Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Mikologi Indonesia Vol 6 No 1 (2022): 2936

Suminar S,Online

JMI
dkk., 2022
Available online at: www.jmi.mikoina.or.id

Jurnal Mikologi Indonesia Online


ISSN: 2579-8766

Uji Lapang Pengendalian Penyakit Antraknos (Colletotrichum sp.)


pada Cabai Rawit di Desa Hiyung Menggunakan Filtrat Campuran
Tanaman Herbal Potensial
Field Evaluation of Anthracnose (Colletotrichum sp.) Disease Control
on Cayenne Pepper in Hiyung Village Using Potential Herbal Plants
Filtrates
Suminar S, Mariana M*, Salamiah S, Budi I S
Prodi Proteksi Tanaman, Jurusan HPT, Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru,
Kalimantan Selatan.
Suminar S., Mariana M., Salamiah S., Budi I.S. 2022. Uji Lapang Pengendalian Penyakit
Antraknos (Colletotrichum sp.) pada Cabai Rawit di Desa Hiyung Menggunakan Filtrat Campuran
Tanaman Herbal Potensial – Jurnal Mikologi Indonesia 6(1): 29–36. doi: 10.46638/jmi.v6i1.183

Abstrak
Cabai rawit varietas hiyung merupakan cabai rawit Banjar yang banyak ditanam petani di lahan
rawa Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. Permasalahan
tanaman cabai yang utama yaitu penyakit antraknos yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum
sp. Penyakit antraknos mengakibatkan buah menjadi busuk dan produksi akan menurun akhirnya
menimbulkan kerugian. Pengendalian penyakit antraknos masih banyak menggunakan pestisida
kimia, dan ini dapat berdampak buruk bagi konsumen, ekonomi dan lingkungan. Untuk
mengurangi dampak tersebut diperlukan pengendalian yang murah, ramah lingkungan dan aman
yaitu dengan pestisida nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
campuran filtrat kunyit, jahe dan lengkuas terhadap kejadian penyakit antraknos, pada cabai
yang ditanam di lahan rawa Desa Hiyung. Inokulasi patogen antraknos terjadi secara alami
karena daerah tersebut endemis penyakit antraknos. Aplikasi campuran filtrat uji dilakukan pada
saat tanaman mulai berbunga. Perlakuannya adalah konsentrasi campuran filtrat kunyit, jahe dan
lengkuas dalam air yaitu 150 ml/L, 100 ml/L dan 50 ml/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari aplikasi campuran filtrat kunyit, jahe dan lengkuas pada konsentrasi 150 ml/L cukup efektif
mengendalikan kejadian penyakit antraknos pada cabai rawit hiyung di Desa Hiyung, sedangkan
konsentrasi 50 ml/Ldan 100 ml/L kurang efektif. Aplikasi campuran filtrat kunyit, jahe dan
lengkuas relatif tidak mempengaruhi jumlah buah, berat buah maupun tinggi tanaman cabai rawit
hiyung.
Kata kunci – Jamur patogen – pestisida nabati – rawit banjar

Abstract
Hiyung variety cayenne pepper is a Banjar cayenne pepper which is widely planted by farmers in
the swamp land of Hiyung Village, Tapin Tengah District, South Kalimantan Province. The main
problem of chili plants is anthracnose disease caused by the fungus Colletotrichum sp.
Anthracnose disease causes the fruit to become rotten and production will decrease eventually
cause losses. Control of anthracnosis is still widely used by chemical pesticides, and this can
have a negative impact on consumers, economics and the environment. To reduce this impact, it
requires cheap, environmentally friendly and safe control, namely by botanical pesticides. This

Dikirimkan tanggal 8 Juli 2022, Diterima tanggal 5 September


29 2022, Terbit online tanggal 29 September 2022
Corresponding Author: Mariana, e-mail: mariana@ulm.ac.id
Suminar S, dkk., 2022

study aims to determine the effect of the concentration of mixture of turmeric, ginger and
galangal filtrate on the incidence of anthracnose disease. Chili is planted in swamp cultivation
area in Hiyung Village. Anthracnose pathogenic inoculation occurs naturally because the area is
endemic to the anthracnose disease. The application mixture of test filtrates is carried out when
plants begin to flower. The treatment is the concentration of ginger, galangal, and turmeric
filtrate mixture in water, which is 150 ml/L, 100 ml/L and 50 ml/L. The results showed that the
application of turmeric, ginger and galangal filtrate mixture at a concentration of 150 ml/L was
quite effective in controlling the incidence of anthracnose disease in hiyung cayenne pepper in
Hiyung Village, while concentrations of 50 ml/L and 100 ml/L were less effective. Application of
turmeric filtrate mixture, ginger and galangal relative does not affect the number of fruits, fruit
weight or height of the cayenne pepper plant.
Key words – Banjar cayenne – botanical pesticide – pathogenic fungus

Pendahuluan
Cabai adalah salah satu komoditas sayuran penting dan bernilai ekonomi tinggi di
Indonesia. Tanaman cabai dikembangkan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi di
Kalimantan Selatan sebagai salah satu provinsi yang memiliki potensi dalam budidaya cabai
rawit yaitu cabai hiyung. Cabai rawit hiyung merupakan cabai lokal di lahan rawa yang sekarang
sedang dikembangkan. Cabai ini berasal dari Desa Hiyung yang terletak di dataran rendah,
Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin. Cabai hiyung memiliki keunggulan karena
mempunyai tingkat kepedasan yang tinggi, pada deskripsi varietasnya masuk dalam kategori
sangat pedas dengan kadar capsicisin 699,87 ppm (Pramudiani & Hasbianto, 2014).
Permasalahan tanaman cabai yang sering dikeluhkan petani dan juga dapat mempengaruhi
hasil produksi tanaman cabai yaitu penyakit antraknos yang disebabkan oleh jamur
Colletrotrichum sp. Serangan penyakit ini sangat cepat menyebar dari satu tanaman ke tanaman
lainnya (Semangun, 2007; Silva et al., 2019).
Usaha pengendalian penyakit antraknos masih banyak menggunakan fungisida. Akan
tetapi, saat ini diperlukan pengendalian penyakit yang ramah lingkungan, aman dan murah.
Pengendalian yang tepat yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Beberapa penelitian sudah
membuktikan bahwa ekstrak kunyit, ekstrak jahe dan ekstrak lengkuas mempunyai kemampuan
sebagai anti mikroba. Kurkumin dan minyak kunyit menunjukkan efek anti jamur (Cho et al.,
2006; Johnny et al., 2011; Mujim, 2010).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi campuran filtrat
jahe, kunyit dan lengkuas terhadap kejadian penyakit antraknos pada buah cabai hiyung di
pertanaman cabai hiyung di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin, Provinsi
Kalimantan Selatan.

Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)
yang terdiri dari empat perlakuan, masing-masing perlakuan diulang lima kali. Setiap satuan
percobaan ada tiga tanaman, empat perlakuan yang diuji adalah konsentrasi campuran filtrat
(kunyit + lengkuas + jahe) dalam air: 0%, 5%, 10% dan 15%.
Lokasi penelitian ditentukan dengan memilih lahan pertanaman cabai yang riwayatnya
selalu terserang penyakit antraknos. Tanaman cabai ditanam dengan jarak 50 × 60 cm. Setiap
bedengan ditanami dengan dua jalur tanaman cabai hiyung. Masing-masing satuan percobaan
ditanam enam tanaman cabai dan tiga tanaman diantaranya digunakan sebagai tanaman sampel,
sehingga jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 120 tanaman. Bibit cabai hiyung yang telah
disemai, ditanam pada sore hari dan diberi sungkup daun rumbia supaya tidak langsung terkena
sinar matahari, untuk mencegah terjadinya kematian atau layu tanaman karena pengaruh suhu

30
Suminar S, dkk., 2022

yang tinggi. Bibit ditanam dalam keadaan sehat bebas dari hama dan penyakit. Setelah bibit
tanaman cabai ditanam, diaplikasikan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dengan
perbandingan 10:1000 ml air. Aplikasi dilakukan pada sore hari dengan cara dikocor di area
perakaran tanaman.
Pembuatan campuran filtrat kunyit, jahe dan lengkuas dibuat dengan menimbang masing-
masing rimpangan dengan perbandingan 1:1:1. Rimpangan tersebut dibersihkan dari kotoran
dengan air mengalir, kemudian bahan dipotong-potong dan dihaluskan dengan juicer hingga
diperoleh air kunyit, jahe, dan lengkuas yang sudah terpisah dari ampasnya. Filtrat rimpangan
tersebut sudah siap untuk digunakan. Aplikasi rimpang campuran filtrat kunyit, jahe dan
lengkuas dilarutkan dalam air sesuai perlakuan dan ditambahkan perekat (Agristick: alkilaril
poligikol eter) kemudian di semprotkan pada pertanaman cabai hiyung dengan menggunakan alat
semprot tangan, pada sore hari. Untuk kontrol hanya disemprot air dan perekat saja. Aplikasi
dilakukan saat tanaman sudah mulai berbunga dengan interval tujuh hari sekali. Takaran
konsentrasi campuran filtrat rimpang kunyit, jahe dan lengkuas yaitu masing-masing sebanyak
50 ml/L, 100 ml/L, 150 ml/L dengan volume semprot 100 ml/tanaman. Inokulasi patogen tidak
dilakukan karena pertanaman cabai di Desa Hiyung endemis penyakit antraknos.
Pengamatan terhadap kejadian penyakit antraknos dilakukan di lahan percobaan di Desa
Hiyung setelah tanaman berbuah setiap tujuh hari sampai 10 kali pada seluruh buah yang
terdapat pada tanaman cabai. Buah yang menunjukkan gejala antraknos dihitung dengan rumus
kejadian penyakit oleh Wheeler (1969) yaitu kejadian penyakit = jumlah buah yang
bergejala/jumlah buah yang diamati × 100% (Kiptoo et al., 2020).
Efektivitas fungisida nabati dihitung dengan rumus menurut Irasakti & Sukatsa (1987)
dalam Fitria dan Rachmawati (2019) sebagai berikut:

(Ipk − IPp)
EF = × 100%
IPk

Keterangan: EF = Efektivitas fungisida (%)


IPk = Intensitas penyakit pada kontrol
IPp = Intensitas penyakit pada perlakuan

Keefektivan fungisida dinilai dengan kategori sebagai berikut: 0 = tidak efektif, >0–20% =
sangat kurang efektif, >20–40% = kurang efektif, >40–60% = cukup efektif, >60–80% = efektif,
dan >80% = sangat efektif (Irasakti & Sukatsa, 1987).
Pengamatan pertumbuhan tanaman adalah parameter pertumbuhan dari tanaman cabai yang
terdiri dari jumlah buah, berat buah, dan tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dari pangkal
batang bagian bawah di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman tertinggi. Jumlah buah
dihitung dari jumlah buah pertanaman setiap kali panen. Dalam penelitian ini panen dilakukan
sebanyak 10 kali. Buah yang dipanen adalah buah yang sudah berwarna merah. Produksi cabai
dihitung dengan cara menimbang berat semua buah yang dipanen pada masing-masing tanaman,
pertanaman dan kemudian dibagi jumlah banyak buah untuk mendapatkan berat produksi rata-
rata persatuannya. Pada penelitian ini panen dilakukan sebanyak 10 kali.
Data hasil pengamatan dianalisis terlebih dahulu dengan uji kenormalan data dengan uji
Anderson Darling. Hasil uji kenormalan menunjukkan data menyebar normal kemudian
dilanjutkan dengan analisis ragam (ANOVA). Data hasil analisis ragam dari antar perlakuan
terdapat perbedaan nyata dengan tingkat kepercayaan 86,5% maka dilanjutkan dengan uji beda
nilai tengah menggunakan Least Significant Difference (LSD) atau uji beda nilai terkecil / uji
Fisher. Data diolah dengan aplikasi Minitab.

31
Suminar S, dkk., 2022

Hasil
Kejadian Penyakit
Pengamatan perkembangan kejadian penyakit dimulai dari minggu pertama setelah
tanaman cabai berbunga sampai minggu ke delapan menunjukkan bahwa kejadian penyakit
masih rendah berkisar antara 0,08% sampai 1,52%. Walaupun kejadian penyakit pada kontrol
minggu ke lima terjadi peningkatan dibandingkan dengan yang diberi perlakuan. Pada perlakuan
kontrol mulai minggu ke sembilan terlihat adanya perbedaan yaitu 37,51% lebih tinggi
dibandingkan dengan semua perlakuan yaitu 50 ml/L sebesar (29,30%), 100ml/L (23,09%) dan
150 ml/L sebesar (22,18%) (Gambar 1).

Perkembangan kejadian Penyakit

40,00
Persentase Kejadian Penyakit

35,00
30,00
Kontrol
25,00
50 ml/l
20,00
100 ml/l
15,00
150 ml/l
10,00
5,00
0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengamatan Ke-

Gambar 1. Presentase kejadian penyakit pada masing-masing perlakuan.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemberian campuran filtrat kunyit, jahe dan
lengkuas berpengaruh terhadap kejadian penyakit. Hasil uji beda nilai tengah dengan BNT (Beda
Nilai Terkecil) menunjukkan bahwa konsentrasi 150 ml/L dapat menekan kejadian penyakit
antraknos sampai 22,18% yang berbeda nyata dengan kontrol yaitu 37,51%. Persentase kejadian
penyakit, efektivitas fungisida dan kemampuan fungisida disajikan pada masing-masing
perlakuan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh aplikasi campuran filtrat kunyit, jahe dan lengkuas terhadap kejadian penyakit
antraknos pada cabai hiyung di Desa Hiyung.

No Perlakuan Kejadian Penyakit Efektivitas Fungisida Kemampuan Fungisida


1 Kontrol 37,51a 0
ab
2 50 ml/L 29,30 21,89% Kurang efektif
ab
3 100 ml/L 23,09 38,44% Kurang efektif
4 150 ml/L 22,18b 40,87% Cukup efektif

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.

32
Suminar S, dkk., 2022

Pada Tabel 1. terlihat pemberian campuran filtrat kunyit, jahe dan lengkuas menunjukkan
kejadian penyakit pada cabai hiyung berbeda-beda. Pada kontrol berbeda nyata dengan
perlakuan konsentrasi 150ml/L, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 50ml/L dan 100ml/L
tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Hasil perhitungan keefektivitasan fungisida nabati
dari campuran filtrat kunyit, jahe dan lengkuas, menunjukkan bahwa perlakuan 50ml/L terlihat
sebesar 21,89% dan 100ml/L terlihat senilai 38,44% yaitu dikategorikan kurang efektif
sedangkan perlakuan 150 ml/L terlihat sebesar 40,87% dikategorikan cukup efektif.

Pertumbuhan Tanaman
Rata-rata tinggi tanaman tidak menunjukkan perbedaan antara yang diberi perlakuan
dengan yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Pada pengamatan ke tujuh perlakuan kontrol
menunjukkan rata-rata tinggi tanaman yaitu 69,1 cm. Sedangkan perlakuan pada 50 ml/L, 100
ml/L dan 150 ml/L memiliki rata-rata yaitu 64,35 cm, 66,09 cm dan 65,58 cm (Gambar 2).

Gambar 2. Pengamatan tinggi tanaman, berat buah dan jumlah buah cabai pada masing-
masing perlakuan.

Hasil dari pengamatan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai menunjukkan bahwa rata-
rata tinggi tanaman perlakuan pada kontrol sebesar (69,1 cm), 50 ml/L (64,35 cm), 100 ml/L
(66,09 cm) dan 150 ml/L (65,58 cm). Hasil penimbangan rata-rata berat buah sehat dan sakit
dalam panen sebanyak 10 kali, berat buah sehat pada perlakuan kontrol dan 50 ml/L serta 100
ml/L relatif sama, tetapi berat buah pada perlakuan 150 ml/L sedikit lebih berat. Berat buah sehat
berkisar dari 0,72 gr sampai 0,85 gr. Pada kontrol dan 50 ml/L sama sedangkan pada 100 ml/L
yaitu 0,70 gr. Rata-rata berat buah sakit berkisar dari 0,41 gr sampai 0,36 gr. Dilihat dari rata-rata
berat per buah tersebut dapat diketahui penyakit antraknos dapat menurunkan berat buah. Buah
yang sudah matang atau berwarna merah dan buah yang sudah terserang penyakit ditimbang.
Hasil menunjukkan bahwa pengamatan rata-rata berat per satuan buah yang dipanen dari panen
pertama hingga panen ke sepuluh berkisar antara 0,70 sampai 0,85 gr. Berat buah sehat pada
perlakuan 150 ml/L 0,85 gr, rata-rata perlakuan kontrol dan 50 ml/L berat buahnya sama yaitu
0,72 gr, sedangkan perlakuan 100 ml/L yaitu 0,70 gr.
Hasil rata-rata pengamatan jumlah buah sebanyak 10 kali dalam panen, berat buah berkisar
antara 120–150 gr/perlakuan, dari hasil data tersebut pemberian campuran filtrat kunyit, jahe dan
lengkuas tidak mempengaruhi jumlah buah cabai. Hasil perhitungan yang didapat jumlah buah
yang dipanen sebanyak 10 kali pengamatan yaitu berat buah berkisar antara 120–150
gr/perlakuan, pada perlakuan kontrol, sebanyak 134,2 gr/perlakuan, pada perlakuan 50 ml/L
sebanyak 152,7 gr, pada perlakuan 100 ml/L sebanyak 141 gr, dan perlakuan 150 ml/L sebanyak
126,1 gr. Hasil penelitian ini menunjukkan buah yang dihasilkan relatif lebih berat dibanding
berat berat buah pada deskripsi varietas hiyung. Berat buah sehat berkisar dari 0,72 gr sampai
0,85 gr. Berat buah pada kontrol dan perlakuan 50 ml/L sama, sedangkan pada perlakuan 100
ml/L yaitu 0,70 gr. Rata-rata berat buah sakit berkisar dari 0,41 gr sampai 0,36 gr.

33
Suminar S, dkk., 2022

Pembahasan
Aplikasi campuran filtrat kunyit, jahe dan lengkuas dapat menekan kejadian penyakit
antraknos pada tanaman cabai hiyung di Desa Hiyung. Pengamatan pemberian campuran filtrat
kunyit, jahe dan lengkuas terhadap kejadian penyakit antraknos pada tanaman cabai hiyung dapat
menekan kejadian penyakit antraknos pada konsentasi 150 ml/L. Hal ini diduga karena senyawa
bahan aktif yang terkandung pada filtrat kunyit, jahe dan lengkuas bersifat fungisida dan pada
konsentrasi itulah yang secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan kejadian penyakit
antraknos.
Menurut Johnny et al., (2011), Mujim (2010), dan Robinson (1991), kunyit memiliki
kandungan minyak atsiri dan senyawa-senyawa yang terkandung dalam kunyit memiliki aktivitas
biologis sebagai anti fungi. Kunyit dapat dijadikan sebagai pengendalian penyakit tanaman yang
disebabkan oleh jamur karena kunyit menghambat pertumbuhan miselium jamur. Ekstrak kunyit
dapat menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus sp. dan Fusarium sp. (Oza et al., 2021). Cara
kerja ekstrak kunyit dalam menghambat pertumbuhan jamur adalah dengan perubahan morfologi
hifa yang mungkin tampak kolaps, gangguan membran plasma, kerusakan mitokondria,
kurangnya sitoplasma, lipatan membran inti dan penebalan dinding sel (Chandarana et al., 2005).
Menurut Robinson (1991), ekstrak heksana Curcuma longa (kunyit) dari 1000 mg/L mempunyai
efek anti jamur pada beberapa penyakit tanaman diantaranya Rhizoctonia solani, Phytophthora
infestans, dan Erysiphe graminis. Selain itu, 1000 mg/L ekstrak etil asetat C. longa mempunyai
efek penghambatan terhadap Botrytis cinerea, P. infestans, R. solani, dan Puccinia recondita,
sedangkan pemberian kurkumin konsentrasi 500 mg/L menunjukkan juga aktivitas anti jamur
pada P. infestans, R. solani, dan Pu. recondita (Kim et al., 2003).
Menurut Mujim (2010), jahe memiliki kandungan senyawa anti jamur yang terdapat
didalam filtratnya, selain itu jahe memiliki senyawa sineol dan turunan dari golongan
fenilpropana bahkan senyawa fenol yang dapat menghambat pertumbuhan jamur. Begitu juga
rimpang jahe mengandung senyawa aromatik yang memiliki daya racun sehingga dapat berfungsi
sebagai fungisida. Ekstrak kloroform jahe pada konsentrasi 750 mg/ml menunjukkan zona
hambat tertinggi 25,75 mm terhadap Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici penyebab penyakit
layu tomat (Rawal & Adhikari, 2016).
Lengkuas mengandung senyawa golongan flavonoid, fenol dan terpenoid (Yuharmen et al.,
2002). Kandungan dari rimpang lengkuas memiliki kurang lebih 1% minyak atsiri dan berwarna
kuning kehijauan yang terutama terdiri atas 48% metil sinamat, seskuiterpen, 1% kamfer,
galangin, eugenol dan sineol (Sinaga et al., 2000). Filtrat air lengkuas dapat menghambat jamur
Colletrotrichum sampai 100% pertumbuhan miselium dan perkecambahan konidia C.
gloeosporioides penyebab penyakit antraknos pada cabai rawit. Keefektivan lengkuas terhadap
patogen tumbuhan perkecambahan konidia jamur Pestalotiopsis versicolor pada konsentrasi 500
mg/L dilaporkan penghambatan mencapai 100%. Filtrat air dan minyak lengkuas juga berpotensi
dalam pengendalian mikroba patogen tumbuhan sebagai antimikroba (Yulia et al., 2006). Pada
ekstrak kloroform dari lengkuas dapat menghambat pertumbuhan C. capsici sebesar 50,72 %
sampai 63,57% (Johnny et al., 2011). Percobaan in vitro menggunakan minyak atsiri yang
diisolasi dari tanaman lengkuas terbukti efektif melawan Rhizoctonia solani. Minyak akar
lengkuas menunjukkan khasiat anti jamur terbaik pada 500 ppm dalam menghambat
pertumbuhan dan perkembangan 40% pada berbagai tahap siklus hidup R. solani (Prasad &
Kumar, 2016).
Aplikasi rimpangan relatif tidak mempengaruhi tinggi tanaman cabai hiyung di semua
perlakuan. Dengan demikian, aplikasi kunyit, jahe, dan lengkuas tidak berpengaruh negatif
terhadap tinggi tanaman sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dilihat dari rata-rata
berat per buah dapat diketahui penyakit antraknos dapat menurunkan berat buah, karena menurut
deskripsi varietas hiyung, berat buah sehat adalah 0,45–0,49 gr. Di lain pihak, berat buah sakit
lebih rendah dari berat buah sehat yaitu berkisar antara 0,36–0,49 gr, pada perlakuan 100 ml/L
rata-rata 0,49 gr, perlakuan 50 ml/L rata-rata 0,45 gr, perlakuan kontrol rata-rata 0,41 gr dan

34
Suminar S, dkk., 2022

perlakuan 150 ml/l yaitu rata-rata 0,36 gr. Penyakit antraknos juga dapat menurunkan berat buah
serta menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah, dan
merupakan masalah utama pada buah masak, serta berakibat serius terhadap penurunan hasil dan
penyebaran penyakit. Tinggi tanaman mempunyai pengaruh terhadap jumlah, karena semakin
tinggi tanaman maka buah yang berada pada tanaman tersebut tinggi dari permukaan tanah dan
mengurangi percikan air dari tanah, ini sesuai dengan pendapat Rofidah et al. (2018) peningkatan
pada tinggi tanaman akan diikuti oleh penurunan jumlah buah yang tidak bagus, tinggi tanaman
berpengaruh terhadap ketahanan tanaman penyakit antraknos. Buah sakit ini merupakan salah
satu sumber penyebaran jamur buah dari tanaman yang lebih tinggi dan tidak menyentuh tanah
dapat mengurangi percikan air tanah ke buah. Antraknos dapat menghilangkan hasil buah cabai
mencapai 100% jika pengendalian yang diterapkan kurang tepat (Gunawan, 2006). Serangan
penyakit antraknos terjadi pada saat buah telah masak maupun ketika masih muda (Syamsudin,
2002). Berat buah relatif tidak dipengaruhi oleh aplikasi campuran filtrat kunyit, jahe dan
lengkuas. Aplikasi pestisida nabati sebaiknya tidak mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Sidauruk et al. (2020) bahwa ekstrak
kunyit tidak berpengaruh terhadap bobot tongkol, indeks kemanisan dan produksi jagung.

Kesimpulan
Aplikasi campuran filtrat kunyit, jahe dan lengkuas pada konsentrasi 150 ml/L cukup
efektif mengendalikan kejadian penyakit antraknos pada cabai rawit hiyung di Desa Hiyung,
sedangkan konsentrasi 50 ml/L dan 100 ml/L kurang efektif. Aplikasi campuran filtrat kunyit,
jahe dan lengkuas relatif tidak mempengaruhi jumlah buah, berat buah maupun tinggi tanaman
cabai rawit hiyung.

PUSTAKA
Chandarana, H., Baluja, S. & Chanda, S.V. (2005). Comparison of antibacterial activities of
selected species of Zingiberaceae family and some synthetic compounds. Turkish Journal
of Biology, 29(2), 83–97.
Cho, J.Y., Choi, G.J., Lee, S.W, Jang, K.S., Lim, H.K., Lim, C.H., Lee, S.O., Cho, K.Y. & Kim,
J.C. (2006). Antifungal activity against Colletotrichum spp. of curcuminoids isolated
from Curcuma longa L. rhizomes. Journal of Microbiology and Biotechnology, 16 (2),
280–285.
Fitria, R.U. & Rachmawati, D. (2019). Efektivitas fungisida bahan aktif mankozeb untuk
mengendalikan hawar daun kentang (Phytopthora infestans) di Sumber Brantas dan
Nongkojajar. Agrika: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 13(2), 90–100.
Gunawan, O.S. (2006). Mikroba antagonis untuk pengendalian penyakit antraknos pada cabai
merah. Jurnal Hortikultura, 16(2), 151–155.
Irasakti, L. & Sukatsa. (1987). Uji kemempanan beberapa fungisida terhadap penyakit bercak
coklat pada tanaman padi. Gatra Penelitian Penyakit Tumbuhan dalam Pengendalian
Secara Terpadu, PFI, Surabaya, 24–26 November, hal. 55–70.
Johnny, L., Yusuf, U.K. & Nulit, R. (2011). Antifungal activity of selected plant leaves crude
extracts against a pepper anthracnose fungus, Colletotrichum capsici (Sydow) Butler and
Bisby (Ascomycota: Phyllachorales). African Journal of Biotechnology, 10(20), 4157–
4165.
Kim, M.K., Choi, G.J. & Lee, H.S. (2003). Fungicidal property of Curcuma longa L. rhizome-
derived curcumin against phytopathogenic fungi in a greenhouse. Journal of Agricultural
and Food Chemistry, 51(6), 1578–1581.
Kiptoo, G.J., Kinyua, M.G., Matasyoh, L.G. & Kiplagat, O.K. (2020). Morphological traits

35
Suminar S, dkk., 2022

associated with anthracnose (Colletotrichum lindemuthianum) resistance in selected


common bean (Phaseolus vulgaris L.) genotypes. African Journal of Plant Science 14(2),
45–56.
Mujim, S. (2010). Pengaruh ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap
pertumbuhan Pythium sp. penyebab penyakit rebah kecambah mentimun secara in vitro.
Jurnal Hama Penyakit Tumbuhan Tropika, 10(1), 59–63.
Oza, K., Jain, B.K. & Maitreya, B. (2021). Antifungal activity of turmeric (Curcuma longa)
rhizome against different fungi. Indian Journal of Natural Sciences 11(64), 29014–
29017.
Pramudiani, L. & Hasbianto, A. (2014). Cabai hiyung, si kecil yang rasanya sangat pedas. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan.
Prasad, L. & Kumar, R. (2016). Antifungal activity of phenolics against Rhizoctonia solani, a
wide host range plant pathogen. Vegetos, 29, 11–13.
Rawal, P. & Adhikari, R.S. (2016). Evaluation of antifungal activity of Zingiber officinale
against Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici. Advances in Applied Science Research,
7(2), 5–9.
Rofidah, N. I., Yulianah, I. & Respatijarti, R. (2018). Korelasi antara komponen hasil dengan
hasil pada populasi F6 tanaman cabai merah besar (Capsicum annuum L.). Jurnal
Produksi Tanaman, 6(2), 230–235.
Semangun, H. (2007). Penyakit penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Sidauruk L., Manalu C.J. & Sinukaban D.E.A.F. (2020). Efektifitas pestisida nabati dengan
berbagai konsentrasi pada pengendalian serangan hama dan produksi tanaman jagung
manis (Zea mays saccharata Sturt). Jurnal Ilmiah Rhizobia, 2(1), 24–32.
Silva, D.D., Groenewald, J.Z., Crous, P.W., Ades, P.K., Nasruddin, A., Mongkolporn, O. &
Taylor, P.W.J. (2019). Identification, prevalence and pathogenicity of Colletotrichum
species causing anthracnose of Capsicum annuum in Asia. IMA Fungus, 10(8), 1–32.
doi:10.1186/s43008-019-0001-y.
Sinaga, E., Rahayu, S.E. Wahyuningsih, E. & Matondang, I. (2000). Alpinia galanga (L.) Wild.
Lengkuas. In E. Sinaga, S.E. Rahayu, E. Wahyuningsih, & I. Matondang, I. (Eds.)
Katalog tumbunan obat di Indonesia, Zingiberaceae (pp. 411) Universitas Nasional
Press, Jakarta.
Syamsudin. 2002. Pengendalian penyakit terbawa benih (seedborne disease) pada tanaman cabai
(Capsicum annum L.) menggunakan agen biokontrol dan ekstrak botani. Makalah
Falsafah Sains Program Pasca Sarjana/S3, IPB. Bogor.
Wheeller, B.E.J. (1969). An introduction to plant diseases. J. Wiley. London.
Yuharmen, Y., Eryanti, Y. & Nurbalatif. (2002). Uji aktivitas antimikrobia minyak atsiri dan
ekstrak metanol lengkuas (Alpinia galanga). Jurnal Natur Indonesia, 4 (2), 178–183.
Yulia, E., Shipton, W.A. & Coventry, R.J. (2006). Activity of some plant oils and extracts
against Colletotrichum gloeosporioides. Plant Pathology Journal, 5(2), 253–257.

36

Anda mungkin juga menyukai