PENDAHULUAN
Corporate governance adalah sebuah konsep yang didasarkan pada teori keagenan, yang
diharapkan dapat berfungsi sebagai suatu alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor
bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate
governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan
keuntungan bagi mereka, dan tidak akan mencuri, menggelapkan atau menginvestasikan ke
dalam proyek-proyek yang tidak akan menguntungkan berkaitan dengan dana (capital) yang
telah ditanamkan oleh investor, serta bagaimana para investor mengontrol para manajer (Saputri,
2009).
Pilar utama yang menyusun suatu sistem governance adalah penjabaran dari institusi
formal dalam sebuah negara modern yang mempunyai peran dalam penyusunan dan menentukan
segala keputusan yang akan diambil yang berdampak bagi masyarakat secara keseluruhan. Pilar
utama tersebut ada 3 (tiga), yaitu: administrative governance, political governance dan economic
governance. Dimana ketiga pilar tersebut memiliki peran khusus yang berbeda satu sama lain
tetapi fungsinya saling melengkapi dalam sebuah sistem governance (Emirzon, 2007).
Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance) menjadi fokus utama dalam pengembangan iklim usaha di Indonesia terutama
dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berbagai upaya telah dilaksanakan
dalam menunjang pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini diwujudkan dengan
berbagai organisasi dibidang corporate governance yang banyak terbentuk pada tahun 1999,
salah satunya pemerintah membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG). Pada November 2004, komite ini berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG), dimana lingkup tugasnya lebih luas tidak hanya membuat kebijakan
governance di sektor korporasi tetapi juga di sektor publik.
Kasus mengenai corporate governance mulai menjadi isu penting seiring dengan
terbukanya skandal keuangan pada tahun 2001 yang terjadi di perusahaan publik, yang
melibatkan manipulasi penggelembungan laba bersih PT. Kimia Farma Tbk. (Boediono, 2005).
Dengan adanya kasus tersebut, membuktikan bahwa penerapan corporate governance masih
sangat lemah, karena praktik manipulasi laporan keuangan masih tetap dilakukan walaupun
sudah menjauhi periode krisis, yaitu tahun 1997-1998. Bukti menunjukan lemahnya praktik
corporate governance di Indonesia mengarah pada defisiensi dalam pembuatan keputusan dan
tindakan perusahaan.
Kemudian di tahun 2008 adanya dugaan rekayasa laporan keuangan PT Waskita Karya,
diduga akibat dari lemahnya pengawasan terhadap internal perusahaan, dan penyalahgunaan
wewenang oleh dewan direksi (Putra, 2009). Implementasi corporate governance harus menjadi
corporate culture, tidak hanya sebagai formalitas saja untuk ke depannya. Hal tersebut menjadi
tantangan bagi kementrian BUMN yang sedang dalam proses reformasi birokrasi disetiap
BUMN. Dengan adanya kasus tersebut, membuktikan bahwa penerapan corporate governance
masih sangat lemah, karena praktik manipulasi laporan keuangan masih tetap dilakukan
walaupun sudah diterbitkannya regulasi yang mengatur praktik penerapan corporate governance.
Berdasarkan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) tahun 2001, corporate
governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka
atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Maka tidak bisa dipungkiri bahwa selama tahun-tahun terakhir ini, corporate governance
tetap popular. Corporate governance menjadi suatu kebutuhan bagi setiap pemangku
kepentingan didalamnya. Selain itu, corporate governance menjadi hal yang penting sebagai
kontrol terhadap pelaksanaan visi dan misi, serta memastikan terhadap keberlanjutan perusahaan.
Peningkatan nilai perusahaan yang tinggi merupakan tujuan jangka panjang yang
seharusnya dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya karena penilaian
investor terhadap perusahaan dapat diamati melalui pergerakan harga saham perusahaan yang
ditransaksikan di bursa untuk perusahaan yang sudah go public. Dalam proses memaksimalkan
nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik
perusahaan) yang sering disebut agency problem. Tidak jarang pihak manajemen yaitu manajer
perusahaan mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama
perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan
antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut
agency conflict, hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi,
sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang
dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan
penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga menurunkan
nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).
Earnings management dapat menimbulkan masalah masalah keagenan (agency cost) yang
dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham
(principal) dengan pengelola/manajemen perusahaan (agent). Manajemen selaku pengelola
perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada
pemegang saham sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen
melakukan praktek akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu.
Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang akan
mengakibatkan laba yang dilaporkan semu, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan
berkurang dimasa yang akan datang (Herawaty, 2008).
Beattie et al. (1994) dalam Mursalim (2010) menyatakan bahwa investor sering terpusat
perhatiannya pada informasi laba, akan tetapi tidak memperhatikan prosedur yang digunakan
untuk menghasilkan laba tersebut. Kecenderungan pemakai laporan keuangan hanya
memperhatikan laba yang terdapat dalam laporan laba rugi, mendorong timbulnya dysfunctional
behavior (perilaku yang tidak semestinya) yang dilakukan oleh manajemen. Situasi ini didasari
oleh manajemen terutama dari kalangan manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi
tersebut.
Dengan adanya dysfunctional behaviour dari pihak agent, menyebabkan timbulnya konflik
kepentingan antara pemegang saham dan manajemen. Konflik kepentingan dapat diakali dengan
mempengaruhi angka pada laporan keuangan (Windah dan Andono, 2013). Hal ini yang
mendorong manajemen perusahaan untuk melakukan beberapa tindakan yang dapat
meminimalkan konflik tersebut diantaranya tindakan perataan laba.
Perusahaan memperoleh sumber dana dari dalam perusahaan berupa penyusutan dan laba
ditahan, sedangkan sumber dana dari luar perusahaan berupa hutang dan penerbitan saham.
Hutang (leverage) adalah salah satu alat yang dipergunakan perusahaan untuk meningkatkan
modal mereka dalam rangka meningkatkan keuntungan. Hutang ini bisa berasal dari bank atau
pembiayaan lainnya. Pada umumnya perusahaan yang terlalu banyak melakukan pembiayaan
dengan hutang, dianggap tidak sehat karena dapat menurunkan laba. Peningkatan dan penurunan
tingkat hutang memiliki pengaruh terhadap penilaian pasar Kelebihan hutang yang besar akan
memberikan dampak yang negatif pada nilai perusahaan (Sari dan Abundati, 2014).
Selain leverage faktor lain yang dapat menentukan nilai perusahaan adalah pertumbuhan
perusahaan. Perusahaan yang besar lebih diminati daripada perusahaan kecil sehingga
pertumbuhan perusahaan sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan yang tumbuh
dengan cepat juga menikmati keuntungan dan citra positif yang diperoleh. Agar pertumbuhan
cepat tidak memiliki arti pertumbuhan biaya yang kurang terkendali, maka dalam mengelola
pertumbuhan, perusahaan harus memiliki pengendalian operasi dengan penekanan pengendalian
biaya. Pertumbuhan perusahaan yang semakin cepat dapat mencerminkan besarnya kebutuhan
dana jika perusahaan ingin melakukan perluasan usaha, sehingga mmperbesar pula keinginan
perusahaan untuk menahan laba (Sari dan Abundati, 2014)
Ukuran perusahaan turut menentukan nilai perusahaan. Semakin besar ukuran suatu
perusahaan maka perusahaan dianggap semakin mudah untuk mendapatkan sumber pendanaan
bagi operasional perusahaan. Semakin baik dan semakin banyaknya sumber dana yang diperoleh,
maka akan mendukung operasional perusahaan secara maksimum, sehingga akan meningkatkan
harga saham dari perusahaan. Oleh karena itu ukuran perusahaan dinilai dapat memengaruhi
nilai perusahaan. Harga saham adalah indikator nilai Perusahaan bagi Perusahaan yang
menerbitkan saham di pasar modal. Kinerja keuangan perusahaan memengaruhi harga saham
yang diperjual belikan di pasar modal. Dengan berubahnya posisi keuangan menjadi lebih baik,
akan memengaruhi harga saham, dan akan dinilai sebagai suatu pencapaian yang baik oleh calon
investor, sehingga calon investor tertarik membeli saham perusahaan tersebut (Pantow et al,
2015).
IICG dan majalah SWA memberikan apresiasi dan pengakuan kepada perusahaan-
perusahaan yang berkomitmen menerapkan GCG dan mengikuti program CGPI melalui
Indonesia Most Trusted Companies Awards. Pada tahun ini, CGPI mengangkat tema Good
Corporate Governance dalam perspektif penciptaan nilai. Secara khusus, tema ini menilai tata
kelola perusahaan dalam melakukan transformasi atas sumber daya yang dimiliki perusahaan
untuk menciptakan nilai tambah perusahaan secara etis dan bermartabat.
c. Bagi akademisi
Manfaat penelitian ini bagi akademisi adalah untuk melengkapi penelitian-penelitian
yang sudah ada sehingga dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai corporate
governance, firm size, financial leverage dan sales growth kaitannya terhadap nilai
perusahaan yang dimoderasi oleh earnings management.
1.5. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam tesis ini akan terdiri dari lima bagian yaitu sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian,
manfaat penelitian tentang hubungan corporate governance, firm size, financial
leverage dan sales growth kaitannya terhadap nilai perusahaan yang dimoderasi oleh
earnings management, dan sistematika penulisan.
Bab ini berisi tentang landasan teori yang digunakan dalam tesis ini secara menyeluruh
dan lengkap, penelitian-penelitian sebelumnya, hipotesis penelitian, dan kerangka
berfikir. Di sini dijelaskan masing-masing mengenai pemahaman corporate governance,
firm size, financial leverage dan sales growth kaitannya terhadap nilai perusahaan, dan
earnings management sebagai variabel moderasi. Selain itu juga dikemukakan kerangka
pemikiran dan hipotesis.
Dalam bab ini dikemukakan mengenai rancangan penelitian corporate governance dan
kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan serta kaitannya dengan earnings
management. Dijelaskan juga mengenai variabel dan pengukurannya, definisi
operasional variabel, teknik pengumpulan data dan metode analisis data.
Bab ini berisi tentang penjelasan dari data yang dimiliki beserta perhitungan dan
pengolahan dari data yang digunakan dalam penelitian. Kemudian hasil perhitungan itu
akan dianalisis sehingga permasalahan yang diajukan tentang pengaruh corporate
governance, firm size, financial leverage dan sales growth kaitannya terhadap nilai
perusahaan yang dimoderasi oleh earnings management.