Anda di halaman 1dari 10

619

Jurnal Produksi Tanaman


Vol. 6 No. 4, April 2018: 619 – 628
ISSN: 2527-8452

TINGKAT KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS


CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) HIBRIDA PADA KEMASAKAN BUAH
TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA Colletrichum acutatum

RESISTANCE LEVEL OF HOT PEPPER VARIETIES (Capsicum annuum L.)


HYBRIDS IN FRUIT MATURITY OF ANTRACHNOSA Colletotrichum acutatum

Siti Muamaroh1*), Respatijarti1) dan Andi Wahyono2)

1)Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145 Jawa Timur, Indonesia
2)PT. Bisi International Tbk. Farm Kencong

Desa Kencong, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, Jawa Timur


*)E-mail : muamaroh07@gmail.com

ABSTRAK berdasarkan uji ANOVA adanya interaksi


antar perlakuan yang ditunjukkan pad
Tanaman cabai merah (Capsicum annuum karakter pengamatan kejadian penyakit dan
L.) merupakan salah satu komoditas diameter nekrosis. Varietas Imola
hortikultura yang diminati masyarakat kemasakan buah merah dan varietas HPT
Indonesia. Salah penyebab produksi buah 1729 kemasakan buah merah menunjukkan
cabai menurun adalah serangan penyakit perlakuan yang tahan terhadap serangan
antraknosa (Hidayat et al., 2004). Menurut penyakit antraknosa dibandingkan dengan
Syukur et al. (2009; Damm et al.,2012) perlakuan lainnya. Nilai korelasi antara rata-
bahwa patogen antraknosa yang paling rata ketebalan lapisan kutikula dan
banyak menyerang tanaman cabai merah kandungan capsaicin terhadap kejadian
adalah cendawa Colletotrichum acutatum. penyakit dan rata-rata diameter nekrosis
Proses infeksi cendawan penyakit secara statisktik menunjukkan adanya
antraknosa dipengaruhi oleh kondisi pengaruh yang berbeda nyata. Akan tetapi,
lingkungan, genetik tanaman dan fisiologi nilai korelasi antara rata-rata aktivitas enzim
buah (Hidayat et al., 2004). Penelitian peroksidase terhadap rata-rata kejadian
dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi penyakit dan rata-rata diameter nekrosis
PT Bisi International Tbk. Farm Sumber secara statistik tidak menunjukkan adanya
Agung, Kediri, Jawa Timur dan pengaruh yang berbeda nyata.
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Kultur
Jaringan dan Mikroteknik Fakultas Kata kunci: Cabai Merah, Penyakit
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Antraknosa, Kemasakan Buah,
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Colletotrichum acutatum
pada Bulan Maret hingga Mei 2016.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak ABSTRACT
Lengkap Faktorial (RALF). Faktor pertama
yaitu varietas hibrida cabai merah dan Hot pepper (Capsicum annuum L.) is one of
faktor kedua yaitu kemasakan buah yang the horticultural commodities which it is
berbeda. Karakter yang diamati yaitu, interest by Indonesian people. Cause the
kejadian penyakit (%), kelas ketahanan decrease production of hot peppers are
penyakit, diameter nekrosis (cm), ketebalan antrachnose (Hidayat et al., 2004).
kutikula (mm), kandungan capsaicin (mg/g), According to Syukur et al. (2009) that
dan aktivitas enzim peroksidase (unit/ml). antrachnose pathogen most attack hot
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pepper plant are Colletotrichum acutatum.
620

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 6, Nomor 4, April 2018, hlm. 619 – 628

Process of antrachnose infection influenced 2015). Meskipun mengalami peningkatan


by enviromental conditions, plant genetics produksi buah cabai merah, hal ini tidak
and physiology of fruit (Hidayat et al., 2004). sebanding dengan tingginya tingkat
This research was conducted on March until konsumsi buah cabai oleh masyarakat
May 2016 in the Biotechnology PT. Bisi Indonesia. Konsumsi buah cabai merah
International Tbk. Farm Sumber Agung untuk kebutuhan rumah tangga sudah
Laboratory, Kediri, East Java and the terpenuhi yaitu sebesar 0,38 juta ton, akan
Laboratory of Plant Physiology, Tissue tetapi konsumsi untuk kebutuhan non
Culture and Microtechnic of Biology rumah tangga seperti industri belum dapat
Department, Faculty of Mathemathics and terpenuhi (Ariyanti, 2015).
Natural Science, Brawijaya University, Salah satu hal yang menyebabkan
Malang, East Java. This research used a produksi buah cabai menurun adalah
completely randomized design factorial with serangan penyakit antraknosa. Penyakit
first factor was hot pepper hybrid varieties antraknosa merupakan faktor utama yang
and second factor was fruit maturity. mampu menurunkan hasil produksi
Variable observed incidence of disease tanaman cabai merah. Penyakit antraknosa
(%),disease attack intensity, diameter ini dapat menurunkan produksi dan kualitas
necrosis (cm), cuticle thickness (mm), sebesar 45 sampai 60% (Hidayat et al.,
content of capsaicin (mg/g), and activities of 2004). Namun, kerusakan ini dapat
peroxides enzyme (unit/ml). Research meningkat menjadi 50 sampai 100% apabila
results showed that interaction between musim penghujan (Hariati, 2007). Akhir-
hybrids varieties and fruit maturity shown in akhir ini menurut Syukur et al. (2009) bahwa
characters of observation diseases patogen antraknosa yang paling banyak
incidences and diameter of necrosis. menyerang buah cabai di Indonesia adalah
Treatments of Imola variety with red fruit C. acutatum. Penyakit antraknosa
maturity and HPT 1729 variety with red fruit menyerang bagian buah baik yang masih
maturity are resistance treatments to muda maupun buah yang telah matang.
antrachnose. Correlation between cuticle Berdasarkan Hidayat et al. (2004) bahwa
thickness and content of capsaicin with infeksi cendawan penyebab penyakit
disease incidence and necrosis diameter antraknosa pada buah cabai menunjukkan
showed sttistically different significant. But, gejala yang dipengaruhi oleh genetika
character relationships peroxide enzyme tanaman dan fisiologi buah.
showed no significant different in disease Selama ini pengendalian penyakit
incidence and necrosis diameter. antraknosa tanaman cabai merah dengan
dilakukan penyemprotan fungisida seperti
Keywords: Hot Pepper, Antrachnose, Fruit Benlate dan Dithane M-45. Namun hal ini
Maturity, Colletotrichum acutatum kurang efektif dan efisien. Salah satu cara
untuk mengendalikan penyakit antraknosa
PENDAHULUAN yang efektif, efisien, aplikatif dan ramah
lingkungan dengan menggunakan varietas
Tanaman cabai merah (Capsicum tahan akan serangan penyakit antraknosa
annuum L.) annuum L.) merupakan salah pada tanaman cabai merah. Hipotesis yang
satu komoditas hortikultura yang diminati diajukan pada penelitian ini adalah terdapat
oleh masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, interaksi antara perlakuan varietas cabai
produksi cabai merah segar pada tahun merah dengan kemasakan buah cabai yang
2014 sebesar 1,075 juta ton. Dibandingkan berbeda terhadap kejadian penyakit dan
dengan tahun 2013 terjadi kenaikan diameter nekrosis dan terdapat korelasi
produksi sebesar 61,73 ribu ton atau setara antara ketebalan lapisan kutikula,
6,09%. Kenaikan ini disebabkan oleh kandungan capsaicin dan aktivitas enzim
kenaikan produktivitas sebesar 0,19 ton per peroksidase terhadap kejadian penyakit dan
hektar atau 2,33% dan peningkatan luas diameter nekrosis.
panen sebesar 4,62 ribu hektar atau 3,73%
dibandingkan pada tahun 2013 (BPS,
621

Muamaroh, dkk, Tingkat Ketahanan Beberapa Varietas ...

BAHAN DAN METODE buah yang terserang setelah inokulasi pada


hari ke-14.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengamatan ketebalan kutikula
Bioteknolgi PT. Bisi International Tbk. Farm dilakukan dengan cara preparat sampel
Sumber Agung, Kediri, Jawa Timur dan diletakkan pada meja preparat mikroskop
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Kultur yang sebelumnya telah diiris secara
Jaringan dan Mikroteknik, Jurusan Biologi, melintang, kemudian dicari fokus bayangan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan preparat dengan perbesaran 400X
Alam, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa (Sulistyaningsih et al., 1994). Rumus
Timur pada Bulan Maret hingga Mei 2016. perhitungan ketebalan kutikula, sebagai
Penelitian menggunakan Rancangan Acak berikut:
Lengkap Faktorial (RALF), terdiri dari 20 Tabel 1 Kelas Ketahanan Penyakit
(dua puluh) perlakuan dan diulang Persentase Skor Kriteria
sebanyak 3 (tiga) kali. Setiap perlakuan Ketahanan
terdapat 5 buah cabai, sehingga total buah 0≤KP≤10 1 Sangat tahan
cabai yang diinokulasi 300 buah cabai. 10≤KP≤20 2 Tahan
Sedangkan buah cabai yang digunakan 20≤KP≤40 3 Moderat
untuk analisi morfologi dan biokimia 40≤KP70 4 Rentan
(ketebalan lapisan kutikula, kandungan KP≥70 5 Sangat rentan
capsaicn dan aktivitas enzim peoksidase)
dibutuhkan 540 buah cabai. Faktor pertama
varietas cabai merah hibrida yaitu Varietas Tk = Tkm x K
Rimbun 3, Varietas Elegance, Varietas
Imola, Varietas HPT 1729, Varietas HPT
1730, Varietas HPT 1777, Varietas Gada Keterangan,
Mk, Varietas HP 1072 N, Varietas Imperial Tk : ketebalan kutikula (mm)
10, Varietas OR Twist 33. Faktor kedua Tkm : tebal kutikula pada mikrometer
berupa kemasakan buah cabai yaitu buah K : kalibrasi (0,04 mm)
hijau dan buah merah. Variabel yang Kandungan capsaicin dianalisis
diamati ialah jumlah tunas, tinggi tunas dengan cara buah cabai ditimbang
(cm), bobot segar (mg) dan jumlah daun. sebanyak 0,5 g kemudian diekstraksi
Kejadian penyakit (KP) dihitung menggunakan ethanol 96% sebanyak 4 ml
berdasarkan persentase buah yang yang diencerkan sebanyak 3 kali. Kemudian
terserang penyakit. Pengamatan ini hasil ekstraksi dispektrofotometer pada
dilakukan pada hari ke-14 setelah inokulasi. panjang gelombang λ 280 nm (Viktorija et
Rumus perhitungannya (Ratulangi et al., al., 2014). Hasil analisis absorbansi dihitung
2012) yaitu: dengan rumus :
n (0,003 x A+0,003) x F
KP = N
X100% KC =
WxV
x 100% x 10

Keterangan, Keterangan,
KP : Kejadian penyakit (%) KC : kandungan capsaicin (mg/g)
n : buah yang terserang penyakit A : nilai konsentrasi absorbansi
N : jumlah buah cabai merah total F : faktor pengenceran
yang diinokulasi W : berat sampel (g)
V : volume pengenceran (ml)
Pengamatan buah yang terserang penyakit Pengamatan aktivitas enzim
jika diameter nekrosis ≥ 4 mm. Hasil peroksidase dilakukan dengan metode
perhitungan kejadian penyakit kemudian ekstraksi enzim sebanyak 1 gram sampel
ditentukan kelas ketahanan penyakit diekstraksi dan dihomogenkan buffer
(Syukur et al., 2007) (pada tabel 1). phosphat 0,1 M 5 ml (pH 6,5).
Diameter nekrosis ditentukan dengan
cara mengukur diameter nekrosis pada
622

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 6, Nomor 4, April 2018, hlm. 619 – 628

Hasil ekstraksi disentrifugasi selama 20 buah merah menunjukkan rata-rata kejadian


menit dengan kecepatan 10.000 rpm pada penyakit yang paling tinggi dan tidak
suhu 40C. Selanjutnya, supernatan berbeda nyata dengan perlakuan varietas
dipindahkan ke tabung eppendorf baru Elegance buah hijau, varietas Gada MK
sebagai larutan ekstrak enzim yang buah hijau, varietas HP 1072 N buah hijau,
digunakan untuk menganalisis aktivitas varietas HP 1072 N buah merah, varietas
enzim peroksidase. Imperial 10 buah merah dan varietas OR
Pengujian aktivitas enzim Twist 33 buah hijau. Sedangakan rata-rata
peroksidase menggunakan metode kejadian penyakit yang paling rendah
Wilstatter yang telah dimodifikasi oleh ditunjukkan pada perlakuan varietas HPT
Summer, Polis dan Shmukler 2 ml larutan 1729 buah merah yang tidak berbeda nyata
pirogalol 5% dimasukkan ke dalam tabung dengan varietas Rimbun 3 buah merah,
eppendorf ditambahkan dengan 1 ml H2O2 varietas Elegance buah merah, varietas
0,5%, 2 ml buffer phosphat, H2O 14 ml dan Imola buah merah, varietas HPT 1777 buah
1 ml larutan enzim. Setelah ± 20 detik hijau, varietas HPT 1777 buah merah,
ditambahkan 1 ml H2SO4 2 M. Purpurogalin varietas Gada MK buah merah dan varietas
yang terbentuk diekstrak lagi menggunakan OR Twist 33 buah merah (pada tabel 2).
eter sebanyak 3 kali 30 ml. Selanjutnya Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa
diekstraksi kembali menggunakan eter 10 sifat resisten tanaman cabai terhadap
ml dan diukur dengan spektrofotometer penyakit antraknosa dikendalikan secara
panjang gelombang 420 nm. Larutan poligenik dengan satu gen major dan tiga
kontrol yang digunakan larutan substrat gen minor. Satu gen utama yang
tanpa ada penambahan larutan enzim. menghasilkan beberapa ekspresi sifat yang
Aktivitas spesifik enzim peroksidase berbeda, diantaranya kejadian penyakit,
dihitung menggunakan persamaan sebagai keparahan penyakit dan rataan diameter
berikut: nekrosis akibat infeksi cendawan penyebab
penyakit antraknosa (Sanjaya et al., 2002).
EP = A (sampel – kontrol) x 8,5 ml
Pada varietas Imola tetua betina maupun
larutan
tetua jantan dari varietas Imola memiliki
Keterangan, sifat moderat dalam menanggulangi
EP : aktivitas enzim peroksidase (unit/ml) penyakit antraknosa. Dari hasil keturunan
A : hasil absorbansi λ 420 nm F1 yaitu varietas Imola memberikan
Analisa data menggunakan analisis pewarisan sifat yang berada di atas rata-
ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan rata tetuanya yaitu menjadi tahan.
5%. Apabila terdapat pengaruh nyata Sedangkan pada varietas HPT 1729 yang
dilanjutkan dengan uji perbandingan tahan dipengaruhi oleh sumbangan gen dari
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada tetuanya. Tetua betina (♀) varietas HPT
taraf kepercayaan 5%. Sedangkan data 1729 termasuk dalam kriteria ketahanan
ketebalan lapisan kutikula, kandungan antraknosa tahan sedangkan tetua jantan
capsaicin dan aktivitas enzim peroksidase (♂) termasuk moderat. Sumber tetua
dilakuan korelasi dengan ketahanan dengan sifat yang berbeda ini yang akan
terhadap penyakit antraknosa. memberikan hasil kejadian penyakit yang
berbeda, karena ketahanan penyakit
HASIL DAN PEMBAHASAN merupakan sifat warisan. Selain faktor
tetua, faktor lain yang mempengaruhi
Persentase Kejadian Penyakit pertahanan tanaman cabai dalam melawan
Dari hasil analisis sidik ragam, pada cendawan C. acutatum adalah pertahanan
karakter pengamatan kejadian penyakit struktural dan pertahanan fungsional yang
antraknosa dari 10 varietas cabai merah dapat diinduksi oleh patogen.
dengan kemasakan buah hijau dan merah
yang berbeda terdapat interaksi yang
sangat nyata. Dari masing-masing
perlakuan, perlakuan varietas HPT 1730
623

Muamaroh, dkk, Tingkat Ketahanan Beberapa Varietas ...

Tabel 2 Rata-rata Kejadian Penyakit, Kelas Ketahanan Penyakit dan Diameter Nekrosis Masing-
masing Perlakuan
No. Perlakuan Buah Hijau Buah Merah
Kejadian Diameter Kejadian Diameter
Penyakit Nekrosis Penyakit Nekrosis
1 Varietas Rimbun 3 49,016 cdef 4,600 abcdef 31,146 abc 2,833 a
2 Varietas Elegance 53,604 cdefg 6,333 efg 23,215 ab 3,967 abcde
3 Varietas Imola 42,401 bcde 5,867 defg 16, 901 a 2,933 ab
4 Varietas HPT 1729 48,357 cdef 4,600 abcdef 11,758 4,067 abcde
5 Varietas HPT 1730 49,619 cdef 5,300 bcdefg 74,753 g 7,033 g
6 Varietas HPT 1777 21,871 ab 2,667 a 34,151 ab 3,067 abc
7 VarietasGada MK 66,961 efg 5,433 cdefg 23,777 ab 3,900 abcd
8 Varietas HP 1072 N 55,964 defg 5,733 defg 57,128 defg 6,767 fg
9 Varietas Imperial 10 43,516 bcde 6,833 fg 71,755 fg 5,367 cdefg
10 Varietas OR Twist 33 71,067 fg 7,633 g 33,587 abcd 3,567 abcd
Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT taraf kepercayaan 5%.

Tabel 3 Kelas Ketahanan Penyakit Antraknosa


No. Perlakuan Buah Hijau Buah Merah
Kelas Ketahanan Kelas Ketahanan
Penyakit Penyakit
1 Varietas Rimbun 3 Rentan Moderat
2 Varietas Elegance Rentan Moderat
3 Varietas Imola Rentan Tahan
4 Varietas HPT 1729 Rentan Tahan
5 Varietas HPT 1730 Rentan Sangat rentan
6 Varietas HPT 1777 Moderat Moderat
7 Varietas Gada MK Rentan Moerat
8 Varietas HP 1072 N Rentan Rentan
9 Varietas Imperial 10 Rentan Sangat rentan
10 Varietas OR Twist 33 Sangat rentan Moderat

Kriteria Ketahanan Penyakit Antraknosa antraknosa tahan pada buah merah diduga
Sifat ketahanan dari tanaman hasil memiliki gen tahan antraknosa yang
persilangan atau populasi F1 dipengaruhi menurun dari parentalnya. Tetua betina
oleh faktor internal dan eksternal. Faktor maupun tetua jantan dari varietas Imola
internal lebih ditekankan pada sifat genetik memiliki sifat moderat dalam
yang diwariskan dari tetua pendonor menanggulangi penyakit antraknosa.
(Purnamasari et al., 2015). Genotip buah Sedangkan pada varietas HPT 1729 yang
cabai dengan kemasakan buah berbeda tetuanya. Tetua betina (♀) varietas HPT
yang diinokulasi dengan cendawan C. 1729 termasuk dalam kriteria ketahanan
acutatum menunjukkan hasil ketahanan antraknosa tahan sedangkan tetua jantan
penyakit antraknosa yang beragam. Dari (♂) termasuk moderat. Berdasarkan
hasil inokulasi cendawan C. acutatum pada penelitian Syukur et al. (2007) bahwa
buah hijau terdapat satu genotip cabai pewarisan ketahanan antraknosa C.
merah besar yang menunjukkan moderat acutatum tidak dipengaruhi oleh efek
yaitu Varietas HPT 1777. Sedangkan buah maternal dan sifat ketahanan dikendalikan
cabai yang diinokulasi cendawan C. oleh gen-gen yang berada di dalam inti
acutatum pada buah merah terdapat dua (nuclear genes). Apabila karakter
genotip cabai merah yang menunjukkan ketahanan antraknosa dipengaruhhi oleh
tahan yaitu varietas Imola dan HPT 1729 efek maternal maka keturunan persilangan
(pada tabel 3). Pada varietas Imola yang resiproknya akan memberikan hasil yang
memiliki kriteria ketahanan penyakit berbeda dan memperlihatkan ciri dari tetua
624

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 6, Nomor 4, April 2018, hlm. 619 – 628

betinanya (Arif et al., 2012). Pewarisan Kriteria Seleksi Ketahanan Penyakit


karakter ketahanan yang dikendalikan oleh Antraknosa
gen-gen di dalam inti tidak akan Pewarisan ketahanan genetik
berpengaruh pada pemilihan genotipe tanaman terhadap penyakit perlu diketahui
sebagai tetua jantan dan betina (Silfianah et latar belakang tetua, mekanisme ketahanan
al., 2012). Pada kemasakan buah hijau, dan tipe ketahanan. Ketahanan terhadap
varietas Imola dan HPT 1729 termasuk suatu penyakit dikendalikan oleh gen-gen
dalam ketahanan penyakit antraknosa ketahanan yang diwariskan atau didapat
rentan. Diduga varietas tersebut memiliki dari tetuanya untuk diekspresikan ke dalam
ketahanan struktural dan fungsional yang morfologi tanaman sebagai pendukung
lebih baik pada saat kemasakan buah terjadinya mekanisme ketahanan penyakit
merah dan didukung oleh hasil pewarisan (Mogea, 1991; Hartatik, 2007). Seperti yang
sifat dari tetuanya. Perkembangan buah dijelaskan Semangun (2001) bahwa
cabai menunjukkan adanya perubahan morfologi lapisan kutikula yang tebal akan
struktur jaringan yang sebanding dengan menyebabkan patogen sulit menginfeksi.
meningkatnya umur tanaman. Pada saat Secara biokimia kandungan senyawa
cabai berumur 1 DAF hanya terdiri dari satu metabolit sekunder yang terdapat pada
lapis sel epidermis. Pada 7 DAF terdiri dari buah cabai berupa capsaicin yang tinggi
satu lapis sel epidermis dan satu lapis sel relatif lebih tahan terhadap serangan hama
kolenkim, sedangkan pada 14 DAF dan dan penyakit. Sehingga karakter morfologi
satu lapis sel kolenkim, sedangkan pada 14 maupun biokimia dapat dijadikan sebagai
DAF dan seterusnya terdiri dari satu lapis karakter seleksi ketahanan penyakit untuk
epidermis dan 2 lapis sel kolenkim menjelaskan mekanisme ketahanan
(Purnama dan Candra, 2009). penyakit antraknosa.

Diameter Nekrosis Ketebalan Kutikula


Hasil analisa ragam menunjukkan Lapisan kutikula merupakan bagian
bahwa adanya interaksi yang nyata antara lapisan yang menyusun dinding sel
perlakuan varietas dan kemasakan buah epidermis. Fungsi lapisan kutikula adalah
terhadap rata-rata diameter nekrosis. untuk menghambat terjadinya penetrasi
Diameter nekrosis menunjukkan tingkat jamur dan mikroorganime lainnya, sehingga
keparahan rusaknya jaringan kulit semakin tebal lapisan kutikula maka
permukaan buah cabai yang disebabkan semakin tahan tanaman tersebut terhadap
oleh cendawan C. acutatum. Pada penetrasi patogen. Ketahanan penyakit
penelitian Hidayat et al. (2004) bahwa dikendalikan oleh gen-gen yang
genotip yang berbeda pada buah hijau dan diekspresikan ke dalam morfologi tanaman
merah menunjukkan tingkat kejadian (Wandani et al., 2015). Hasil dari analisis
penyakit yang berbeda dan sebagian besar korelasi antara ketebalan lapisan kutikula
pada buah hijau rentan terhadap penyakit dengan kejadian penyakit antraknosa dan
antraknosa. Dari masing-masing perlakuan, diameter nekrosis menunjukkan
rata-rata diameter nekrosis yang paling terdapathubungan yang berbeda nyata
rendah pada perlakuan varietas HPT 1777 yang masing-masing sebesar -0,457 dan -
buah hijau, namun tidak menunjukkan 0,478 (pada tabel 4). Korelasi yang negatif
berbeda nyata dengan perlakuan varietas menunjukkan bahwa semakin tipis lapisan
Rimbun 3 buah hijau, varietas Rimbun 3 kutikula maka kejadian penyakit semakin
buah merah, varietas Elegance buah meningkat, diameter nekrosis semakin lebar
merah, varietas Imola buah merah, varietas dan tingkat ketahanan buah cabai menjadi
HPT 1729 buah hijau, varietas HPT 1729 rentan. Sedangkan apabila lapisan kutikula
buah merah, varietas HPt 1777 buah tebal maka kejadian penyakit semakin
merah, varietas Gada MK buah merah, dan rendah, diameter nekrosis semakin sempit
varietas OR Twist 33 buah merah. dan buah cabai semakin tahan. Ketebalan
kutikula yang kuat dan tebal akan membuat
penetrasi patogen secara langsung akan
625

Muamaroh, dkk, Tingkat Ketahanan Beberapa Varietas ...

mengalami kesulitan atau bahkan tidak hama dan penyakit. Hal ini bisa terjadi
mungkin menyebar pada permukaan dikarenakan senyawa capsaicin yang
lapisan epidermis (Aliah et al., 2015). memiliki sifat rasa pedas yang mampu
Lapisan kutikula yang paling tebal pada menghambat pertumbuhan patogen di
perlakuan varietas HPT 1729 buah merah dalam buah cabai.
yaitu sebesar 0,613 mm, sedangkan lapisan Dari hasil analisis korelasi kandungan
kutikula yang paling rendah pada perlakuan capsaicin menunjukkan terdapat hubungan
varietas HP 1072 N buah merah yaitu yang nyata antara kandungan capsaicin
sebesar 0,133 mm. Pada perlakuan varietas dengan kejadian penyakit dan kandungan
HP 1072 N buah hijau lapisan kutikula lebih capsaicin dengan diameter nekrosis yang
tebal dibandingkan dengan buah merah, berturut-turut sebesar -0,467 dan -0,447
namun apabila dilihat dari kejadian penyakit (pada tabel 4). Korelasi ini memiliki nilai
secara statistik tidak menunjukkan adanya yang negatif, sehingga hubungan antara
perbedaan yang nyata, sedangkan pada kandungan capsaicin dengan kejadian
kelas ketahanan penyakit tidak berbeda penyakit dan kandungan capsaicin dengan
yaitu rentan dan diameter nekrosis yang diameter nekrosis berbanding terbalik.
juga menunjukkan tidak berbeda nyata. Apabila kandungan capsaicin rendah maka
Jadi, ketebalan lapisan kutikula yang lebih kejadian penyakit akan meningkat yang
tebal mampu menurunkan kejadian diikuti dengan melebarnya diameter
penyakit. nekrosis dan sebaliknya apabila kandungan
Pada perlakuan varietas Imperial 10 capsaicin tinggi maka kejadian penyakit
buah hijau kejadian penyakit lebih baik akan turun dan diikuti dengan sempitnya
ketimbang buah merah yaitu dari rentan diameter nekrosis.
menjadi sangat rentan. Sedangkan apabila Kandungan capsaicin paling tinggi
dilihat dari ketebalan lapisan kutikula pada terdapat pada perlakuan varietas OR Twist
buah hijau lebih tipis dari pada buah merah. 33 buah merah, sedangkan yang paling
Menurut Aliah et al. (2015) bahwa terdapat rendah pada perlakuan varietas Gada MK
juga varietas yang memiliki lapisan kutikula buah hijau. Rata-rata pada perlakuan buah
tebal namun mudah diserang oleh patogen hijau kandungan capsaicin lebih rendah
penetrasi secara langsung. Selain itu, Dewi dibandingkan dengan perlakuan buah
et al. (2013) sel-sel epidermis yang merah dalam satu varietas yang sama. Hal
berdinding kuat dan tebal akan membuat ini terjadi pada Varietas Rimbun 3, varietas
penetrasi jamur patogen kesulitas Elegance, varietas Imola, Varietas HPT
menginfeksi. Kuatnya dinding sel 1729, varietas HPT 1730, varietas Gada
disebabkan terdapat senyawa endapan MK, dan varietas OR Twist 33. Menurut
kersik (silisium). Endapan kersik ini Purnama dan Candra (2009) bahwa
bertindak sebagai proteksi tanaman kandungan capsaicin pada buah cabai yang
terhadap patogen. Sedangkan pada berumur 14 DAF dengan keadaan buah
varietas Imperial 10 memiliki lapisan berwarna hijau lebih rendah dibandingkan
kutikula yang tebal namun, kejadian dengan cabai yang berumur 35 DAF
penyakit juga meningkat, sehingga dengan keadaan buah berwarna hijau
kemungkinan varietas ini memiliki lapisan kecoklatan.
kutikula tidak kuat dalam menahan infeksi
patogen antraknosa akibat endapan kersik Aktivitas Enzim Peroksidase
yang rendah. Enzim peroksidase merupakan salah
satu senyawa metabolit sekunder yang
Kandungan capsaicin menjadi mekanisme ketahanan tanaman
Capsaicin merupakan salah satu akibat serangan penyakit. Metabolisme
senyawa metabolit sekunder yang enzim peroksidase pada jaringan tanaman
dikeluarkan oleh buah cabai yang aktif memiliki fungsi untuk mempercepat
mengeluarkan panas dalam cabai. Buah konversi H2O2 yang bersifat racun untuk
cabai yang memiliki kandungan capsaicin menjadi molekul H2O. Hasil analisis korelasi
tinggi relatif lebih tahan terhadap serangan antara aktivitas enzim peroksidase terhadap
626

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 6, Nomor 4, April 2018, hlm. 619 – 628

Tabel 4 Nilai Korelasi Ketebalan Kutikula, Kandungan Capsaicin dan Aktivitas Enzim
Peroksidase terhadap Kejadian Penyakit dan Diameter Nekrosis
Rata-rata Kejadian Penyakit Rata-rata Diameter Nekrosis
Ketebalan Lapisan Kutikula -0,457* -0,478*
Kandungan Capsaicin -0,467* -0,447*
Aktivitas Enzim Peroksidase 0,138 0,050
Diameter Nekrosis 0,786**
Keterangan: * korelasi signifikan pada level 5% dan ** korelasi signifikan pada level 1%.

Tabel 5 Nilai Ketebalan Kutikula dan Kandungan Capsaicin


No. Perlakuan Buah Hjau Buah Merah
Ketebalan Kandungan Ketebalan Kandungan
Kutikula (mm) Capsaicin Kutikula (mm) Capsaicin
(mg/g) (mg/g)
1. Varietas Rimbun 3 0.313 5,331 0,507 5,822
2. Varietas Elegance 0,213 5,430 0,360 6,104
3. Varietas Imola 0,343 5,295 0,360 5,402
4. Varietas HPT 1729 0,340 5,391 0,613 5,592
5. Varietas HPT 1730 0,240 5,721 0,317 5,600
6. Varietas HPT 1777 0,267 6,107 0,333 5,991
7. Varietas Gada MK 0,217 5,007 0,373 5,208
8. Varietas HP 1072 N 0,147 5,321 0,133 5,316
9. Varietas Imperial 10 0,380 5,976 0,560 5,400
10. Varietas OR Twist 33 0,147 5,235 0,427 6,162

kejadian penyakit dan diameter nekrosis pada parameter kejadian penyakit dan
tidak menunjukkan adanya hubungan yang diameter nekrosis. Perlakuan varietas Imola
nyata. Nilai korelasi antara aktivitas enzim dan HPT 1729 buah merah merupakan
peroksidase dengan kejadian penyakit varietas yang tahan terhadap penyakit
sebesar 0,138. Selanjutnya nilai korelasi antraknosa. Korelasi menunjukkan
antara aktivitas enzim peroksidase dengan perbedaan nyata pada ketebalan lapisan
diameter nekrosis sebesar 0,050 (pada kutikula, kandungan capsaicin dengan
tabel 4). Sehingga karakter aktivitas enzim kejadian penyakit dan diameter nekrosis.
peroksidase tidak bisa dijadikan sebagai Semakin lapisan kutikula tebal dan
indikator sifat ketahanan penyakit kandungan capsaicin tinggi maka buah
antraknosa. Menurut Tenaya et al. (2001) cabai merah semakin tahan. Namun pada
bahwa tidak adanya hubungan antara hubungan karakter enzim peroksidase tidak
karakter aktivitas enzim peroksidase menunjukkan berbeda nyata dengan
terhadap persentase buah terserang kejadian penyakit dan diameter nekrosis.
penyakit dan intensitas serangan penyakit.
antraknosa secara fenotipik. Pada DAFTAR PUSTAKA
penelitian lain menjelaskan bahwa aktivitas
enzim peroksidase merupakan indikator Aliah, N. U., L. Sulistyowati dan A.
respons pertahanan tanaman terhadap Muhibbudin. 2015. Hubungan
infeksi virus. Selain itu, aktivitas enzim ketebalan lapisan epidermis daun
peroksidase memiliki nilai korelasi yang terhadap serangan jamur
positif antara aktivitas enzim peroksidase (Mycosphaerella musicola) penyebab
dengan tingkat gejala serangan dari virus penyakit bercak daun sigatoka pada
(Faizah et al., 2012). sepuluh kultivar pisang. Jurnal HPT.
3(1):35-43.
KESIMPULAN diakses tanggal 24 Nopember 2015.
Arif, A. B., S. Sujiprihati dan M. Syukur.
Adanya interaksi antara perlakuan 2012. Pendugaan parameter genetik
varietas dan kemasakan buah ditunjukkan pada beberapa karakter kuantitatif
627

Muamaroh, dkk, Tingkat Ketahanan Beberapa Varietas…

pada persilangan antara cabai besar ditumbuhkan pada medium tanam


dengan cabai keriting (Capsicum tanah pantai. Tesis Universitas
annuum L.). Jurnal Agronomi Gadjah Mada.
Indonesia. 40(2):119-124. Purnamasari, F. R., I. Yulianah dan L.
Ariyanti, F. 2015. Konsumsi Tinggi RI Sutopo. 2015. Seleksi calon tetua
kekurangan pasokan cabai dan galur mandul jantan (F1) padi hibrida
bawang. (Oryzae sativa L.) terhadap sterilitas
http://bisnis.liputan6.com/read/22852 polen dan ketahanan penyakit hawar
01/konsumsi-tinggi-ri-kekurangan- daun bakteri (Xanthomonas oryzae).
pasokan-cabai-danbawang. diakses Jurnal Produksi Tanaman. 3(5):397-
tanggal 24 Nopember 2015. 405.
BPS. 2015. Produksi cabai besar 1,075 juta Sanjaya, L., G. A. Wattimena, E. Guharja.,
ton, cabai rawit 0,8 juta ton dan M. Yusuf., H. Aswidinnoor dan P.
bawang merah 1,234 juta ton. Stam. 2002. Pemetaan QTL untuk
http://www.bps.go.id/brs/view/id/1168. sifat ketahanan terhadap penyakit
Damm, U., P. F. Cannon., J. H. C. antraknosa pada Capsicum spp.
Woudenberg dan P. W. Crous. Jurnal Bioteknologi Pertanian.
2012. The Colletotrichum acutatum 7(2):43-54.
Species Complex. Studies in Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit
Mycology 73(1): 37-113. tanaman hortikultura di Indonesia 4th.
Dewi, I. M., A. Cholil dan A. Muhibudin. Gadjah Mada University Press.
2013. Hubungan karakteristik Yogyakarta.
jaringan daun dengan tingkat Silfianah, H., Z. Millah dan R. F. Yenny.
serangan penyakit blas daun 2012. Pengaruh tetua betina pada
(Pyricularia oryzae Cav.) pada pewarisan ketahanan cabai terhadap
beberapa genotipe padi (Oryzae chili veinal mottle virus dalam
sativa L.). Jurnal HPT. 1(2):10-18. populasi persilangan PBC495 X
Faizah, R., S. Sujiprihati., M. Syukur., dan PBC275. Jurnal Ilmu Pertanian dan
S. H. Hidayat. 2012. Ketahanan Perikanan. 1(1):43-47.
biokimia tanaman cabai terhadap Sulistyaningsih, Y.C., Dorly dan A. Hilda.
begomovirus penyebab penyakit 1994. Studi anatomi daun Saccharum
daun keriting kuning. Jurnal spp. Sebagai induk dalam pemuliaan
Fitopatologi. 8(5):138-144. tebu. Jurnal Hayati. 1(2):32-35.
Hariati, N. 2007. Analisis keanekaragaman Syukur, M., S.Sujiprihati., J. Koswara dan
23 genotipe cabai (Capsicum sp.) Widodo. 2007. Pewarisan ketahanan
berdasarkan penampakan fenotipik cabai (Capsicum annuum L.)
serta ketahananannya terhadap terhadap antraknosa yang
penyakit antraknosa (Colletotrichum disebabkan oleh Colletotrichum
sp.). Skripsi departemen agronomi acutatum. Buletin Agronomi.
dan hortikultura fakultas pertanian 35(2):112-117.
IPB. Syukur, M., S.Sujiprihati., J. Koswara dan
Hidayat, I. M., I. Sulastriani., Y. Widodo. 2009. Ketahanan terhadap
Kusandriani dan A. H. Permadi. antraknosa yang disebabkan oleh
2004. Lesio sebagai komponen Colletotrichum acutatum pada
tanggap buah 20 galur dan atau beberapa genotipe cabai (Capsicum
varietas cabai terhadap inokulasi annuum L.) dan korelasinya dengan
Colletotrichum capsici dan kandungan kapsaicin dan
Colletotrichum gloeosporioides. peroksidase. Jurnal Agronomi.
Jurnal Hortikultura. 14(3):1616-162. Indonesia. 37(3):233-239.
Purnama dan P. Candra. 2009. Tenaya, I. M. N., R. Setiamihardja dan S.
Perkembangan dan kandungan Natasasmita. 2001. Hubungan
kapsaicin buah cabai merah kandungan kapsaicin, fruktosa dan
(Capsicum annuum L.) yang aktivitas enzim peroksidase dengan
628

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 6, Nomor 4, April 2018, hlm. 619 – 628

penyakit antraknosa pada


persilangan cabai rawit x cabai
merah. Zuriat. 12(20):73-83.
Viktorija, M., G. L. Koleva., T.
Ruskovska., A. Cvetanovska dan
R. Guloboskin. 2014. Antioksidative
effect of Capsicum oleoresin
compared with pure capsaicin, IOSR.
Journal of Pharmacy. 4(11):44-48.
Wandani, S. A. T., Yuliani dan Y. S.
Rahayu. 2015. Uji ketahanan lima
varietas tanaman cabai merah
(Capsicum annuum) terhadap
penyakit tular tanah (Fusarium
oxysporum f.sp capsici). Lentera Bio.
4(3):155-160.

Anda mungkin juga menyukai