Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kapabilitas manajemen yang baik dalam mengolah asset perusahaan sangat
diandalkan oleh perusahaan tersebut dan tercermin di dalam pelaporan keuangan yang
dibuat (Pratanda & Kusmuriyanto, 2014). Pelaporan yang bersifar keuangan
berisikan informasi yang akan digunakan oleh pihak internal dan eksternal dari
perusahaan untuk menentukan keputusan yang akan diambil kedepannya. Laporan
keuangan harus sesuai dengan tujuan, aturan dan regulasi, Laporan keuangan yang
dibuat haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan berguna untuk semua
pengguna laporan tersebut (Deviyanti, 2013). Informasi pendapatan dari
perusahaan merupakan pusat pelaporan keuangan dan hal tersebut dapat
menggambarkan tentang performa keuangan perusahaan untuk satu masa tertentu
(Alhayati, 2013).
Prudence akuntansi atau prinsip kehati-hatian di gunakan dalam menilai
suatu aktiva yang mana penilaian tersebut diperlukan dalam aktifitas ekonomi
yang penuh akan ketidakpastian. Penerapan prudence pada akuntansi biasanya
digunakan untuk menilai akun akun tertentu. Dampak dari penerapan prinsip
prudence akuntansi sendiri banyak menghasilkan pendapat yang berbeda-beda.
Keadaan aktifitas bisnis yang selalu dilingkupi akan ketidakpastian mengharuskan
statemen keuangan untuk disajikan secara konservatif (Rohminatin dan Rahayu,
2018). Di satu sisi, penerapan prudence akuntansi dinilai akan menguntungkan
perusahaan karena memperkecil peluang manajer untuk bersikap opportunis di
luar kontrak yang telah disetujui, namun di sisi lain penerapan prudence dinilai
merugikan karena menghasilkan angka laba yang cenderung kecil.
Prinsip konservatisme kini telah digantikan dengan prudence. Perbedaan
antara keduanya adalah pada konservatisme, pengakuan pada pendapatan baru
bisa dilakukan jika benar benar sudah terjadi, namun beban boleh diakui
meskipun masih berupa kemungkinan, sedangkan pada prinsip prudence,

1
2

pendapatan boleh diakui meskipun belum benar benar terealisasi namun harus
memenuhi kriteria pengakuan yang berlaku. Tidak terpenuhinya kriteria yang
berlaku pada pendapatan akan membuat pendapatan tersebut tidak bisa diakui
(Risdiyani & Kusmuriyanto, 2015).
Kurangnya pemahaman mengenai pentingnya penerapan prudence akuntansi
menimbulkan berbagai fenomena kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Fenomena kecurangan dalam pelaporan keuangan pernah menimpa PT Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk yang terungkap di tahun 2019 berupa praktik pembesaran
dana sebesar Rp 4 triliun pada laporan keuangan tahun 2017. Manipulasi
pendapatan senilai Rp 662 miliar dan penggelembungan lain senilai Rp 329 miliar
juga ditemukan di akun EBITDA (earning before income tax, depreciation, and
amortization) pada sektor makanan perusahaan tersebut. Di mata kreditur dan
debitur, angka laba yang terlihat besar memang akan membuat perusahaan tampak
lebih berkompeten dalam memenuhi kewajibannya, namun kecurangan akibat
kurangnya penerapan prinsip prudence berupa overstate laba justru akan lebih
merugikan perusahaan.
Kecenderungan manajemen untuk melaporkan laba yang dibesar besarkan
merupakan dampak dari asimetri informasi dimana pihak manajerial memiliki
lebih banyak informasi tentang keadaan di lapangan dibandingkan prinsipal.
Penerapan prudence diperlukan untuk meminimalisir dampak dari tidak
meratanya persebaran informasi (Tuffour & Oppong, 1997). Pengakuan
pendapatan dan beban-beban secara konservatif akan menghasilkan angka yang
wajar dalam pelaporan serta informasi yang disajikan menjadi lebih berkualitas.
Penerapan prinsip prudence juga akan meningkatkan reliabilitas laporan keuangan
dalam pembuatan keputusan oleh pemegang saham.
Penerapan konsep prudence tidak lepas dari teori agensi, teori tersebut
dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976), menjelaskan tentang relasi antara
prinsipal (shareholder) dan agen (manajer). Prinsipal mendelegasikan otoritasnya
pada agen dalam mengelolah asset perusahaan dan pembuatan keputusan, namun
manajer memiliki tujuan, serta kepentingan yang berbeda dengan pemegang
saham akan menimbulkan konflik kepentingan. Agen sebagai pemangku
3

wewenang dalam mengelola perusahaan pastinya lebih mengetahui keaadaan


perusahaan yang sebenarnya daripada prinsipal, ketidak merataan informasi ini
disebut dengan asimetri informasi (Jensen dan Meckling 1976). Perbedaan
pendapat antara pihak prinsipal dan agen di dalam teori agensi dapat
mempengaruhi kualitas laba yang akan dilaporkan oleh suatu perusahaan.
Menurut Aristiani, Suharto, dan Sari (2017) teori keagenan mendeskripsikan suatu
perjanjian antara kedua belah pihak dapat dirancang sedemikian rupa agar ke tidak
merataan persebaran informasi dapat di minimalisir.
Teori agensi menjadi dasar dari konsep good corporate governance dan
digunakan untuk memahami konsep tersebut (Pratiwi, 2016). Corporate
governance dapat dikatakan sebagai suatu mekanisme tata kelola pada perusahaan
yang mana meliputi serangkaian relasi yang terbentuk antar pihak dewan
komisaris, pihak manajemen, dan pihak stakeholder atau pemegang saham
lainnya. Pada penerapannya, good corporate governance memiliki beberapa
mekanisme internal, salah satunya adalah kepemilikan manajerial (Sutedi, 2012).
Kepemilikan manajerial merupakan manifestasi dari adanya transparansi GCG.
Transparasi tersebut sangat diperlukan dalam mengelola perusahaan
meminimalisir adanya konflik kepentingan antara pemangku wewenang dan
pemilik perusahaan.
Kepemilikan manajerial menjadi salah satu faktor pihak manajer dalam
menerapkan prudence. Kepemilikan manajerial ini menjadikan manajer dapat
berperan sebagai pemegang saham sehingga pihak manajer akan bekerja dengan
lebih berhati – hati dalam mengambil keputusan (Fahrida dan Priyadi 2021).
Besarnya kepemilikan manajerial juga berbanding lurus dengan besarnya rasa
kepemilikan bersama perusahaan, hal tersebut akan menjadi dorongan tersendiri
bagi manajer untuk mengembangkan perusahaan menjadi lebioh baik
dibandingkan dengan memperoleh bonus dari pememenuhan target laba (Angga
Alfian, 2021).
Kepemilikan manajerial penting bagi perusahaan karena berperan sebagai
mekanisme monitoring dan pengendalian internal untuk mengurangi konflik
kepentingan antara berbagai pihak. Besarnya kepemilikan manajerial merupakan
4

faktor internal yang menentukan majunya suatu perusahaan (Utama, 2014).


Padmawati dan Fachrurrozie (2015) serta Rahmadhani dan Arkanuddin (2015)
dalam penelitiannya menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
terhadap prudence akuntansi dalam penyajian laporan keuangan. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Viola dan Patricia (2016) serta Ursula (2018)
menunjukan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap prudence
akuntansi.
Financial distress dapat muncul karena adanya kondisi keuangan yang
bermasalah, kondisi keuangan yang tidak baik tersebut jika tidak diselesaikan
akan memperbesar kemungkinan terjadinya kebangkrutan (Fitriani & Ruchjana,
2020). Financial Distress dimulai ketika pembayaran liabilitas suatu perusahan
tidak terpenuhi atau ketika estimasi cash flow menunjukkan bahwa perusahaan
tidak mampu untuk segera memenuhi kewajibannya. Kewaspadaan akan keadaan
kesulitan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan karena jika sudah terjadi,
maka calon kreditor dan investor akan lebih ragu untuk memberi pinjaman
maupun menginvestasikan asetnya kepada perusahaan.
Pemegang saham akan cenderung memberi reaksi negatif dengan keadaan
financial distress. Manajemen perusahaan perlu segera berindakan dalam
menyelesaikan masalah financial distress serta mencegah kebangkrutan.
Financial Distress dapat menstimulasi stakeholder untuk mengganti manajerial
yang dianggap tidak kompeten dalam menjalankan fungsinya. Hal tersebut akan
memaksa manajer untuk memanipulasi angka laba pada laporan keuangan yang
merupakan cerminan dari kinerja manajer dengan menyajikan informasi yang
tidak konservatif (Noviantari & Ratnadi, 2015). Penelitian tentang prudence pernah
dilakukan oleh Syifa , Kristanti, dan Dillak (2017), Tista dan Suryana (2017), dan
Setyaningsih (2008) menunjukkan bahwa financial distress berpengaruh positif dan
signifikan terhadap prudence akuntansi. Berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Saputra (2016) dan Alhayati (2013) membuktikan bahwa financial
distress tidak berpengaruh signifikan terhadap prudence akuntansi.
5

Leverage adalah rasio yang menilai seberapa besar operasional perusahaan


dibiayai oleh hutang (Kasmir, 2017). Leverage dapat menguntungkan perusahaan
dan menjadi penting bagi perusahaan karena akan memaksimalkan laba yang
dapat diperoleh pihak pemegang saham dibandingkan dengan laba yang diperoleh
dari kegiatan operasi perusahaan. Dengan adanya angka leverage yang tinggi
maka perusahaan akan dinilai mampu untuk memenuhi kewajiban membayar
utang tepat waktu dan meningkatkan kemungkinan perusahaan untuk mendapat
pinjaman dengan tingkat bunga yang lebih baik. Leverage yang terlampau tinggi
justru akan sangat merugikan perusahaan, perusahaan berkemungkinan besar tidak
mampu untuk memenuhi liabilitasnya dikarenakan leverage yang terlampau
tinggi. Pratanda dan Kusmuriyanto (2014) pada penelitiannya menyatakan bahwa
leverage berpengaruh positif signifikan terhadap prudence akuntansi. Sedangkan
pada penelitian Abbas dan Hidayat. (2022) menyatakan bahwa bahwa leverage
berpengaruh negatif terhadap prudence akuntansi.
Pada penelitian objek yang digunakan merupakan perusahaan manufaktur
sub-sektoral bahan konsumsi. Sub sektoral ini tercatat memiliki pertumbuhan
yang paling tajam di dalam indeks sektoral. Hal tersebut dipicu oleh
meningkatkan masyarakat ekonomi kelas menengah di masyarakat dan diikuti
pula dengan perilaku konsumtif masyarakat yang semakin besar. Transaksi dalam
perusahaan juga sangat sering terjadi sehingga dalam pencatatannya diperlukan
kehati hatian dan penerapan prinsip prudence sangatlah penting untuk
meminimalisir dampak dari ketidakpastian serta laba yang dihasilkan akan lebih
berkualitas. Periode dari objek yang digunakan peneliti adalah tahun 2018-2021.
Alasan peneliti memilih tahun yang digunakan adalah untuk mendapatkan data
yang terbaru dengan hasil yang lebih akurat sesuai dengan keadaan saat penelitian
ini dibuat.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dengan hasil penelitian yg tidak
konsisten, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang serupa dengan
memakai prudence akuntansi sebagai variabel dependen, dan tiga variabel
independen lainnya yaitu Kepemilikan Manajerial, Financial Distress, dan
Leverage.
6

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Prudence
Akuntansi?
2. Apakah Financial Distress berpengaruh terhadap Prudence Akuntansi?
3. Apakah Leverage berpengaruh terhadap Prudence Akuntansi?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari dibuatnya penelitian ini adalah untuk menguji dan menemukan
pembuktian dari hal hal berikut:
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Kepemilikan Manajerial
terhadap Prudence Akuntansi.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Financial Distress terhadap
Prudence Akuntansi.
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Leverage terhadap Prudence
Akuntansi.

1.4. Manfaat Penelitian


Kebermanfaatan yang dinginkan tercapai dalam pengujian ini adalah bagi:

1. Akademis
Dari pengujian ini luaran yang diperoleh dapat digunakan sebagai rujukan
maupun pustaka acuan kaji untuk penelitian berikutnya berkaitan dengan
faktor yang mempengaruhi prudence akuntansi.

2. Praktis
Bagi perusahaan, dari penelitian ini luaran yang diperoleh dapat
dipergunakan menjadi evaluasi diterapkannya prinsip prudence untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan secara konservatif.

1.5. Sistematika Penulisan Proposal


Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab yang berkelanjutan, antara lain:
7

BAB 1. PENDAHULUAN
Bagian penelitian ini terdiri dari pemaparan masalah yang melatar belakangi
penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Bagian tinjauan pustaka terdiri dari teoritis yang mendasari penelitian,
ringkasan penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini, hipotesis
penelitian, serta model dari hipotesis penelitian yang digunakan.
BAB 3. METODE PENELITIAN
Bagian metode penelitian menjelaskan tentang desain dari penelitian,
pengukuran variabel, sumber data yang digunakan, populasi dan sampel
penelitian berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan bagaimana metode
pengumpulan data yang diterapkan.
BAB 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini dipaparkan pembahasan yang berkaitan dengan pokok
bahasan skripsi ini, dengan menggunakan kajian-kajian terdahulu, jurnal
ilmiah, dan pustaka pendukung lainnya sebagai acuan dalam penulisan
bagian ini.
BAB 5. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Bagian ini menyatukan hasil analisis dan pembahasan sebelumnya menjadi
kajian yang komprehensif. Keterbatasan penelitian ini juga dikemukakan,
dimana saran yang diberikan dapat digunakan sebagai referensi yang lebih
baik untuk penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Teori Keagenan
Teori agensi pertama kali dinyatakan oleh Jensen dan Meckling tahun
1976, mendeskripsikan tentang relasi yang terbentuk diantara 2 pihak yaitu
principal sebagai pemegang saham serta agen sebagai manajer. Teori Agensi
sendiri dimaksudkan untuk menganalisa perilaku dan kepentingan antara dua
pihak yaitu pihak yang bertindak sebagai pembuat keputusan dengan pihak lain
yang bertindak sebagai pemberi wewenang kepada pihak pembuat keputusan yang
dimaksudkan agar pihak pembuat keputusan bertindak sesuai dengan kepentingan
pemberi wewenang.

Prinsipal melimpahkan wewenang dalam menjalankan operasional


perusahaan beserta pengambilan keputusan kepada pihak agen, akan tetapi kedua
belah pihak memiliki kepentingan dan latar belakang yang berbeda yang mana hal
tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.  Pihak agen memiliki
pengetahuan lebih tentang keadaan perusahaan dibanding pihak prinsipal, hal ini
disebut asimetri informasi. Asimetri informasi dapat diartikan sebagai tidak
meratanya persebaran informasi antar agen yang bertugas menyediakan informasi
dengan prinsipal dan sebagai pengguna informasi tersebut (Iskandar, 2016).

Pemegang saham membentuk kontrak dengan manajer agar pihak manajer


bekerja untuk keuntungan pemegang saham. Manajemen juga akan
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada pemegang saham atas dasar
kontrak tersebut. Karenanya pihak manajemen memiliki wewenang dalam
membuat keputusan demi keuntungan pemegang saham. Kontrak tersebut bersifat
mengikat pihak manajemen untuk bertanggung jawab atas segala tidakannya, akan
tetapi dengan adanya kepentingan, latar belakang serta tujuan yang berbeda, pihak
manajemen bisa saja membuat keputusan yang akan mengorbankan kepentingan
pemegang saham demi kepentingan pribadi.

8
9

Prinsip prudence, dalam penerapannya tidak akan terlepas dari teori agensi.
Teori ini menyatakan bahwa setiap pihak di dalam perusahaan memiliki
kepentingan masing masing untuk mencapai tujuan masing masing pihak.
Perbedaan kepentingan ini akan berdampak pada kualitas informasi yang
dilaporkan. Manajemen sebagai pihak agen akan cenderung untuk memanipulasi
angka laba pada laporan keuangan demi tercapainya target dan mendapatkan
bonus yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat dicegah dengan pengimplementasian
prinsip prudence.

2.1.2. Prudence Akuntansi

Prinsip prudence dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk


bersikap hati hati dalam menghadapi ketidakpastian selalu menyertai kegiatan
bisnis perusahaan untuk memastikan bahwa setiap resiko baik pada lingkngan
ekonomi serta bisnis telah diperhitungkan dengan matang (Oktomegah, 2012).
Sejalan dengan adanya persetujuan pelaporan keuangan internasional (IFRS),
accounting prudence telah menggantikan prinsip sebelumnya yaitu
konservatisme, yang mana terdapat perbedaan pada boleh diakuinya suatu potensi
pendapatan meski pendapatan tersebut belum tentu terjadi, selama memenuhi
ketentuan pengakuan pendapatan (revenue recognition) dengan tidak
mengesampingkan prinsip yang konservatif dalam pengakuan tersebut.

Jika ada kekhawatiran mengenai diterapkannya prudence, pilihlah solusi


yang mempunyai probabilitas paling rendah dalam menghasilkanperkiraan nilai
atau pendapatan asset bersih yang terlalu tinggi. Pada penerapan prudence, sebuah
ketidakpastian pada suatu beban atau rugi haruslah segera dicatat, namun
sebaliknya sebuah ketidakpastian pada untung atau pendapatan, tidak harus segera
dicatat apabila tidak memenuhi aturan pengakuan pendapatan. Hal tersebut akan
menghasilkan laporan keuangan dengan jumlah nilai aset dan pendapatan yang
rendah guna berhati hati dengan ketidakpastian yang ada. Aristiani, Suharto, dan
Sari (2014) berpendapat bahwa prinsip prudence mengarah pada memperkecil
pelaporan pada laba kumulatif antara lain dengan cara memperlambat pengakuan
10

laba, dan mempercepat pengakuan pendapatan, serta menilai asset yang memiliki
taksiran paling rendah, namun menilai kewajiban dengan taksiran paling tinggi.

Penelitian ini menggunakan akrual untuk mengukur tingkat prudence, yaitu


selisih antara net income dengan cash flow. Net Income yang digunakan adalah
EBITDA (earning before income tax, depretiation, and amortitation), sedangkan
cash flow yang digunakan adalah arus kas yang bersifat operasional (Haniati dan
Fitriany, 2010). Akrual sendiri terbagi menjadi 2 antara lain operating dan non
operating accrual. Pada penelitian ini, perhitungan yang digunakan adalah jenis
non operating accrual untuk menentukan tingkat prudence. Pengukuran dengan
menggunakan non operating accrual akan menghasilkan nilai tingkat penerapan
prinsip accounting prudence yang lebih mudah untuk terlihat, apabila nilai akrual
suatu perusahaan semakin kecil, maka semakin tinggi tingkat penerapan accounting
prudence perusahaan tersebut.

2.1.3. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Manajerial merupakan jumlah presentase kepemilikan saham


oleh manajer, dewan direksi, dan dewan komisaris yang terdapat di dalam laporan
keuangan. Kepemilikan manajerial diartikan sebagai suatu posisi yang diterima
oleh manajer yang memberikannya kedudukan sepadan dengan pemegang saham
(Pambudi, 2017). Dengan adanya kepemilikan manajerial, pihak manajer akan
lebih berhati hati dalam menjalankan fungsinya karena akan turut menanggung
dampak atas pengambilan keputusan yang dibuat. Kepemilikan Manajerial akan
mampu untuk memotivasi pihak manajer untuk meningkatkan kinerja dalam
pengelolaan perusahaan.

Kinerja dan keputusan yang diambil oleh manajer merupakan penentu


kemajuan perusahaan itu sendiri. Penggunaan sumber daya perusahaan yang telah
dipercayakan oleh pemegang saham akan lebih optimal apabila pengambilan
keputusan manajer dilakukan dengan tepat. Oleh karenanya, manajer yang
bertindak atas kepentingan pribadi dan bukan kepentingan perusahaan adalah
sebuah ancaman bagi perusahaan itu sendiri. Manajer sebagai pihak agen dan
11

pemegang saham sebagai pihak principal memiliki kepentingannya masing


masing, langkah yang dapat diambil untuk menyelaraskan perbedaan kepentingan
tersebut adalah dengan melibatkan manajer ke dalam struktur kepemilikan saham
perusahaan.

2.1.4. Financial Disstress

Financial Distress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh menurunnya


kinerja keuangan dari perusahaan pada periode tertentu. Menganalisis laporan
keuangan perusahaan menjadi hal yang penting karena laporan keuangan
perusahaan merupakan cerminan dari keberlangsungan perusahaan tersebut.
Financial distress diartikan sebagai insufisiensi perusahaan untuk memenuhi
liabilitas finansialnya yang telah melebihi batas waktu (Beaver, 2011).
Memprediksi keberlangsungan perusahaan menjadi hal yang sangat penting bagi
pemilik perusahaan dan manajerialnya untuk memperhitungkan potensi kepailitan
terjadi. Pertimbangan akan situasi perusahaan apakah sedang dalam kesulitan
keuangan atau tidak akan dapat menghindarkan dari resiko kepailitan terjadi.

Financial distress dapat menstimulasi pemegang saham untuk mengganti


manajerial yang dianggap tidak kompeten dalam mengelola perusahaan dengan
baik. Hal tersebut akan mendorong manajer untuk memanipulasi laba pada
laporan keuangan yang merupakan cerminan dari kinerja manajer dengan
menyajikan laporan keuangan yang tidak konservatif (Noviantari & Ratnadi,
2015). Kondisi financial distress dimulai saat perusahaan tidak mampu lagi
memenuhi kewajibannya atau saat estimasi cash flow (Brigham, 2003).

Penelitian ini menggunakan metode Altman Z-Score dalam mengukur


tingkat financial distress. Metode ini menggunakan beberapa komponen dalam
memprediksi kesehatan keuangan perusahaan seperti EBIT, hutang, asset, lembar
saham, dan penjualan. Model Atman Z-Score ini mudah digunakan bagi
perusahaan untuk menganalisis kinerja keuangannya. Metode ini memiliki
kelebihan mampu memprediksi kinerja keuangan perusahaan dengan akurasi
mencapai 95% (Ariyani et al., 2019).
12

2.1.5. Leverage

Leverage dapat diartikan sebagai rasio yang menghubungkan besaran hutang


dengan ekuitas serta asset yang dimiliki perusahaan (Agusti, 2014). Manajemen
perlu untuk mengatur tingkat hutang suatu perusahaan karena hutang juga
berdampak agar perusahaan memiliki beban tetap. Tingginya tingkat leverage
suatu perusahaan berbanding lurus dengan resiko yang dihadapi kreditor maupun
stakeholder yang mengamankan modalnya pada perusahaan. Kreditur memiliki
kewenangan untuk melakukan pengawasan pada pengadaan operasi akuntansi
perusahaan, hal ini dikarenakan tingkat leverage yang tergolong tinggi
membolehkan perusahaan untuk melanggar kontrak kredit yang disetujui
sebelumnya (Mamesah et al., 2016). Kreditur yang telah memberikan kredit
kepada perusahaan memiliki kepentingan atas keutuhan dana yang
dipinjamkannya, dengan harapan dana tersebut akan menghasilkan keuntungan.
Kebijakan akuntansi yang menghasilkan rasio leverage yang tinggi akan
cenderung menjadi pilihan perusahaan untuk digunakan. Hal ini dikarenakan
proporsi tingkat hutang yang tinggi akan mengindikasikan perusahaan memiliki
kapabilitas untuk memenuhi liabilitas yang tinggi pula, sehingga calon kreditor
maupun investor akan merasa yakin untuk memberikan pinjaman yang lebih
besar. Kreditor yang menanamkan asetnya kepada perusahaan yang memiliki
rasio leverage tingkat, berpotensi untuk menanggu agency cost yang tinggi pula
(Jensen & Meckling, 1976).

Kreditor memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan pada


kegiatan operasional perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi
(Deviyanti, 2013). Fungsi pengawasan yang dimiliki kreditor akan meminimalisir
asimetri informasi antara kreditor dan internal perusahaan karena dengan adanya
hal tersebut manajemen tidak dapat melakukan manipulasi asset perusahaan.
Pengawasan tersebut akan membuat manajemen untuk membuat laporan
keuangan yang konservatif sesuai dengan apa yang diharapkan kreditor
perusahaan melaporkan hasil usahanya secara berlebihan.
13

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai prudence pernah dilakukan oleh beberapa peneliti


terdahulu, adapula beberapa yang mendasari penulis dalam membuat penelitian
ini yaitu:

1. Fitri Yunia Choirunnissa (2022)


Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Yunia Choirunnissa (2022)
memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh financial distress,
kepemilikan manajerial, leverage, dan profitabilitas terhadap prudence
akuntansi. Penelitian tersebut menggunakan populasi yang diambil dari
perusahaan manufaktur sub sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode 2016-2020. Teknik pengumpulan data
menggunakan metode dokumenter dengan jenis data kuantitatif, dan
sumber data yang diteliti menggunakan data sekunder. Objek yang dipilih
sebagai sampel penelitian dihasilkan melalui purposive sampling, dimana
objek yang dijadikan sampel harus memenuhi kriteria atau syarat tertentu
yang ditentukan. Dengan pengambilan sampel purposive sampling.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Fitri Yunia Choirunnissa


(2022) adalah:

a. Pada penelitian Fitri Yunia Choirunnissa (2022) menggunakan


financial distress, kepemilikan manajerial,dan leverage sebagai
variabel independen.
b. Variabel dependen pada penelitian Fitri Yunia Choirunnissa (2022)
adalah prudence.
c. Objek penelitian Fitri Yunia Choirunnissaadalah perusahaan
manufaktur sub sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Chrysti Despiana
Saragih, Abdul Rohman (2019) adalah:
14

a. Periode sampel yang digunakan Fitri Yunia Choirunnissa adalah


2016-2020
b. Fitri Yunia Choirunnissamenggunakan profitabilitas sebagai
variabel independen yang tidak digunakan pada penelitian ini.
2. Saadiah Syutiaty Putri, Vinola Herawaty (2020)
Penelitian yang dilakukan oleh Saadiah Syutiaty Putri, Vinola
Herawaty (2020) bertujuan untuk mengetahui pengaruh Financial
Distress, Risiko Litigasi, Firm Risk, terhadap prudence akuntansi dengan
menggunakan Firm Size sebagai variabel moderasi. Penelitian ini
menggunakan 49 perusahaan pada sektor pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2015 - 2019 sebagai objek dari penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling untuk
pengambilan sampel dan didapatkan 12 perusahaan sebagai sampel yang
akan diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa financial distress, firm
risk, ukuran perusahaan serta growth opportunities tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap prudence akuntansi. Risiko litigasi, leverage,
dan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap prudence
akuntansi.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Saadiah Syutiaty


Putri, Vinola Herawaty (2020) adalah:

a. Variabel independen yang digunakan Saadiah Syutiaty Putri, Vinola


Herawaty (2020) adalah financial distress yang juga digunakan pada
penelitian ini.
b. Model analisis data yang digunakan Saadiah Syutiaty Putri, Vinola
Herawaty (2020) adalah regresi linier berganda.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Saadiah Syutiaty Putri,
Vinola Herawaty (2020) adalah:
15

a. Variabel dependen yang digunakan Saadiah Syutiaty Putri, Vinola


Herawaty (2020) adalah accounting prudence dengan firm size
sebagai variabel moderasi.
b. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan
yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2015
sampai dengan tahun 2019.
3. Budi Rohmansyah, Dede Soenaryo, Indra Gunawan Siregar (2019)
Penelitian yang dilakukan oleh Budi Rohmansyah, Dede Soenaryo,
Indra Gunawan Siregar (2019) bertujuan untuk mengetahui pengaruh
return on equity, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan terhadap
prudent akuntansi. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur tekstil dan pakaian yang terlibat dalam penelitian ini berada di
BEI antara tahun 2010 dan 2014, sebanyak 17 perusahaan. Dalam
penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling. Persamaan antara penelitian ini dengan
penelitian Budi Rohmansyah, Dede Soenaryo, Indra Gunawan Siregar
(2019) adalah:

a. Variabel independen yang digunakan adalah kepemilikan manajerial.


b. Model analisis data yang digunakan Budi Rohmansyah, Dede
Soenaryo, Indra Gunawan Siregar (2019) adalah regresi linier
berganda.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Budi Rohmansyah, Dede
Soenaryo, Indra Gunawan Siregar (2019) adalah:

a. Variabel Independen pada penelitian Budi Rohmansyah, Dede


Soenaryo, Indra Gunawan Siregar (2019) adalah return on equity, dan
ukuran perusahaan, yang mana tidak digunakan pada penelitian ini.
b. Periode sampel yang digunakan Budi Rohmansyah, Dede Soenaryo,
Indra Gunawan Siregar (2019) adalah periode tahun 2010-2014.
16

4. Mukhammad Idrus, Siti Fatimah, Afiah Mukhtar, Karta Negara Salam


(2022)
Penelitian yang dilakukan oleh Mukhammad Idrus, Siti Fatimah,
Afiah Mukhtar, Karta Negara Salam (2022) bertujuan untuk mengetahui
faktor faktor yang mempengaruhi prudence akuntansi. Variabel
independen yang digunakan pada penelitian tersebut antara lain,
kepemilikan manajerial, firm size, leverage, dan growth opportunities.
Data yang digunakan diambil dari perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2019, dengan teknik
pengambilan sampel purposive. Alat untuk analisis data yang diterapkan
adalah analisis regresi berganda.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Mukhammad


Idrus, Siti Fatimah, Afiah Mukhtar, Karta Negara Salam (2022) adalah:

a. Variabel yang digunakan dalam penelitian Mukhammad Idrus, Siti


Fatimah, Afiah Mukhtar, Karta Negara Salam (2022) adalah
kepemilikan manajerial dan leverage.
b. Model analisis data yang digunakan Idrus dkk. (2022) adalah analisis
regresi berganda.
Perbedaan antara penelitian ini dengan antara penelitian ini dengan
penelitian Mukhammad Idrus, Siti Fatimah, Afiah Mukhtar, Karta Negara
Salam (2022) adalah:

a. Variabel yang digunakan dalam penelitian Mukhammad Idrus, Siti


Fatimah, Afiah Mukhtar, Karta Negara Salam (2022) adalah firm size,
growth opportunities.
b. Data yang digunakan diambil dari perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2019.
5. Nela Anjeltusuwa, Intan Pramesti Dewi (2021)
Penelitian yang dilakukan oleh Nela Anjeltusuwa, Intan Pramesti
Dewi (2021) bertujuan untuk mengetahui pengaruh financial distress dan
17

leverage terhadap accounting prudence. Sampel yang digunakan pada


penelitian ini adalah perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia, periode yang digunakan adalah tahun 2015 - 2020.
Menggunakan tehnik purposive sampling dalam pengambilan datanya dan
diperoleh 22 perusahaan sampel perusahaan yang memenuhi kriteria.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nela Anjeltusuwa,
Intan Pramesti Dewi (2021)
a. Variabel Independen yang digunakan adalah financial disstres dan
leversage yang juga digunakan pada penelitian ini.
b. Model analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nela Anjeltusuwa, Intan
Pramesti Dewi (2021)
a. Penelitian Nela Anjeltusuwa, Intan Pramesti Dewi (2021)
menggunakan sampel perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2015 hingga 2020.

Tabel 2.1.

Tabel Perbandingan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Saat Ini

Objek dan
N Nama
o
Jenis variabilitas periode Alat analisis
peneliti
penelitian

Dependen Independen

1. Fitri Prudence Asimetri Perusahaan Analisis


Yunia Informasi, Manufaktur yang regresi linier
Financial Terdaftar di berganda
Choirunni
Distress, Bursa Efek
ssa Kepemilikan Indonesia (BEI)
(2022) Manajerial periode 2016 –
2020.

2. Saadiah Accountin Financial Perusahaan pada Analisis


Syutiaty g Distress, Sektor regresi
18

Objek dan
N Nama
o
Jenis variabilitas periode Alat analisis
peneliti
penelitian

Dependen Independen

Putri, Prudence Risiko Pertambangan berganda


Vinola Litigasi, yang Terdaftar di
Herawaty Firm Risk, Bursa Efek
(2020) Indonesia
periode 2015-
2019

3. Budi Prudent Return On Perusahaan Analisis


Rohmansy Equity, Manufaktur Sektor regresi
ah, Dede Kepemilikan Tekstil dan berganda
Soenaryo, Manajerial, Garment
Indra Ukuran
Gunawan Perusahaan yang Terdaftar di
Siregar BEI Periode 2010-
(2019) 2014

4. Mukham Accountin Kepemilikan Perusahaan Analisis


mad g manajerial, Pertambangan regresi
Idrus, Siti Prudence Ukuran Terdaftar Di Bei berganda
Fatimah, Perusahaan, Periode 2015-
Afiah Leverage, 2019
Mukhtar, Growth
Karta Opportuniti
Negara es
Salam
(2022)

5. Nela Accountin Financial Perusahaan Analisi regresi


Anjeltusu g Distress BUMN yang berganda
wa, Intan Prudence Terdaftar di
Pramesti Bursa Efek
Dewi Indonesia
(2021) Periode 2015-
2020

6. Penelitian Prudence Kepemilikan Perusahaan Analisis


19

Objek dan
N Nama
o
Jenis variabilitas periode Alat analisis
peneliti
penelitian

Dependen Independen

saat ini Akuntansi Manajerial, Manufaktur regresi


(2020) Financial Barang berganda
Distress, Konsumsi yang
dan Terdaftar di BEI
Leverage Periode 2019-
2021.

Sumber: Astri Fitria (2022), Abdul Rohman (2019); Saadiah Syutiaty Putri
Vinola Herawaty (2020, Budi Rohmansyah, Dede Soenaryo, Indra Gunawan Siregar
(2019). Mukhammad Idrus, Siti Fatimah, Afiah Mukhtar, Karta Negara Salam
(2022).

2.3. Pengembangan Hipotesis

2.3.1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Prudence Akuntansi

Kepemilikan manajerial merupakan suatu komponen internal perusahaan


yang bisa menjadi penentu kelancaran operasional perusahaan. Investor
perusahaan mempercayakan sumber dayanya kepada manajemen perusahaan
dengan harapan manajerial perusahaan mengelola sumber daya dengan maksimal.
Manajer sebagai intern dari perusahaan diberikan tanggung jawab dan dipercayai
untuk mengelola asset perusahaan (Viola & Diana, 2016). Kepemilikan
manajerial yang rendah pada laporan keuangan merupakan suatu indicator
tingginya kebutuhan penerapan prudence pada perusahaan.
Tinggi kepemilikan manajerial dapat menjadi penentu pilihan metode
akuntansi dari perusahaan dalam menyusun laporan keuangannya. Manajer yang
tidak memiliki kepemilikan saham di perusahaannya memiliki kemungkinan lebih
besar untuk memamfaatkan adannya persebaran informasi yang tidak merata
untuk melaporkan keuangan yang tidak konservatif. Kepemilikan manajerial yang
semakin tinggi akan memotivasi pihak manajerial untuk menjalankan fungsinya
dengan konservatif dan lebih menerapkan prudence karena kepemilikan saham
20

tersebut menjadi aset pribadi pihak manajer, sehingga manajer tidak akan
menanggung resiko untuk kehilangan kekayaan tersebut yang mana terikat dengan
aset perusahaan.
Penelitian serupa, dilakukan oleh Budi Rohmansyah, Dede Soenaryo,
Indra Gunawan Siregar (2019) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap prudence akuntansi. Penelitian serupa juga dilakukan oleh
Fitri Yunia Choirunnissa (2022) yang juga menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap prudence akuntansi.
H1: Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap Prudence
Akuntansi

2.3.2. Pengaruh Financial Distress terhadap Prudence Akuntansi

Financial distress dapat menstimulasi pemegang saham untuk mengganti


manajerial yang dianggap tidak kompeten dalam mengelola perusahaan dengan
baik, yang mana akan berujung pada turunnya nilai pasar manajer tersebut di mata
perusahaan lain. Hal tersebut akan memaksa manajer untuk melaporkan laba
perusahaan yang menjadi cerminan kinerja dari manajer. Keadaan financial
distress akan menstimulasi manajer untuk memanipulasi pelaporan laba
perusahaan.

Kesulitan keuangan merupakan keadaan diharapkan untuk tidak terjadi baik


oleh pihak internal maupun eksternal. Calon investor dan kreditor akan cenderung
menghindari untuk mengintestasikan assetnya kepada perusahaan yang sedang
kesulitan keuangan. Pemegang saham akan cenderung memberi reaksi negatif
dengan keadaan financial distress. Manajemen perusahaan perlu segera
bertindakan dalam menyelesaikan masalah financial distress serta mencegah
kebangkrutan. Keadaan financial distress berpengaruh negatif terhadap penerapan
prudence akuntansi karena pemegang saham akan menganggap manajer tidak
memiliki kompetensi dalam mengelolah aset perusahaan, sehingga manajer akan
berkemungkinan besar untuk diganti. Hal ini akan mendorong manajer untuk
21

mengabaikan prinsip prudence dengan memanipulasi laba pada laporan keuangan


yang menjadi cerminan dari kinerja manajemen tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Kd Sri Lestari Dewi dan I Ketut


Suryanawa (2014) menyatakan bahwa financial distress berpengaruh negatif
secara signifikan terhadap prudence akuntansi. Penelitian dengan hasil yang
sejalan juga dilakukan oleh Fitri Yunia Choirunnissa (2022) menyatakan bahwa
financial distress berpengaruh negatif terhadap prudence akuntansi.

H2 : Financial Distress berpengaruh negatif terhadap Prudence Akuntansi

2.3.3. Pengaruh Leverage terhadap Prudence Akuntansi

Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi didalam ekuitas mereka


memiliki potensi untuk menghasilkan biaya agensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang tingkat leverage nya lebih rendah. Kreditor yang
menanamkan asetnya kepada perusahaan yang memiliki rasio leverage tingkat,
berpotensi untuk menanggu agency cost yang tinggi pula (Jensen & Meckling,
1976). Selain itu, leverage diyakini memiliki dampak positif. Saat keadaan
ekonomi yang baik, penggunaan tingkat hutang yang tinggi dapat memaksimalkan
pengembalian ekuitas perusahaan, sedangkan saat ekonomi perusahaan normal,
pengembalian ekuitas yang maksimal dapat memajukan kemampuan
menghasilkan profit namun suku bunga yang muncul akan relatif rendah yang
mana dapat menguntungkan pemegang saham (Mufidah, 2014).

Leverage mengindikasikan seberapa tinggi operasional perusahaan di


danai hutang, hal tersebut menentukan kesejahteraan kreditur. Leverage memiliki
pengaruh positif terhadap penerapan prudence akuntansi pada perusahaan.
Kreditur yang meminjamkan dananya kepada perusahaan memiliki kepentingan
dengan kekayaan yang telah dipinjamkan dengan harapan menghasilkan profit,
sehingga kreditur akan menggunakan hak nya untuk melakukan pengawasan atas
jalannya kegiatan operasional perusahaan. Hal tersebut akan memaksa manajemen
22

untuk menerapkan prudence akuntansi demi menjaga kinerjanya agar tampak baik
di depan kreditur.

Penelitian yang dilakukan oleh Anjeltusuwa dan Dewi (2021) menyatakan


bahwa leverage berpengaruh positif terhadap prudence akuntansi. Penelitian
serupa dilakukan oleh Mukhammad Idrus, Siti Fatimah, Afiah Mukhtar, Karta
Negara Salam (2022) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap
prudence akuntansi.

H3 : Leverage berpengaruh positif terhadap Prudence Akuntansi

2.4 Model Penelitian

Berlandaskan pada teori yang digunakan pada penelitian ini, penelitian


terdahulu, dan hipotesis yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disusun sebuah
model penelitian sebagai berikut:

Kepemilikan Manajerial H1+

H2-
Financial Distress
Prudence Akuntansi
H3+
Leverage

2.1 Model Gambar Penelitian


BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Pelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sub-sektor industri barang


konsumi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2018-2021 sebagai objek
dari penelitian. Bersumber pada karakteristik pemilihan sampel (purposive
sampling) yang dicantumkan pada bab sebelumnya, maka diperoleh 26
perusahaan terlampir dalam kurun waktu 4 tahun yang dapat digunakan sebagai
sampel. Perincian kriteria dalam penentuan sampel dijabarkan dalam Tabel 4.1
berikut:
Tabel 4.1
Kriteria Pemilihan Sampel
Rincian Jumlah
Populasi:
Perusahaan manufaktur sub-sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia 44
periode 2018-2021
Yang tidak memenuhi kriteria:
1. Perusahaan manufaktur sub-sektor industri barang
konsumsi yang tidak menerbitkan laporan tahunan (5)
dengan lengkap dalam periode 2018-2021
2. Perusahaan manufaktur sub-sektor industri barang (9)
konsumsi yang kepemilikan sahamnya tidak dimiliki
oleh pihak manajerial
3. Data Outlier (4)
Perusahaan yang dapat digunakan sebagai sampel 26
Periode penelitian 4
Jumlah akhir sampel penelitian 104
Sumber: Data diolah (2022)

30
31

Daftar 26 perusahaan manufaktur yang dijadikan sebagai sampel penelitian


ini dapat dilihat pada lampiran.
4.2. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif memiliki tujuan untuk merefleksikan terkait
variabel dari penelitian ini, seperti variabel dependen yaitu Prudence serta
variabel independen yaitu Kepemilikan Manajerial, Financial Distress, dan
Leverage. Hasil dari analisis statistik deskriptif yang telah dilakukan dapat dilihat
pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
PRUDENCE 104 -.885 -.002 -.22044 0.121888
KPM.
104 .000 .485 .13191 0.115007
MANAJERIAL
FINANCIAL
104 .903 16.234 4.14877 2.739629
DISTRESS
LEVERAGE 104 .130 .827 .39746 0.169358
Valid N (listwise) 104
Sumber: Data diolah (2022); Lampiran 6

Penjelasan dari Tabel 4.2 mengenai hasil analisis statistik deskriptif masing-

masing variabel ialah sebagai berikut :

1. Nilai mean atau rata-rata dari variabel Kepemilikan Manajerial pada


perusahaan sampel adalah sebesar 0,132. Nilai minimum atau nilai terendah
sebesar 0,00015 yang berasal dari PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. pada
tahun 2018-2021. Selanjutnya, nilai maximum atau nilai tertinggi untuk
Kepemilikan Manajerial yakni sebesar 0,93 yang berasal dari PT. Ultra Jaya
Milk Industry Tbk. pada tahun 2021.
2. Nilai mean atau rata-rata dari variabel Financial Distress perusahaan sampel
adalah sebesar 4,149. Nilai minimum atau nilai terendah sebesar 0,093 yang
32

berasal dari PT. Kimia Farma Tbk. Sedangkan untuk nilai maximum yakni
sebesar 16,234 merupakan nilai dari PT. Unilever Indonesia Tbk.
3. Nilai rata- rata (mean) dari Leverage pada perusahaan sampel yakni sebesar
0,397. Nilai terendah (minimum) sebesar 0,130 merupakan nilai dari PT.
Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk. pada tahun 2018. Sedangkan
untuk nilai tertinggi (maximum) yakni sebesar 0,827 yang berasal dari PT.
Merck Tbk. pada tahun 2019.
4. Nilai rata- rata (mean) dari Prudence pada perusahaan sampel yakni sebesar -
0,220. Nilai terendah (minimum) sebesar -0,885 merupakan nilai PT. Merck
Tbk. pada tahun 2018. Sedangkan untuk nilai tertinggi (maximum) yakni
sebesar -0,002 berasal dari PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. pada tahun
2019.
4.3 Analisis Data
4.3.1 Uji Asumsi Klasik
Hasil dari uji asumsi klasik akan digunakan untuk menafsirkan
ketercukupan asumsi yang digunakan pada model regresi linear berganda. Uji
asumsi klasik juga dapat mengungkapkan data yang sesuai dalam kajiannya. Hasil
uji asumsi klasik diperoleh dari: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
heterokedastisitas, serta uji autokorelasi.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji antara variabel
independen dan variabel dependen yang dicantumkan dalam persamaan
regresi dapat terdistribusikan secara normal atau sebaliknya. Uji normalitas
yang digunakan dalam penelitian ini yakni Uji Kolmogorov-smirnov (K-S).
Suatu data dapat dinyatakan terdistribusi secara normal jika angka
signifikansinya ≥ 0,05 (berlaku sebaliknya). Hasil dari uji normalitas dapat
dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
Unstandarized Residual
Monte Carlo Sig. (2-tailed) 0,413
33

Sumber: Data diolah (2022); Lampiran 7

Berdasarkan Tabel 4.3, hasil uji Kolmogorov-smirnov yang didapatkan


menunjukan nilai Monte Carlo Sig. (2-tailed) sebesar 0,413, yang berarti
variabel sampel dalam regresi yang digunakan telah terdistribusi secara
normal karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05.
2. Uji Heterokedastisitas
Dilakukannya uji heterokedastisitas dalam penelitian ini bertujuan untuk
mencermati ada dan tidaknya kesamaan antar varian dari residual (pengacau)
antara pengamatan yang satu dan lainnya dalam suatu persamaan regresi.
Suatu data dikatakan homokedastisitas apabila varian dari residual (antara
pengamatan yang satu dan lainnya) bernilai tetap. Sedangkan dikatakan
heterokedastisitas apabila varian dari residual (pengacau) antara pengamatan
yang satu dan lainnya tidak tetap. Dapat dikatakan baik sebuah persamaan
apabila tidak terjadi heterokedastisitas dan homokedastisitas (Ghozali, 2013).
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya
heterokedastisitas dalam sebuah penelitian yakni dilakukannya uji Glejser,
dimana Uji Heteroskedastisitas memiliki penarikan kesimpulan jika nilai
signifikansi < 0.05, maka terjadi Heteroskedastisitas dalam model regresi dan
sebaliknya. Hasil uji heterokedastisitas dapat dilihat pada tabel beriku berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji Heterokedastisitas
Model Sig.
Kepemilikan Manajerial 0,105
Financial Distress 0,206
Leverage 0,701
Sumber: Data diolah (2022); Lampiran 7

Tabel 4.4 menunjukan bahwa masing-masing variabel memiliki nilai


signifikansi diatas 0,05 sehingga dapat dikatakan model regresi bebas dari
heterokedastisitas dan bisa disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas dalam
persamaan regresi.
34

3. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan untuk meninjau antar variabel independen
dalam persamaan regresi memiliki hubungan linier yang sesuai (tepat) atau
tidak. Tujuan dilakukan uji Multikolinieritas yaitu untuk menghindari
kebiasan dalam proses pengambilan kesimpulan pada uji parsial variabel
independen terhadap variabel dependen. Model regresi yang baik tentunya
tidak terdapat kesamaan diantara masing-masing variabel independennya
(Ghozali, 2013). Untuk mengidentifikasi terjadi atau tidaknya
multikolinieritas dalam suatu variabel dapat dilakukan dengan melihat nilai
TOL (Tolerance) serta VIF (Variance Inflation Factor) masing-masing
variabel dengan penarikan kesimpulan sebagai berikut:
A. Jika nilai tolerance ≤ 0.10 dan VIF ≥ 10, maka model regresi terjadi
multikolinieritas antar variabel independent
B. Jika nilai tolerance > 0.10 dan VIF < 10, maka model regresi tidak terjadi
multikolinieritas antar variabel independen

Hasil dari uji multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF Simpulan
KPM. Manajerial 0,965 1,036 Tidak terjadi multikolinieritas

Financial Distress 0,973 1,028 Tidak terjadi multikolinieritas


Leverage 0,991 1,009 Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber: Data diolah (2022); Lampiran 7

Penjelasan pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa nilai TOL dari Kepemilikan
Manajerial sebesar 0,965, nilai TOL dari Financial Distress sebesar 0,973,
dan nilai TOL dari Leverage sebesar 0,991 (masing-masing variabel
menunjukkan nilai TOL > 0,10). Sedangkan nilai VIF dari Kepemilikan
35

Manajerial sebesar 1,036, Financial Distress sebesar 1,028, serta Leverage


sebesar 1,009 (masing-masing variabel menunjukkan nilai VIP < 10).
Berdasarkan nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa model regresi yang
digunakan terbebas dari tanda-tanda multikolinieritas.

4.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda


Pengujian pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda
yang memiliki tujuan untuk menyelidiki besar kecilnya nilai alterasi pada faktor
yang digunakan sebagai model penelitian terkait pengaruh Kepemilikan
Manajerial, Financial Distress, dan Leverage terhadap Prudence. Sampel
penelitian didapatkan melalui data beberapa perusahaan manufaktur sub-sektor
industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2018-
2021 yang kemudian diuji menggunakan aplikasi SPSS versi 23. Hasil analisis
menggunakan uji t dengan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut

Tabel 4.6
Hasil Uji t
Variabel Koefisien Signifikansi T Kesimpulan
Independen Regresi
Konstanta 0,266 0,000 26,847
KPM -0,080 0,004 -2,932 Signifikan Negatif
FD -0,001 0,651 -0,454 Tidak Signifikan
L -0,011 0,553 -0,595 Tidak Signifikan
Sumber: Data diolah (2022); Lampiran 8

Dari hasil uji t pada Tabel 4.6, persamaan regresi berganda yang digunakan
yakni:

P = 0,266 + (-0,080) KPM + (-0,001) FD + (-0,011) L + e

Penjelasan dari persamaaan regresi diatas beserta hasil analisis hipotesisnya


adalah sebagai berikut:
36

1. Konstanta bernilai negatif, yakni sebesar -0,266 menunjukan bahwa apabila


seluruh variabel independen diartikan dalam keadaan tetap (konstan) atau
sama dengan nol, maka rata-rata penurunuran nilai penerapan Accounting
Prudence adalah sebesar 0,266 persen.
2. Koefisien KPM bernilai negatif, yakni sebesar -0,001 dan nilai
signifikansinya sebesar 0,004. Hal tersebut menyatakan adanya pengaruh
yang signifikan antara variabel KPM dengan variabel Prudence. Laporan
keuangan cenderung konservatif akibat kepemilikan manajerial yang rendah,
karena mengejar bonus akan lebih diutamakan oleh manajer. Dampaknya,
manajer akan melakukan manajemen laba semaksimal mungkin agar target
laba tercapai. Kepemilikan manajerial yang rendah dapat menyebabkan
laporan keuangan cenderung tidak konservatif, karena manajer akan lebih
mengutamakan untuk mengejar bonus. Diketahui nilai signifikansi < 0,05,
maka H1 yang menyatakan bahwa Kepemilikan Manajerial berpengaruh
terhadap Prudence diterima.
3. Koefisien FD bernilai negatif, yakni sebesar -0,176 dan nilai signifikansinya
sebesar 0,651. Hal tersebut membuktikan bahwa tidak adanya hubungan
searah antara variabel FD dengan variabel Prudence. Diketahui nilai
signifikansi > 0,05, maka H2 yang menyatakan bahwa Financial Distress
berpengaruh terhadap Prudence ditolak.
4. Koefisian L bernilai negatif, yakni sebesar -0,011 dan nilai signifikansinya
0,553. Hal tersebut membuktikan bahwa tidak adanya hubungan searah antara
variabel L dengan variabel AP. Bertambahnya hutang suatu perusahaan, tidak
selalu diikuti makin tingginya tingkat penerapan Prudence oleh perusahaan.
Diketahui nilai signifikansi > 0,05, maka H3 yang menyatakan bahwa
Leverage berpengaruh terhadap Accounting Prudence ditolak.

4.3.3 Uji Kelayakan Model


Uji kelayakan model yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat secara simultan.
37

Dilakukannya uji kelayakan model yakni dengan melakukan uji F simultan


dengan tingkat signifikansi:
a. Probabilitas (sig) < dari α = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
b. Probabilitas (sig) > dari α = 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Berikut merupakan hasil dari pengujian kelayakan model dengan uji f yang
ditunjukkan pada Tabel 4.7:
Tabel 4.7
Hasil Uji F
Keterangan F Signifikansi
Regression 3.193 0,027
Sumber: Data diolah (2022); Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi sebesar 0,027
atau 2%, dimana nilai tersebut < 5%. Sehingga dapat disimpulkan model
tersebut layak untuk diuji.
4.4 Pembahasan
Berdasarkan pengujian yang sudah dilakasanakan, maka disimpulkan bahwa
hanya variabel Bonus Plan saja yang berpengaruh signifikan terhadap Accounting
Prudence. Sedangkan variabel Leverage serta Political Cost tidak memiliki
pengaruh terhadap Accounting Prudence. Hal ini akan dijelaskan secara terperinci
hasil analisis tersebut sebagai berikut.
4.4.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Prudence
Pada Tabel 4.6, menunjukan adanya pengaruh yang bergerak secara
signifikan antara Kepemilikan Manajerial terhadap Prudence. Penelitian ini
menunjukan hasil yang sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Hotimah (2020) yang menghasilkan kesimpulan bahwa Kepemilikan Manajerial
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap prudence.
Presentase kepemilikan saham yang rendah oleh pihak manajer akan
membuat perusahaan untuk lebih berfokus untuk meningkatkan laba yang
dihasilkan untuk dilaporkan. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan
kekurangan cadangan dana investasi. Perusahaan yang memfokuskan peningkatan
laba tersebut tidak akan mempunyai simpanan dana untuk menambah investasi.
38

Kepemilikan manajerial merupakan suatu komponen internal perusahaan yang


bisa menjadi penentu kelancaran operasional perusahaan. Presentase kepemilikan
saham yang tinggi oleh pihak manajer akan motivasi manajer untuk tidak hanya
berfokus pada bonus yang didapat, namun juga berfokus pada keberlangsungan
perusahaan dalam waktu lama karena manajer termotivasi untuk memajukan
perusahaan. Hal tersebut akan meminimalisir adanya konflik kepentingan karena
baik pihak agen dan pemegang saham memiliki kepentingan yang sama.
Kepemilikan manajerial yang rendah akan memunculkan masalah keagenan yang
tinggi, hal tersebut mengindikasikan tingginya kebutuhan akan penerapan
prudence akuntansi.
4.4.2 Pengaruh Financial Distress Terhadap Prudence
Pada Tabel 4.6, menunjukan tidak adanya pengaruh yang bergerak secara
signifikan antara Financial Distress terhadap Prudence. Penelitian ini menunjukan
hasil yang sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putri dan
Herawaty (2020) yang menghasilkan kesimpulan bahwa Financial Distress tidak
berpengaruh terhadap prudence.
Uji t menunjukan bahwa, hal tersebut boleh jadi dikarenakan perusahaan
tidak ingin menunjukan gambaran yang buruk di mata kreditor dan investor
dengan menerapkan prudence disaat perusahaan sedang kesulitan keuangan.
Perusahaan akan cenderung menunjukan kinerja yang baik di depan kreditor dan
investor yang mana perusahaan masih tetap berjalan meskipun sedang dalam
kesulitan keuangan dan menjamin keamanan dana mereka, hal tersebut akan
meningkatkan kepercayaan kreditor dan investor yang akan terus memberikan
pinjaman untuk perusahaan. Kepentingan untuk menjaga rasa percaya tersebut
selaras dengan prinsip tata kelola perusahaan yaitu transparansi, yang mana
menyatakan kepentingan perusahaan untuk Menyajikan informasi yang relevan,
mudah dipahami dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan dalam segala
keadaan (Wahyubroto dan Mustamu 2017).
39

4.4.3 Pengaruh Leverage Terhadap Prudence


Pada Tabel 4.6, menunjukan tidak adanya pengaruh secara signifikan baik
positif maupun negatif variabel Leverage terhadap Prudence. Penelitian ini
menunjukan kesesuaian dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Pratidina dan Majidah (2022) yang menghasilkan kesimpulan bahwa variabel
leverage tidak berpengaruh terhadap prudence. Hal tersebut dikarenakan
perusahaan sudah memiliki ekuitas yang cukup untuk memenuhi hutang tersebut,
sehingga perusahaan dengan tingkat hutang tinggi belum tentu menerapkan
prinsip prudence.

Leverage yang dimiliki Perusahaan tidak mempengaruhi penerapan prinsip


kehati-hatian, hal ini dapat mengakibatkan Perusahaan tidak mencadangkan dana
untuk fluktuasi ekonomi yang tidak pasti. Di sisi lain, kreditur tidak benar-benar
mengontrol operasi dan akuntansi perusahaan, memberikan fleksibilitas manajer
dalam mengelola utangnya dan mengabaikan prinsip kehati-hatian.
40

BAB 5
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menguji terkait Pengaruh
Kepemilikan Manajerial, Financial Distress dan Leverage terhadap Prudence.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dan dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kepemilikan Manajerial berpengaruh negatif terhadap Prudence. Hal tersebut
dikarenakan adanya kepemilikan saham oleh manajerial baik besar ataupun
kecil nilainya tentunya dapat mempengaruhi tingkat prudence dalam
pelaporan keuangan suatu perusahaan. Persentase jumlah saham yang tinggi
juga akan membuat manajer tidak memikirkan bonus yang diperoleh saja,
melainkan manajer juga akan membuat perusahaan lebih berkembang dengan
menggunakan cadangan tersembunyi yang tentunya dapat meningkatkan
jumlah investasi perusahaan tersebut
2. Financial Distress tidak berpengaruh terhadap terhadap Prudence. Hal ini
diduga karena rata-rata perusahaan tidak mengalami financial distress
sehingga manajer perusahaan dalam menyusun laporan keuangan tidak
memperhatikan prudence akuntansi. Perusahaan juga ingin menunjukkan
bahwa ketika dihadapkan pada kemungkinan kesulitan keuangan, perusahaan
tidak berusaha untuk menerapkan prinsip akuntansi konservatif, karena
perusahaan ingin mempertahankan kepercayaan para pemangku kepentingan
bahwa perusahaan akan tetap bertahan meskipun dalam keadaan seperti itu.
3. Leverage tidak berpengaruh terhadap Prudence. Prinsip kehati-hatian adalah
untuk mengantisipasi ketidakpastian masa depan dengan mengabaikan
leverage sebagai metrik kunci untuk menerapkan akuntansi yang hati-hati.
Selain itu, utang yang meningkat akan memberi insentif kepada manajer dan
pemilik untuk mengambil langkah-langkah pengelolaan pendapatan yang
bertujuan untuk melaporkan kinerja yang lebih tinggi. Perusahaan akan
41

cenderung menyajikan laporan keuangan yang kurang konservatif ketika


mereka terlilit hutang. Ini karena perusahaan lebih memilih metode akuntansi
yang mereka yakini dapat meningkatkan metrik keuangan mereka dan
mengurangi kemungkinan gagal bayar pada perjanjian hutang mereka.

5.2 Keterbatasan
Dilaksanakannya penelitian tentunya memiliki beberapa keterbatasan yang
dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Masih banyaknya perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini belum menerbitkan laporan
tahunan dengan lengkap sehingga tidak bisa mewakili secara keseluruhan
perusahaan manufaktur sub-sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
2. Periode yang digunakan dalam penelitian ini terbatas di 4 tahun saja, yaitu
pada tahun 2018-2021, sehingga kemungkinan belum menunjukan jawaban
yang sebagaimana mestinya jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian
terdahulu yang menggunakan tahun pengamatan yang relatif lebih panjang.

5.3 Saran
Melalui penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat
dicantumkan oleh peneliti, yaitu:
1. Saran Akademis
Disarankan untuk menambahkan variabel-variabel yang dapat digunakan
untuk menguji penelitian selanjutnya seperti, intensitas modal, risiko litigasi,
derajat kepemilikan publik. Selain itu, diusulkan untuk menambah jumlah
sampel survei dengan memperluas bidang penelitian dengan mendaftarkan
perusahaan dari berbagai industri di Bursa Efek Indonesia. Tujuannya adalah
untuk mengeneralisasikannya ke perusahaan di industri lain. Memperpanjang
periode observasi ke periode yang lebih panjang juga direkomendasikan
untuk menyajikan kondisi dan model yang sebenarnya.
42

2. Saran Praktis
a. Untuk perusahaan diharapkan untuk terus meningkatkan kinerja
perusahaannya di bidang keuangan dan kontribusinya bagi perusahaan dan
kehidupan sekitarnya, untuk meningkatkan kualitas perusahaan terutama
dalam prinsip keputusan, dan berdasarkan hasil penelitian ini, itu
diharapkan perusahaan lebih meningkatkan penerapan prinsip kehati-
hatian. Menghindari kesalahan dalam proses pengambilan keputusan
investor dan calon investor.
b. Untuk masyarakat maupun investor diharapkan untuk lebih
memperhatikan informasi yang diberikan oleh perusahaan mengenai
kinerja perusahaan dalam berbagai aspek. Hal ini dapat dijadikan acuan
dalam pengambilan keputusan investasi.

Anda mungkin juga menyukai