Perkembangan sel berdiferensiasi dan membentuk berbagai jenis jaringan dengan fungsi yang berbeda-beda. Walaupun demikian setiap sel memiliki informasi genetik yang sama yang disandi dalam DNA-nya. Dalam keadaan normal pertumbuhan sel diatur secara ketat oleh sistem regulasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisme. Sebaliknya sel-sel kanker tumbuh autonom tidak terkendali, kemudian menginvasi jaringan organ di sekitarnya yang berakibat fungsi organ bersangkutan terganggu. Transformasi sel normal menjadi sel kanker terjadi sebagai akibat terganggunya sistem regulasi di atas yang berakibat sel-sel kanker mampu membelah diri menjadi lebih banyak, bahkan hingga berjuta-juta sel dan tidak menghasilkan pertumbuhan sel-sel progenitor normal. Salah satu unsur penting dalam gangguan sistem regulasi pertumbuhan sel adalah onkogen. Konsep onkogen pertama kali dikemukakan setelah ditemukannya unsur-unsur genetic virus (khususnya retrovirus) yang bertanggung jawab atas kemampuan virus bersangkutan untuk mentransformasi sel. Ada dua jalur dimana virus dapat menyebabkan transformasi, yaitu pertama dengan cara menghambat fungsi berbagai tumor suppressor gene seperti Rb dan p53 dan menghambat salah satu keluarga Bcl2 yang pro-apoptotik yaitu bax, sedangkan jalur kedua dengan cara menghasilkan produk onkogen virus yang menginduksi translokasi kromosom atau mutasi gen lain dan berakhir dengan transformasi sel. Salah satu produk virus (viral oncogene) yang sudah lama dikenal adalah E1A adenovirus yang menginduksi translokasi t(l1;22). Walaupun demikian, infeksi virus tidak selalu berakhir dengan transformasi. Banyak virus dapat berada dalam tubuh dalam keadaan laten untuk waktu yang lama dalam bentuk kriptik dan dapat mengawali tumorigenesis, tetapi untuk berlanjut menjadi kanker diperlukan berbagai co-faktor. Beberapa jenis virus onkologik melaksanakan proses transfotmasi sel dengan cara mengganggu fungsi apoptosis dalam sel. misalnya SV40, herpes dan adenovirus, polioma maupun virus Epstein Barr (EBV). Keluarga gen Bcl2 dan produknya diidentifikasi sebagai regulator kunci dalam proses apoptosis dalam banyak jenis sel. Berbagai proses dapat merusak gen yang bertanggung jawab atas perubahan proto-onkogen menjadi onkogen, salah satunya adalah aktivasi akibat reduplikasi, transduksi dan penyisipan retrovirus (insertional mutagenesis). Transduksi retrovirus dapat mengubah proto-onkogen c-myc menjadi onkogen melalui sedikitnya 3 cara, yaitu (a) bila ekspresi gen bersangkutan dikendalikan oleh genom virus, (b) melalui fusi sebagian atau seluruh gen dengan genom virus dan menghasilkan gen hibrid dan produk protein hybrid, (c) menyebabkan kerusakan DNA setempat, misalnya point mutation atau deletion pada domain sandi gen bersangkutan (coding 'domain). Fenomena pertama dan kedua merupakan konsekuensi rekombinasi awal yang menanamkan proto-onkogen ke dalam genom virus. Fenomena ketiga terjadi akibat perubahan yang disebabkan proses transduksi itu sendiri dan mutagenesis yang terjadi selama perkembangan virus selanjutnya. Perkembangan virus seringkali mengalami kesalahan sehingga berakibat mutagenesis pada berbagai bagian gen virus termasuk pada protoonkogen yang ditransduksinya. Mutagenesis akibat penyisipan virus ini mengubah proto- onkogen menjadi onkogen Seperti telah diuraikan di atas berbagai cara dapat mengubah proto- onkogen menjadi onkogen. Ada 2 hipotesis bagaimana perubahan itu meng-akibatkan gangguan fungsi gen. Hipotesis yang pertama adalah model kuantitatif, di mana patogenesis disebabkan oleh meningkatnya aktivitas gen dan produknya, sedangkan hipotesis kedua didasarkan atas perubahan spesifisitas atau fungsi sebenarnya dari produk gen bersangkutan. Banyak kankery ang disebabkan perubahan gen secara kuantitatif, dan pada umumnya perubahan itu disebabkan mutasi yang berakibat peningkatan fungsi (gain of function mutations), sehingga gen bersangkutan diekspresikan berlebihan dan berfungsi secara terus menerus. Berbeda dengan mutasi gen supresor (tumor suppresor genes) yang pada kanker umumnya mengalami pada onkogen umumnya terjadi gain of function. Ada beberapa bentuk aktivitas berlebihan, yaitu: gain of function melalui kelainan ekspresi gen atau gain of function melalui perubahan struktur protein. Gain of function akibat perubahan ekspresi gen. Beberapa bentuk kerusakan genetik yang mengenai proto-onkogen dapat mengubah ekspresi gen. Transduksi dan mutagenesis akibat sisipan (insertional mutagenesis) oleh retrovirus menyebabkan fungsi transkripsi gen bersangkutan dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh virus. Demikian pula translokasi kromosom dapat mengubah fungsi transkripsi gen-gen yang mengalami translokasi Pada keadaan-keadaan tersebut ekspresi gen dan aktivitasnya meningkat bahkan tidak terkendali (terus menerus aktif). Keadaan yang sama dapat timbul bila terjadi amplifikasi gen. Pada umumnya DNA yang mengalami amplifikasi sangat peka terhadap rangsangan transkripsi, bahkan tidak dapat dikontrol. Hasilnya sama dengan yang diakibatkan gain of function mutations, yaitu ekspresi gen secara terus menerus. Ada kalanya ekspresi gen berlebihan itu tidak disebabkan oleh translokasi maupun amplifikasi. Salah satu kemungkinan mekanisme lain adalah perubahan minimal pada faktor transkripsi gen bersangkutan yang lebih sulit dideteksi dibanding amplifikasi atau translokasi. Akibat hal- hal di atas adalah bahwa sel tidak mampu mengontrol aktivasi gen yang berlebihan sehingga terjadi transformasi. 2. Gain of function akibat perubahan struktur protein. Beberapa bentuk kerusakan gen dapat mengenai domain sandi proto-onkogen, di antaranya kerusakan yang disebabkan mutasi, kehilangan atau terjadinya fusi dengan gen lain. Perubahan-perubahan itu menghasilkan hal yang sama, yaitu: protein mutant yang sulit dikendalikan oleh regulator-regulator yang dalam keadaan normal mampu menekan aktivasi gen bersangkutan. Konsekuensi fungsional adalah sama dengan yang disebabkan deregulasi ekspresi gen, yaitu aktivitas gen yang meningkat dan terus menerus yang tidak dapat dihentikan oleh regulator yang normal.