Anda di halaman 1dari 15

PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN PHYTOPHTHORA PADA

BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) DENGAN BEBERAPA TINGKAT


PENGENCERAN Bacillus subtilis F. Cohn

CONTROL OF COCOA SEEDLINGS (Theobroma cacao L.)


PHYTOPHTHORA LEAF DISEASE BY DILUTION
LEVEL OF Bacillus subtilis F. Cohn

Nurul Umamah1, Gunawan Tabrani2, Yunel Venita2


1
Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2
Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
E-mail: nurul.umamah95@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk menekan serangan patogen cendawan


P. palmivora Butler pada bibit kakao dengan menggunakan berbagai tingkat
pengenceran bakteri B. subtilis F. Cohn sehingga pertumbuhan bibit kakao lebih
baik. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Penyakit Tanaman dan kebun
percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Penyiapan inokulum hingga
pengamatan terakhir dilakukan dari bulan Desember 2017 sampai Juni 2018.
Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan menggunakan rancangan acak
lengkap yang terdiri dari lima perlakuan dengan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji
adalah suspensi bakteri B. subtilis (B) pada beberapa tingkat pengenceran, yakni
tanpa suspensi bakteri B. subtilis, pengenceran 10-10, pengenceran 10-9,
pengenceran 10-8 dan pengenceran 10-7. Data yang diperoleh dianalisis
keragamannya dan dilanjutkan dengan uji duncan’s new multiple range test
(DNMRT) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
suspensi bakteri B. subtilis berpengaruh pada peubah saat muncul gejala awal
penyakit, intensitas serangan penyakit, tinggi bibit, diameter batang dan jumlah
daun bibit kakao. Suspensi bakteri B. subtilis pengenceran 10-7 lebih baik dalam
mengendalikan penyakit hawar daun Phytophthora pada bibit kakao sehingga
pertumbuhan bibit kakao lebih baik.

ABSTRACT

This research aims to suppress the pathogenic attack of


Phytophthora palmivora Butler fungi on cocoa seedlings by using dilution levels
of B. subtilis F. Cohn so that cocoa seedling growth become better. The research
carried out in the Plant Disease laboratory and experimental gardens Faculty of
Agriculture, University of Riau. Preparation of the inoculum until to the last
observation done in December 2017 to June 2018. The study was conducted in a
completely randomized experimental design consisting of five treatments and 4

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 1


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


replications. The treatments tested were B. subtilis bacterial dilution levels, is that
without dilution, 10-10 dilution, 10-9 dilution, 10-8 dilution and 10-7 dilution. The
data obtained in analyzed of variance and continued by the Duncan’s new
multiple range test (DNMRT) at 5% level. The results showed that B. subtilis
bacterial dilution affected to the initial symptoms appeared disease, the intensity
of the disease attack, seedling height, stem diameter and number of leaves of
cocoa seedlings. Bacterial dilution of B. subtilis 10 -7 dilution is the better in
controlling of Phytophthora leaf blight disease of cocoa seedlings so that better
growth of cocoa seedlings.

Keywords: Cocoa seedlings, B. subtilis dilution, P. palmivora leaf blight.

PENDAHULUAN pengendalian hama dan penyakit.


Salah satu penyakit penting pada
Tanaman kakao merupakan tanaman kakao adalah penyakit
salah satu komoditas pertanian yang busuk buah kakao yang disebabkan
memiliki pangsa pasar luas dan oleh cendawan Phytophthora
sebagai sumber devisa ketiga negara palmivora Butler (Semangun, 2000;
Indonesia dari sub sektor Tumpal et al., 2012), yang menurut
perkebunan. Kakao banyak Azis et al. (2013), patogen ini juga
dimanfaatkan sebagai bahan dasar dapat menyebabkan penyakit kanker
yang biasa digunakan untuk industri batang, busuk pucuk dan penyakit
farmasi, kosmetik, makanan dan hawar daun di pembibitan. Laporan
minuman seperti permen, bubuk dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
cokelat dan lemak cokelat yang Indonesia (2010) menyebutkan
banyak diminati masyarakat dunia. bahwa kerusakan bibit kakao akibat
Tingginya manfaat dan penyakit hawar daun dapat mencapai
permintaan akan kakao ini haruslah 30% dari areal pembibitan, terutama
diimbangi dengan produksi dan pada saat musim hujan. Berdasarkan
produktivitas kakao yang maksimal, informasi tersebut penyakit hawar
akan tetapi menurut Badan Pusat daun perlu dikendalikan dengan
Statistik (2019), di Provinsi Riau tepat.
setiap tahun, mulai dari tahun 2012 Pengendalian penyakit hawar
sampai 2018 luas lahan kakao rata- daun yang selama ini banyak
rata mengalami penurunan 186,67 ha dilakukan oleh petani adalah dengan
dan penurunan produktivitas 11,07 menggunakan fungisida sintetik,
ton.ha-1. padahal telah diketahui bahwa
Penurunan produktivitas penggunaan fungisida sintetik yang
kakao di Riau disebabkan oleh dilakukan secara terus menerus telah
berbagai faktor, antara lain gangguan menyebabkan efek merugikan dalam
hama dan penyakit serta kurangnya jangka panjang pada lingkungan,
pengetahuan dan keterampilan petani membunuh mikroorganisme non-
dalam teknologi budidaya kakao patogen, menggangu keseimbangan
terutama dalam pemeliharaan seperti ekologis dan bahkan keracunan pada
pemupukan, pemangkasan serta manusia. Oleh karena itu

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 2


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


pengendalian pada saat ini lebih akan meningkat. Menurut Cappucino
dianjurkan dengan menggunakan (1983) dalam Dyah (2005), tingkat
agens hayati, dan salah satu pengenceran yang biasanya
mikroorganisme yang memiliki digunakan dalam penelitian adalah
potensi sebagai agens hayati adalah 10-3 sampai 10-7.
Bacillus subtilis F. Cohn. Penelitian bertujuan menekan
Mekanisme bakteri sebagai serangan patogen P. palmivora
agens hayati dapat dilakukan dengan Butler penyebab penyakit hawar
berbagai metoda, seperti dengan daun pada bibit kakao menggunakan
memproduksi antibiotik, siderofor, berbagai tingkat pengenceran bakteri
ketahanan terimbas sintetik, enzim, B. subtilis F. Cohn agar pertumbuhan
perangsang pertumbuhan tanaman, bibit kakao menjadi lebih baik.
persaingan, mikroparasitisme dan
toksin (Hasanudin, 2003).
Berdasarkan penelitian yang telah BAHAN DAN METODE
banyak dilakukan, B. subtilis
memiliki sifat antagonis yang luas Penelitian dilaksanakan
terhadap berbagai jenis di kebun percobaan dan laboratorium
mikroorganisme patogen baik dari Penyakit Tanaman Fakultas
golongan cendawan maupun bakteri. Pertanian Universitas Riau Kampus
Pratama et al. (2013) melaporkan Bina Widya, Kota Pekanbaru.
bahwa B. subtilis efektif Penyiapan inokulum hingga
menghambat pertumbuhan cendawan pengamatan terakhir dilakukan dari
P. palmivora penyebab penyakit bulan Desember 2017 sampai Juni
busuk buah kakao secara in vitro 2018.
dengan persentase penghambatan Bahan yang digunakan adalah
mencapai 72,8%. Namun demikian benih kakao varietas Forastero asal
pengendalian hayati penyakit hawar PPKS Medan, isolat cendawan
daun bibit kakao P. palmivora P. palmivora dari buah kakao sakit
di lapangan menggunakan bakteri yang diambil dari kebun kakao
B. subtilis belum banyak dilaporkan. Fakultas Pertanian Universitas Riau,
Masalah yang dihadapi dalam isolat B. subtilis koleksi Fifi Puspita
pengendalian hayati adalah (2018) asal tanaman kelapa sawit.
menentukan jumlah populasi bakteri Alat yang digunakan adalah
agens hayati agar efektif menekan tabung reaksi, pipet ukur,
serangan penyakit. Charingkapakorn haemocytometer, colony counter,
dan Sivasitthamparan (1986) dalam timbangan analitik, mikroskop
Rahardjo dan Djatnika (1997) binokuler, hand sprayer, jangka
menjelaskan bahwa populasi bakteri sorong, dan buku identifikasi
dalam tanah bisa dipengaruhi oleh Practical Guide to Detection and
kepekatan tingkat pengencerannya. Identification of Phytophthora
Semakin pekat tingkat Version 1.0 (Drenth dan Sendall,
pengencerannya akan menyebabkan 2001).
populasi bakteri antagonis semakin Penelitian dilaksanakan
banyak sehingga aktivitas dalam bentuk percobaan
antagonisnya terhadap jamur patogen menggunakan rancangan acak

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 3


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


lengkap (RAL) yang terdiri dari lima Isolasi cendawan Phytophthora
perlakuan dengan 4 ulangan. Setiap palmivora
satuan percobaan terdiri dari dua Cendawan P. palmivora dari
bibit kakao berumur 2 minggu dalam buah kakao diisolasi pada medium
polybag, sehingga semuanya PDA steril menggunakan metode
berjumlah 40 bibit kakao. Perlakuan penanaman jaringan (tissue
yang diuji adalah tingkat planting). Isolat hasil isolasi
pengenceran suspensi bakteri diidentifikasi secara makroskopis
B. subtilis sebagai berikut: dengan mengamati: bentuk koloni,
b0 =Tanpa suspensi B. subtilis arah pertumbuhan miselium dan
b1 = B. subtilis pengenceran 10-10 warna miselium serta secara
b2 = B. subtilis pengenceran 10-9 mikroskopis, meliputi: bentuk hifa,
b3 = B. subtilis pengenceran 10-8 sporangium dan klamidospora
b4 = B. subtilis pengenceran 10-7 dengan pembanding buku Practical
Data yang diperoleh dianalisis Guide to Detection and Identification
keragamannya dan dilanjutkan of Phytophthora Version 1.0. CRC
dengan uji duncan’s new multiple for Tropical Guide of Plant
range test (DNMRT) pada taraf 5%. Protection (Drenth dan Sendall,
2001) dan artikel Identification of the
Causal Agent of Cocoa Pod Rot
Disease from Various Locations
(Komalasari et al., 2018). Hasil
identifikasi dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk makroskopis dan mikroskopis cendawan P. palmivora


isolasi diinkubasikan selama 48 jam,
Keterangan:
kemudian diremajakan kembali
A. Bentuk makroskopis cendawan
hingga diperoleh koloni bakteri yang
P. palmivora 7 hari setelah
homogen.
isolasi
B. Bentuk mikroskopis cendawan
P. palmivora (a: Hifa, b: Persiapan tempat penelitian
Lokasi penelitian berukuran 4,5 x
sporangium ovoid, c: sporangium
3 m diratakan menggunakan cangkul
globuse, d: sporangium
dan dibersihkan dari gulma serta
ellipsoidal, e: sporangium
sisa-sisa tanaman lainnya. Setelah
obpyriform, f: klamidospora).
bersih, lahan diberi naungan paranet
75% dengan posisi menghadap
Penyiapan isolat Bacillus subtilis
ke timur 2 m dan barat 1,5 m.
Isolat B. subtilis koleksi Fifi
Puspita (2018) umur dua hari,
direisolasi ke medium NA steril
menggunakan metode gores. Hasil

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 4


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


Persiapan medium semai dan membenamkannya dalam galian
tanam yang dibuat melingkar dengan
Medium semai dan tanam berjarak 5 cm dari pangkal batang.
yang digunakan berupa tanah lapisan Pengendalian hama dilakukan
atas (topsoil) jenis inceptisol dari dengan cara menangkap dan
kebun percobaan Fakultas Pertanian membunuh langsung serta gulma
Universitas Riau kedalaman 20 cm. yang tumbuh di media tanam
Tanah kemudian digemburkan dan dicabut, sedangkan yang disekitar
diayak dengan ayakan 25 mesh, lalu tempat penelitian dibersihkan
tanah, pupuk kandang sapi dan pasir menggunakan cangkul.
halus disterilkan. Tanah steril ini
dicampur dengan pupuk kandang Penyiapan suspensi Bacillus
sapi dengan perbandingan 100:1 dan subtilis
diaduk merata, lalu dimasukkan Isolat B. subtilis yang telah
ke dalam seedbed setebal 10 cm, diremajakan diencerkan dengan
kemudian dilapisi pasir halus setebal menambahkan 60 ml aquades steril
2 - 3 cm. Campuran tanah lainnya di dalam petri dengan digoyang-
seberat 5 kg dimasukkan ke dalam goyangkan hingga merata. Larutan
polybag dan disusun dengan jarak isolat dipisahkan dengan medium
40 cm di bawah naungan. menggunakan kuas steril, sehingga
diperoleh suspensi induk sebanyak
Penyemaian benih kakao 60 ml. Suspensi induk ini
Penyemaian dimulai dengan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
mendeder benih kakao di seedbed dan dihomogenkan dengan rotary
jarak 3 cm x 3 cm dengan shaker selama 5 menit, lalu
membenamkan duapertiga bagian diencerkan dengan aquades 540 ml
benih ke medium semai dengan dalam botol steril dan dihomogenkan
posisi bagian radikal menghadap kembali dengan rotary shaker
ke bawah. Medium semai disiram selama 5 menit, suspensi ini adalah
setiap pagi dan sore hari. pengenceran 10-1. Selanjutnya
sebanyak 60 ml suspensi ini
Penanaman diencerkan dengan aquades 540 ml
Bibit kakao yang dalam botol steril lain dan
pertumbuhannya seragam dan telah dihomogenkan dengan rotary shaker
berumur dua minggu di seedbed selama 5 menit untuk mendapatan
diangkat beserta tanahnya dan pengenceran 10-2. Tahapan ini
ditanam ke polybag, lalu disiram dilakukan terus hingga didapatkan
sampai tanah menjadi lembab. pengenceran 10-7 sampai 10-10.

Pemeliharaan Pemberian perlakuan Bacillus


Penyiraman dilakukan setiap subtilis
pagi dan sore hari, kecuali hari hujan Suspensi B. subtilis sesuai
atau bila tanahnya masih lembab. perlakuan diberikan dengan cara
Pupuk NPK 16:16:16 dosis 2 g per menyiramkannya sebanyak 75 ml per
bibit diberikan saat bibit berumur bibit pada medium tumbuh
satu bulan, dengan cara di sekeliling batang bibit kakao satu

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 5


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


minggu setelah tanam pada pagi hari C= x 106
pukul 08:00 WIB.

Penyungkupan Dimana:
Guna keberhasilan C = Kerapatan spora/ml
perkembangan agen hayati dan T = Jumlah spora yang diamati pada
inokulasi patogen, setiap bibit kakao kotak sampel
disungkup dengan plastik polyetilen N = Jumlah kotak sampel yang
ukuran 40 x 40 x 50 cm, sampai diamati (5 kotak besar x 16
munculnya gejala penyakit. kotak kecil)
0,25 = Faktor koreksi
Inokulasi bibit kakao dengan
Inokulasi dilakukan satu
Phytophthora palmivora
minggu setelah perlakuan, dengan
Patogen P. palmivora yang
menyemprotkan suspensi
telah dimurnikan di medium PDA
P. palmivora kerapatan 1,2 x 106
diencerkan dengan 40 ml aquades
spora.ml-1 sebanyak 10 ml per bibit
steril, lalu dimasukkan ke dalam
ke seluruh permukaan daun secara
erlenmeyer dan dihomogenkan
merata.
menggunakan rotary shaker selama
5 menit. Suspensi induk ini sebanyak
40 ml diencerkan dengan aquades
HASIL DAN PEMBAHASAN
steril sebanyak 360 ml dalam botol
steril, lalu dihomogenkan dengan
Saat Muncul Awal Gejala
rotary shaker selama 5 menit dan
Penyakit
dihitung kerapatan sporanya, sampai
Sidik ragam menunjukkan
tahapan pengenceran yang
saat munculnya gejala penyakit
menghasilkan kerapatan spora 106
dipengaruhi oleh tingkat
spora.ml-1, yang diperoleh dengan
pengenceran suspensi B. subtilis.
menggunakan rumus Gabriel dan
Hasil uji lanjut DNMRT pada taraf
Riyatno (1989), sebagai berikut:
5% dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Saat muncul awal (hari) gejala penyakit hawar daun pada bibit kakao
yang diberi agens hayati B. subtilis

Suspensi B. subtilis Saat Muncul Gejala Penyakit (hari)

Tanpa B. subtilis 8,12 a


Pengenceran 10-10 8,25 a
Pengenceran 10-9 10,37 ab
Pengenceran 10-8 11,62 b
Pengenceran 10-7 27,50 c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 1 menunjukkan, saat kakao yang diberi B. subtilis
munculnya gejala penyakit hawar pengenceran 10-7, kemudian diikuti
daun paling lambat adalah pada bibit oleh pengenceran 10-8 dan 10-9 dan

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 6


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


terakhir pengenceran 10-10 dan tanpa induksi ketahanan bibit kakao
suspensi. Hal ini karena suspensi dengan cara penebalan dinding sel
bakteri yang lebih pekat dengan dan meningkatkan senyawa fenol
populasi bakteri yang lebih banyak dan fitoaleksin seperti asam salisilat,
akan mengkolonisasi perakaran bibit sehingga meningkatkan ketahanan
kakao lebih masiv, sehingga bibit bibit kakao terhadap serangan
lebih tahan terhadap serangan P. palmivora, yang menyebabkan
patogen yang berdampak pada munculnya gejala penyakit tertunda.
semakin melambatnya saat Hal ini sesuai dengan pendapat
munculnya gejala penyakit. Hal ini Campbell (1989) bahwa semakin
sejalan dengan pendapat besar tingkat konsentrasi mikrob
Charingkapakorn dan yang diinkubasikan akan
Sivasitthamparan (1986) dalam meningkatkan kemampuannya dalam
Rahardjo dan Djatnika (1997), mengkolonisasi daerah sekitar
bahwa populasi bakteri dalam tanah perakaran tanaman, sehingga terjadi
bisa dipengaruhi oleh kepekatan penebalan dinding sel pada tanaman
tingkat pengencerannya. Semakin dan secara kimiawi meningkatkan
pekat tingkat pengenceran akan senyawa fenol dan fitoaleksin seperti
menyebabkan populasi bakteri asam salisilat.
semakin banyak sehingga aktivitas
antagonisnya terhadap jamur patogen Intensitas Serangan
akan meningkat. Hasil sidik ragam
Populasi bakteri dalam menunjukkan intensitas penyakit
jumlah yang lebih banyak dapat hawar daun pada bibit kakao
diasumsikan menunjukkan tingkat dipengaruhi oleh tingkat
konsentrasinya yang lebih tinggi, pengenceran suspensi B. subtilis.
sehingga menyebabkan Intensitas serangan P. palmivora
kolonisasinya di perakaran bibit pada daun bibit kakao setelah
kakao lebih meningkat. Peningkatan dilakukan uji lanjut DNMRT pada
kolonisasi perakaran akan memicu taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Intensitas serangan cendawan P. palmivora pada daun bibit kakao (%)
yang diberi agens hayati B. subtilis

Suspensi B. subtilis Intensitas Serangan (%)

Tanpa B. subtilis 20,65 c


Pengenceran 10-10 14,35 b
Pengenceran 10-9 14,80 b
Pengenceran 10-8 12,77 b
Pengenceran 10-7 8,85 a
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama
berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 2 menunjukkan, setelah itu intensitas penyakit
intensitas penyakit hawar daun lebih semakin tinggi terlihat pada bibit
rendah pada bibit kakao yang diberi kakao yang diberi B. subtilis dengan
B. subtilis dengan pengenceran 10-7, pengenceran 10-8, 10-9 dan 10-10, dan

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 7


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


intensitas serangan tertinggi terlihat baik dalam menghambat
pada bibit yang tidak diberi suspensi perkembangan mikrob patogen.
bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa Bacillin juga mampu meningkatkan
B. subtilis pada pengenceran 10-7 resistensi tanaman terhadap patogen.
lebih mampu dalam menekan Intensitas serangan cendawan
serangan P. palmivora karena tingkat P. palmivora tertinggi terdapat pada
pengenceran ini mengandung bibit kakao yang tidak diberi agens
populasi bakteri yang lebih banyak, hayati B. subtilis, akibat tidak adanya
sehingga kolonisasi yang terjadi pada reaksi ketahanan tanaman sehingga
perakaran bibit kakao menjadi lebih serangan patogen cendawan
baik dan akan memicu induksi P. palmivora lebih berkembang.
ketahanan pada bibit kakao menjadi Namum demikian tingkat serangan
lebih baik. Nasikhah (2008) dalam penelitian semua termasuk
menjelaskan bahwa perbedaan dalam tingkat intensitas serangan
jumlah bakteri yang terdapat pada ringan atau rendah. Hal ini diduga
setiap pengenceran mempengaruhi karena rentang suhu di lokasi
jumlah bakteri yang ada dalam penelitian relatif tinggi yakni 27 - 32
larutan. Menurut Fardiaz (1982) °C dengan kelembaban relatif sedang
dalam Nasikhah (2008), semakin yakni berkisar 66 - 86%. Suhu yang
pekat konsentrasi bakteri maka zat relatif tinggi dan kelembaban yang
antimikrob yang dikandungnya sedang dapat menghambat
semakin tinggi. Benhamou et al. perkembangan cendawan
(1996) menyatakan bahwa Bacillus P. palmivora, sehingga intensitas
sp. dapat menginduksi ketahanan serangan pada bibit juga rendah.
fisik tanaman dengan cara penebalan Menurut Brasier dan Griffin (1979),
dinding sel atau secara kimiawi suhu optimal untuk pertumbuhan
dengan meningkatkan senyawa cendawan P. palmivora berkisar
penginduksi seperti fenol, protein antara 27,5 - 30 °C. Peningkatan
dan asam salisilat yang dapat intensitas serangan cendawan
memberikan ketahanan tanaman P. palmivora dapat dilihat pada
terhadap serangan patogen. Supriadi Gambar 2, dimana pada setiap
(2006) menambahkan bahwa bakteri tingkat pengenceran 10-7 B. subtilis
agens hayati B. subtilis juga dapat memperlihatkan tekanan perubahan
menghasilkan senyawa toksin, salah intensitas serangan yang konsisten
satunya bacillin. Trubuson (2008) sejak bulan pertama sampai 3 bulan
menyatakan bahwa toksin ini sangat setelah inokulasi.

Gambar 2. Perkembangan intensitas serangan P. palmivora pada bibit kakao yang


diberi berbagai tingkat pengenceran suspensi bakteri B. subtilis

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 8


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


Berdasarkan Gambar 2 memicu induksi ketahanan bibit
terlihat bahwa perkembangan kakao menjadi lebih tinggi, sehingga
intensitas penyakit hawar daun bibit menyebabkan adanya penghambatan
kakao yang diberi B. subtilis dengan serangan patogen cendawan
pengenceran 10-7 sejak awal lebih P. palmivora.
rendah dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Hal ini diduga Tinggi Bibit
-7
karena pada tingkat pengenceran 10 Hasil sidik ragam
jumlah populasi bakteri lebih banyak menunjukkan tinggi bibit kakao
dibandingkan dengan perlakuan dipengaruhi oleh tingkat
lainnya, sehingga kolonisasi pengenceran suspensi B. subtilis.
perakaran pada bibit kakao semakin Tinggi bibit kakao setelah dilakukan
meningkat. Kolonisasi perakaran uji lanjut DNMRT pada taraf 5%
yang meningkat tersebut akan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tinggi bibit kakao (cm) yang diberi agens hayati B. subtilis

Suspensi B. subtilis Tinggi Bibit (cm)

Tanpa B. subtilis 55,06 a


Pengenceran 10-10 67,02 b
Pengenceran 10-9 74,12 c
Pengenceran 10-8 78,51 d
Pengenceran 10-7 86,96 e
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama
berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 3 menunjukkan bibit sehingga ZPT yang dihasilkan juga
kakao yang diberi B. subtilis pada semakin banyak dan menyebabkan
pengenceran 10-7 lebih tinggi dari terjadinya peningkatan pertumbuhan
bibit lainnya dan berturut-turut tanaman. Hal ini didukung oleh
diikuti bibit yang diberi B. subtilis Wartono (2010), bahwa koloni
dengan pengenceran lainnya hingga bakteri B. subtilis dalam jumlah yang
tanpa perlakuan. Hal ini karena lebih banyak akan lebih banyak
kurangnya serangan patogen mengkoloni perakaran karena
P. palmivora (Tabel 2), yang hal ini memerlukan senyawa metabolit yang
juga mengindikasikan kemampuan dihasilkan tanaman sebagai
bakteri ini lebih baik dengan nutrisinya. Setelah terakumulasi pada
menunjukkan perkembangan tinggi perakaran tanaman bakteri tersebut
bibit yang lebih tinggi pada bibit akan menghasilkan zat pengatur
yang diberi suspensi bakteri pada tumbuh (ZPT) yang mampu
pengenceran 10-7 yang populasi menginduksi perakaran tanaman
bakterinya lebih banyak untuk tumbuh dengan baik.
dibandingkan dengan pengenceran Perakaran yang baik mengakibatkan
yang lainnya. Semakin banyak absorpsi nutrisi oleh akar akan
populasi bakteri maka aktivitasnya menjadi lebih baik, sehingga dapat
dalam mengkoloni perakaran meningkatkan tinggi tanaman.
tanaman juga akan lebih meningkat,

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 9


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


Desnawati (2006) menyatakan bahwa auksin
menjelaskan, Bacillus sp. dapat mempunyai peranan penting dalam
merangsang pertumbuhan tanaman mendorong terjadinya pertambahan
karena menghasilkan senyawa panjang batang, pembelahan sel dan
pendorong atau hormon pembesaran sel. Laju pertumbuhan
pertumbuhan tanaman seperti auksin, tinggi bibit kakao dapat dilihat pada
sitokinin dan IAA (indol acetic Gambar 3.
acid). Werner et al. (2001)

Gambar 3. Pertumbuhan tinggi bibit kakao pada beberapa tingkat pengenceran


B. subtilis
Berdasarkan Gambar 3 fotosintesis sehingga semakin
terlihat bibit kakao yang diberi banyak fotosintat yang dihasilkan
B. subtilis dengan pengenceran 10-7 sehingga dapat meningkatkan
terlihat konsisten lebih tinggi dari pertumbuhan bibit. Hal ini sesuai
perlakuan lainnya, bahkan meningkat dengan pendapat Semangun (2006)
ketika memasuki bulan ke-3 bahwa tinggi rendahnya intensitas
dibandingkan perlakuan lainnya, penyakit akan mempengaruhi
sehingga tinggi bibit yang diberi kualitas dan kuantitas tanaman.
pengenceran B. subtilis 10-7 tetap
lebih tinggi. Peran ini kelihatannya Diamater Batang
dimainkan oleh ZPT dan selain itu Sidik ragam menunjukkan,
intensitas serangan penyakit hawar bahwa tingkat pengenceran
daun seperti ditunjukkan pada Tabel B. subtilis berpengaruh pada
2 tergolong ringan atau rendah, diameter batang bibit kakao. Hasil
sehingga bibit dapat tumbuh dengan uji lanjut DNMRT pada taraf 5%
baik. Rendahnya intensitas penyakit atas diameter batang bibit kakao ini
hawar daun mengakibatkan bibit dapat dilihat pada Tabel 4.
akan lebih baik dalam proses
Tabel 4. Diameter batang bibit kakao (cm) yang diberi agens hayati B. subtilis

Suspensi B. subtilis Diameter Batang (cm)

Tanpa B. subtilis 0,72 a


Pengenceran 10-10 0,84 b
Pengenceran 10-9 0,91 c
Pengenceran 10-8 0,97 d
Pengenceran 10-7 1,08 e

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 10


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama
berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pengenceran bakteri maka jumlah
batang bibit kakao yang diberi bakteri yang didapatkan semakin
B. subtilis dengan pengenceran 10-7 banyak atau menunjukkan tingkat
menunjukkan diameter terbesar, konsentrasinya lebih tinggi, sehingga
setelah itu bibit kakao yang diberi produksi hormon perangsang
B. subtilis dengan pengenceran 10-8, pertumbuhan tanaman juga semakin
10-9, 10-10, dan yang tidak diberi tinggi. Menurut Soesanto (2008),
suspensi banteri. Hal ini dikarenakan PGPR mempunyai kemampuan
bibit kakao yang diberi pengenceran untuk memproduksi hormon IAA,
B. subtilis 10-7 mampu asam giberelat dan sitokonin
mengoptimalkan pertumbuhan di dalam tanaman. Laju pertumbuhan
vegetatifnya dengan baik, karena diameter batang bibit kakao dapat
kurangnya gangguan akibat penyakit dilihat pada Gambar 4.
hawar daun. Semakin pekat tingkat

Gambar 4. Laju pertumbuhan diameter batang bibit kakao yang diberi beberapa
tingkat pengenceran B. subtilis
Gambar 4 menunjukkan pola tanah sehingga unsur hara menjadi
laju pertumbuhan diameter batang lebih tersedia bagi tanaman. Siddiqui
bibit kakao yang diberi beberapa (2005) menambahkan bahwa
tingkat pengenceran B. subtilis sama, Bacillus sp. dapat menambat P
tetapi terlihat laju yang diberi sehingga dapat membantu tanaman
pengenceran B. subtilis 10-7 lebih dalam menyerap unsur P. Novizan
besar dibandingkan dengan (2005) menambahkan bahwa unsur P
perlakuan lainnya. Hal ini dibutuhkan dalam jumlah yang
dikarenakan selain mampu relatif besar pada setiap pertumbuhan
menghasilkan hormon perangsang tanaman, khususnya pertumbuhan
pertumbuhan, B. subtilis sebagai vegetatif seperti diameter batang.
PGPR juga membantu dalam proses
ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan Jumlah Daun
tanaman, sehingga pertumbuhan Sidik ragam menunjukkan,
diameter batang selalu meningkat. bahwa tingkat pengenceran
Bustamam (2006) menyatakan B. subtilis berpengaruh pada jumlah
bahwa Bacillus sp. Juga dapat daun bibit kakao dan setelah
mempercepat proses perombakan dilakukan uji lanjut DNMRT pada
sisa bahan-bahan organik di dalam taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 5.

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 11


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


Tabel 5. Jumlah daun bibit kakao (helai) yang diberi agens hayati B. subtilis
Jumlah Daun (helai)
Suspensi B. subtilis

Tanpa B. subtilis 19,62 d


Pengenceran 10-10 22,75 c
Pengenceran 10-9 23,75 c
Pengenceran 10-8 26,87 b
Pengenceran 10-7 31,75 a
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama
berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 5 menunjukkan bahwa dan perkembangan tanaman adalah
jumlah daun bibit kakao pada dengan menghasilkan beberapa
pemberian pengenceran B. subtilis hormon yang dapat merangsang
10-7 menghasilkan jumlah daun yang pertumbuhan seperti giberelin,
paling banyak, dibandingkan dengan auksin dan sitokinin.
perlakuan lainnya. Hal ini Selain itu, jumlah daun juga
dikarenakan semakin pekat tingkat berkaitan dengan tinggi bibit kakao
pengenceran yang diberikan maka (Tabel 3), dimana semakin tinggi
jumlah bakteri yang didapatkan lebih tanaman akan menghasilkan jumlah
banyak dibandingkan dengan daun yang lebih banyak pula.
perlakuan lainnya sehingga Hardjadi (1986) menyatakan bahwa
kolonisasi perakaran juga lebih jumlah daun berkaitan dengan tinggi
meningkat dan hormon perangsang tanaman, semakin tinggi tanaman
pertumbuhan yang dihasilkan juga maka semakin banyak daun yang
akan semakin banyak, sehingga akan terbentuk, karena daun
dapat meningkatkan pertumbuhan terbentuk dari nodus-nodus tempat
dan perkembangan bibit kakao kedudukan daun yang ada pada
seperti jumlah daun. Menurut batang. Laju pertambahan jumlah
Sulistiani (2009), mekanisme PGPR daun bibit kakao dapat dilihat pada
dalam meningkatkan pertumbuhan Gambar 5.

Gambar 5. Pertambahan jumlah daun bibit kakao yang diberi beberapa tingkat
pengenceran B. subtilis
Gambar 5 menunjukkan memasuki bulan ke-4 dibandingkan
bahwa laju pertambahan jumlah daun perlakuan lainnya, sehingga jumlah
yang diberi pengenceran B. subtilis daunnya juga lebih banyak. Hal ini
10-7 terlihat lebih meningkat ketika dikarenakan B. subtilis sebagai

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 12


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


PGPR mampu menghasilkan hormon tumbuhan yang ikut serta dalam
perangsang perkembangan tanaman, membantu kelancaran penelitian ini.
sehingga pertambahan jumlah daun
semakin meningkat. Merini (2016) DAFTAR PUSTAKA
mengatakan, pemberian B. subtilis
endofit konsentrasi 1013 cfu.ml dapat Azis, A.I, A. Rosmana dan V.S.
meningkatkan jumlah daun bibit Dewi. 2013. Pengendalian
kakao dibandingkan dengan tanpa penyakit hawar daun
pemberian B. subtilis. phytophthora pada bibit kakao
dengan Trichoderma
asperellum. Jurnal
KESIMPULAN DAN SARAN Fitopatologi Indonesia. 9(1):
15-20.
Kesimpulan Badan Pusat Statistik. 2019. Riau
1. Pemberian suspensi bakteri dalam Angka 2018. BPS.
B. subtilis berpengaruh pada Pekanbaru.
peubah saat munculnya gejala Benhamou, N, J.W. Kloepper, A.
penyakit, intensitas serangan, Quadt-hallmann and S. Tuzan.
tinggi bibit, diameter batang dan 1996. Introduction of defence-
jumlah daun bibit kakao. related untrastructural
2. Suspensi bakteri B. subtilis modification in pea root tissues
pengenceran 10-7 lebih baik dalam inoculated with endophytic
mengendalikan penyakit hawar bacteria. Plant Physiology.
daun Phytophthora, sehingga laju 122: 919-929.
pertumbuhan bibit kakao menjadi Brasier, C.M , and M.J Griffin.
lebih baik. 1979. Taxonomy of
Phytophthora palmivora on
Saran cocoa. Journal Article.
Pengendalian penyakit hawar Transactions of the British
daun Phytophthora pada bibit kakao Mycological Society. 72(1):
dapat menggunakan suspensi bakteri 111 – 143.
B. subtilis dengan pengenceran 10-7. Bustamam, H. 2006. Seleksi mikroba
rhizosfer antagonis terhadap
bakteri Ralstonia
UCAPAN TERIMAKASIH solanacearum penyebab
penyakit layu bakteri pada
Penulis mengucapkan tanaman jahe di lahan
terimakasih kepada Bapak tertindas. Jurnal Ilmu-Ilmu
Ir. Gunawan Tabrani, MP. dan Ibu Pertanian Indonesia. 8(1): 12-
Ir. Yunel Venita, MP. selaku 18.
pembimbing yang telah banyak Campbell, R. 1989. Biological
memberikan petunjuk, arahan dan Control of Microbial Plant
masukan kepada penulis. Pathogens. University Press.
Terimakasih juga kepada seluruh Cambridge.
teman mahasiswa angkatan 2013 dan Desnawati. 2006. Pemanfaatan Plant
teman dari bidang ilmu penyakit Growth Promoting

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 13


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


Rhizobacteria (PGPR) Prospek Locations. Jurnal
Yang Menjanjikan Dalam Perlindungan Tanaman
Berusaha Tanaman Indonesia. 22(1): 13-19.
Hortikultura. Direktorat Merini, J. 2016. Uji Beberapa
perlindungan tanaman Konsentrasi Bakteri Bacillus
hortikultura. Jakarta. sp. Endofit untuk
Drenth, A and B. Sendall. 2001. Meningkatkan Pertumbuhan
Practical Guide to Detection Bibit Kakao (Theobroma
and Identification of cacao L.). Skripsi (Tidak
Phytophthora Version 1.0. dipublikasikan). Universitas
CRC for Tropical Guide of Riau. Riau.
Plant Protection Brisbane. Nasikhah, K. 2008. Pengaruh Isolat
Australia. Alami Pseudomonas
Dyah, R. 2005. Efektifitas Beberapa fluorescens pada Beberapa
Tingkat Konsentrasi Tingkat Pengenceran terhadap
Pseudomonas Kelompok Jamur Sclerotium rolfsii
Fluorescens dalam Menekan Penyebab Penyakit Layu Pada
Pertumbuhan dan Kedelai (Glycine max (L)
Perkembangan Fusarium Merill). Skripsi. Universitas
oxyprum f.sp. lycopersici. Islam Negeri Malang. Malang.
Skripsi. Universitas Brawijaya. Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan
Malang. yang Efektif. Agromedia
Gabriel, B.P dan Riyatno. 1989. Pustaka. Jakarta.
Metarhizium anisopliae Pratama,S.W., S. Sukamto., I.N.
(Metch) Sor: Taksonomi, Asyiah dan Y.V. Ervina. 2013.
Patologi dan Aplikasinya. Penghambatan pertumbuhan
Direktorat Perlindungan jamur patogen kakao
Tanaman Perkebunan. Phytophthora palmivora oleh
Departemen Pertanaman. Pseudomonas fluorescence dan
Jakarta. Bacillus subtilis. Jurnal Pelita
Hardjadi, S. 1986. Pengantar Perkebunan. 29(2):120 - 127.
Agronomi. Gramedia. Jakarta. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Hasanudin. 2003. Peningkatan Indonesia. 2010. Budidaya
Peranan Mikroorganisme Kakao. Agromedia Pustaka.
dalam Sistem Pengendalian Jakarta.
Penyakit Tumbuhan Secara Rahardjo, I., B. Dan I. Djatnika.
Terpadu. Jurusan Hama dan 1997. Pengaruh Beberapa
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Isolat Pseudomonas
Pertanian, Universitas fluorescens Terhadap
Sumatera Utara. Sumatera Intensitas Penyakit Layu pada
Utara. Tanaman Gladiol. Palembang:
Komalasari, I, Suryanti and B. Prosiding Kongres Nasional
Hadisutrisno. 2018. XIV dan Seminar Ilmiah
Identification of the Causal Perhimpunan Fitopatologi
Agent of Cocoa Pod Rot Indonesia.
Disease from Various

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 14


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019


Semangun, H. 2000. Penyakit- Litbang Pertanian. 25(3):23-
Penyakit Tanaman Perkebunan 29.
di Indonesia. Gadjah Mada Trubuson. 2008. Bakteri Jadi
University Press. Yogyakarta. Pestisida Aman.
. 2006. Pengantar http://www.bakteri%20-
Ilmu Penyakit Tumbuhan. jadi%20pestisida%20aman%20
Gadjah Mada University Press. -%20majalah%20Trubus.htm.
Yogyakarta. Diakses pada tanggal
Siddiqui. 2005. Bacillus sp. sebagai 16 November 2018.
Penghasil Hormon Tumpal, H.S., Riyadi, S., dan
Pertumbuhan. Nuraeni, L. 2012. Budidaya
http://en.wikipedia.org/wiki/sid Cokelat. Penebar Swadaya:
diqui-Bacillus/. Diakses pada Jakarta.
tanggal 16 November 2018. Wartono. 2010. Studi keefektifan
Soesanto, L. 2008. Pengantar formulasi spora Bacillus
Pengendalian Hayati Penyakit subtilis sebagai agens
Tanaman. PT Raja Grafindo pengendali hayati penyakit
Persada. Jakarta. hawar daun bakteri dan hawar
Sulistiani. 2009. Formulasi spora pelepah serta pemicu
Bacillus subtilis sebagai agens pertumbuhan pada tanaman
hayati dan PGPR pada padi. Tesis Sekolah
berbagai bahan pembawa. Pascasarjana. Institut Pertanian
Skripsi institut pertanian bogor. Bogor. Bogor.
Bogor Werner, T, V. Motyka, M. Strnad
Supriadi. 2006. Analisis resiko agens dan T. Schmulling. 2001.
hayati untuk pengendalian Regulation of Plant Growth by
patogen pada tanaman. Jurnal auxin dan Cytokinin. USA.

1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau 15


2 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 2 Juli s/d Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai