PENDAHULUAN
Dunia perindustrian bergerak dan berkembang sangat cepat, hal ini menyebabkan
persaingan yang semakin kompetitif. Banyak kesulitan dan tantangan yang akan dihadapi
perusahaan saat bertahan ditengah persaingan bisnis. Berdasarkan data riset IHS Markit ada
beberapa masalah yang dialami perusahaan manufaktur di penghujung kuartal ke-III tahun
2019 (Rahayu, 2019). Masalah-masalah tersebut seperti adanya tekanan biaya jual karena
perusahaan memberikan diskon untuk meningkatkan volume penjualan, terdapat kenaikan
harga bahan baku sehingga perusahaan mengurangi aktivitas pembelian, dan inventaris yang
menumpuk di tengah penjualan melemah (Rahayu, 2019). Stabilitas produksi di industri
manufaktur juga terganggu akibat pandemi COVID-19 ini. Banyak bahan baku impor seperti
dari negara China dan negara-negara lain menerapkanlockdown sehingga pendistribusian
bahan baku terkendala. Melemahnya nilai rupiah terhadap dolar juga menjadi pertimbangan
perusahaan dalam mengontrol harga pokok produk.
Ketika perusahaan tidak dapat mengikuti perkembangan jaman dan tidak dapat
mengatasi kesulitan yang terjadi, akan berdampak pada pendapatan yang akan dihasilkan di
masa yang akan datang. Kesulitan dalam mendapatkan penghasilan akan menyebabkan
kekurangan modal usaha yang nantinya berimbas juga pada operasi bisnis perusahaan yang
akan terhambat. Perusahaan yang tidak dapat mengatasi kesulitan keuangan (financial
distress) yang terjadi dan tidak dapat memperbaiki kinerjanya akan berdampak pada
kelangsungan usahanya dimasa mendatang.
Kemungkinan terbesar bagi sebuah perusahaan jika tidak dikelola dengan baik adalah
kesulitan keuangan. Financial distress adalah situasi di mana dapat membuat perusahaan
memburuk dalam kondisi keuangan dan akan bangkrut dalam waktu yang cepat atau lambat.
Perusahaan yang dinyatakan tertekan secara finansial seringkali tidak dapat memenuhi urusan
keuangan yang terkait dengan usaha tersebut. Dalam hal ini, perusahaan tidak lagi mampu
memenuhi kas atau keuangan, untuk membayar kewajiban atau hutang jangka pendek dan
jangka panjang. Hal ini menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Penyebab
kesulitan keuangan dapat ditelusuri dengan mengkaji penerapan tata kelola perusahaan, di
mana tata kelola perusahaan berperan dalam membimbing dan mengendalikan operasi bisnis.
Di dalam tata kelola perusahaan yang baik memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan melalui struktur pengawasan, keuangan perusahaan, pembiayaan perusahaan, dan
perilaku pemegang saham.
. Salah satu strategi yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya
adalah dengan menerapkan sebuah tata kelola perusahaan yang baik di dalamnya (Perdana
dan Rahardja, 2014). Salah satu penyebab dalam terjadinya krisis ekonomi di Indonesia
menurut Hamdani (2016: 1) adalah lemahnya tata kelola perusahaan dan etika yang
mendasarinya. Kehadiran Corporate Governance dalam pemulihan yang saat itu menjadi
permasalahan yang krisis di Indonesia mutlak diperlukan, sebagaimana Corporate
Governance memerlukan manajemen yang baik dalam suatu organisasi. Pemerintah dan
investor mulai memberikan perhatian khusus pada praktik yang baik tentang tata kelola
perusahaan.
. Dalam tata kelola perusahaan yang baik, terdapat mekanisme pengawasan dan
pengendalian yang harus dijalankan. Dalam hal ini, ketika praktik tata kelola perusahaan
lemah, maka akan mendevaluasi perusahaan sehingga mengancam kelangsungan investasi
yang akan ada di perusahaan (Perdana dan Raharja, 2014). Beberapa penelitian seperti yang
dilakukan oleh (Alba Maria Priego, 2016) yang mengeksplorasi beberapa mekanisme tata
kelola perusahaan (kepemilikan dan karakteristik dewan) di perusahaan yang terdaftar di
Spanyol dan dampaknya terhadap kemungkinan kesulitan keuangan. Mendapatkan hasil
bahwa konsep kebangkrutan yang lebih luas digunakan untuk mendefinisikan kegagalan
bisnis. Mempekerjakan beberapa model logistik bersyarat, serta studi lain sebelumnya
tentang kebangkrutan, hasilnya mengkonfirmasi bahwa dalam situasi sulit sebelum
kebangkrutan, dampak kepemilikan dewan dan proporsi direktur independen pada
kemungkinan kegagalan bisnis serupa dengan yang diberikan dalam situasi yang lebih
ekstrim.
Kemudian (Noriza Mohd Nasir and Mazurina Mohd Ali, 2011) Menyatakan bahwa
board size perusahaan sehat lebih besar dibandingkan dengan perusahaan financial distress.
Selain itu, untuk aktivitas dewan, lebih signifikan pada 1% untuk aktivitas dewan perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan dan perusahaan yang tidak mengalami tekanan
keuangan. Hal ini mengungkapkan bahwa lebih banyak pertemuan diadakan oleh perusahaan
dalam situasi kesulitan keuangan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengalami
tekanan keuangan.
Dengan dibuatnya latar belakang permasalahan yang telah disampaikan diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut:
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah diuraikan sebelumnya
maka dibuat tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Financial Distress
2) Untuk mengetahui pengaruh Komisaris Independen terhadap Financial Distress
3) Untuk mengetahui pengaruh Komite Audit terhadap Financial Distress
4) Untuk mengetahui pengaruh Kepemilikan Institusional Asing terhadap Financial
Distress
4.1. Manfaat Penelitian
1) Bagi penulis
Manfaat bagi penulis untuk menerapkan ilmu dan teori-teori yang telah didapat
selama proses pembelajaran ketika diperkuliahan serta menambah pengetahuan dan wawasan
yang lebih luas mengenai peranan Corporate Governance dalam upaya pencegahan
terjadinya Financial Distresss.
2) Bagi pembaca
TINJAUAN PUSTAKA
Teori keagenan, hubungan agent muncul ketika satu orang atau lebih
memperkerjakan orang lain untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Baik
principal maupun agent merupakan pemaksimuman kesejahteraan diri sendiri,
sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan
terbaik principal (Jensen and Meckling dalam Widyasaputri, 2012). Inti dari
hubungan keagenan adalah terdapat pemisahan antara kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan. Pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan
untuk memperkecil asimetris informasi dan untuk memastikan bahwa pengelolaan
dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang
berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency cost yaitu biaya
yang mencakup pengeluaran untuk pengawasaan oleh pemegang saham dan biaya
yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan
(Kusanti, 2015).
Dapat disimpulkan bahwa teori keagenan muncul karena adanya konflik
kepentingan didalam perusahaan antara principal dan agent untuk menguntungkan
diri sendiri, konflik dapat terjadi karna asimetri informasi yaitu hanya satu pihak
saja yang lebih banyak mengetahui tentang informasi yang ada dalam perusahaan.
Untuk mengurangi terjadinya masalah keagenan dapat diatasi dengan menerapkan
good corporate governance sehingga tidak terjadi masalah yang berkelanjutan.
1. Kepemilikan institusional
2. Kepemilikan manajerial
3. Jumlah dewan komisaris
4. Jumlah dewan direksi dalam perusahaan dalam pengukuran
5. Proporsi dewan komisaris independen
6. Komite audit dalam perusahaan
7. Biaya agensi manajerial
Sesuai dengan ketentuan di Pasar Modal dalam Surat Direksi PT. Bursa
Efek Jakarta Nomor : KEP-399/BEJ/07-2010 tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa poin C yang mengatur hal-hal mengenai
komisaris independen, komite audit, dan sekretaris perusahaan, menjelaskan
bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perisahaan yang baik (good
corporate governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen
yang jumlahnya secara proposional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki
oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris
independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.
Kriteria komisaris independen yang telah diatur dalam peraturan BEJ, Kep
316/BEJ/062000 tanggal 30 Juni 2000 adalah :
Financial distress adalah suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan
tidak memadai untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang
dagang atau beban bunga) dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan
(Hapsari, 2012). Kebangkrutan adalah situasi dimana perusahaan mengalami
kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan
usahanya, akibat yang lebih serius dari kebangkrutan adalah berupa penutupan
usaha atau likuidasi. Menurut Platt dan Platt (dalam Almilia, 2004) menyatakan
kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah:
Z-score = 1,2 (X1) + 1,4 (X2) +3,3 (X3) + 0,6 (X4) + 1 (X5)
Total aset
Rasio X2 = Laba ditahan x 100%
Total aset
Penjualan x 100%
Rasio X5 =
Total aset
Keadaan dimana realized rate of retrun dari modal yang diinvestasikan secara
signifikan terus menerus lebih kecil dari rate of retrun pada investasi sejenis.
1. Dilihat dari aliran kas sekarang/untuk saat ini atau dimasa yang akan
datang
2. Strategi perusahaan yaitu dilihat dari analisis yang dilakukan oleh
perusahaan dalam fokus menghadapi persaingan.
3. Kualitas dari manajemen perusahaan dalam operasional.
4. Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya.
Financial distress dapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam
perusahaan sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal). Damodaran
(2001) menyatakan, faktor penyebab financial distress dari dalam perusahan lebih
bersifat mikro, faktor-faktor dari dalam perusahaan tersebut adalah :
terbukti tidak
mempengaruhi
terjadinya
financial distress.
3 Kurniasari Variabel Dependen: Regresi Hasil dari
(2009) penelitian tersebut
Financial Distress Logistik tidak berhasil
membuktikan
Variabel
satupun hubungan
Independen:
antara variabel
kepemilikan independen dan
manajerial, dependennya.
kepemilikan
institusional,
komisaris
independen,
managerial agency
cost, dan opini audit
going concern.
variabel kontrol yaitu
financial leverage,
likuiditas, dan profit
margin
(2012) menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi dewan komisaris maka akan
yang dapat mengurangi masalah dalam teori agensi. Selain adanya pengawasan
dilakukan oleh pihak eksternal yang independen agar keputusan yang diambil
mereka (Jensen dan Meckling, 1976). Teori keagenan menilai bahwa semakin
besar proporsi komisaris independen pada dewan komisaris maka semakin baik
yang berarti besarnya proporsi komisaris independen pada jajaran dewan dapat
distress.
timbul pada suatu perusahaan yang apabila terjadi masalah keuangan terus
Hal ini terjadi karena apabila manajer memiliki proporsi kepemilikan saham
perusahaan yang semakin besar, maka hal tersebut akan mendorong manajemen
perusahaan berada pada posisi tekanan keuangan juga banyak dipengaruhi oleh
pemilik saham tersebut akan mempunyai hak untuk memberikan tekanan atau
keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi
yang dilakukan terhadap perusahaan yang pada akhirya akan mampu mendorong
berikut.
komite audit yang efektif dapat mengubah kebijakan yang berbeda dalam
pencapaian laba akuntansi beberapa tahun kedepan. Efektivitas komite audit dapat
akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena komite memiliki sumber
2013). Untuk membuat komite audit yang efektif dalam mengelola perusahaan,
komite harus memiliki anggota yang cukup dan berkompeten untuk melaksanakan
keagenan yang timbul pada suatu perusahaan apabila terjadi terus menerus dapat
hazard, selain itu apabila penggunaan sumber daya berlebihan tidak seimbang
agensi manajerial mecakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham, biaya
termasuk biaya audit independen dan pengendalian internal serta biaya yang
METODOLOGI PENELITIAN
Dewan direksi sangat penting di dalam corporate governance yang bertugas dan
direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas
dan wewenangnya (Wardhani, 2006). Ukuran dewan direksi dilihat dari laporan tahunan
perusahaan masing-masing. Dewan direksi dalam penelitian ini diukur dengan menghitung
dewan komisaris diukur dengan menghitung jumlah dewan komisaris yang ada dalam
perusahaan pada perode t (Wardhani, 2006). Mengukur dewan komisaris dilihat dari laporan
tahunan perusahaan yang mencatat berapa jumlah dewan komisaris pada perusahaan.
mayoritas, tetapi dapat sebagai penengah dalam masalah keagenan. Variabel ini diukur
manajer, direktur, dan komisaris yang diukur dari jumlah saham manajemen. Variabel ini
diukur dengan menggunakan rasio antar jumlah saham yang dimiliki manajer ataudireksi dan
dewan komisaris terhadap total saham yang beredar (Rustendi dan Jimmi, 2008). Menurut
Wardhani (2006) kepemilikan manajerial diukur dari persentase tingkat kepemilikan dewan
pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang saham publik. Kepemilikan institusional diukur
dengan menggunakan rasio antara jumlah lembar saham yang dimiliki oleh institusi terhadap
jumlah lembar saham perusahaan yang beredar secara keseluruhan (Ujiyantho dan
Pramuka,2007).
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang bertugas untuk
membantu dewan komisaris untuk menjalankan tugas dalam penelitian laporan keuangan dan
tanggung jawab pengawasan dalam perusahaan. Didalam komite audit harus ada salah satu
anggota yang mempunyai kemampuan akuntansi dan keuangan. Penelitian ini mengukur
komite audit dengan membandingkan banyaknya komite audit independen dengan seluruh
komite
audit.
Dalam penelitian ini pengukuran biaya agensi manajerial berdasarkan rasio beban
administrasi dan umum terhadap total penjualan. Biaya yang dikeluaran pemegang saham
untuk menghindari konflik keagenan semuanya masuk kedalam biaya administrasi. Maka
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress atau kesulitan
perusahaan yang diteliti ditahun yang akan akan. Artinya Altman Z-score berguna untuk
I. Almant pada tahun 1986, sehingga disebut dengan sebutan Almant Z-score. Model ini
Analysis. Model ini digunakan untuk mengetahui apakah suatu perusahaan berpotensi
mengalami kebangkrutan atau tidak. Model ini mengalami pembaharuan pada tahun 1984
yaitu menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dibeberapa negara (Supardi dan Mastuti, 2003).
bangkrut atau perusahaan pada grey area. Dalam penelitian Christyan (2017) Model Z-Score
menggunakan metode Multiple Discriminant Analysis dengan lima jenis rasio keuangan
yaitu:
1. Working Capital to Total Assets Ratio (X1) adalah proporsi modal kerja bersih (selisih
aktiva lancar dengan hutang lancar) terhadap total aktiva, dan diukur dalam satuan persen.
Total Assets
2. Retained Earning to Total Assets Ratio (X2) adalah proporsi laba ditahan terhadap total
Total Assets
3. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3) adalah proporsi laba sebelum
bunga dan pajak terhadap total aktiva, dan diukur dalam satuan persen. Rumus (Altman,
2000) :
Earning Before Interest anf Tax to Total Assets Ratio= EBIT x 100%
Total Assets
4. Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (X4) adalah proporsi nilai pasar
sekuritas tehadap nilai pasar utang, dan diukur dalam satuan persen.
Market Value of Equity to Book Value of Liabilities = Market Value of Equity x 100%
5. Sales to Total Assets (X5) adalah proporsi penjualan terhadap total aktiva dan diukur
Total Asset
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder ,dimana data berupa laporan
keuangan tahunan perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI pada periode 2014-2016. Data
tersebut dapat diperoleh dengan mengkases situs web www.idx.co.id dan situs perusahaan
yang bersangkutan.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2014-2016. Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada metode purposive
sampling, yaitu dengan menggunakan beberapa kriteria tertentu yang harus dipenuhi
perusahan agar dapat digunakan sebagai sampel. Kriteria penarikan sampel yang diterapkan
2. Perusahaan yang memiliki data laporan keuangan yang telah diaudit periode yang
3. Menggunakan mata uang rupiah sebagai mata uang dalam pelaporannya. Terdapat 20
Dalam penelitian ini data berasal dari laporan keuangan tahunan perusahaan BUMN yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) setiap akhir tahun selama masa penelitian yaitu dari
tahun 2014 sampai 2016. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan mengumpulkan data
empiris dan studi pustaka. Pengumpulan data empiris dilakukan dengan mengumpulkan
sumber data yang dibuat oleh perusahaan seperti laporan tahunan perusahaan. Studi pustaka
menggunakan beberapa literatur seperti jurnal, artikel, dan literatur lain yang berhuibungan
Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dapat
dilihat dari nilai rata-rata (mean), deviasi standar, maksimum, dan minimum. Pada penelitian
ini analisis statistik dilakukan pada variabel dependen yaitu kesulitan keuangan dan variabel
independen yaitu dewan direksi, dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit dan biaya agensi manajerial
Dalam upaya menjawab permasalahan dalam penelitian ini maka digunakan analisis
regresi linear berganda (Multiple Regression). Analisis regresi pada dasarnya adalah studi
mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel
independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau
memprediksi rata-rata populasi atau nilainilai variabel dependen berdasarkan nilai variabel
independen yang diketahui (Ghozali, 2005).
Untuk regresi yang variabel independennya terdiri atas dua atau lebih, regresinya
disebut juga regresi berganda. Oleh karena variabel independen diatas mempunyai variabel
yang lebih dari dua, maka regresi dalam penelitian ini disebut regresi berganda. Persamaan
Regresi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
independen atau bebas.
Keterangan:
Y = Financial Distress
X1 = Dewan Direksi
X2 = Dewan Komisaris
X4 = Kepemilikan Manajerial
X5 = Kepemilikan Institusional
X6 = Komite Audit
α = Konstanta
b1, b2,b3,b4.. = Koefisien regresi
e = Standar eror
3.5.2 Uji (Parsial) t
Uji t yaitu suatu uji untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas secara parsial
semua variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan pengolahan data melalui
SPSS, koefisien determinasi ganda (R²) adalah angka yang menunjukkan berapa % variabel
terikat yang dipengaruhi oleh variabelvariabel independen, atau dari 100% variabel l-
variabel yang berpengaruh terhadap variabel dependen, sekian % dipengaruhi oleh variabel
dependen, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui karena tidak
dimasukan kedalam data. Semakin besar nilai koefisien determinasi ganda (R²), maka sangat
kuat dan sempurna model tersebut. Sebaliknya jika semakin kecil (0) nilai koefisien
determinasi ganda (R²), maka semakin buruk model tersebut. Secara umum dapat dikatakan
bahwa besarnya koefisien determinasi ganda (R²) berada 0 sampai 1 atau 0 < R² < 1.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. N. (2006). Board structure and ownership in Malaysia: the case of distressed
listed companies. Corporate Governance, 6(5), 582–594.
https://doi.org/10.1108/14720700610706072
Agustini, N. W., & Wirawati, N. G. P. (2019). Pengaruh Rasio Keuangan Pada Financial
Distress Perusahaan Ritel Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). E-
Jurnal Akuntansi, 26, 251. https://doi.org/10.24843/eja.2019.v26.i01.p10
Ahmad, A. R., Azhar, Z., & Wan-Abu-Bakar, W. A. (2010). Cash-flows ratios as predictors
of corporate failure. ISIEA 2010 - 2010 IEEE Symposium on Industrial
Electronics and Applications, October, 255–258.
https://doi.org/10.1109/ISIEA.2010.5679459
Alimilia, L. S., & Kristijadi. (2017). Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi
Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
JAAI, 7(2), 183–210. https://doi.org/10.23969/jrbm.v10i2.445
Altman, E. I. (2002). Revisiting Credit Scoring Models in a Basel 2 Environment. NYU
Working Paper, May. Andre, O., & Taqwa, S. (2014). Pengaruh Profitabilitas,
Likuiditas, dan Leverage Dalam Memprediksi Financial Distress. Wahana Riset
Akuntansi, 2(1).
Armadani, Fisabil, A. I., & Salsabila, D. T. (2021). Analisis Rasio Kebangkrutan Perusahaan
pada Masa Pandemi. Jurnal Akuntansi, 13(1), 99–108.
Assaji, J. P., & Machmuddah, Z. (2019). Rasio Keuangan Dan Prediksi Financial Distress.
Jurnal Penelitan Ekonomi Dan Bisnis, 2(2), 58–67.
https://doi.org/10.33633/jpeb.v2i2.2042
Aznedra, A., & Putra, R. E. (2020). Analisis Laporan Keuangan Untuk Menilai Kinerja
Perusahaan Menggunakan Analisis Rasio Profitabilitas Pada Pt Putra Kundur
Transportasi Batam. Measurement: Jurnal Akuntansi, 14(1), 55–62.
https://doi.org/10.33373/mja.v14i1.2438
Bachri, S., Susono, J., Alethea, M., Habibah, S., & Darwis, I. (2021). The Effect of Leverage,
Profitability, Agency Cost, and Inflation Rate in Predicting Company Factor of
the Financial Distress with Interest Rate Volatility as Moderating Variable. The
International Journal of Social Sciec, 3(1), 86–97.
https://doi.org/10.5281/zenodo.4551656
Badan Pusat Statistik (BPS). (2020). Analisis Hasil Survei Dampak COVID-19. BPS RI.
Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2019). Fundamentals of Financial Management (15th ed.).
CENGAGE Learning.
Casey, C. J., & Bartczak, N. J. (1984). Cash Flow—It’s Not the Bottom Line. Harvard
Business Review, 6. https://hbr.org/1984/07/cash-flow-its-not-the-bottom-line
Cinantya, I. G. A. A. P., & Merkusiwati, N. K. L. A. (2015). Pengaruh Corporate
Governance, Financial Indicators, dan Ukuran Perusahaan pada Financial
Distress. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 10(3), 897–915.
Diakomihalis, M. N. (2012). The Accuracy of Altman’s Models in Predicting Hotel
Bankruptcy. International Journal of Accounting and Financial Reporting, 2(2),
96. https://doi.org/10.5296/ijafr.v2i2.2367
Dirman, A. (2020). Financial distress: the impacts of profitability, liquidity, leverage, firm
size, and free cash flow. International Journal of Business, Economics and Law,
22(1), 17–25.
Dwijayanti, P. F. (2010). Penyebab, Dampak, dan Prediksi dari Financial Distress serta Solusi
untuk Mengatasi Financial Distress. Jurnal Akuntansi Kontemporer, 2(2), 191–
205.
Fahlevi, M. R., & Marlinah, A. (2019). The Influence of Liquidity, Capital Structure,
Profitability 732 Aurellie Zulfa Islamy dkk/Jurnal Akuntansi, Perpajakan, dan
Auditing, Vol. 2, No. 3, Desember 2021, hal 710-734 and Cash Flows on the
Company’S Financial Distress. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 20(1), 59–68.
https://doi.org/10.34208/jba.v20i1.409
Fathonah, A. N. (2016). Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Financial
Distress. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 1(2), 133–150.
Fitri, M. A., & Dillak, V. J. (2020). Arus Kas Operasi, Leverage, Sales Growth Terhadap
Financial Distress. Jurnal Riset Akuntansi Kontemporer, 12(2), 60–64.
https://doi.org/10.23969/jrak.v12i2.3039
Ghozali, I. (2020). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 25 (IX).
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Giarto, R. V. D., & Fachrurrozie, F. (2020). The Effect of Leverage, Sales Growth, Cash
Flow on Financial Distress with Corporate Governance as a Moderating Variable.
Accounting Analysis Journal, 9(1), 15–21.
https://doi.org/10.15294/aaj.v9i1.31022
Hapsari, E. I. (2012). Kekuatan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kondisi Financial
Distress Perusahaan Manufaktur di BEI. Jurnal Dinamika Manajemen2, 3(2),
101–109.
Hilman, C., & Laturette, K. (2021). Analisis Perbedaan Kinerja Perusahaan Sebelum dan Saat
Pandemi COVID-19. BALANCE: Jurnal Akuntansi, Auditing Dan Keuangan,
18(1), 91–109.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 305–360.
Kamaluddin, A., Ishak, N., & Mohammed, N. F. (2019). Financial distress prediction through
cash flow ratios analysis. International Journal of Financial Research, 10(3), 63–
76. https://doi.org/10.5430/ijfr.v10n3p63
Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D. (2002). Intermediate Accounting (2nd ed.).
Wiley.
Komarudin. (2020). Hotel Terkenal di Malaysia Tutup Setelah 41 Tahun Beroperasi Akibat
Pandemi Corona COVID-19. Liputan6.
Spence, M. (1972). Job Market Signaling. Quarterly Journal of Economics, 355–374.
Sudaryanti, D., & Dinar, A. (2019). Analisis Prediksi Kondisi Kesulitan Keuangan dengan
Menggunakan Rasio Likuiditas, Profitabilitas, Financial Leverage dan Arus Kas.
Jurnal Ilmiah Bisnis Dan Ekonomi Asia, 13(2), 101–110.
https://doi.org/10.32812/jibeka.v13i2.120
Sugiyono, S. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). ALFABETA, cv.
Syuhada, P., Muda, I., & Rujiman. (2020). Pengaruh Kinerja Keuangan dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real
Estate di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 8(2), 319–
336.