1 Kewirausahaan
a. Pengertian Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah padanan kata dari entrepreneurship dalam bahasa
Inggris, unternehmer dalam bahasa Jerman, ondernemen dalam bahasa Belanda.
Sedangkan di Indonesia diberi nama kewirausahaan (Hendro, 2011:29). Kata
entrepreneurship sendiri sebenarnya berawal dari bahasa Prancis
yaitu”entreprende” yang berarti petualang, pencipta, dan pengelola usaha. Istilah
ini diperkenalkan pertama kali oleh Richard Cantillon (1755). Istilah ini makin
populer setelah digunakan oleh pakar ekonomi J.B Say (1803) untuk
menggambarkan para pengusaha yang mampu memindahkan sumber daya
ekonomis dari tingkat produktivitas rendah ke tingkat yang lebih tinggi serta
menghasilkan lebih banyak lagi (Suryana & Bayu, 2010:24).
Drucker mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Kasmir, 2013:20). Selanjutnya
Hisrich mendefinisikan kewirausahaan sebagai proses penciptaan sesuatu yang
berbeda untuk menghasilkan nilai, dengan mencurahkan waktu dan usaha, diikuti
penggunaan uang, fisik, risiko, dan kemudian menghasilkan balas jasa berupa
uang serta kepuasan dan kebebasan pribadi (Suryana & Bayu, 2010:5). Sementara
itu, Zimmerer mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan
kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang
untuk memperbaiki kehidupan (Kasmir, 2013:20).
Dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 1995 tanggal 30 Juni
1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan
Kewirausahaan, bahwasanya ; “Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku
dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan kegiatan yang mengarah
pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produksi
baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Suherman, 2008:6-
7).
Kuratko & Hodgetts (2007:47) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah
proses dari inovasi dan penciptaan usaha. Selanjutnya Wiratmo mengungkapkan
definisi kewirausahaan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya
dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul risiko finansial,
psikologi, dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa finansial dan
kepuasan pribadi (Winarno, 2011:8).
b. Wirausaha
Kata entrepreneur atau wirausaha dalam bahasa Indonesia merupakan
gabungan dari wira (gagah, berani, perkasa) dan usaha (bisnis) sehingga istilah
entrepreneur dapat diartikan sebagai orang yang berani atau perkasa dalam
usaha/bisnis (Nasution,2007:2). Dalam kamus umum bahasa Indonesia
entrepreneur diartikan sebagai orang yang pandai atau berkat mengenali produk
baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk
baru, memasarkan serta mengatur permodalan operasinya (Jalil, 2013:44-45).
Secara sederhana arti wirausaha (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa
berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan
(Kasmir, 2013:16). Selanjutnya Meredith (2006:5) mendefinisikan pengertian
wirausaha sebagai individu yang berorientasi kepada tindakan dan termotivasi
tinggi dalam mengambil resiko serta dalam mengejar tujuannya. Schumpeter
mendefinisikan wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang
ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan
bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru (Suryana & Bayu,
2010:24). Entrepreneur adalah pemilik atau manager sebuah perusahaan bisnis
yang menghasilkan keuntungan melalui pengambilan risiko dan tindakan inisiatif
(Barnawi, 2012:14).
Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk
hidup mandiri dalam menjalankan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia
bebas merancang, menentukan, mengelola, dan mengendalikan semua usahanya
(Garjito, 2014:13). Hal ini senada dengan pendapat Scarborough & Zimmemer
(Suryana,2014:27) bahwa para wirausaha merupakan orang yang mempunyai
kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan
sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan
mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Wirausaha adalah
seseorang yang melakukan kegiatan bisnis dengan gigih untuk mencapai tujuan
yang sudah direncanakan dengan hasil yang membanggakan (Sukirno, 2004: 367).
Secara konseptual, seorang wirausahawan dapat didefinisikan dari
beberapa sudut pandang dan konteks sebagai berikut (Alma, 2004:33):
1. Bagi ahli ekonomi seorang entrepreneur adalah orang yang mengkombinasikan
resources, tenaga kerja, material dan peralatan lainnya untuk meningkatkan nilai
yang lebih tinggi dari sebelumnya, dan juga orang yang memperkenalkan
perubahan-perubahan, inovasi, dan perbaikan produksi lainnya.
2. Bagi seorang psychologist seorang wirausaha adalah seorang yang memiliki
dorongan kekuatan dari dalam untuk memperoleh sesuatu tujuan, suka
mengadakan eksperimen atau untuk menampilkan kebebasan dirinya di luar
kekuasaan orang lain.
3. Bagi seorang businessman atau wirausaha adalah merupakan ancaman, pesaing
baru atau juga bisa seorang partner, pemasok, konsumen atau seorang yang bisa
diajak kerjasama.
4. Bagi seorang pemodal melihat wirausaha adalah seorang yang menciptakan
kesejahteraan buat orang lain, yang menemukan cara-cara baru untuk
menggunakan resources, mengurangi pemborosan, dan membuka lapangan kerja
yang disenangi oleh masyarakat.
Tiga tipe utama dari wirausaha yaitu (Alma, 2004:35-36) :
1. Wirausaha Ahli (Craftman)
Wirausaha ahli atau seorang penemu memiliki suatu ide yang ingin
mengembangkan proses produksi sistem produksi, dan sebagainya.
Wirausaha ahli ini biasanya seseorang yang bekerja pada sebuah perusahaan besar
kemudian memutuskan untuk keluar sebagai pegawai dan memulai bisnisnya
sendiri.
2. The Promoter
The promoter adalah seorang individu yang tadinya mempunyai latar belakang
pekerjaan sebagai sales atau bidang marketing yang kemudian mengembangkan
perusahaan sendiri.
3. General Manager
General manajer adalah seorang individu yang ideal yang secara sukses bekerja
pada sebuah perusahaan, dia banyak menguasai keahlian bidang produksi,
pemasaran, permodalan dan pengawasan.
Ciputra (2008:8-10) mengemukakan empat kategori entrepreneur, yaitu sebagai
berikut:
a. Business Entrepreneur
1. Owner entrepreneur adalah para pencipta dan pemilik bisnis.
2. Professional entrepreneur adalah orang-orang yang memiliki daya wirausaha
namun mempraktikannya di perusahaan milik orang lain.
b. Government Entrepreneur
Seorang atau kelompok orang yang memimpin serta mengelola lembaga negara
atau instansi pemerintahan dengan jiwa dan kecakapan wirausaha. Sebagai contoh
adalah Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura, ia adalah seorang
pemimpin yang mengelola dan menumbuhkan Singapura dengan jiwa dan
kecakapan wirausaha.
c. Social Entrepreneur
Yaitu para pendiri organisasi-organisasi sosial kelas dunia yang menghimpun
dana masyarakat untuk melaksanakan tugas sosial yang mereka yakini.
d. Academic Entrepreneur
Ini menggambarkan akademisi yang megajar atau mengelola lembaga pendidikan
dengan pola dan gaya entrepreneur sambil tetap menjaga tujuan mulia pendidikan.
*********************************************
6. Theory of Planned Behavior (TPB)
TPB merupakan salah satu model yang dapat digunakan untuk menilai intensi
seseorang dan teori ini diakui sebagai model terbaik untuk memahami perubahan
perilaku. Sebagaimana pendapat Kolvereid (Hamidi, Wennberg & Berglund,
2008:305), yang menyatakan bahwa : The theory of planned behavior can be used
to predict employment. status choice intentions.
Ajzen (do Paco,et al., 2011:25), menjelaskan bahwa intensi dipengaruhi oleh
sejumlah sikap-sikap yang disadari maupun tak disadari sehingga TPB dapat
dijadikan dasar untuk menjelaskan manifestasi sikap berwirausaha dan menjadi
asumsi bahwa sikap sosial manusia terbentuk oleh akal sehat, dikontrol dan
direncanakan. TPB tidak hanya berlaku untuk memprediksi perilaku-perilaku
yang berada dibawah kendali individu sendiri tetapi juga dapat digunakan untuk
memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali individu.
TPB didasarkan pada asumsi bahwa manusia pada umumnya cukup rasional dan
menggunakan informasi-informasi secara sistematis, sehingga implikasi dari
perilaku akan dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk berperilaku tertentu.
TPB menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku.
Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting dalam berperilaku adalah intensi
untuk berperilaku.
Ajzen dalam Linan, et al. (2005:4), menyatakan bahwa TPB dapat diaplikasikan
dihampir semua perilaku dan teori ini dapat memberikan hasil yang memuaskan
diberbagai bidang khususnya dalam pemilihan karir. Segal, et al. (do Paco,et al.,
2011:26), menyatakan bahwa teori TPB memiliki banyak pengakuan diberbagai
bidang ilmu pengetahuan yang telah digunakan secara empiris untuk memprediksi
dan memahami intensi. TPB menjelaskan bahwa sikap, norma subjektif dan
kontrol perilaku sebagai variabel yang mendahului intensi dan perilaku. Teori
rencana perilaku model TPB telah diakui sebagai model yang baik untuk
memahami perubahan perilaku dan telah dibuktikan berlaku untuk menilai intensi
berwirausaha (Ajzen, 1991).
Ajzen (Li Wei, nd:3), menyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh intensi seorang
individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku dan intensi
ditentukan oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan kontrol perilaku.
Sehingga menurut teori TPB, intensi berwirausaha dipengaruhi oleh tiga factor
yaitu : (a) personal attitude atau sikap terhadap perilaku, (b) subjective norm atau
norma subjektif, (c) perceived behavioral control atau kontrol perilaku.
Ajzen (Van Gelderen,2006:8), kontrol perilaku mengacu pada konsep perceived
self efficacy yang dikemukakan oleh Bandura. Sehingga dapat didefinisikan
bahwa intensi berwirausaha dapat dipengaruhi oleh tiga elemen, yaitu : (a) sikap
terhadap perilaku; (b) norma subjektif; dan (a) self efficacy, yang dijelaskan
sebagai berikut:
a. Sikap terhadap perilaku
Ajzen (1991: 25), menyatakan bahwa sikap adalah faktor pendahulu dari niat
berprilaku. Sikap merupakan suatu perasaan yang bersifat suka atau tidak suka
terhadap suatu objek atau tindakan. Hal ini menunjukkan bahwa sikap positif
terhadap perilaku akan terjadi apabila individu tersebut mempersepsikan bahwa
akibat perilaku tersebut bersifat positif. Sebaliknya, sikap negatif terjadi apabila
individu memandang bahwa akibat dari suatu perilaku adalah suatu hal yang
merugikan atau negatif. Sebugaimana pendapat doPaco, et al. (2011:27),
menyatakan bahwa sikap merupakan opini individu baik positif maupun negatif.
Teori faktor Cattel (Hall & Lindzey, 1993:159), menyatakan bahwa sikap
seseorang individu tertentu dalam situasi tertentu merupakan minat dengan
intensitas tertentu untuk melakukan serangkaian tindakan terhadap suatu objek.
Dapat disimpulkan bahwa seseorang akan mempunyai kecenderungan untuk
bertindak dan melakukan suatu perilaku tertentu jika orang tersebut mempunyai
persepsi yang positif terhadap perilaku itu dan sebaliknya. Dalam hal ini jika
seseorang mempunyai keinginan untuk menjadi seorang wirausaha maka orang
tersebut harus memiliki sikap yang positif terhadap kewirausahaan.
Wirausaha yang sukses harus mempunyai sikap atau karakteristik individual yang
mampu mendorong tumbuhnya intensi berwirausaha. Sebagaimana pendapat
Adjen (Venesaar, Kolbre & Piliste, nd:100), yang menyatakan bahwa intensi
untuk melakukan suatu perilaku tertentu sangat tergantung pada sikap seseorang
terhadap perilaku tersebut.
Lawrence Finley (Nirbito, 2000:58), menetapkan lima faktor yang berpengaruh
terhadap intensi berwirausaha, yang meliputi kebutuhan akan berprestasi,
kreativitas, kemandirian, keberanian mengambil risiko dan toleransi keambiguan.
Maka dapat disimpulkan jika individu mempunyai sikap yang positif terhadap
kebutuhan akan berprestasi, kreativitas dan inovasi, kemandirian, keberanian
mengambil risiko dan toleransi keambiguan, maka individu tersebut akan
memiliki penilaian (sikap) yang positif terhadap perilaku berwirausaha dan
mempunyai kecenderungan untuk melakukan perilaku berwirausaha.
b. Norma subjektif
Ajzen (Leon & Gorgievski, 2007:42), norma subjektif didefinisikan sebagai
adanya tekanan sosial seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
berwirausaha. Ajzen (doPaco, et al., 2011:27), menyatakan bahwa norma subjektif
adalah suatu dorongan yang berasal dari luar diri seseorang yang meliputi peranan
atau pengaruh orang lain yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku.
Dapat disimpulkan bahwa norma subjektif adalah sebuah pandangan positif atau
negatif terhadap dukungan yang diterima dan lingkungan sekitar yang akan
mempengaruhi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku.
Van Gelderen, et al. (2006:9), menyatakan bahwa variabel norma subjektif yang
mempunyai intensi berwirausaha meliputi : pandangan terhadap opini orang tua,
teman dan guru. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi seseorang terhadap
pandangan orang-orang sekitarnya, akan mempengaruhi dilakukannya atau tidak
dilakukannya suatu perilaku. Norma subjektif tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
interpersonal saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Norma subjektif
adalah suatu persepsi individu mengenai tekanan lingkungan disekitarnya untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku.
c. Kontrol perilaku
Kontrol perilaku berkaitan dengan kontrol diri yang merupakan suatu kecakapan
individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta
kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai
dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam berwirausaha.
Ajzen (1991:183), menyatakan bahwa kontrol perilaku adalah kendali perilaku
yang dipersepsikan, yaitu persepsi mengenai mudah atau sulitnya suatu perilaku
dilakukan. Perilaku ini juga merefleksikan pengalaman masa lalu dan
mengantisipasi halangan yang mungkin terjadi. Leon & Gorgievski (2007:42),
variabel kontrol perilaku sama dengan self efficacy yang dijelaskan oleh Bandura,
karena keduanya membahas mengenai keyakinan akan sebuah kemampuan untuk
melakukan perilaku tertentu. Maka dapat dikatakan bahwa kontrol perilaku dapat
dijelaskan oleh self efficacy yang diperkenalkan oleh Bandura.
Bandura (2011: 10), yang menyatakan bahwa self efficacy didefinisikan sebagai
suatu persepsi individu terhadap kemampuan yang dimiliki untuk melakukan
suatu perilaku tertentu.