Anda di halaman 1dari 43

PENERAPAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK

PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI

PESERTA DIDIK DI SMPN 1 CIKALONGWETAN

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan Dalam Bidang Bimbingan Dan Konseling

NENTI NURFAJRI
NIM 20010145
S1 BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) SILIWANGI

CIMAHI

2023
A. Judul

Penerapan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Problem Solving

Dalam Meningkatkan Konsep Diri Peserta Didik Di SMPN 1

Cikalongwetan.

B. Latar Belakang Masalah

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan Negara.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan jenjang pendidikan

dasar pada pendidikan formal di Indonesia (Badan Standar Nasional

Pendidikan). SMP dapat ditempuh setelah lulus dari Sekolah Dasar (atau

sederajat). Masa studi Sekolah Menengah Pertama yaitu selama tiga tahun,

mulai dari kelas VII sampai kelas IX. Berdasarkan data Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan (2017), usia siswa pada tingkat SMP di

Indonesia berkisar antara 13-15 tahun. Siswa yang berusia 13-15 tahun

dalam tahap perkembangan berada di masa remaja.

Dalam masa remaja khususnya bagi siswa SMP mempunyai tugas

perkembangannya. Seperti yang diungkapkan oleh Erikson (dalam

Hurlock 2009) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau

pencarian jati diri. Lebih lanjut, (Santrock 1996) dan (Papalia, D.E &

2
Fieldman 2014) menambahkan bahwa karakteristik remaja yang sedang

berproses untuk mencari identitas diri seringkali menimbulkan masalah

pada diri remaja. Secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat

ini berada dalam tahap mencari jati diri. Identitas diri yang dicari remaja

merupakan usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di

dalam masyarakat, sehingga remaja berupaya untuk menentukan sikap

dalam mencapai kedewasaan (Hurlock 2009).

Dalam perkembangan remaja, hal yang penting untuk dilakukan

adalah membentuk identitas diri yang diperoleh melalui pemahaman

tentang konsep diri yang dimilikinya. Konsep diri merupakan hal yang

penting dalam kehidupan remaja karena konsep diri menentukan

bagaimana seseorang berperilaku. Konsep diri bukan bersifat genetik,

namun mulai berkembang sejak bayi dan terus berkembang sejalan

dengan perkembangan manusia yang dipelajari melalui pengalaman yang

diperoleh ketika berinteraksi dengan lingkungan sosial. Lestary dan

Liyanovitasari (Alini dkk, 2021) menyebutkan bahwa banyak

perubahan yang terjadi pada masa remaja. Perubahan yang terjadi baik

secara fisik, psikis, maupun sosial akan mempengaruhi remaja dalam

pembentukan konsep diri. Selain itu, lingkungan juga menjadi salah satu

pengaruh terbesar dalam pembentukan konsep diri. Widiarti (Alini dkk,

2021) menjelaskan masalah remaja dalam lingkungannya menunjukkan

bahwa banyak remaja yang tidak paham dengan konsep dirinya.

3
Setiap individu tentunya diharapkan memiliki konsep diri yang

positif, termasuk pada masa remaja. Individu yang memiliki konsep diri

positif dapat membantu individu dalam mengoptimalkan

perkembangannya. Remaja yang memiliki konsep diri positif cenderung

menjadi problem solver ketika dihadapkan pada suatu masalah,

cenderung kreatif, bersifat spontan, dan memiliki harga diri yang tinggi.

Remaja tersebut percaya terhadap dirinya sendiri dan memiliki motivasi

dan prestasi akademik yang baik, serta memiliki sikap positif tanpa

berprasangka buruk jika berinteraksi dengan orang lain. Konsep diri

positif ditemukan sebagai faktor yang berperan dalam penyesuaian diri

dan berfungsi sebagai perlindungan bagi remaja terhadap perilaku yang

bermasalah (Ybrandt 2017). Siswa yang memiliki prestasi akademik

tinggi menunjukkan perkembangan konsep diri yang lebih baik (Preckel

et al. 2013).

Sebaliknya, konsep diri negatif yang dimiliki individu

diasosiasikan dengan berbagai macam perilaku maladaptif dan ganguan

emosional. Permasalahan dan kesulitan yang dihadapi dapat

menyebabkan konsep diri rendah, namun konsep diri yang rendah juga

dapat menjadi penyebab munculnya permasalahan yang dapat

menghilangkan motivasi dalam belajar. Oleh karena itu, membangun

kepercayaan diri pada remaja merupakan salah satu tahapan penting yang

harus diperhatikan oleh orang tua maupun pendidik sehingga dapat

membangun konsep diri yang positif. Jika remaja memiliki konsep diri

4
negatif ataupun konsep dirinya menurun, ini akan berdampak pada

perkembangannya sebagai seorang remaja, karena remaja tidak memiliki

gambaran tentang dirinya. tentunya ini tidak baik untuk perkembangan

remaja.

Adapun salah satu jenis layanan bimbingan dan konseling yang di

gunakan yaitu bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dipilih

sebagai bentuk dari layanan bimbingan dan konseling. Alasan dipilihnya

bimbingan kelompok karena dikatakan kehidupan sosial remaja sangat

berpengaruhterhadap pembentukan konsep diri, selain itu, dikatakan ada

hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial teman sebaya

dengan konsep diri remaja. Artinya, kelompok memiliki andil dalam

membentuk konsep diri yang dimiliki seseorang. Menurut Rusmana

(Warni, 2020) bimbingan kelompok dapat didefinisikan sebagai suatu

proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok

yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan

berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan

keterampilan yang diberikan dalam upaya mencegah timbulnya masalah

dan dalam upaya pengembangan pribadi. Winkel dan Hastuti (2004)

menyebutkan bahwa tujuan dari bimmbingan kelompok adalah

menunjang perkembangan pribadi dan sosial masing – masing anggota

kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok agar

tercapai berbagai tujuan yang diharapkan..

5
Sebagaimana yang telah dipelajari sebelumnya bahwa dalam

setiap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pasti ada tekniknya,

begitupun dalam bimbingan kelompok ini. Salah satu teknik dalam

bimbingan kelompok yaitu problem solving ataupemecahan masalah.

Metode atau teknik problem solving (pemecahan masalah) seperti hal

nya yang dikemukakan oleh (Hartinah (2016) merupakan suatu metode

yang dapat digunakan oleh guru bimbingan dan konseling dalam

melaksanakan layanan bimbingan kelompok agar siswa mampu

berinteraksi, memecahkan permasalahan secara sistematis. Problem

Solving merupakan suatu strategi pembelajaran dengan menggunakan

penyelesaian masalah yang bersifat terbuka sehingga mampu mendorong

siswa berpikir kreatif. Dari serangkaian penyelesaian masalah yang

bersifat terbuka itu diharapkan siswa mampu menemukan jawaban yang

bervariatif atas dasar kreativitas dan kemampuannya sendiri (Fadillah,

2016).Dengan interaksi yang terjadi antara anggota kelompok dalam

bimbingan kelompok nantinya dan dengan memanfaatkan teknik

pemecahan masalah dalam pelaksanaan bimbingan kelompoknya,

diharapkan dapat berdampak positif bagi siswa dalam konsep dirinya .

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis akan melakukan

penelitian dengan judul “Penerapan Bimbingan Kelompok dengan

Teknik Problem Solving dalam Meningkatkan Konsep Diri Peserta Didik

Kelas VIII Di SMPN 1 Cikalongwetan.

C. Rumusan Masalah

6
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat

dirumuskan permasalahan utama yaitu “Apakah masalah rendahnya

Konsep diri pada peserta didik kelas VIII di SMPN 1 Cikalongwetan

dapat ditingkatkan melalui bimbingan kelompok teknik problem

solving?”. Dari tujuan utama dapat dijabarkan menjadi tiga rumusan

masalah meliputi :

1. Bagaimana gambaran konsep diri peserta didik kelas VIII

sebelum dilaksanakannya layanan bimbingan kelompok teknik

problem solving di SMPN 1 Cikalongwetan ?

2. Bagaimana gambaran konsep diri peserta didik kelas VIII setelah

dilaksanakannya layanan bimbingan kelompok teknik problem

solving di SMPN 1 Cikalongwetan ?

3. Adakah perbedaan konsep diri kelas VIII sebelum dan setelah

dilaksanakannya layanan bimbingan kelompok teknik problem

solving di SMPN 1 Cikalongwetan ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

apakah self acceptance dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan

kelompok dengan teknik problem solving pada peserta didik kelas VIII

SMPN 1 Cikalongwetan . Dari tujuan utama dapat dijabarkan menjadi tiga

tujuan penelitian meliputi:

1. Mengetahui gambaran Konsep diri kelas VIII sebelum

7
dilaksanakannya layanan bimbingan kelompok teknik problem

solving di SMPN 1 Cikalongwetan

2. Mengetahui gambaran Konsep diri kelas VIII setelah

dilaksanakannyalayanan bimbingan kelompok teknik problem

solving di SMPN 1 Cikalongwetan

3. Menganalisis adanya perbedaan Konsep diri sebelum dan Setelah

dilaksanakannya layanan bimbingan kelompok teknik problem

solving di SMPN 1 Cikalongwetan.

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, ada dua manfaat yang didapatkan dari penelitian ini

sebagai berikut

1. Manfaat teoritis

• Hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah keilmuan

bimbingan dan konseling, khususnya di SMP.

• Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan program yang kemudian

dapat digunakan oleh pembimbing untuk membantu peserta didik

dalam bidang layanan pribadi sosial untuk dapat meningkatkan

konsep diri dan membantu perkembangan remaja pada peserta didik

kelas VIII SMP .

2. Manfaat Praktis

• Bagi Peserta Didik Remaja Kelas V11I SMPN 1 Cikalongwetan

Peserta didik dapat mengetahui konsep diri yang dimilikinya dan

diharapkan dapat mengembangkan konsep dirinya, selain itu peserta

8
didik dapat mengetahui perkembangan remaja yang tentunya harus

mereka pahami dan tingkatkan. Bagi Guru Bimbingan dan

Konseling.

• Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

memberikan layanan bimbingan dan konseling di SMP, khususnya

dalam meningkatkan konsep diri dan membantu perkembangan

remaja peserta didik.

F. Definisi Operasional

Definisi istilah yang berkaitan dengan judul dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Variabel penelitian

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yang akan digunakan,

yaitu:

• Variabel bebas (X) : Bimbingan Kelompok

• Variabel terikat (Y) : Konsep Diri

2. Bimbingan kelompok

Menurut Rusmana (Warni, 2020) bimbingan kelompok dapat

didefinisikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu

melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk

belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya

pengembangan wawasan, sikap dan keterampilan yang diberikan dalam

upaya mencegah timbulnya masalah dan dalam upaya pengembangan

pribadi.

9
3. Konsep diri

Konsep diri adalah Pandangan dan sikap individu terhadap

dirinya inilah yang dikenal dengan konsep diri. Konsep diri merupakan

pandangan menyeluruh individu tentang totalitas dari diri sendiri

mengenai karakteristik kepribadian, nilai- nilai kehidupan, prinsip

kehidupan, moralitas, kelemahan dan segala yang terbentuk dari segala

pengalaman dan interaksinya dengan orang lain (Burn, 1993: 50).

4. Teknik atau metode problem solving

Metode problem solving (pemecahan masalah) seperti hal nya

yang dikemukakan oleh (Hartinah (2016) merupakan suatu metode yang

dapat digunakan oleh guru bimbingan dan konseling dalam

melaksanakan layanan bimbingan kelompok agar siswa mampu

berinteraksi, memecahkan permasalahan secara sistematis. Problem

Solving merupakan suatu strategi pembelajaran dengan menggunakan

penyelesaian masalah yang bersifat terbuka sehingga mampu mendorong

siswa berpikir kreatif. Dari serangkaian penyelesaian masalah yang

bersifat terbuka itu diharapkan siswa mampu menemukan jawaban yang

bervariatif atas dasar kreativitas dan kemampuannya sendiri (Fadillah,

2016).

G. Kajian Teoritis

a. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

10
Pandangan dan sikap individu terhadap dirinya inilah yang

dikenal dengan konsep diri. Konsep diri merupakan pandangan

menyeluruh individu tentang totalitas dari diri sendiri mengenai

karakteristik kepribadian, nilai- nilai kehidupan, prinsip kehidupan,

moralitas, kelemahan dan segala yang terbentuk dari segala

pengalaman dan interaksinya dengan orang lain (Burn, 1993:

50).Seperti dikemukakan oleh Burns (1993) bahwa konsep diri yang

positif dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kepercayaan

terhadap dirinya sehingga dapat memotivasi seseorang untuk dapat

menjadi lebih baik lagi .

Lebih lanjut, Bidney (dalam Burn 1993) menjelaskan bahwa

konsep diri mempunyai kemampuan untuk bersikap objektif terhadap

dirinya sendiri, berpikir sebagai apa dirinya, serta apa yang ingin

dilakukan dan hendak menjadi apa. Teori tersebut mendukung asumsi

bahwa remaja sebagai pribadi yang dibentuk dan dikembangkan konsep

dirinya secara umum mempunyai keinginan untuk sukses di masa

depan, sehingga konsep diri yang baik dibutuhkan untuk dapat

mencapai hal tersebut. Tanpa pembentukan konsep diri yang tepat maka

remaja akan mengalami kesulitan dalam memahami diri sendiri,

termasuk apa yang menjadi kelebihan, kekurangan, minat, dan

bakatnya.

2. Pembentukan Konsep Diri

11
Menurut Hurlock, (1978) dan Burn, (1978) disebutkan terbentuk

dari interaksi anak dengan orang di sekitarnya. yang pertama adalah peran

keluarga, kemudian teman sebaya dan guru sangat berpengaruh pada

perkembangan konsep diri seseorang. Lingkungan primer tersebut

membentuk berdasarkan proses belajar tentang nilainilai, sikap, peran, dan

identitas dalam hubungan interaksi antara dirinya dan berbagai kelompok

primer, misalnya keluarga. Hubungan dalam kelompok primer tersebut

mampu memberikan umpan balik kepada individu tentang bagaimana

penilaian orang lain terhadap dirinya. Sehingga lingkungan dan persepsi

lingkungan memiliki peran yang vital dalam pembentukan konsep diri

seseorang.

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Staines (dalam Burns, 1993) menjelaskan ada tiga aspek dalam

konsep diri yaitu :

• Konsep diri dasar Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap

status, peranan, dan kemampuan dirinya.

• Diri sosial.Aspek ini merupakan diri sebagaimana yang diyakini

individu dan orang lain yang melihat dan mengevaluasi.

• Diri ideal. Aspek ini merupakan gambaran mengenai pribadi yang

diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan dan sebagian

berupa keharusan.

4. Jenis-jenis Konsep Diri

12
Dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri

positif dan konsep diri negatif (Calhoun dan Acocella, 1990) :

a. Konsep diri positif

Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai

suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif

bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri

positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat

memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam–

macam tentang dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima

keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan

merancang tujuan – tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan

yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu

menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup

adalah suatu proses penuaan.

b. Konsep diri negatif .

Ada dua tipe konsep diri negatif, yaitu Pandangan individu tentang

dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan

kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu

siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam

kehidupannya serta Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan

teratur. Ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat

keras, sehingga menciptakan perilaku yang kurang baik. Berdasarkan

uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis konsep

13
diri terdiri atas dua yaitu konsep diri yang bersifat positif bersifat stabil

dan konsep diri yang bersifat negatif bahwa pandangan tentang dirinya

sendiri benar - benar tidak memiliki perasaan kestabilan.

Konsep diri yang telah dipaparkan ada dua jenis, yaitu konsep diri

positif dan konsep diri negatif, dapat disimpulkan individu harus

memiliki konsep diri positif. Konsep diri yang positif akan

memunculkan jati diri yang baik bagi individu, selain itu, karena dengan

adanya konsep diri yang postitif dalam diri individu, dapat membantu

individu berkembang dengan optimal. Sebaliknya, konsep diri negatif

pada diri individu harus ditingkatkan menjadi konsep diri positif, karena

sedapat mungkin konsep diri negatif tidak dimiliki individu. Konsep diri

negatif dapat menghambat perkembangan individu untuk menjadi

individu yang optimal.

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi konsep diri

Konsep diri menurut Burns ( 1993 : 235 ) di pengaruhi oleh faktor – faktor

berikut :

a. Citra diri

Di dalam citra diri berisi tentang kesadaran dan citra tubuh, yang

pada mulanya dilengkapi melalui presepsi indrawi. Hal ini merupakan

inti dan dasar dari acuan dan identitas diri yang terbentuk Kesadaran

tubuh dan atau citra tubuh yang awalnya dilengkapi mulai dari persepsi

indrawi merupakan hal utama yang mendasari acuan diri sendiri dan

identitas diri dibentuk. Seseorang bisa melihat, mendengar dan merasa

14
merupakan hal yang kebanyakan mengenai diri sendiri karena tubuh

adalah ciri yang utama dalam banyaknya persepsi diri sendiri

Perkembangan pemahaman konsep diri seseorang itu hal yang sangat

penting dilihat dari sosok tubuh, penampilan dan ukuran, serta

perasaan-perasaan yang ada dalam tubuh dan citra tubuh menjadikan

ini semua sebagaiinti dari konsep diri. Adanya citra tubuh sebagai

evaluasi terhadap diri sendiri (tubuh) sebagai suatu objek yang jelas-

jelas berbeda.

b. Kemampuan

Menurut Burns, alat untuk memudahkan hubungan antar

individu adalah pentingnya penggunaan bahasa yang berisi perasaa-

perasaan seseorang yang disampaikan kepada orang lain dengan

menggunakan Bahasa Munculnya bahasa yang dubakan untuk

berkomunikasi dengan orang lain bertujuan untuk membantu proses

pembeda yang berlangsung lama daridiri orang lain begitu juga untuk

meringankan pemahaman atas adanya umpan balik yang diberikan.

c. Umpan balik dari lingkungan, khususnya dari orang-orang terdekat

(significant others).

Individu yang citra tubuhnya mendekati ideal masyarakat atau

sesuai dengan yang diinginkan oleh orang lain yang dihormatinya,

akan mempunyai rasa harga diri yang akan tampak melalui penilaian-

penilaian yang terefleksikan. Apabila ada orang lain, orang tua,

tetangga, teman sebaya, dan lain-lain yang mengolok-olok subjek,

15
meremehkan subjek, menolak subjek, mengkritik subjek tentang

tingkah laku atau keadaan fisik maka penghargaan terhadap diri

sendiri atau harga diri yang muncul dalam diri subjek kemungkinan

kecil, seperti saat seseorang dinilai oleh orang lain maka dia akan

menilai dirinya sendiri.

d. Identifikasi dengan peran jenis yang sesuai dengan streotip masyarakat.

Identifikasi berdasarkan penggolongan seks dan peranan seks

yang sesuai dengan pengalaman masing-masing individu yang

berpengaruh terhadap sejauh mana individu memberi label maskulin

atau feminin kepada dirinya sendiri. Perasaan-perasaan yang ada dalam

tubuh menjadi pokok utama dari konsep diri dalam kehidupan. Adanya

identifikasi yang berbeda dari model orang tua dan orang dekat

disekitar subjek, kemahiran dalam keterampilan yang ada berdasarkan

penggolongan seks dan perannya yang sesuai dengan pengalaman

masing- masing subjek sifatnya mempengaruhi dalam menentukan

orang tersebut masuk dalam maskulin atau feminine.Pola asuh,

perlakuan dan komunikasi orang tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap

harga diri individu karena ada ketergantungan secara fisik, emosional

dan sosial kepada orang tua individu (terutama pada masa kanak-

kanak), selain karena orang tua juga merupakan sumber umpan balik

bagi individu. Keadaan yang tidak berharga dan ketidakmampuan

untuk menciptakan keadaan isolasi atau mengasingkan diri baik berupa

fisik atauemosional terhadap orang lain. Pola asuh, perlakuan dan

16
komunikasi orang tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap harga diri

individu karena ada ketergantungan secarafisik, emosional dan sosial

kepada orang tua individu (terutama pada masa kanak-kanak), selain

karena orang tua juga merupakan sumber umpan balik bagi individu.

b. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja menurut Hurlock (2004) berasal dari bahasa latin

adolescence yang artinya tumbuh menjadi dewasa atau dalam

perkembangan menjadi dewasa yaitu mencakup kematangan mental,

emosional, sosial dan fisik. selain itu Hurlock juga mengatakan bahwa

secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi

terintegrasi di dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak

merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua

melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Hurlock (dalam Ali &

Ansori, 2008) juga menjelaskan bahwa remaja adalah masa yang paling

tepat dalam mengembangkan intelektual.

2. Ciri-ciri Perkembangan Remaja

Pemahaman ciri-ciri remaja ini sangatlah penting bagi remaja yang

bersangkutan maupun bagi masalah yang dihadapi oleh remaja. Hurlock

(2001) menjelaskan ciri-ciri dalam masa remaja antara lain:

• Masa remaja sebagai periode peralihan, artinya bukan lagi masa anak-

anak tetapi berkembang menuju masa dewasa.

17
• Masa remaja sebagai periode perubahan, artinya dalam menuju

kedewasaan remaja mengalami perubahan fisik maupun psikis. Perubahan

ini akan terjadi terus menerus sampai individu mendapatkan batas terakhir

dari perkembangannya.

• Masa remaja sebagai usia bermasalah, maksudnya ketika dalam

menghadapi suatu masalah, remaja tidak lagi menyelesaikan masalah itu

secara kanak-kanak, tetapi remaja juga belum mampu untuk bertindak

sebagai orang dewasa.

• Masa remaja sebagai masa mencari identitas, artinya remaja bukan lagi

kanak-kanak tetapi juga belum memperoleh status orang dewasa. Hal ini

akan membuat bingung remaja

Lebih lanjut dikatakan Hurlock (2001) pada masa remaja ditandai

dengan ciri-ciri yang mewujudkan adanya ketidak tenangan jiwa, karena

itu membuat mereka mengalami kegoncangan, mudah terpengaruh,

mudah emosional dan sebagainya. Keadaan yang demikian ini membuat

remaja mengalami gangguan keseimbangan mental, apabila ditambah

dengan seringnya mengalami kegagalan dalam pemahaman kebutuhan-

kebutuhannya.

3. Tahapan Remaja

Menurut Sarwono (2011) dan Hurlock (2011) ada tiga tahap

perkembangan remaja, yaitu :

a. Remaja awal (early adolescence) usia 11-13 tahun Seorang remaja

pada tahap ini masih heran akan perubahanperubahan yang terjadi

18
pada tubuhnya. Remaja mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat

tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Pada

tahap ini remaja awal sulit untuk mengerti dan dimengerti oleh orang

dewasa. Remaja ingin bebas dan mulai berfikir abstrak.

b. Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun Pada tahap ini

remaja sangat membutuhkan teman-teman. Remaja merasa senang

jika banyak teman yang menyukainya. Ada kecendrungan “narcistic”,

yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang

mempunyai sifat yang sama pada dirinya. Remaja cendrung berada

dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang

mana. Pada fase remaja madya ini mulai timbul keinginan untuk

berkencan dengan lawan jenis dan berkhayal tentang aktivitas seksual

sehingga remaja mulai mencoba aktivitas-aktivitas seksual yang

mereka inginkan.

c. Remaja akhir (late adolesence) 17-20 tahun Tahap ini adalah masa

konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan pencapaian

5 hal, yaitu Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek,

Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang dan

dalam pengalaman-pengalaman yang baru , Terbentuk identitas

seksual yang tidak akan berubah lagi , Egosentrisme (terlalu

memusatkan perhatian pada diri sendiri. , Tumbuh “dinding” yang

memisahkan diri pribadinya (private self) dan publik.

c. Pengertian Bimbingan Kelompok

19
Menurut Rusmana (Warni, 2020) bimbingan kelompok dapat

didefinisikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu

melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk

belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya

pengembangan wawasan, sikap dan keterampilan yang diberikan dalam

upaya mencegah timbulnya masalah dan dalam upaya pengembangan

pribadi.).Bimbingan kelompok memiliki tahap-tahap pelaksanaan yang

harus dilakukan melakukan layanan bimbingan kelompok. Menurut

Gladding (1995 ) ada empat tahap yang harus dilakukan dalam layanan

bimbingan kelompok, sebagai berikut :

• Tahap Awal (Beginning A Group).

Pada langkah pertama ini, fokus utamanya adalah terbentuknya

kelomok. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh

konselor dalam pembentukan kelompok, yakni tahapan-tahapan

pembentukan kelompok, tugas-tugas pembentukan kelompok, potensi

masalah pembentukan kelompok, serta prosedur pembentukan

kelompok. Pada tahap permulaan ini, peran pemimpin kelompok akan

terlihat. Peran pemimpin kelompok dapat dilihat ketika anggota

kelompok memperlihatkan keinginan untuk fokus tertuju pada tujuan

kelompok.

• Tahap Transisi (Transition Stage)

20
Tahap transisi adalah periode kedua pasca pembentukan

kelompok, selain itu, tahap transisi juga merupakan tahap awal

sebelum memasuki tahap kerja. Pada tahap ini, anggota kelompok

memusatkan pada tujuan, mempelajari materi baru, membahas

tentang topik secara menyeluruh, menyelesaikan tugas atau

melakukannya secara proposional atau kerja teraupetik. Peran utama

pemimpin kelompok adalah merangsang dan memantapkan

keterlibatan orang-orang baru dalam suasana kelompok yang

diinginkan serta berusaha membangkitkan minatminat para anggota

kelompok dalam mengikuti kegiatan kelompok

• Tahap Kerja (Performing Stage)

Tahap ketiga adalah tahap kerja. Tahap ini memberikan

perhatian utama yaitu produktivitas kinerja. Fokus dari masing-

masing anggota kelompok adalah pada peningkatan kualitas untuk

mencapa individu dan kelompok. Tahap kerja pada bimbingan

kelompok adalah memulai pembahasan dari topik yang telah

ditentukan sebelumnya. Anggota kelompok perlu didorong dan

dirangsang untuk ikut serta dalam pembahasan secara penuh.

• Tahap Terminasi (Termination Stage)

Tahap terakhir adalah tahap terminasi. Pada sesi ini, kelompok

akan segera berakhir. Pemimpin kelompok biasanya

menginformasikan kepada anggota kelompok waktu yang telah

disepakati akan segera berakhir. Pada tahap akhir ini, kegiatan

21
kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan

tentang apakah para anggota kelompok akan mampu menerapkan hal-

hal yang telah mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada

kehidupan nyata mereka sehari-hari.

d. Pengertian Metode Problem Solving

Metode problem solving (pemecahan masalah) seperti hal nya yang

dikemukakan oleh (Hartinah (2016) merupakan suatu metode yang dapat

digunakan oleh guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan

layanan bimbingan kelompok agar siswa mampu berinteraksi,

memecahkan permasalahan secara sistematis. Problem Solving

merupakan suatu strategi pembelajaran dengan menggunakan

penyelesaian masalah yang bersifat terbuka sehingga mampu mendorong

siswa berpikir kreatif. Dari serangkaian penyelesaian masalah yang

bersifat terbuka itu diharapkan siswa mampu menemukan jawaban yang

bervariatif atas dasar kreativitas dan kemampuannya sendiri (Fadillah,

2016)

Menurut David Johnson & Johnson (W.Gulo,T2008:116) David

Johson dan Johnson (W.Gulo , T. 2008 ) mengemukakan terdapat lima

langkah dalam metode problem solving melalui kegiatan kelompok .

Lamgkah – langkah dalam problem solving sebagai berikut :

• Mendefinisikan masalah

Langkah pertama adalah mendefinisikan masalah , dimana

pemimpin dan anggota kelompok yang di bombing oleh konselor

22
menemukan masalah dari peristiwa yang mengandung isu konflik .

• Mendiagnosis Masalah

Pada langkah kedua pemimpin dan anggota kelompok

meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. Meninjau

masalah dilakukan agar pemimpin dan anggota kelompok dapat

menentukan sebab-sebab terjadinya masalah. Pemimpin dan anggota

kelompok menganalisis beberapa faktor baik faktor yang dapat

mendukung ataupun faktor yang dapat menghambat dalam

penyelesaian masalah.

• Merumuskan Alternatif Strategi

Langkah ketiga adalah merumuskan Menguji setiap tindakan

yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini,

pemimpin dan anggota kelompok didorong untuk berpikir

mengemukakan pendapat serta argumentasi. Pendapat maupun

argumentasi yang dikemukakan berisi tentang kemungkinan setiap

tindakan yang dapat dilakukan oleh pemimpin dan anggota kelompok.

• Menentukan dan Menetapkan Strategi Pilihan

Pada langkah selanjutnya pemimpin dan anggota kelompok

harus menentukan dan menetapkan strategi pilihan. Pemimpin dan

anggota kelompok mengambil keputusan tentang strategi mana yang

dilakukan. Pengambilan keputusan ini merupakan hal penting karena

pengambilan keputusan dapat berdampak terhadap keberhasilan

kelompok.

23
• Melakukan evaluasi

Langkah terakhir adalah melakukan evaluasi , baik evaluasi proses

maupun evaluasi hasil . Kedua evaluasi ini memiliki perbedaan .

Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan , sedangkan

evaluasi hasil yaitu evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi

yang di terapkan . Dengan adanya teknik problem solving, banyak

perubahan yang positif yang terjadi pada peserta didik yang sedang

menghadapi masalah pribadi, lingkungan keluarga dan lingkungan

masyarakat agar mampu mengatasi masalah hidup yang dialami

mampu menyesuaikan lingkungan baru, menunjukkan perubahan

dengan perlahan, dapat mengenal identitas dirinya, percaya diri, dapat

mengambil keputusan, yakin terhadap dirinya, sudah berani

bersosialisai dan komunikasi dengan baik, dan memiliki prestasi yang

meningkat.

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah “Penerapan Bimbingan Kelompok Dengan

Teknik Problem Solving Dalam Meningkatkan Konsep Diri Peserta Didik SMPN

1 Cikalongwetan “

Hipotesis Operasionalnya, yaitu :

Ho : “ Penerapan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Problem

Solving Meningkatkan Konsep Diri Peserta Didik Kelas VIII

SMPN 1 Cikalongwetan”

24
Ha : Penerapan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Problem

Solving Tidak Dapat Meningkatkan Konsep Diri Peserta

Didik Kelas VIII SMPN 1 Cikalongwetan

I. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Mix Method. Penelitian mixed methods adalah

sebuah jenis penelitian yang mengumpulkan, menganalisis, dan

mengkombinasikan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam suatu

rangkaian penelitian untuk memahami permasalahan penelitian (Cresswell,

2015).

Adapun tujuan dari penelitian ini,secara umum, adalah untuk

melakukan studi kritis terhadap istilah metode campuran (Mixed Methods)

melalui pendekatan istilah paradigma,pendekatan riset kuantitatif dan

kualitatif. Adapun secara khusus bertujuan untuk menelusuri kemungkinan

mencampur (mixed) dua pendekatan dan metode riset kuantitatif dan

kualitatif menjadi satu pendekatan dan metode riset serta menelusuri unsur-

unsur yang dapat dicampur dari pendekatan riset kuantitatif dan kualitatif.

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang bertujuan untuk

mengembangkan konsep diri Peserta Didik kelas VIII SMP Negeri 1

Cikalong Wetan.

Adapun desain yang di gunakan adalah The Explanatory Sequensial

Design. Design ini merupakan penggunaan dua metode penelitian

(kuantitatif dan kualitatif) dengan urutan (sequence) sehinga setiap metode

25
akan dilaksanakan satu per satu (tidak bersamaan) dalam dua fase penelitian

yang berbeda. Fase ini juga dikenal dengan nama a two-phase design

(Creswell & Creswell, 2018). Adapun alur penelitian tipe explanatory

sequential design ini bisa dilihat dari figure di bawah ini :

Gambar 3. Explanatory sequentialdesign


(Diadaptasi dari: Creswell & Creswell,2018)

J. Subjek Penelitian

Menurut Sugiyono (2013:32) subjek penelitian merupakan suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai

variabel tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.

Sedangkan Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2014:148 )

Yang menjadi subjek penelitian adalah Peserta didik kelas VIII

SMPN 1 Cikalongwetan yang berlokasi di Jl. Cikalong - Cipeundeuy,

26
Cikalong, Kec. Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

40556 yang berjumlah 32 peserta didik . Kemudia di bagi menjadi beberapa

kelompok dengan jumlah yang sama masing – masing 10 peserta didik .

Subjek penelitian ini di pilih dengan dasar karakteristik sebagai berikut :

1. Konsep diri positif yang masih rendah pada peserta didik

2. Pelaksanaan Layanan program bimbangan kelompok dengan teknik

problem solving di SMPN 1 Cikalongwetan sudah pernah dilaksanakan

tetapi belum dilaksanakan secara itensif, khususnya di Kelas VIII SMPN

1 Cikalongwetan

3. Peserta didik dengan konsep diri yang negatif mengalami kesulitan

dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Sehingga akan ada

perbedaan karakteristik pada individu dengan konsep diri positif dan

negatif dalam mengaktualisasikan dirinya terhadap lingkungan dan

keidupan sekitarnya, di SMPN 1 Cikalongwetan khususnya kelas VIII

terdapat beberapa anak yang memiliki konsep diri negatif seperti belum

mengenal identitas diri, sukar mengambil keputusan, masalah dalam

hubungan interpersonal bahkan kemampuan berkomunikasi dan

bersosialissai tidak berjalan dengan baik di SMPN 1 Cikalongwetan .

K. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menurut Ibnu Hajar (dalam Hardani dkk, 2020)

adalah “alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif

tentang variasi karakteristik variabel secara objektif”. Sehingga diperlukan

teknik pengembangan skala atau alat ukur untuk mengukur variabel dalam

27
pengumpulan data yang lebih sistematis.

Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data, pada

penelitian ini adalah:

1. Non tes

a. Observasi.

Dalam penelitian ini observasi dilakukan selama kegiatan bimbingan

kelompok untuk menilai antusiasme peserta didik dalam mengikuti layanan.

Serta melihat dan mengamati terjadinya perilaku yang muncul pada

pengelompokan konsep diri negatif pada peserta didik dalam pemecahan

masalah yang di alaminya terutama di lingkungan sekolah di SMPN 1

Cikalongwetan Setelah dan sebelum dilakukan dengan layanan bimbingan

kelompok oleh peneliti.

b. Wawancara .

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan

metode wawancara yang berstruktur dimana peneliti menggunakan

pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan data, karena pedoman wawancara yang diajukan berupa

garis-garis besar hingga kecil dari permasalahan yang akan ditanyakan.

c. Dokumentasi

Pada penelitian ini studi dokumentasi yang dilakukan terhadap

peserta didik di kelas VIII SMPN 1 Cikalongwetan untuk memperoleh

data dokumentasi seperti foto, video dan rekaman suara.

d. Angket

28
Angket merupakan salah satu alat pengumpul data dalam

assesment nontes, berupa serangkaian pertanyaan atau pernyataan, tidak

memberi kebebasan kepada responden. Angket yang digunakan dalam

penelitian ini adalah jenis angket berstruktur dengan bentuk jawaban

tertutup, yaitu angket yang menyediakan beberapa pertanyaan yang mana

setiap pertanyaan memiliki alternatif jawaban. Komalasari (2011, hlm82)

mengemukakan bahwa angket tertutup (closed questionair) adalah

angket yang pertanyaan atau pernyataannya tidak memberi kebebasan

pada responden dalam menjawabnya sesuai pendapat dan keinginan

mereka. Dengan digunakannya angket tertutup ini respnden tidak dapat

memberikan jawaban lain kecuali yang telah disediakan. Adapun skala

yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Menurut

Sugiyono (2018:152) skala likert yaitu skala yang digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok

orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, maka variabel yang

akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.

l. Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian mengikuti tahapan penelitian The Squential

Explanatory desain :

1. Merumuskan masalah

2. Merumuskan landasan teori dan hipotesis

3. Mengumpulkan data dan menganalisis data kuantitatif

mengenai pengaruh layanan bimbingan kelompok melalui

29
teknik problem solving dalam meningkatkan konsep diri

peserta didik kelas VIII SMPN 1 Cikalongwetan .

4. Menguji hipotesis

5. Mengumpulkan data dan menganalisis data kualitatif

mengenai proses bimbingan kelompok melalui teknik problem

solving dalam meningkatkan konsep diri peserta didik kelas

VIII SMPN 1 Cikalongwetan

6. Menganalisis data kuantitatif dan kualitatif

7. Merumuskan simpulan dan saran

M. Prosedur Pengolahan Data

Data dalam penelitian ini diolah berdasarkan jenis data yang terkumpul.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode survey .

metode survei menurut Dermawan Wibisono (2005) merupakan teknik riset

dimana informasi dikumpulkan menggunakan penyebaran kuisioner. Metode

survey ini digunakan untuk instrument penelitian .Instrumen penelitian dalam

penelitian ini , berupa angket tertutup . Dengan digunakannya angket tertutup

ini, responden tidak dapat memberikan jawaban lain kecuali yang telah

disediakan. . Instrumen angket ini sebagai Data kuantitatif berupa hasil tes

untuk mengukur “ Pemahaman peserta didik akan konsep diri pada

Bimbingan Kelompok “ yang bertujuan untuk meningkatkan konsep diri pada

peserta didik ketika di hadapkan pada problem solving dalam kehidupan

sehari – hari yang di dilaksanakan dalam siatuasi kelompok melalui teknik

diskusi . Pengolahan data kuantitif yang menggunakan angaket ini di olah

30
melalui skala likert.

Model skala yang sering digunakan untuk mengukur sikap terhadap

objek psikologis adalah model Likert. Skala sikap adalah jenis skala yang

digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya

berupa kategori sikap, yakni: mendukung (positif), menolak (negatif) dan

netral. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik

pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju,

setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Skala likert ini

termasuk pada metode skala bipolar dalam statistika yang di gunakan untuk

mengukur data kuantitatif baik berupa data tanggapan positif dan negatif

melalui instrument angket . Tujuan utama penggunaan metode intrumen

angket skala likert ini untuk menghasilkan data yang akurat dan teruji

kebenarannya . Sementara itu data kualitatif berupa hasil obeservasi,

wawancara dan dokumentasi untuk menjawab proses penerapan dan kendala

yang dihadapi pada saat “Penerapan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik

Problem Solving Dalam Meningkatkan Konsep Diri Peserta Didik SMPN 1

Cikalongwetan

N. Jadwal Penelitian

Tabel 1
Jadwal Penelitian

Bulan Ke -
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6

31
Studi pendahuluan dan studi

1 pustaka(perumusan masalah,
teori, dan hipotesis) √

Pengumpulan data dan


2 √
analisis data kuantitatif

Pengumpulan data dan


3 √
analisis data kualitatif

Pengolahan data, analisis


4 data kuantitatif dan √

kualitatif
Interpretasi, simpulan dan
5 √
saran
Penyusunan laporan
6 √
(skripsi)

Tabel 1.1
Pemberian Skor Angket Berdasarkan Skala Likert

Negatif Positif

Skor Keterangan Skor Keterangan


No

1 4 Sangat Setuju 1 Sangat setuju

2 3 Setuju 2 Setuju

3 2 Tidak setuju 3 Tidak setuju

4 1 Sangat Tidak 4 Sangat tidak setuju

setuju

32
ANGKET KONSEP DIRI PESERTA DIDIK

Nama : …………………………………………………………

: …………………………………………………………
Kelas

: …………………………………………………………
Nama Sekolah

Nomor Urut : …………………………………………………………

PETUNJUK PENGISIAN

1. Isilah identitas (nama, kelas, nama sekolah).

2. Bacalah pernyataan dibawah ini dengan cermat.

3. Pilih jawaban yang sesuai dengan diri anda serta jangan terpengaruh pada

jawaban teman anda.

4. Isi dengan lengkap dan usahakan jangan sampai ada nomor yang

terlewatkan.

5. Jawaban anda tidak ada yang salah dan tidak akan mempengaruhil.

6. Beri tanda (√) pada salah satu pilihan yang sesuai dengan diri anda pada

kolom dalam table dibawah ini.

Keterangan :

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

33
KS : Kurang Setuju

TS : Tidak Setuju

NO Pernyataan ST S TS STS

Saya tidak menjaga kebersihan tubuh saya


1.
Saya mudah berub12ah fikiran
2
Saya seharusnya lebih sering beribadah
3
Saya sering merasa canggung
4
Saya tidak menjaga kebersihan tubuh
5.
Saya berharap lebih di percaya
6
Saya bukan orang baik
7
Saya sering merasa canggung
8
Saya puas dengan ukuran tubuh saya
9
Saya tidak terlalu tinggi
10

NO Pernyataan ST S TS STS

11 Saya orangnya pembenci

12 Saya memecahkan masalah dengan cukup mudah

13
Saya mudah berubah pikiran

34
14
Saya dapat menerima kesalahan saya
Saya tidak dipercaya oleh teman – teman saya
15.
Saya orangnya suka berteman
16
Saya sulit berbicara dengan orang lain
17
Saya mencoba lari dari masalah – masalah saya
18
Saya melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang
19
Saya tidak mudah memaafkan kesalahan orang
20 lain

NO Pernyataan ST S TS STS

21 Saya berprestasi disemua mata pelajaran

22 Saya suka menyendiri

23 Saya adalah orang yang mudah putus asa

24 Saya merasa nyaman dilingkungan saya

25. Saya malu dengan keadaan tubuh saya

26 Saya orangnya suka berteman

27 Saya tidak percaya diri jika disuruh maju didepan


teman –teman saya

28 Saya berprestasi disemua mata pelajaran

35
29 Saya merasa sukit bergaul dengan teman – teman
saya

30 Jika terjadi kesalahan , saya melempar kesalahan


itu kepada orang lain

Materi Bimbingan Kelompok

Materi adalah suatu komponen yang sangat penting dalam rangka membina

keagamaan anak asuh. Dalam hal ini diharapkan bimbingan kelompok dapat

menjadi landasan dalam perubahan perilaku anak asuh untuk mendalami konsep

diri remaja dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh penulis

dengan guru bimbingan kelompok yang bertugas di SMPN 1 Cikalongwetan

yaitu membahas tentang materi bagaimana mengembangkan konsep diri pada

peserta didik .

1. Membuka Diri

Pengetahuan akan diri kita akan meningkatkan komunikasi,

dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan

pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri

menjadi lebih dekat dengan kenyataan. Model ini menerangkan bahwa

jendela yang satu tidak terpisah dengan jendela yang lain. Pembesaran

pada satu jenis jendela yang lain akan mengecil Open self, menyajikan

informasi, perilaku, sifat, perasaan, keinginan motif, dan ide-ide yang

36
di ketahui/sadari oleh diri kita dan orang lain. Blind self, bagian ini

menyajikan hal-hal tentang diri kita yang di ketahui/disadari dari dalam

diri kita sendiri Hidden self, bagian ini berisikan tentang data-data yang

kita ketahui/sadari dari dalam diri kita sendiri dan tidak di ketahui

oleh orang lain. Yang kita simpan untuk diri kita sendiri. Unknown self,

bagian ini merupakan aspek dari diri yang tidak kita ketahui taupun

orang lain mengetahuinya. Makin luasnya open self seseorang, makin

terbuka pula ia pada orang lain. Hal tersebut menjadikan hubungan di

antara keduanya semakin erat.

2. Percaya diri

Keinginan untuk menutup diri, selain karna konsep diri yang

negatif timbul dari kurangnya kepercayaan akan kemampuan dirinya

sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya

tidak mampu mengatasi persoalan. Ketakutan untuk melakukan komunikasi

di kenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif

dalam komunikasi, akan menarik diri dalam pergaulan, berusaha sekecil

mungkin berkomunikasi, dan akan berbicara apabila terdesak saja. Tentu

saja dalam aprehensi komunikasi di sebabkan kurangnya percaya diri,

tetapi sebagai faktor dominan. Seperti pernyataan maxwell maltz “belive in

yourself and you’ll succed’’

3. Selektivitas

Konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bedrsedia

membuka diri, bagaimana kita mempersepsikan pesan itu dan apa yang kita

37
ingat. Jadi secara singkat bahwa konsep diri menyebabkan terpaan

selektif, persepsi selektif, ingatan selektif.

4. Mencintai dan menyayangi diri sendiri

Diri kita adalah unik, yang telah di ciptakan tuhan dengan

berbagai macam kelebihan dan kekurangan. Mencintai dan menyayangi

diri sendiri berarti kita mencintai apa yang telah tuhan berikan kepada

kita. Wujud dari kecintaan kita terhadap diri sendiri adalah dengan

memperlakukan dan menjaga diri ini dengan baik dari hal-hal yang bisa

merusak diri. Dengan begitu kita akan senantiasa terdorong untuk

melakukan sesuatu hal yang positif dalam hidup.

5. Mengembangkan pikiran positif

Cara berfikir kita mengendalikan sikap, tindakan dan hidup kita.

Pikiran positif akan mendorong kita untuk tetap optimis, pantang

menyerah, dan berani menghadapi resiko dan tantangan. Selain itu

pikiran positif juga akan menjadikan hidup kita lebih tenang.

6. Memperbaiki kualitas hubungan dengan orang lain

Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kita harus

senantiasa meningkatkan kualitas hubungan tersebut. peningkatan

kualitas hubungan yang kita ciptakan menandakan bahwa kita telah

mampu berfikir dewasa. Perlu di ingat juga kualitas pergaulan juga

sangat di tentukan dengan siapa kita bergaul. Untuk itu pintar-pintarlah

kita memilih pergaulan, karena salah bergaul akan memberikan pengaruh

38
negatif buat diri kita. Dari itu bergaul dengan orang yang memiliki

kecerdasan dan perilaku yang baik. Selain itu perbaiki juga hubungan

kita dengan orang-orang terdekat kita dan hindarilah pertentangan. Dalam

hal ini sangat pentinglah materi-materi yang di berikan untuk peserta

didik sehingga dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari- hari oleh

peserta didik di SMPN 1 Cikalongwetan agar peserta didik dapat

mengambil manfaat dari pelajaran yang di berikan. Dengan demikian,

pemberian layanan bimbingan kelompok tentang perkembangan konsep

diri dengan menggunakan teknik problem solving, diharapkan mampu

mengarahkan perhatian siswa untuk fokus terhadap topik yang dibahas,

sehingga siswa mampu memahami dan meningkatkan konsep diri yang

positif, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan pada dirinya

dan mampu mengenali identitas dirinya sendiri. Oleh sebab itu, layanan

bimbingan kelompok dengan teknik problem solving diasumsikan dapat

meningkatkan konsep diri yang positif pada siswa. Pernyataan tersebut

didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa yang

mengalami permasalahan dalam konsep diri.

O. DAFTAR PUSTAKA

Saputra, Dian Prima, S. Edy Tri, and Endang Widiyastuti. "KAJIAN

STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

DALAM PEMBUATAN DESAIN PERMAINAN

MONOPOLI PADA KELAS XI DESAIN KOMUNIKASI

39
VISUAL DI SMK NEGERI 9 SURAKARTA TAHUN

PELAJARAN." (2018)

Rismi, Ridho, et al. "Bimbingan kelompok dalam pemahaman nilai

empati untuk meningkatkan sikap prososial siswa." Jurnal

EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia 8.1 (2022): 14-

19.

Astuti, Anita Dewi, and Friska Alifia Sekar Melati. "11. Pengaruh

Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Problem

Solving Terhadap Minat Belajar Siswa." G-Couns: Jurnal

Bimbingan dan Konseling 7.03 (2023): 467-477.

Rezeki, Sabrini Mentari, Muhammad Rajab Lubis, and Abdul Munir.

"Hubungan Antara Konsep Diri dan Dukungna Sosial

Dengan Kecemasan Sosial Pada Siswa Kelas X Listrik di

SMK Negeri 2 Medan." Tabularasa: Jurnal Ilmiah

Magister Psikologi 3.2 (2021): 141-144.

Rochmah, Siti Noor. "Hubungan Konsep Diri Guru Terhadap Regulasi

Diri Anak Usia Dini (Penelitian Korelasional Pada Guru

Dan Peserta Didik PAUD Di Kecamatan Sumedang

Selatan)." Tunas Siliwangi: Jurnal Program Studi

Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung 3.2

(2018): 160-174.

Asri, Dahlia Novarianing. "Faktor-faktor yang mempengaruhi

terbentuknya konsep diri remaja (studi kualitatif pada siswa

40
SMPN 6 Kota Madiun)." Jurnal Konseling Gusjigang 6.1

(2020).

Vebrianto, Rian, et al. "Mixed Methods Research: Trends and Issues in

Research Methodology." Bedelau: Journal of Education

and Learning 1.2 (2020): 63-73.

Setyorini, Apriliya Dwi, Agung Nugroho Catur Saputro, and Haryono

Haryono. "Penerapan Model Pembelajaran Problem

Solving Disertai Kartu Soal untuk Meningkatkan

Kemampuan Analisis dan Prestasi Belajar Siswa pada

Materi Stoikiometri Di Kelas X MIPA 2 Semester Genap

SMA Batik 1 Surakarta." Jurnal Pendidikan Kimia 7.2

(2018): 267-274.

Tanjung, Ratna, and Wibitri Wibowo. "Pengaruh Model Pembelajaran

Problem Solving Terintegrasi Karakter terhadap

Pembentukan Karakter dan Hasil Belajar Siswa Kelas X

Pada Sub Materi Alat Ukur dan Daya Listrik Di SMA N 1

Hinai Langkat." INPAFI (Inovasi Pembelajaran Fisika) 1.2

(2013).

Senjaya, Aan Juhana. "Tinjauan kritis terhadap istilah metode

campuran (mixed method) dalam riset sosial." Risâlah,

Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 4.1, March (2018): 103-

118.

41
Mustaqim, Mustaqim. "Metode Penelitian Gabungan Kuantitatif

Kualitatif/Mixed Methods Suatu Pendekatan

Alternatif." Intelegensia: Jurnal Pendidikan Islam 4.1

(2016).

Anufia, Budur, and Thalha Alhamid. "Instrumen pengumpulan data."

(2019).

Putra, Miftah Fariz. "Mixed methods: Pengantar dalam penelitian

olahraga." Jurnal SPORTIF: Jurnal Penelitian

Pembelajaran 3.1 (2017): 11-28.

Juwanda, Erik, and BUDI PURWOKO. "Pemetaan Potensi Mahasiswa

Bimbingan Dan Konseling Berdasarkan Instrumen

Kecerdasan Majemuk Angkatan 2015-2017." Jurnal BK

UNESA 9.2 (2019).

Sappaile, Baso Intang. "Pembobotan butir pernyataan dalam bentuk

skala likert dengan pendekatan distribusi z." Jurnal

Pendidikan Dan Kebudayaan 13.64 (2007): 1-8.

RIAN, ANDRIAN. PELAKSANAAN BIMBINGAN KELOMPOK

DENGAN TEHNIK PROBLEM SOLVING DALAM

MENINGKATKAN KONSEP DIRI PESERTA DIDIK DI

SMP N 3 BUKIT KEMUNING LAMPUNG UTARA. Diss.

UIN Raden Intan Lampung, 2021.

42
Rosidah, Ainur. "Bimbingan kelompok melalui teknik problem solving

untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa

terisolir." Jurnal Fokus Konseling 2.2 (2016).

43

Anda mungkin juga menyukai