Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH CEO POWER TERHADAP AUDIT FEE DENGAN

KEPEMILIKAN KELUARGA SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan suatu kebutuhan utama bagi pihak
pengguna laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan atas
penggunaan modal yang telah diberikan. Berbagai informasi yang tercantum
dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna laporan keuangan dalam
memprediksi nilai perusahaan di masa depan sebagai pedoman pengambilan
keputusan (Wati et al., 2020). Oleh karena itu, laporan keuangan harus
menyajikan informasi keuangan yang relevan dan mencerminkan kondisi yang
sebenarnya agar tidak salah dalam pengambilan keputusan.
Salah saji laporan keuangan dapat terjadi apabila informasi keuangan yang
sebenarnya telah dimanipulasi oleh manajemen. Manajemen dapat melakukan hal
tersebut dengan memanfaatkan informasi yang ia miliki untuk memperoleh
keuntungan pribadi. Ketidakseimbangan informasi dimana pihak manajemen
(agent) memiliki lebih banyak informasi terkait perusahaan daripada pemegang
saham (principal) dapat memungkinkan manajemen melakukan hal ini.
Dalam mengurangi risiko salah saji, jasa auditor eksternal dibutuhkan
untuk memberikan jaminan atas laporan keuangan yang disampaikan oleh
perusahaan. Dalam literatur audit, tanggung jawab utama auditor adalah
merencanakan dan melaksanakan pekerjaan audit, memberikan jaminan kepada
pemegang saham dan investor bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material dan kecurangan (Tee, 2019).
Bagi perusahaan go public yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
audit merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi (Palembangan & Dewi,
2017). Bahkan, perusahaan go public telah diwajibkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 29/POJK.04/2016 untuk
menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor. Laporan ini
nantinya akan berguna bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan terkait penyediaan sumber daya bagi perusahaan. Adanya permintaan
atas audit, maka auditor eksternal berhak untuk mendapatkan imbalan atas jasa
yang telah diberikan kepada perusahaan yaitu biaya audit atau audit fee.
Biaya audit merupakan dampak dari penilaian auditor atas lingkungan
pengendalian auditee dan penambahan biaya audit cenderung terjadi karena
auditee memandang perlu kualitas audit yang lebih baik. (Jizi & Nehme, 2018).
Dalam melaksanakan prosedur audit, dibutuhkan upaya audit dimana besarannya
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah risiko perusahaan.
Semakin tinggi risikonya, semakin tinggi pula upaya yang dibutuhkan oleh
auditor untuk memberikan opini audit yang sesuai (Ariningrum & Diyanty, 2017).
Walaupun dalam literatur audit menentukan bahwa upaya audit dan risiko audit
sebagai dua determinan utama biaya audit, kita tidak boleh melupakan pengaruh
CEO power atau kekuasaan CEO terhadap biaya audit (Tee, 2019).
Dewasa ini era digital yang ditandai dengan meningkatnya perkembangan
teknologi dan keterbukaan informasi menuntut para pengusaha untuk
mengembangkan usahanya menjadi lebih kompetitif dan memiliki daya saing
yang tinggi. Untuk mencapai kinerja perusahaan yang baik, peran CEO sebagai
pemimpin dan pengelola perusahaan dibutuhkan. Chief executive officer (CEO)
atau di Indonesia sering disebut sebagai direktur utama merupakan seseorang
yang memegang jabatan tertinggi dalam kegiatan operasional perusahaan,
bertanggung jawab terhadap rencana dan keputusan strategis serta sebagai
penghubung antara pihak internal dan eksternal (Sudana & Aristina, 2017).
Secara potensial, pemberian dampak dan penetapan strategi serta kinerja
perusahaan adalah kekuasaan yang dimiliki oleh CEO (Sudana & Aristina, 2017).
Finkelstein (1992) menjelaskan bahwa kekuasaan atau power yang dimiliki oleh
CEO ada empat yaitu structural power, ownership power, expert power, dan
prestige power. Structural power yaitu kekuasaan CEO yang berasal dari posisi
formalnya dalam perusahaan. Ownership power yaitu kekuasaan CEO melalui
kepemilikan saham perusahaan dan CEO sebagai pendiri perusahaan. Expert
power yaitu kekuasaan CEO berdasarkan pengalaman dan keahlian CEO. Dan
kekuasaan yang terakhir yaitu prestige power, kekuasaan yang berkaitan dengan
reputasi CEO yang diperoleh dari latar belakang CEO dan hubungannya dengan
pihak eksternal perusahaan.
Penyalahgunaan kekuasaan CEO baru-baru ini terjadi di Indonesia. Seperti
kasus laporan keuangan Garuda yang dianggap menyalahi peraturan dan
kemudian disusul dengan kasus penyelundupan onderdil motor Harley Davidson
dan sepeda Brompton yang mengakibatkan CEO Garuda Indonesia diberhentikan
oleh Menteri BUMN. Kasus lainnya terjadi pada CEO PT Hanson Internasional
Tbk yang terbukti melakukan pelanggaran pasal 107 UU Pasar Modal dan harus
bertanggung jawab atas kesalahan penyajian laporan keuangan tahunan per 31
Desember 2016. Tanggung jawab CEO telah diatur dalam Peraturan OJK Nomor
75/POJK.04/2017 tentang Tanggung Jawab Direksi Atas Laporan Keuangan yang
menyebutkan bahwa Direksi bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian
laporan keuangan perusahaan.
Kekuasaan CEO dilihat dari efek entrenchment dan efek penyelarasan
insentif secara tidak langsung dapat mempengaruhi penilaian auditor atas risiko
audit, jumlah upaya audit, dan biaya audit (Tee, 2019). Chief executive officer
(CEO) yang kuat dapat menawarkan arah yang konsisten dan kecepatan
pengambilan keputusan yang lebih cepat tetapi juga dapat mengambil salah
langkah strategis karena kurangnya pengawasan atau penyalahgunaan kekuasaan
untuk kepentingan mereka sendiri (Haynes et al., 2019). Penelitian yang
dilakukan oleh Wati et al. (2020) menemukan bahwa CEO memiliki kekuasaan
yang lebih besar daripada dewan komisaris dan komite audit. Ketika CEO
berkuasa, risiko pengendalian perusahaan akan dipandang oleh auditor lebih
tinggi karena CEO akan menghalangi efektivitas komite audit (Kim et al., 2017).
Risiko tersebut menyebabkan auditor menambah upaya audit sehingga besaran
biaya audit yang diminta menjadi lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Tee (2019) menemukan hal sebaliknya. Ia
menyatakan bahwa perusahaan dengan CEO yang kuat dikenakan biaya audit
yang lebih rendah karena mereka melaporkan kualitas akrual yang lebih tinggi,
tata kelola perusahaan yang lebih kuat, kinerja keuangan yang lebih tinggi, dan
leverage keuangan yang lebih rendah. Kekuasaan CEO berupa kepemilikan saham
perusahaan yang lebih tinggi, maka CEO memiliki kepentingan yang sama
dengan pemegang saham lainnya dan agency cost akan menjadi berkurang karena
CEO bekerja untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham (Sudana &
Aristina, 2017). Hal ini menurunkan risiko salah saji material dan pelaporan yang
mengandung kecurangan dari sudut pandang auditor (Tee, 2019). Penurunan
risiko mengakibatkan auditor membutuhkan waktu dan upaya yang lebih sedikit
sehingga biaya audit menjadi menurun.
Pengaruh CEO power terhadap audit fee juga dapat dipengaruhi oleh
faktor lain, salah satunya adalah kepemilikan keluarga. Perusahaan keluarga
bertindak atas biaya audit melalui keterlibatan keluarga dalam kepemilikan,
manajemen dan posisi dewan (Al-Okaily, 2020). Pemilik keluarga memiliki
insentif yang lebih kuat untuk melakukan pengawasan terhadap manajer secara
ketat, sehingga berdampak pada risiko salah saji material yang lebih rendah dalam
pelaporan keuangan, dan kemudian upaya audit menjadi berkurang (Ghosh &
Tang, 2015; Ho & Kang, 2015). Oleh karena itu, auditor diharapkan untuk
menetapkan biaya lebih sedikit untuk perusahaan keluarga (dibandingkan
perusahaan non-keluarga) karena mereka harus menyelesaikan pengujian
substantif yang lebih sedikit (lebih banyak) untuk mendapatkan tingkat jaminan
yang diinginkan (Ghosh & Tang, 2015).
CEO yang berasal dari anggota keluarga memungkinan CEO untuk
memiliki akses bebas terhadap informasi perusahaan. Hal ini dapat menurunkan
asimetri informasi kemudian masalah keagenan tipe I yang terjadi antara manajer
dan pemegang saham menjadi berkurang. Selain itu, menjadikan anggota keluarga
sebagai CEO dapat menjadi mekanisme di mana pemantauan manajemen mereka
dapat ditingkatkan oleh perusahaan milik keluarga dan kebutuhan pemantauan
eksternal menjadi berkurang sehingga biaya agensi menjadi lebih rendah karena
ikatan keluarga cenderung memberikan keselarasan yang lebih dekat antara
preferensi CEO dengan preferensi pemilik keluarga (Hope et al., 2012).
Hasil temuan Ali & Lesage (2014) menyatakan hal yang sama bahwa
biaya audit perusahaan keluarga termasuk diskon karena penurunan masalah
keagenan antara manajer dan pemegang saham yang menyebabkan upaya dan
risiko berkurang saat mengaudit perusahaan keluarga. Tidak hanya karena
menurunnya masalah keagenan, biaya audit juga menjadi lebih rendah ketika
perusahaan keluarga memiliki kualitas pelaporan keuangan yang superior (Ghosh
& Tang, 2015). Penyebabnya, CEO keluarga secara langsung memantau
manajemen sehingga risiko salah saji material dapat berkurang. Dengan demikian,
adanya upaya dan risiko yang berkurang maka auditor cenderung menetapkan
biaya audit yang rendah.
Berbeda dengan masalah keagenan tipe I, Ho & Kang (2015) menyatakan
ketika masalah keagenan tipe II dimiliki oleh perusahaan, prosedur untuk
mengurangi risiko audit ke tingkat yang dapat diterima akan lebih banyak
dilakukan oleh auditor. Lanjutnya, masalah entrenchment dalam perusahaan
keluarga dapat menimbulkan tingginya biaya audit. Hal ini dikarenakan CEO
yang sekaligus menjadi pemegang saham pengendali pada perusahaan keluarga
dapat melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan mengorbankan pemegang saham
minoritas untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Karena masalah keagenan tipe
II yang parah dan fungsi pengawasan komite audit yang lemah, auditor akan
membutuhkan audit tambahan dalam rangka melindungi kepentingan pemegang
saham minoritas dan menurunkan risiko audit menjadi tingkat yang dapat diterima
(Al-Okaily, 2020).
Hasil penelitian Tee (2018) yang dilakukan di Malaysia menyatakan
bahwa masalah keagenan Tipe II lebih dominan di negara berkembang.
Berdasarkan temuan tersebut maka sebagai Negara berkembang, perusahaan di
Indonesia pun dapat dimungkinkan akan mengalami masalah keagenan tipe II
yang sama. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bukti
empiris mengenai pengaruh CEO power terhadap audit fee dan untuk mengetahui
pengaruh kepemilikan keluarga pada hubungan CEO power terhadap audit fee di
Indonesia.
Penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2016-2017. Periode tersebut
diambil berdasarkan Berita Resmi Statistik No. 14/02/Th. XXI, 01 Februari 2018
mengenai pertumbuhan produksi industri manufaktur triwulan IV 2017, yang
menjelaskan bahwa periode 2017 pertumbuhan produksi industri manufaktur
mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni naik sebesar 4,74% terhadap
tahun 2016. Dan apabila dibandingkan lima tahun sebelumnya dari sekarang,
pertumbuhan pada periode tersebut adalah yang paling tinggi dibandingkan
dengan periode lainnya. Selain itu, menurut survei bisnis keluarga oleh PWC pada
tahun 2014 menyatakan bahwa sebesar 50% dari perusahaan dengan kepemilikan
keluarga di Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur.
1.2 Kesenjangan Penelitian
CEO power dan audit fee merupakan topik yang menarik untuk diteliti,
meskipun penelitian mengenai pengaruh CEO power terhadap audit fee masih
sedikit dijumpai. CEO power menurut Finkelstein (1992) diukur dengan empat
pengukuran antara lain structural power, ownership power, expert power, dan
prestige power. Namun, banyak penelitian terdahulu yang hanya menggunakan
beberapa pengukuran CEO power tersebut dan bersama variabel lain untuk
dikaitkan dengan variabel yang dapat mempengaruhi penentuan audit fee dan
sedikit penelitian terdahulu yang mengaitkannya secara langsung terhadap audit
fee.
Dalam penelitian Tee (2019) yang dilakukan di Malaysia, ditemukan
bahwa CEO power dikaitkan dengan audit fee yang lebih rendah. Selain itu, ia
juga menemukan bahwa kepemilikan keluarga dapat melemahkan hubungan
negatif antara CEO power dengan audit fee. Namun penelitian ini memiliki
kelemahan yakni penelitian yang dilakukannya berasumsi bahwa kepemilikan
keluarga adalah bagian kelompok homogen, namun pada kenyataannya usia
perusahaan keluarga mungkin berbeda, dan variasi tersebut dapat memberikan
hasil perusahaan yang berbeda.
Penelitian sebelumnya (Ho & Kang, 2015) menemukan bahwa perusahaan
di mana pemilik keluarga adalah pemegang saham terbesar cenderung
mempekerjakan auditor non-Big N dan membayar biaya audit yang lebih rendah.
Penelitian Khan et al., (2015) juga menemukan bahwa CEO keluarga pada
perusahaan keluarga cenderung mengeluarkan biaya audit yang lebih rendah dan
mempekerjakan auditor yang berkualitas lebih rendah. Selain itu, penelitian Al-
Okaily (2020) menemukan keterlibatan keluarga melalui posisi dewan komisaris
atau CEO dikaitkan dengan biaya audit yang lebih rendah.
Di sisi lain, penelitian Mitra et al., (2020) yang mengukur ceo power
dengan masa jabatan CEO menemukan bahwa biaya audit lebih tinggi dalam 3
tahun pertama layanan CEO karena CEO lebih cenderung mengambil risiko tinggi
dan mengelola pendapatan sehingga dapat memungkinkan tingginya kesalahan
laporan keuangan, dan biaya audit lebih tinggi pada tahun terakhir layanan CEO.
Penelitian Alhababsah (2019) juga menemukan bahwa terdapat hubungan
signifikan positif antara kepemilikan keluarga dengan kualitas audit yang
diproksikan dengan biaya audit.
Penelitian yang dilakukan (Lisic et al., 2016) menemukan bahwa
kekuasaan CEO dapat memoderasi efektivitas komite audit melalui saluran
berikut: (i) dengan menurunkan intensitas pengawasan komite audit, dan (ii)
dengan memberikan informasi akuntansi berkualitas rendah yang mengakibatkan
pengawasan menjadi lebih sulit. Penelitian tersebut dapat mengarah kepada
peningkatan risiko dan upaya audit sehingga dapat menjadikan biaya audit yang
dibayarkan lebih tinggi. Namun, penelitian lain seperti Ben Ali & Lesage (2013)
menemukan hubungan yang tidak signifikan terjadi antara biaya audit (LOGFEE)
dan perusahaan yang dikendalikan keluarga.
Adanya hasil temuan yang berbeda-beda pada penelitian sebelumnya
menjadikan peneliti termotivasi untuk menguji hubungan antara CEO power
terhadap audit fee dengan dimoderasi oleh kepemilikan keluarga.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, tujuan penelitian ini adalah
untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh CEO power terhadap audit fee
dengan menggunakan kepemilikan keluarga sebagai variabel moderasi.
1.4 Ringkasan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan data sekunder
yang diambil dari laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2017. Metode pengambilan
sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel
berdasarkan pada kriteria tertentu.
1.5 Kontribusi Riset
Penelitian ini memberikan kontribusi tambahan pada literatur terkait hubungan
CEO power terhadap penentuan biaya audit dan literatur terkait pengaruh
kepemilikan keluarga terhadap hubungan CEO power terhadap audit fee di
Indonesia.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang yang mendasari dilakukannya
penelitian ini berupa penjelasan mengenai fenomena CEO power yang dapat
mempengaruhi keputusan dalam menentukan audit fee dan kepemilikan keluarga
yang dapat mempengaruhi hubungan antara CEO power dan audit fee,
kesenjangan penelitian, tujuan penelitian, ringkasan metode penelitian, ringkasan
hasil penelitian, dan kontribusi riset.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang landasan teori yang mendukung penelitian, penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, dan perumusan hipotesis. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah audit pricing theory dan agency
theory.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan penelitian. Bab ini berisi informasi mengenai jenis dan pendekatan
penelitian, sumber data, populasi dan sampel, periode data penelitian, model
empiris, definisi operasional variabel, dan teknik analisis.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data, hasil pengujian statistik, dan
interpretasi hasil temuan. Hasil temuan selanjutnya dikaji apakah pertanyaan
penelitian telah terjawab, kemudian dihubungkan dengan teori, dan dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi ringkasan temuan penelitian, keterbatasan penelitian yang telah
dilakukan, dan saran yang diajukan kepada pengambil kebijakan (praktis) dan
peneliti selanjutnya (akademis).

Anda mungkin juga menyukai