternatif-alternatif yang mungkin dapat dilakukan
dalam mengatasi krisisnya. Alternatif tersebut hendaknya diarahkan
konselor berdasarkan persepsi yang realistik konseli. Berdasarkan
kenyataan, maka fase mengembangkan tindakan mengambil alternatif dalam
peristiwa konseli yang krisis adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan persepsi realistik konseli terhadap krisis yang
dihadapi konseli.
2) Memberikan dorongan untuk mengurangi ketegangan karena adanya
krisis dan konflik.
3) Mempertimbangkan semua alternative untuk menagatasi krisis tersebut.
4) Membuat suatu komitmen tentang perbuatan yang bertujuan mencapai
keseimbangan yang beralasan dan kesenangan bagi konseli.
14
f. Reffering skill (keterampilan mereferal konseli/merujuk konseli)
Keterampilan ini berhubungan dengan sulitnya bagi konselor untuk
membantu konseli yang krisis. Karena itu konselor harus merefer atau
mengadakan referal kepada seorang yang ahli terhadap kasus konseli
tersebut. Akan tetapi supaya referal itu berhasil, maka beberapa persyaratan
berikut dapat dipenuhi:
1) Usaha kesediaan konseli untuk referal
2) Mengetahui sumber-sumber referral yang tepat dimasyarakat
3) Jujurlah dengan keterbatasan konselor sehingga konseli perlu direferal.
4) Mendiskusikan kemungkinan referral dengan lembaga yang menerima.
5) Bicarakan dengan konseli tentang orang-orang atau lembaga yang
pernah ia datangi minta bantuan.
6) Jika konseli masih muda, mintalah rekomendasi orang tuanya.
7) Katakana dengan jujur kepada konseli bahwa setiap lembaga juga ada
keterbatasannya.
8) Berilah kesempatan kepada konseli atau orang tuanya untuk membuat
perundingan dan perjanjian dengan lembaga baru yang akan
menanganinya.
9) Jangan mengirim informasi kepada lembaga baru tanpa izin tertulis dari
konseli atau orang tuanya.
15
2) Keadaan yang sulit dalam diri, yaitu :
a. Kehilangan harapan
b. Putus asa
c. Depresi
d. Kelelahan karena suasana perang
e. Usaha-usaha bunuh diri
f. Kecanduan narkotika
3) Keadaan transisi, yaitu:
a. Pindah pekerjaan
b. Konflik keluarga
c. Sakit-sakitan
d. Pindah tempat tinggal
e. Ketakutan akan keadaan yang akan datang mengancam
Perubahan prilaku ini adalah masalah teknologi, dan bukan masalah system
etika, metode terapi ini mempunyai karakteristik :
Mengingat tujuan yang akan dicapai, maka konselor terapi prilaku dituntut
keahlian khusus. Adapun keterampilan Teknik yang termasuk dalam bagian ini adalah :
a. Modeling (pemodelan)
Modeling adalah metode belajar dengan cara mengalami atau memperhatikan
perilaku orang lain. Tentu model perilaku yang akan ditiru konseli hendaklah yang
16
positif dan sesuai dengan tujuan konseli. Adapun prinsip-prinsip umum penggunaan
teknik modeling adalah sebagai berikut:
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penangan layanan bimbingan dan konseling keluarga tidak akan terwujud jika
konselor tidak memiliki keterampilan dalam pelaksanaan layanannya, konselor harus
memiliki beberapa hal sebelum melaksanakan layanan, diantaranya:
18
DAFTAR PUSTAKA
Sunarti, Kustiah & Alimuddin Mahmud. (2016). Konseling Perkawinan dan Remaja.
Makassar: Badan Penerbit Universita Negeri Makassar.
19