OLEH :
Afdhalul Fitra
1805101050069
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2021
BAB I. PENDAHULUAN
virus merupakan kendala produksi yang penting pada tanaman cabai. Jenisjenis
virus penting yang menginfeksi tanaman cabai di Indonesia meliputi Geminivirus,
Cucumber mosaic virus (CMV), Chili veinal mottle virus (ChiVMV), dan Tobacco mosaic
virus (TMV) (Duriat et al., 2007). Geminivirus dari famili Geminiviridae mempunyai
empat genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus dan Begomovirus yang dibedakan
berdasarkan tanaman inang yang terinfeksi, jenis serangga vektor dan organisasi genetik
serangga vektor. Genus Begomovirus meliputi virus-virus yang menginfeksi tanaman
dikotil. Pepper yellow leaf curl virus (PepYLCIV) yang menyebabkan penyakit kuning
keriting cabai termasuk ke dalam genus Begomovirus (Van Regenmortel et al., 1999).
Luas tambah serangan virus kuning keriting pada tanaman cabai di Indonesia pada
tahun 2016 seluas 4537,8 ha. Luas tambah serangan virus kuning terus meningkat pada
tahun 2017 seluas 4591,9 ha dan pada tahun 2018 luas tambah serangan virus kuning pada
seluas 4986,4 ha (Kementrian Pertanian, 2019). Hasil penelitian Koeda et al. (2016)
menyatakan sebanyak 500 sampai 3000 tanaman cabai yang ditanam pada areal lahan
petani,empat dari lima lahan menunjukkan gejala serangan virus 100%. Sulandari et al.
(2004) menyatakan epidemi penyakit tersebut dipengaruhi oleh peran aktif serangga
vektor, satu ekor saja kutu kebul mampu menularkan virus dan menyebabkan infeksi.
Kehilangan hasil akibat serangan B. tabaci yang menginfeksi Begomovirus pada tanaman
cabai merah berkisar antara 20% sampai 100% (Setiawati et al., 2007).
Petani menggunakan pestisida sebagai upaya pengendalian kutu kebul, namun tidak
efektif karena satu ekor kutu kebul sudah dapat menimbulkan infeksi. Pola tanam
tumpangsari cabai merah dengan kubis atau cabai merah dengan tomat dapat menekan
serangan B. tabaci berturut-turut 35.85% dan 32.36% (Setiawati et al., 2006). Penggunaan
varietas tahan masih menjadi cara yang tepat untuk mengatasi penyakit yang disebabkan
oleh Begomovirus. Ganefianti (2010) telah melakukan uji ketahanan beberapa genotipe
cabai terhadap infeksi Begomovirus, IPB C5 salah satu genotipe yang diuji. IPB C5
merupakan genotipe yang sangat rentan terhadap Begomovirus dengan intensitas penyakit
lebih dari 40%. Pada penelitian tersebut didapatkan IPB C12 merupakan genotipe yang
tahan terhadap infeksi Begomovirus. Genotipe potensial tersebut dapat digunakan dalam
perakitan varietas tahan.
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkul, ajir, selang air, alat
tulis, tali plastik, plastik bening, meteran pita, penggaris, spidol, jangka sorong,
timbangan analitik, sprayer, tray, gunting, dan pinset.
3.2.2. Bahan
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai lokal Aceh varietas
odeng sebagai tanaman kontrol dan genotip uji. tujuh genotipe uji dan tiga varietas
pembanding. Genotipe uji yang digunakan yaitu M2-O10-D1,M2-O7-D2,M2-O9-D3,dan M2-
O16-D4. Varietas pembanding yaitu F1 Gada. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah
media tanam campuran kompos dan arang sekam (1:1), mulsa plastik hitam perak,
kawat yang digunakan dalam penutupan bedengan dengan mulsa, pupuk kandang, AB
mix dan insektisida Agrimec dengan bahan aktifnya Abamectin 8 g L -1 untuk hama
Thrips.
Benih cabai disemai terlebih dahulu didalam tray berukuran 50 lubang. Media
tanam yang digunakan untuk penyemaian, yaitu kompos dan arang sekam (1:1)
dicampur secara merata. Pengendalian hama dan penyakit pada penyemaian
menggunakan Agrimec. Konsentrasi yang dipakai untuk Agrimec 0.5 ml L-1. Tanaman
yang ada di persemaian dipupuk menggunakan AB mix dengan konsentrasi 5 ml L-1.
Persiapan lahan dilakukan satu bulan sebelum penanaman bibit dengan tujuan
untuk menggemburkan tanah, yaitu melalui pembajakan tanah dan pemberian pupuk
kandang. Bedengan dibuat dengan panjang 5 m dan lebar 1 m. Pupuk kandang diberikan
pada saat 2 minggu sebelum pindah tanam dengan dosis pupuk kandang 10 kg per
bedengan. Jarak antar petak percobaan yaitu 0.5 m dan jarak tanam 50 cm x 50 cm.
Pemindahan bibit cabai ke lahan dilakukan pada lima minggu setelah semai
(MSS), dimana tinggi bibit ± 10 cm dan sudah mempunyai lima hingga tujuh helai daun
sejati. Pindah tanam dilaksanakan pada sore hari agar bibit tidak layu akibat terik
cahaya matahari. Satu bibit ditanam pada satu lubang tanam. Masing-masing plot
ditanam 20 tanaman. Pengajiran dan pemasangan tali dilakukan tiga hari setelah tanam.
Pemasangan ajir agar tanaman cabai yang baru dipindah tanam tidak terkena pastik
mulsa apabila tertiup angin, bila mengenai mulsa pada tanaman cabai baru pindah tanam
akan mengakibatkan daun cabai terbakar. Ajir dibuat dari bambu sepanjang ± 1.5 m
pada masing-masing lubang tanam.
3.3.4. Pemeliharaan
3.3.5. Panen
Pemanenan dapat dilakukan pada saat buah matang mencapai 75% hingga buah
matang penuh. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya
serta dilakukan satu kali seminggu selama empat minggu.
Masa inkubasi Begomovirus pada tanaman cabai diamati setiap hari setelah
tanam hingga tanaman menunjukkan gejala terinfeksi oleh Begomovirus yang ditandai
dengan menebalnya pertulangan daun dan terdapat kuning pada sebagian lamina daun.
Skor atau tipe gejala diamati dengan mencatat skor atau deskripsi gejala yang
muncul pada tiap tanaman cabai. Skor gejala infeksi Begomovirus berdasarkan
Ganefianti (2008) pada tabel 2.
Keterangan:
Tabel 2 Kriteria gejala infeksi Begomovirus untuk menentukan skor intensitas penyakit
Skor Gejala
Tingkat serangan virus pada berbagai fase pertumbuhan dapat diketahui dengan
menghitung kejadian penyakit, dilakukan sebanyak tujuh kali pengamatan dengan
interval waktu 15 hari sekali (umur 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 HST). Persentase serangan
virus dihitung dengan rumus kejadian penyakit sebagai berikut:
=
Jumlah tanaman yang
diamati
Tinggi tanaman diukur pada umur 30 HST dan setelah panen kedua. Tinggi
tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung titik tumbuh tertinggi.
**
Diameter batang diukur pada pertengahan jarak antara permukaan tanah hingga
percabangan pertama. Pengukuran diameter batang dilakukan setelah panen kedua.
Pengamatan menghitung jumlah buah per tanaman dilakukan selama empat kali
pemanenan.
Buah masak ditimbang yang ada selama panen dari 10 tanaman cabai per
bedengan.
Tabel 2 Kriteria gejala infeksi Begomovirus untuk menentukan skor intensitas penyakit
Skor Gejala
Tingkat serangan virus pada berbagai fase pertumbuhan dapat diketahui dengan
menghitung kejadian penyakit, dilakukan sebanyak tujuh kali pengamatan dengan
interval waktu 15 hari sekali (umur 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 HST). Persentase serangan
virus dihitung dengan rumus kejadian penyakit sebagai berikut:
=
Jumlah tanaman yang
diamati
Tinggi tanaman diukur pada umur 30 HST dan setelah panen kedua. Tinggi
tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung titik tumbuh tertinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Duriat, A. S., Gunaeni, N., d a n Wulandari, A. W. 2007. Penyakit Penting pada Tanaman
Cabai dan Pengendaliannya. Balitsa. Bandung.
Ganefianti, D.W. 2010. Genetik Ketahanan Cabai Terhadap Begomovirus Penyebab Penyakit
Daun Keriting Kuning dan Arah Pemuliaannya. Disertasi. IPB. Bogor.
Kementrian Pertanian. 2019. Statistik Iklim, Organisme Pengganggu Tanaman dan Dampak
Perubahan Iklim. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 76. Diakses dari:
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/arsip-buletin/157-iklim-opt-dan-dpi/654-
buletin-data-iklim-opt-dan-dpi-triwulan-iv-2019
Koeda, S., Kesumawati, E., Tanaka, Y., Hosokawa, M., Doi, M., dan Kitajima, A. 2016.
Mixed Infection of Begomoviruses on Pepper Plants at Northern Sumatra, Indonesia.
Trop. Agr. Develop. 60(2): 59-64.
Parining, N., dan Dewi, R. K. 2018. Analisis risiko pendapatan cabai merah pada lahan sawah
dataran tinggi di Kabupaten Karangasem, Bali. J SOCA. 12(1): 109-117.
Setiawati, W., Udiarto, B. K., dan Soetiarso, T. A. 2006. Pengaruh varietas dan sistem tanam
cabai merah terhadap penekanan populasi hama kutu kebul. Jurnal Hortikultura
18(1):55-61.
Setiawati, W., Udiarto, BK., dan Soetiarso, TA. 2007. Selektivitas beberapa insektisida
terhadap hama kutu kebul (Bemisia tabaci Genn) dan predator Menochilus
sexmaculatus Fabr. Jurnal Hortikultura 17(2): 168-179.
Sulandari, S. 2004. Karakterisasi biologi, serologi, dan analisis sidik jari DNA virus penyebab
penyakit daun keriting kuning cabai. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Supriadi D.R., Susila A.D., dan Sulistyono, E. 2018. Penetapan kebutuhan air tanaman
Van Regenmortel, Claude, M. F., Dave, H. L. B., Carsten, E. B., Estes, M. K., dan
Lemon, S. M. 1999. Virus Taxonomy. Seventh report of the international committee on
taxonomy of viruses. Academic Press. San Diego.