Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Biostimulan Jamur Trichoderma harzianum Terhadap

Pertumbuhan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Influence Of Fungus Biostimulats Trichoderma harzianum Against The Growth Of


Shallot ( Allium ascalonicum L.) Cultivar Of Bali Karet and Keta Monca
Titi Andriani*1, Ernin Hidayati 2, I Made Sudantha2
1
(Mahasiswa S1, program studi biologi, fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas matarm,
matarm, indonesia;
2
(dosen pembimbing, program studi biologi, fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas
mataram, mataram, Indonesia
*corresponding author, email: titiandriani 2022@ gmail . com

ABSTRAK

bawang merah merupakan tanaman holtikultur, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh biostimulan
jamur trichoderma harzianum dalam memacu pertumbuhan bawang merah (Allium ascalonicum L.) kultivar Bali Karet
dan Keta Monca. Penelitian dilaksanakan pada bulan juni hingga Desember 2022 di, Green House Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, pengamatan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Metode yang digunakan adalah eksperimental. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
perlakuan faktor dosis biostimulan, kontrol 2,5 mL, 5 mL dan 7,5 mL. Variabel yang diamati tinggi tanaman, jumlah
daun, panjang akar dan jumlah umbi dan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analysis of variance
(ANOVA) dengan menggunakan aplikasi costat. Uji lanjut menggunakan uji BNJ atau HSD pada taraf 5%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: Pemberian biostimulan jamur trichoderma harzianum tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah umbi, baik pada umur 7 dan 21 HST pada bawag merah kultivar Bali Karet dan
Keta Monca. Pengaruh nyata mulai terlihat saat umur 28,35 dan 42 HST hanya terhadap tinggi tanaman. Pengaruh nyata
juga terlihat pada panjang akar saat umur 60 HST. Dosis biostimulan 2,5 mL menunjukkan pengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan bawang merah Kultivar Bali Karet maupun Keta Monca..

Kata kunci: Bawang merah; Biostimulan; Trichoderma harzianum

ABSTRACT

Shallot is a horticultural plant. This study aims to determine the effect of mushroom biostimulants Trichoderma
harzianum in driving shallot growth (Allium ascalinicum L.) cultivars of Bali Karet and Keta Monca. The research was
carried out from June to December 2022 at the Green House of the Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
observations at the Microbiology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Mataram. The method used is
experimental. This study used a randomized block design (RBD) with treatment of biostimulant dose factors, control, 2.5
mL, 5 mL, and 7.5 mL. The variables observed were plant height, number of leaves, root length and number of tubers
and were analyzed quantitatively using analysis of variance (ANOVA) usig the costat application. Follow-up tests use
the BNJ or HSD test at a significant level of 5%. The results showed that: Provision of mushroom biostimulants
Trichoderma harzianum did not significantly affect plant height, number of leaves, and number of tubers at the age of 7
an 21 HST on shallots of Bali Karet and Keta Monca cultivars. The real effect began to be seen at the age of 28, 35 and
42 HST only on plant height. Significant effect was also seen on root length at 60 HST. The 2.5 mL dose of biostimulant
showed the best effect on shallot growth of Bali Karet and Keta Monca Cultivars.

Key words: Shallot; Biostimulant; Trichoderma harzianum


PENDAHULUAN

Tanaman bawang merah ( Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman hortikultura. Tanaman bawang
merah ini termasuk dalam komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sudah lama dibudidayakan oleh
masyarakat. Indonesia termasuk negara yang menjadikan bawang merah ini sebagai penyedap masakan dan
bahan obat tradisional atau bahan baku farmasi lainnya(Sudaryanto, 2012). Bawang merah mempunyai
kultivar lokal yaitu Bali karet dan Keta Monca. Keta Monca atau Bima Brebes berasal dari Bima bentuk
umbinya kecil lonjong daunnya relative kecil sedangkan Bali karet atau Batu Ijo berasal dari sembalun,
bentuk umbinya besar bulat, daunnya relative lebih besar.
Umumnya bawang merah dari tahun ketahun mengalami peningkatan konsumsi. Berdasarkan data
sensus (2021), dalam dua tahun trakhir (2020-2021), konsumsi bang merah mengalami peningkatan dari 0,518
ons menjadi 0,561 ons artinya terjadi peningkatan jumlah konsumsi sebesar 8,30%. Tingginya minat
masyarakat dalam mengkonsumsi bawang merah belum terpenuhi dalam produksi yang memadai sehingga
kebutuhan dalam negeri masih dipenuhi dengan impor. Menurut Deptan (2015) , pada empat tahun trakhir
(2012-2015) impor bawang merah masih tetap tinggi yaitu mencapai 122.190 ton, 96.139 ton, 74.019 ton, dan
tahun 2015 impor bawang merah suda sebesar 17.401 ton, dan menurut Wahyudi (2022), produktivitas
bawang merah mencapai 50%.
Penurunan produksi disebabakan oleh banyak faktor yaitu biaya input yang tinggi, teknik budidaya,
kondisis tanah, iklim, serangan hama dan penyakit, salah satu contohnya adalah penyakit layu Fusarium
oxysporum merupakan patogen tular tanah, patogen ini termasuk kedalam tanaman melalui akar dan kemudian
meyebar ke seluruh tanaman (Moekasan et al,. 2000). Hal yang sama dilaporkan leh Sudantha et al. (2020)
tanaman bawang merah yang terserang jamur Fusarium oxysporum menunjukkan gejala layu, menguning,
melengkung dan pada umbi terjadi pembusukan. Upaya yang dapat dilakukan dengan menggunakan
biostimulan. Calvo et al (2014). Menegaskan biostimulan merupakan formulasi senyawa bioaktif tanaman
atau mikroorganisme yang dapat diaplikasikan pada tanaman dengan tujuan untuk meningkatkan efesiensi
penyerapan nutrisi. Mikroorganisme yang biasa digunakan sebagai biostimulan adalah jamur Trichoderma sp.
Menurut Sudantha (2007). Trichoderma sp. dapat memacu pertumbuhan tanaman mulai dari tinggi
tanaman, jumlah daun, panjang akar, dan meningkatkan jumlah anakan dan bobot bawang merah kering.
Salah satu jenis dari Trichoderma sp. adalah Trichoderma harzianum yang dimana dapat memacu
pembentukan bunga, biji dan sebagai agen pengurai bahan organik tanah, dengan demikian bahwa biostimulan
jamur Trichoderma harzianum mempunya peran dalam memacu pertumbuhan dan hasil bawang merah yang
melimpah. Berdasarkan uraian yang dikemukakan, maka perlunya dilakukan penelitian tentang “pengaruh
biostimulan jamur Trichoderma harzianum terhadap pertumbuhan bawang merah (Allium ascalonicum L.)
kultivar Bali Karet dan Keta Monca”.

2
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Penelitian dilakukan pada Juni sampai
dengan Desember 2022.
Bahan Penelitian
Pembuatan biostimulan dalam bentuk cair, dengan tahap awal dilakukan pemanenan konidia pada
biakan jamur Trichoderma harzianum yang sudah dewasa atau berumur 7 hari dengan rerata pertumbuhan
diameter koloni Trichoderma harzianum pada cawan petri 9 cm. Proses pembuatan dilakukan di Laminar Air
Flow dengan masing-masing penuangan sekitar 5 mL air steril ke dalam 3 cawan petri yang berisi biakan
Trichoderma harzianum kemudia diaduk dengan menggunakan kuas halus , selanjutnya dituangkan ke dalam
Erlenmeyer yang berisi 1 L aquades, kemudian difermentasi selama 7 hari. Biakan jamur yang digunkan
sebagai agens biokontrol merupkan koleksi pribadi Prof. Dr. Ir. I Made Sudantha, MS.
Bibit bawang merah yang digunakan adalah Varietas Bali Karet dan Keta Monca yang biasa ditanam
oleh petani bawang merah di NTB yang dibeli dari penangkar benih di NTB. Bibit yang digunakan adalah
bibit yang telah melewati masa simpan dua bulan serta tampak titik tumbuh diakarnya. Sebelum penanaman,
umbi bibit bawang merah dipotong diujung sekitar 1 cm.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang
terdiri dua faktor, yaitu faktor dosis biostimulan dan faktor kultivar bawang merah. Faktor dosis biostimulan
terdiri dari empat aras: b0 = tanpa biostimulan Trichoderma (air), b1 = biostimulan Trichoderma 2,5 mL, b2 =
biostimulan Trichoderma 5 mL, b3 = biostimulan Trichoderma 7,5 mL. Faktor kultivar bawang merah (V)
yang digunakan terdiri dari dua aras: k1 = kultivar Bali Karet, k2 = kultivar Keta Monca.
Perlakuan merupakan kombinasi dari kultivar bawang merah dan dosis biostimulan dengan umlah 6
kali ulangan, dengan demikian jumlah total unit penelitian 4 aras di kali 6 ulangan hasilnya 24 unit percobaan
pada masing – masing v1 dan v2 kultivar. Masing – masing perlakuan mengunakan kultivar Bali Karet dan
Keta Monca sebanyak 3 umbi pada tiap 1 polybag, dengan demikian dibutuhkan 72 umbi bawang merah
(Allium ascalonicum L.).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan media tanaman dilakukan dengan mencampur tanah sawah dan pupuk kandang kotoran sapi
(terdekomposisi alami) dengan perbandingan 3:2. Media tanaman dimasukkan ke dalam polybag berukuran
35×35 cm yang berkapasitas 5 kg. pemeberian pupuk dasar dilakukan menggunakan pupuk anorganik NPK,
sebelum penanaman benih bawang merah dengan cara menaburkannya merata pada permukaan tanah di
dalam polybag. Penanaman bawang merah dilakukan denan cara polybag yang berisi tanah yang sudah
dilubangi sedalam 3,0 cm dengan permukaan tanah rata. Setiap polybag ditanami tiga umbi bibit bawang
merah dengan masing-masing jarak 10 cm antara umbi.
Aplikasi biostimulan cair dilakukan pada saat umbi bawang merah berumur 7 hari setelah tanam (hst),
10 hst, 35 hst, 38 hst, 56 hst dan 58 hst. Aplikasi biostimulan dilakukan dengan cara disuntik dibagian dekat
akar tanaman bawang merah yang sudah tertanam di polybag. Konsentrasi biostimulan yang diberikan adalah
2,5 mL, 5 mL dan 7,5 mL per tanaman. Penyiraman dilakukan pada sore hari. Penyiraman tanaman diberikan
setiap hari denga interval satu kali setiap hari pada pagi atau sore hari. Pupuk susulan diberikan pada umur
tanam 7 hst, 21 hst, 28 hst, 35 hst dan 42 hst.
Analisis Data
Data dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tara nyata 5% menggunakan softwater
Costat versi 6.400. Variabel yang menunjukkan interaksi perlakuan diuji lanjut dengan BNJ (5%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman bawang merah kultivar Bali Karet dan Keta Monca pada 7 hingga 42 hari setelah tanam
yang diberi perlakuan biostimulan dri jamur Trichoderma harzianum dapat dilihat Tabel 1 yaitu :
Tabel 1 Pengaruh dosis biostimulan Trichoderma terhadap tinggi tanaman bawang merah
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

3
28 HST 35 HST 42 HST
b b b
b0 21,061 21,955 22,194
a a a
b1 38,427 41,138 42,883
ab ab ab
b2 31,988 33,483 35,277
ab ab ab
b3 23,594 24,277 24,994
BNJ 5% 17,328 17,303 18,228

Keterangan: a, ab, b, ab = Huruf yang sama menandakan perbedaan yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

a, b = Huruf yang berbeda menandakan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman

HST = Hari Setelah Tanam

Hasil anova tinggi tanaman bawang merah kultivar Keta Monca juga menunjukkan perbedaan yang
nyata dalam tinggi tanaman antara perbedaan kontrol dengan b1 dan b2 hanya pada tanaman 28 hingga 42
hari setelah tanaman. Analisis lengkap terdapat pada lampiran 2. Hasil pengujian biostimulan Trichoderma
harzianum terhadap bawang merah (Allium ascalonicum L.) dapat dilihat pada tabel (1). perlakuan
biostimulan Trichoderma harzianum yang berpengaruh terhadap tinggi tanaman bawang merah kultivar Bali
Karet pada hari ke 28 – 42 setelah tanam adalah dosis b1 (2,5 mL) dengan hasil pengukuran 38, 427 cm. 41,
138 cm. 42, 883 cm. artinya hasil pengukuran tinggi tanaman mengalami peningkatan pertumbuhan tiap
minggunya.
Hal ini memungkinkan penyerapan sinar matahari secara optimal dan menghasilkan fotosintesis untuk
menghasilkan fosintat yang lebih besar. Leher et al.,(2017) mengatakan bahwa, produksi fotosintat yang lebih
besar memungkinkan terbentuknya seluruh organ tanaman. Tinggi tanaman mengalami peningkatan
pertumbuhan tiap minggunya . kultivar Bali Karet ukuran umbinya besar. Menurut (Sutono et al. 2007 dalam
kalwi et al. 2015) umbi bawang merah yang berukuran besar tumbuh dan menghasilkan daun - daun yang
lebih panjang terlihat segr dan daunnya lebih besar. Perlakukan dosis b2 (5 mL) juga mengalami peningkatan
pertumbuhan tinggi tanaman tiap minggunya pada hari ke 28 – 42 setelah tanam dengan hasil pengukuran
31,988 cm. 33,483 cm. 35,277 cm. tetapi tidak sebesar pengaruh perlakuan dosis b1 (2,5 mL). sedangkan
perlakuan biostmulan Trichoderma harzianum dengan dosis b3 (7,5 mL) pada hari ke 28 – 42 setelah tanam,
berpengaruh rendah terhadap tinggi tanaman bawang merah kultivar Keta Monca deangn hasil pengukuran
23,594 cm. 24,277 cm. 24,994 cm. Artinya hasil pengukuran tinggi tanaman mengalami penurunan
pertumbuhan tiap minggunya.
Hal ini dikarenkaan penggunaan zat pengaruh tumbuh (biostimulan) harus dengan dosis yang optimal,
apabila dosis yang tinggi dapat meyebabkan perkembangan tanaman bawang merah menurun. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Pamungkas, et al. 2009 dalam Nova, et al. 2017) zat pengatur tumbuh (biostimulan) akan
meningkatkan pertumbuhan tanaman apabila mencapai pengunaan yang optimal, akan tetapi apabila dosis
yang diberikan melebihi penggunaan yang optimal, maka akan mengganggu metabolisme dan perkembangan
tumbuhan sehingga mengakibatkan penrunan terhadap produksi pertumbuhannya. Tanpa biostimulan
Trichoderma harzianum bo (air) tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman bawang merah baik itu kultivar
Bali Karet dan Keta Monca.
Jumlah Daun
Jumlah daun bang merah Kultivar Bali Karet dan Keta Monca pada 7 hingga 42 hari setelah tanam yag
diberi perlakuan biostimulan dari jamur Trichoderma harzianum dapat dilihat Tabel 2 yaitu:
Tabel 2 Pengaruh dosis biostimulan Trichoderma terhadap jumlah daun bawang merah
Perlakuan Jumlah Daun (helai)

35 HST 42 HST
a a
b0 10,944 12,222
a a
b1 15,166 17,166
a a
b2 12,944 15
a a
b3 10,722 12,722

4
BNJ 5% 7,015 7,976

Keterangan: a, a = Huruf yang sama menandakan perbedaan yang tidak nyata terhadap jumlah daun

HST = Hari Setelah Tanam

Hasil anova tinggi tanaman bang merah kultivar Keta Monca juga menunjukkan perbedaan yang tidak
nyata dalam jumlah daun antara pebedaan kontrol dengan b1 dan b2 pada hari ke 7 hingga 42 hari setelah
tanam. Data hasil analisis lengkap terdapat pada lampiran 3. Hasil pengujian biostimulan Trichoderma
harzianum terhadap bawang merah (Allium ascalonicum L.) dapat dilihat pada tabel (2). Perlakuan
biostimulan Trichoderma harzianum yang berpengaruh terhadap jumlah daun bawang merah kultivar Bali
Karet pada hari ke 35 – 42 setelah tanam adalah dosis b1 (2,5 mL) dengan hasil hitung terdapat 15, 166 helai.
17, 166 helai, artinya hasil hitung jumlah daun mengalami peningkatan pertumbuhan tiap minggunya dan
menunjukkan jumlah daun terbanyak.
Hal ini diduga karena jumlah daun yang lebih banyak memungkinkan penyerapan sinar matahari secara
optimal dan menghasilkan fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat yang lebih besar. Leher et al., (2017)
mengatakan bahwa, produksi fotosintat yang lebih besar memungkinkan terbentuknya seluruh organ tanaman,
selain itu juga pemberian biostimulan mampu mempengaruhi proses daur unsur hara seperti melarutkan
fospat (P) yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman, mengikat nitrogen di udara, dan menghasilkan
berbagai enzim dan hormon bagi senyawa bioaktif untuk pertumbuhan tanaman (Safuan et al. 2013).
Pemberian mikroorganisme langsung kedalam tanah diduga mampu mendegradasi bahan organik dalam
tanah sehingga menjadi makanan bagi mikrorganisme untuk memperbanyak diri. Leher et al. (2016)
menyatakan bahwa tanaman yang diberi gabungan agen hayati yang didalamnya terdapat Trichoderma
harzianum yang mampu mendekomposisi liginin, selulosa, dan kithin dari bahan organic menjadi
makanannya serta menyediakan unsur hara yang siap diserap tanaman. Semakin besar pertumbuhan vegetative
tanaman bawang merah menunjukkan bahwa ketersediaan hara dalam biostimulan dengan konsentrasi yang
sesuai sehingga salah satu komponen pertumbuhan yaitu jumlah daun.
Dosis b2 (5 mL) juga mengalami peningkatan pertumbuhan jumlah daun tiap minggunya pada hari ke
35 – 42 setelah tanam dengan hasil hitung 12, 944 helai. 15 helai. tetapi tidak sebesar pengaruh perlakuan
dosis b1 (2,5 mL). Sedangkan perlakuan biostimulan Trichoderma harzianum dengan dosis b3 (7,5 mL) pada
hari ke 35 – 42 setelah tanam, berpengaruh rendah terhadap jumlah daun bawang merah kultivar Keta Monca
dengan hasil hitung 10,722 helai, 12, 722 helia. yang artinya hasil hitung jumlah daun mengalami penurunan
pertumbuhan terhadap jumlah daun bawang merah. Hal ini dikarenakan ketika pengaplikasian biostimulan
akan meningkatkan pertumbuhan tanaman apabila mencapai pengunaan yang optimal, akan tetapi apabila
dosis yang diberikan melebihi penggunaan yang optimal, maka akan mengganggu metabolisme dan
perkembangan tumbuhan sehingga mengakibatkan penurunan terhadap produksi pertumbuhannya
(Pamungkas, et al. 2009 dalam Nova, et al. 2017). (Sutedjo, 2012 dalam Devi, et al. 2022) yang menyatakan
kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara selama pertumbuhan dan perkembangannya tidak sama
sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak optimal. Sedangkan tanpa biostimulan
Trichoderma harzianum bo (air) tidak berpengaruh terhadap jumlah daun bawang merah baik itu kultivar Bali
Karet dan Keta Monca.
Panjang Akar
Panjang akar bawang merah kultivar Bali Karet dan Keta Monca pada 60 hari setelah tanam yang
diberi perlakuan biostimulan dari jamur Trichoderma harzianum dapat dilihat Tabel 3 yaitu:
Tabel 3 Pengaruh dosis biostimulan Trichoderma terhadap panjang akar bawang merah
Perlakuan Panjang Akar (cm)
b
b0 3,416
a
b1 15,300
ab
b2 9,888
ab
b3 7,322
BNJ 5% 10,38

Keterangan: a, ab, b, ab = Huruf yang sama menandakan perbedaan yang tidak nyata terhadap panjang akar

5
a, b = Huruf yang berbeda menandakan perbedaan yang nyata terhadap panjang akar

Hasil anova panjang akar bawang merah kultivar Keta Monca juga menunjukkan perbedaan yang nyata
dalam panjang akar antara pebedaan control dengan b1 dan b2 pada 60 hari setelah tanam. Data hasil analisis
lengkap terdapat pada lampiran 4. Hasil pengujian biostimulan Trichoderma harzianum terhadap bawang
merah (Allium ascalonicum L.) dapat dilihat pada tabel (3). Perlakuan biostimulan Trichoderma harzianum
yang berpengaruh terhadap panjang akar bawang merah kultivar Bali Karet pada hari ke 60 setelah tanam
adalah dosis b1 (2,5 mL) dengan hasil pengukuran yaitu 15, 300 cm dimana hasil pengukuran panjang akar
mengalami peningkatan pertumbuhan tiap minggunya.
Hal ini dikarenakan Trichoderma harzianum menginfeksi akar sehingga akar yang terinfeksi menjadi
lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan ( Sastrahidayat, et al. 2007 dalam Herman, 2021)
berkembangnya sistem perakaran akan mempengaruhi penyerapan unsur hara sehingga menjadi lebih
optimum, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. pengaruh dari jamur Trichoderma harzianum yang
hidup di sekitar perakaran yang membantu pertumbuhan akar dan terhindar dari serangan jamur patogen.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Dendang (2015) menyatakan Trichoderma harzianum menghasilkan
enzim ß – (1-3) glukanase dan kitinase yang menyebabkan eksolisis pada patogen sehingga hancurnya dinding
sel jamur Fusarium . Kitin dan glukan merupakan komponen utama penyusun dinding sel jamur yang dapat
dihancurkan dengan menggunakan enzim kitinase dan ß – (1-3) glukanase. Dosis b2 (5 mL) juga mengalami
peningkatan pertumbuhan panjang akar tiap minggunya hari ke 60 setelah tanam dengan hasil pengukuran 9,
888 cm. Tetapi tidak sebesar pengaruh perlakuan dosis b1 (2,5 mL). Sedangkan perlakuan biostimulan
Trichoderma harzianum dengan dosis b3 (7,5 mL) pada hari ke 60 setelah tanam, berpengaruh rendah
terhadap pertumbuhan panjang akar bawang merah kultivar Keta Monca dengan hasil pengukuran 7, 322 cm.
Artinya hasil pengukuran panjang akar mengalami perbedaan pertumbuhan terhadap panjang akar.
Hal ini dikarenakan penyerapan unsur hara yang berlebihan. Sesuai dengan pernyataan (Kusuma, 2003
dalam Nova, et al. 2017) menegaskan, dalam pengaplikasian biostimulan perlu diperhatikan ketetapan dosis,
karena jika dosis terlalu tinggi bukannya memacu pertumbuhan tanaman tetapi malah menghambat
pertumbuhan tanaman dan menyebabkan keracunan pada seluruh jaringan tanaman. Selain itu juga panjang
pendeknya akar dipengaruhi oleh faktor keturunan dan faktor luar (lingkungan). Sedangkan tanpa biostimulan
Trichoderma harzianum bo (air) tidak berpengaruh terhadap panjang akar bawang merah baik itu kultivar Bali
Karet dan Keta Monca.
Jumlah Umbi
Hasil pengujian biostimulan Trichoderma harzianum terhadap bawang merah (Allium ascalonicum
L.) kultivar Bali Karet dan Keta Monca, pada berbagai perlakuan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
umbi bawang merah kultivar Bali Karet dan Keta Monca. Hal ini karena pemberian biostimulan tidak dapat
memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Kusuma, 2003 dalam Nova, et
al. 2017) menegaskan, dalam pengaplikasian biostimulan perlu diperhatikan ketetapan dosis, karena jika dosis
terlalu tinggi bukannya memacu pertumbuhan tanaman tetapi malah menghambat pertumbuhan tanaman dan
menyebabkan keracunan pada seluruh jaringan tanaman.
Suhu pada lokasi penelitian tidak menentu dimana pada pagi hari suhu ruangan tempat penelitian
berkisar 28 - 30 ℃ tiap minggunya sedangkan suhu pada siang hari sampai sore hari berkisar 33 - 43 ℃ . Hal
ini ditegaskan oleh ( Wibowo, 1999 dalam Nurul, et al. 2019) intensitas sinar matahari yang dibutahkan untuk
pertumbuhan tanaman lebih dari 14 jam/ hari. Selain itu juga sering terjadinya perbedaan suhu pada saat
melakukan pengamatan. Suhu pada green house dikatakan tidak ideal terhadap pertumbuhan tanaman bawang
merah yaitu kisaran 34 ℃ , hal ini dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan umbi bawang merah.
Hal ini ditegaskan oleh ( Rukmana, 1994 dalam Nurul, et al. 2019) suhu yang optimal bagi pertumbuhan
bawang merah adalah antara 25-31 ℃ . Perubahan cuaca yang sering berubah kadang hujan dan panas. Pada
saat melakukan penelitian seringnya terjadi hujan deras yang mengenai tanaman bawang merah, karena
kondisi gereen house bocor, sehingga tergenang air yang berelebihan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan ( BPTP Yogyakarta, 2014 dalam Nurul, et al. 2019) curah hujan
yang tinggi pada lokasi penelitian tergenang air, yang menyebabkan akar tanaman jenuh air dan dalam
kondisi tercekam, tanaman bawang merah hanya mampu bertahan hidup sehingga untuk proses pembentukan

6
umbi menjadi terhambat. Curah hujan tinggi juga mengakibatkan semakin bertambahnya populasi Fusarium
oxysporum. Hal ini ditegaskan oleh Hadiwiyono et al (2020) bahwa Fusarium oxysporum menyebabkan
terganggunya pembentukan umbi, bahkan umbi dan bagian tanaman lainnya menjadi busuk.

KESIMPULAN

Pemberian biostimulan jamur Trichoderma harzianum tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun, dan jumlah umbi baik pada umur 7 dan 21 hari setelah tanam, pada bawang merah
kultivar Bali Karet dan Keta Monca. Pengaruh yang nyata mulai terlihat saat umur 28,35 dan 42 hari setelah
tanam hanya terhadap tinggi tanaman. Pengaruh nayata juga terlihat pada panjang akar saat umur 60 hari
setelah tanaman. Dosisi biostimulan 2.5 mL menunjukkan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bawang
merah kultivar Bali Karet maupun Keta Monca.

DAFTAR PUSTAKA

Calvo, P. L. Nelson, and J.W. Kloepper. 2014. Agricultural Uses of Plant Biostimulants. Plant Soil 383: 3–41.
DOI: https://doi.org/10.1007/s11104-014-2131-8.
Dendang, B. 2015. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Ganoderma sp. yang Menyerang Tanaman
Sengon Secara in-vitro.Jurnal Penelitian Kehutanan Wallace. 4(2): 147 – 156.
Devi. A. L., Maimunah. S., Fariz. H. S., Yudi. F., Juanda. S., 2022, Efektivitas Pemberian Media Tanaman
dan Ekoenzim pada Pertumbuhan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Seminar Nasional
UNIBA. Surakarta.
Hadiwiyono, Sari, K.., dan poromarto, S.H. (2022). Yields Losses Caused by Basal plate Rot . ( Fusarium
oxysporum f.sp. cepae). In some shallot Varieties. Caraka tani ; journal of sustainable agriculture, 35
(2), 250- 257.
Herman. G., 2021, Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Trichoderma sp. Terhadap Tanaman Bawang Merah
Varietas Bima Super Philips (Allium Ascalonicum, L.). Jurnal Ilmiah Agrosaint. 12 (2): 113- 118.
Kalwia H. Y. U., Henry, B., Ichwan, S. M., 2015, Pengaruh Ukuran Umbi dan Dosis Kalium Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Varietas Lembah Palu,
Jurnal Agrotekbis 3(6): 655-66.
Leher, L., Wardiyati, T., Moch Dawam, M. and Suryanto, A. 2016. Selection of Potato Varieties (Solanum
Tuberosum L.) in Midlands and The Effect of using Biological agents. International Journal of
Biosciences 9(3): 129-138. http://dx.doi.org/10.12692/ijb/9.3. 129-13.
Leher, L.,Wardiyati, T., Moch Dawam, M. and Suryanto, A. 2017. Influence of mulch and plant spacing on
yield of Solanum tuberosum L .cv. Nadiya at medium altitude. International Food Research Journal.
24(3): 1338-1344.
Moekasan, T.K., L. Prabaningrum, dan Meitha L. 2000. Penerapan PHT pada Sistem Tanaman Tumpang
Gilir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura . Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
Nova. L. S., Ratna. R. L., Asil. B., 2017, Respon Pertumbuhan dan Poduksi Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.) pada Konsentrasi Air Kelapa dan Lama Perendaman Umbi. Jurnal Agroekoteknologi
FP USU. 5(1): 17- 26.
Nurul. H., Pienyani. R., Ninik. K., 2019, Perlakuan Trichoderma Koningii dan Biourine Terhadap
Pengendalian Penyakit Moler (Fusarium oxysporum), Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.) di Tanah Mineral. Jurnal Agribisnis Perikanan. 12 (1) : 83- 92.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2017. Outlook Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian Jakarta. [09 juni 2022].

7
Safuan LO, Rakian TC, dan Kardiansa E, 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gliokompos terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.). Agroteknos 3(3): 127 –
132.
Simatupang, S. 1997. Pengaruh pemupukan boraks terhadap pertumbuhan dan mutu kubis. Jurnal Hortikultura
6(5): 456 - 469.
Sudantha, I . M. M. T. Fauzi, Sudirman dan N. M. L. Ernawati. 2020. : Pemanfaatan Ekstrak Beberapa Gulma
Yang Difermentasi dengan Jamur Trichoderma spp. Sebagai Biofungisida Nabati Untuk Pengendalian
Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman bawang merah. Laporan Penelitian PNBP Universitas
Mataram Tahun 2020. Mataram.
Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistic Sebagai Agen
Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae Pada Tanaman Vanili di Nusa Tenggara
Barat.Disertasi Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang.
Sudaryanto, S. 2012. Pengaruh Pemaparan Bunyi “Jangkrik (Gryllidae)” Ter Manipulasi pada Peak Frequency
(4,43 ± 0,05) 103 Hz terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Bawang Merah ( Allium
ascalonicum L.).
.

Anda mungkin juga menyukai