RAHAYU NURKARTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Rahayu Nurkartika
NIM A251130181
RINGKASAN
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada tanaman padi disebabkan oleh
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), dan dapat menyebabkan kehilangan hasil
sampai 70%. Pemanfaatan agens hayati dalam proses produksi benih di lapangan
diharapkan dapat mengendalikan HDB serta meningkatkan hasil produksi.
Penelitian ini merupakan lanjutan rangkaian penelitian sebelumnya mengenai
Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, dan isolat bakteri F112 sebagai
agens hayati. Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh metode aplikatif
pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai agens hayati yang efektif untuk
mengendalikan penyakit HDB dan meningkatkan produksi benih padi.
Penelitian terdiri atas dua bagian. Penelitian bagian pertama dilakukan untuk
mengetahui jenis dari isolat bakteri F112 dan karakter yang mendukung
pemanfaatannya sebagai agens hayati. Identifikasi dilakukan melalui pengamatan
morfologi koloni dan sel, serta serangkaian uji fisiologi dan biokimia. Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa F112 merupakan jenis Aeromonas sp. Bakteri ini
memiliki karakter reaksi hipersensitifitas negatif, memproduksi asam indol-3-
asetat (IAA), tidak memproduksi hidrogen sianida (HCN), dan reaksi hemolisis
darah negatif (hemolisis gamma).
Penelitian bagian kedua dilakukan untuk membandingkan pengaruh metode
aplikasi agens hayati melalui perlakuan biomatriconditioning benih, perendaman
akar bibit, penyemprotan daun, serta kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut
terhadap intensitas penyakit HDB, pertumbuhan tanaman, dan produksi benih
padi varietas IR64. Efektivitas aplikasi agens hayati dibandingkan dengan kontrol
dan bakterisida (bahan aktif streptomisin sulfat 20%). Penelitian bagian kedua ini
terdiri atas dua percobaan (2a dan 2b). Percobaan 2a dilakukan untuk
membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati pada benih terhadap daya tumbuh
benih dan pertumbuhan bibit di persemaian. Percobaan ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor (perlakuan benih), terdiri atas tiga
taraf yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning + bakterisida, dan
3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6).
Percobaan 2b dilakukan untuk membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati
terhadap pertumbuhan tanaman, HDB, komponen hasil, produksi benih, sampai
mutu benih hasil produksi di lapangan. Percobaan ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok Lengkap (RAKL) satu faktor (aplikasi agens hayati) yang terdiri
atas sembilan taraf yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning +
bakterisida, 3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B +
P. diminuta A6 [BM]), 4) perendaman akar bibit dalam suspensi B. subtilis 5/B +
P. diminuta A6 (RA), 5) penyemprotan daun dengan suspensi Aeromonas sp.
F112 (SD), 6) BM + RA, 7) BM + SD, 8) RA + SD, dan 9) BM + RA + SD.
Percobaan 2a dan 2b menggunakan benih yang diinokulasi dengan Xoo.
Kerapatan suspensi bakteri patogen dan agens hayati yang digunakan adalah
108-109 cfu mL-1. Matriconditioning dilakukan dengan nisbah benih : carrier :
larutan pelembab adalah 1 : 1.2 : 0.8 (g : g : mL), dengan carrier berupa arang
sekam steril halus dan larutan pelembab berupa suspensi bakterisida (0.2%) atau
bakteri. Perendaman akar bibit dilakukan selama 60 menit sebelum bibit dipindah
tanam ke sawah 19 HSS (hari setelah semai). Penyemprotan daun dilakukan pada
60 dan 80 HSS dengan dosis suspensi bakteri masing-masing 300 L ha-1.
Hasil percobaan 2a menunjukkan perlakuan benih sebelum tanam dengan
biomatriconditioning memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan
matriconditioning + bakterisida dalam meningkatkan daya tumbuh benih padi
IR64 (masing-masing 95 dan 96%) dibandingkan kontrol (88%) pada 14 HSS.
Tidak terdapat pengaruh perlakuan terhadap tinggi, panjang akar, dan bobot
kering bibit saat akan dipindah tanam pada 19 HSS. Hasil percobaan 2b
menunjukkan semua perlakuan aplikasi agens hayati tidak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, bobot kering, dan jumlah anakan
produktif) dan intensitas penyakit HDB (kejadian dan indeks keparahan).
Pengaruh perlakuan juga tidak nyata pada komponen hasil (bobot gabah total dan
bobot gabah bernas) dan mutu benih (bobot 1000 butir, daya berkecambah, dan
populasi Xoo terbawa benih). Pengaruh positif aplikasi agens hayati terlihat pada
peningkatan produksi gabah bernas dan indeks vigor benih hasil produksi.
Perlakuan benih dengan biomatriconditioning memberikan peningkatan produksi
benih padi paling tinggi (17.8% dari kontrol) dibanding perlakuan lainnya,
walaupun tidak berbeda nyata. Semua perlakuan aplikasi agens hayati
(biomatriconditioning, perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta
kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut) nyata meningkatkan indeks vigor
benih hasil produksi (80.7-84.0%) dibadingkan kontrol (72.7%) dan
matriconditioning + bakterisida (75.7%). Biomatriconditioning merupakan
metode perlakuan agens hayati paling aplikatif, efektif meningkatkan daya
tumbuh benih di persemaian dan indeks vigor benih hasil produksi, serta
memberikan peningkatan produksi benih paling tinggi diantara metode aplikasi
lainnya.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIVITAS APLIKASI AGENS HAYATI
DALAM MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI
SERTA MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI
RAHAYU NURKARTIKA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eny Widajati, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah
pertanian berkelanjutan dalam produksi benih, dengan judul Efektivitas Aplikasi
Agens Hayati dalam Mengendalikan Hawar Daun Bakteri serta Meningkatkan
Produksi dan Mutu Benih Padi.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada:
1. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Dr Drs Muhammad Machmud, MSc APU
selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan
sejak perencanaan, pelaksanaan, sampai penyelesaian penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Endah
Retno Palupi, MSc selaku perwakilan Program Studi pada ujian tesis atas
saran dan masukannya.
3. Bapak Kepala Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi
Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian,
Kementerian Pertanian atas kesempatan dan dukungan yang diberikan dalam
melaksanakan tugas belajar.
4. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas
bantuan biaya penelitian melalui dana Hibah Kompetensi tahun 2014 yang
diketuai oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS.
5. Bapak Kepala Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura beserta staf, terutama Ibu Amiyarsi Mustika Yukti,
Mbak Sri Puji Lestari dan Nandy Mardiansyah atas bantuannya di
laboratorium.
6. Bapak Kepala Instalasi Kebun Percobaan Muara beserta staf, terutama Bapak
Mansur, Bapak Adeng, dan Ibu Iyam atas bantuannya dalam pelaksanaan
penelitian di lapangan.
7. Staf Indonesian Center for Biotechnology and Biodiversity, terutama Ibu Ika,
Mbak Ana dan Mbak Salma atas kerjasama yang baik.
8. Bapak Agus Sumitra dan Bapak Joko atas pelajaran, bantuan dan
bimbingannya mengenai pengujian di laboratorium.
9. Terimakasih disampaikan pula kepada Pak Candra, Kirana, Samsi, Pak
Zamzami, Bu Maryati Sari, dan Bu Melati atas diskusinya.
10. Ayah (Suminto), ibu (Sri Muryani), suami (R. Sujayadi), dan putra (R. Huda
Syauqie Arfa) tercinta atas segala dukungan, bantuan, dan pengorbanannya.
11. Keluarga besar Suminto dan R. Suwandi atas dukungannya.
12. Teman-teman di Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Benih IPB, terutama
angkatan 2013 atas segala bantuan dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Rahayu Nurkartika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan 2
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI F112
Pendahuluan 4
Bahan dan Metode 4
Hasil dan Pembahasan 8
Kesimpulan 13
PENGARUH APLIKASI AGENS HAYATI TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN, INTENSITAS PENYAKIT HAWAR
DAUN BAKTERI, SERTA PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI
Pendahuluan 14
Bahan dan Metode 15
Hasil dan Pembahasan 23
Kesimpulan 34
PEMBAHASAN UMUM 36
KESIMPULAN UMUM 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 46
RIWAYAT HIDUP 49
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji pewarnaan Gram, katalase, oksidase, hidrolisis pati,
resistensi terhadap kadar garam tinggi, motilitas, dan fermentasi
karbohidrat isolat bakteri F112 9
2 Hasil uji isolat bakteri F112 menggunakan Microbact Kit Gram-
Negative Identification System 24E 10
3 Hasil uji reaksi hipersensitifitas, produksi asam indol-3-asetat
(IAA), produksi hidrogen sianida (HCN), dan hemolisis darah
bakteri Aeromonas sp. F112 11
4 Hasil uji verifikasi ulang bakteri Xoo, Bacillus subtilis 5/B,
Pseudomonas diminuta A6, dan Aeromonas sp. F112 23
5 Daya tumbuh benih padi IR64 pada 14 HSS (hari setelah semai)
dan pertumbuhan bibit padi pada 19 HSS 25
6 Pengaruh kelompok terhadap jumlah anakan dan bobot kering per
rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, 8 MSP (minggu setelah
pindah tanam) dan indeks keparahan penyakit hawar daun bakteri
pada 2 MSP 27
7 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap tinggi
tanaman padi IR64 pada 1-8 MSP (minggu setelah pindah tanam) 28
8 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap jumlah
anakan per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP
(minggu setelah pindah tanam) 28
9 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap bobot
kering per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP
(minggu setelah pindah tanam) 29
10 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap jumlah
anakan produktif per rumpun tanaman padi IR64 pada 12 MSP
(minggu setelah pindah tanam) 30
11 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap kejadian
dan indeks keparahan penyakit HDB tanaman padi IR64 pada 5 dan
12 MSP (minggu setelah pindah tanam) 31
12 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap komponen
hasil per rumpun tanaman padi IR64 32
13 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap mutu
benih padi IR64 hasil produksi di lapangan 33
DAFTAR GAMBAR
1 Skema penelitian 3
2 Morfologi koloni (a) dan sel (b dan c) bakteri F112. Tanda panah
menunjukkan contoh koloni atau sel bakteri 9
3 Biakan Aeromonas sp. F112 pada media agar darah 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Indikator reaksi substrat Microbact Kit Gram-Negative
Identification System 24E 46
2 Deskripsi tanaman padi varietas IR64 47
3 Kondisi dan kandungan nutrisi tanah Kebun Percobaan Muara
Balai Besar Padi, Bogor 48
4 Rata-rata suhu harian, kelembapan udara relatif, curah hujan, dan
jumlah hari hujan di Kebun Percobaan Muara Balai Besar Padi,
Bogor, periode November 2014 – Maret 2015 48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Benih merupakan salah satu input utama dalam usaha pertanian. Ilyas
(2012) menyatakan bahwa benih sebagai produk pratanam harus memiliki mutu
fisik, mutu genetik, mutu fisiologis dan mutu patologis tinggi. Mutu genetik
berhubungan dengan kebenaran varietas, mutu fisik terkait dengan kondisi fisik
benih seperti kemurnian dan kadar air, mutu fisiologis terkait dengan daya
berkecambah benih, sedangkan mutu patologis berkaitan dengan keberadaan
patogen di dalam atau pada permukaan benih.
Patogen tanaman adalah organisme penyebab penyakit tanaman. Patogen
terbawa benih merupakan patogen yang berada pada permukaan, dalam jaringan
atau tercampur bebas bersama benih. Patogen dapat terbawa benih sejak di
lapangan produksi atau melalui kontaminasi mekanis saat panen, prosesing,
penyimpanan dan distribusi benih. Kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh
patogen terbawa benih berupa hilangnya viabilitas dan vigor benih, penyebaran
penyakit tanaman, perubahan warna dan bentuk benih, perubahan sifat fisik benih,
perubahan komposisi kimia benih, serta menurunkan produksi tanaman (Agarwal
dan Sinclair 1996).
Hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit utama pada
tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo),
bersinonim dengan X. campestris pv. oryzae, X. oryzae, X. kresek, X. itoana atau
X. translucent (EPPO 2007). Gejala penyakit yang ditimbulkan Xoo pada fase
bibit dinamakan kresek, ditandai dengan daun yang berwarna hijau keabu-abuan
dan menggulung. Bibit tanaman layu dan akhirnya mengering merupakan tingkat
gejala yang lebih lanjut. Penyakit HDB pada tanaman dewasa ditandai dengan
gejala hawar pada tepi daun, ujung daun, atau bagian daun yang mengalami
kerusakan mekanis. Gejala terlihat seperti akibat terendam air panas, berwarna
kuning-jingga, kemudian meluas dan memanjang menuju pangkal daun.
Perkembangan selanjutnya, bagian daun yang terinfeksi menjadi berwarna keabu-
abuan disertai dengan titik-titik hitam yang menandakan tumbuhnya cendawan
saprofit. Hawar daun merupakan gejala paling umum ditemui. Penyakit HDB
dapat mengakibatkan kehilangan hasil sampai 70% (IRRI 2009).
Penanaman varietas tahan merupakan komponen utama pengendalian HDB,
namun penanaman satu jenis varietas tahan secara terus-menerus dalam jangka
panjang memacu terbentuknya patotipe baru yang lebih virulen (Sudir et al. 2012).
Keragaman patogen yang tinggi di lapangan menyebabkan penggunaan varietas
tahan kurang berhasil diterapkan. Pengendalian secara kimia dapat mengatasi
kondisi tersebut, namun memiliki efek merusak lingkungan (Velusamy et al.
2013).
Sudir et al. (2012) menganjurkan pengendalian HDB secara terpadu melalui
penggunaan varietas tahan, penanaman bibit sehat, pengaturan jarak tanam,
pemupukan berimbang, dan pengelolaan sanitasi lingkungan. Penggunaan benih
terinfeksi Xoo merupakan investasi yang kurang baik di lapangan karena dapat
menjadi sumber penular penyakit. Menurut Mortensen (1989) inokulum Xoo pada
benih padi terdapat di endosperma atau sekam, namun patogen ini tidak
2
menimbulkan gejala yang terlihat. Hal ini menyebabkan deteksi Xoo secara
langsung tidak dapat dilakukan. Upaya pengendalian HDB dalam proses produksi
benih di lapangan diharapkan mampu menekan penyebaran penyakit ini.
Strategi alternatif pengendalian HDB dengan biaya relatif rendah dan ramah
lingkungan adalah melalui aplikasi agens hayati (Velusamy et al. 2013). Agens
hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua
jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan, bakteri, virus, mikoplasma serta
organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan
untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu,
proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya
(Kementerian Pertanian RI 1995). Agens hayati dari jenis bakteri telah banyak
diteliti dan dimanfaatkan dalam bidang pertanian sebagai pemacu pertumbuhan
dan pengendali penyakit tanaman. Beberapa strain dari spesies bakteri
Agrobacterium radiobacter, Azospirillum brasilense, Azotobacter chroococcum,
Bacillus licheniformis, B. pumilus, B. subtilis, Burkholderia agglomerans,
Pseudomonas aurefaciens, P. fluoroscens, P. chlororaphis, P. solanacearum, P.
syringae, Serratia entomophilia, Streptomyces griseoviridis, Streptomyces spp.
dan Rhizobia spp. telah diproduksi secara komersial sebagai agens hayati
(Choudhary dan Johri 2009; Glick 2012).
Potensi suatu mikroorganisme sebagai agens hayati bagi tanaman diketahui
melalui serangkaian tahap pengujian. Tahap yang dilakukan adalah eksplorasi di
alam, pemurnian isolat, serta uji efektifitas agens hayati di laboratorium, rumah
kaca, dan lapangan. Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6 dan isolat
F112 adalah tiga jenis bakteri yang tengah dikembangkan sebagai agens hayati
tanaman padi (Ilyas et al. 2008, Yukti 2009; Budiman 2009; Agustiansyah et al.
2011, 2013a, 2013b; Lizansari 2013; Zamzami et al. 2014; Khodar et al. 2016).
Identitas dan karakter bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 telah diketahui
(Agustiansyah 2013a), namun isolat bakteri F112 belum diketahui. Informasi
mengenai isolat F112 sangat penting dalam rangka mendukung pemanfaatannya
sebagai agens hayati. Data hasil identifikasi dan karakterisasi isolat F112
digunakan untuk mendukung hasil pengujian di lapangan (Gambar 1).
Penelitian mengenai B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan isolat F112
menghasilkan informasi metode aplikasi yang berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan, pengendalian HDB, dan produksi benih pada tanaman padi.
Aplikasi yang telah dilakukan belum memberikan hasil yang optimal karena HDB
menular karena bersifat terbawa benih (seed-borne), tanah (soil-borne), dan udara
(air-borne) (Ilyas et al. 2013). Cheng et al. (2015) menambahkan HDB juga
terbawa melalui air (water-borne). Kombinasi beberapa metode aplikasi agens
hayati diduga dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pengendalian
HDB, pertumbuhan tanaman, dan produksi benih padi.
Tujuan
Tujuan Umum
Menentukan metode aplikatif pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai
agens hayati yang efektif untuk mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan
produksi dan mutu benih padi.
3
Tujuan Khusus
1. Menentukan jenis bakteri dari isolat F112 dan karakter yang mendukung
pemanfaatannya sebagai agens hayati.
2. Membandingkan pengaruh metode aplikasi agens hayati melalui perlakuan
benih (matriconditioning), perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta
kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut terhadap HDB, pertumbuhan
tanaman, serta produksi dan mutu benih padi.
Percobaan Pendahuluan
Tujuan:
Mengetahui kondisi dan kelayakan patogen (Xoo), agens hayati (B. subtilis 5/B, P.
diminuta A6 dan isolat F112), dan mutu benih sumber yang digunakan dalam penelitian.
Keluaran:
Bahan uji patogen, agens hayati, dan benih sumber yang layak digunakan dalam
penelitian.
Percobaan 1
Tujuan:
Membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati pada benih terhadap daya tumbuh benih
dan pertumbuhan bibit di persemaian.
Keluaran:
Efektivitas aplikasi agens hayati pada benih dalam meningkatkan daya tumbuh benih dan
pertumbuhan bibit.
Percobaan 2
Tujuan:
Membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati terhadap pertumbuhan tanaman, HDB,
komponen hasil, produksi benih, sampai mutu benih hasil produksi di lapangan.
Keluaran:
Metode aplikasi agens hayati yang memberi pengaruh paling efektif memacu
pertumbuhan tanaman, mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan produksi dan
mutu benih hasil produksi di lapangan.
Metode aplikatif pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai agens hayati yang efektif
untuk mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan pertumbuhan tanaman,
produksi, dan mutu benih padi.
Pendahuluan
Latar Belakang
Setyolaksono (2013) memaparkan bahwa agens hayati seyogianya
merupakan mikroorganisme hasil eksplorasi dari tanah, air, atau jaringan tanaman,
yang mampu menghambat pertumbuhan atau berkompetisi dengan patogen
penyebab penyakit tertentu. Agens hayati diisolasi untuk mendapatkan isolat
murni, lalu diuji manfaat dan efektivitasnya. Pengaruh agens hayati terhadap
manusia juga perlu diketahui agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Rizosfir (daerah di sekitar akar) dan filosfir (daun) adalah habitat berbagai
mikroorganisme, termasuk bakteri yang berasosiasi dengan tanaman (Knief et al.
2012). Bakteri yang berpotensi sebagai agens hayati dapat dieksplorasi dari
rizosfir atau filosfir. Isolat bakteri F112 merupakan koleksi Laboratorium
Fisiologi dan Kesehatan Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH)
IPB yang diisolasi dari daun padi dan dilaporkan memiliki antagonisme tinggi
terhadap Xoo (Zamzami 2013). Isolat F112 diaplikasikan pada daun karena dinilai
telah beradaptasi pada area filosfir. Aplikasi isolat F112 melalui penyemprotan
daun memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan, hasil, serta
pengendalian penyakit HDB tanaman padi (Zamzami et al. 2014; Khodar et al.
2016). Menurut Soesanto (2008), pengendalian hayati melalui bagian tanaman
yang berada di atas permukaan tanah masih jarang dilakukan. Isolat F112 dinilai
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati filosfir, sehingga
identitas dan karakter bakteri tersebut perlu diketahui.
Identifikasi dan karakterisasi suatu agens hayati merupakan tahap yang
penting dilakukan terkait dengan analisis resiko, terutama jika agens hayati
tersebut akan diajukan izin penggunaannya secara komersial (Supriadi 2006).
Pengujian laboratorium melalui pengamatan morfologi serta uji fisiologi dan
biokimia dapat dilakukan untuk untuk memperoleh identitas agens hayati.
Karakter yang perlu dianalisis antara lain adalah potensi menyebabkan penyakit,
kemampuan menghasilkan fitohormon pemacu pertumbuhan dan senyawa yang
dapat mengendalikan perkembangan patogen pada tanaman, serta keamanannya
terhadap manusia.
Tujuan
Menentukan jenis bakteri dari isolat F112 dan karakter yang mendukung
pemanfaatannya sebagai agens hayati.
Departemen AGH IPB, Bogor. Uji katalase, oksidase, dan hidrolisis pati
dilakukan di Laboratorium Bakteri Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu
Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH), Depok. Pewarnaan
Gram, motilitas, fermentasi karbohidrat, dan Microbact Kit dilakukan di
Indonesian Center for Biotechnology and Biodiversity (ICBB), Bogor.
Pengamatan sel secara mikroskopik dilakukan di Laboratorium Mikrotehnik Dept.
AGH IPB, Bogor.
1 cm a b c
Gambar 2 Morfologi koloni (a) dan sel (b dan c) bakteri F112. Tanda panah
menunjukkan contoh koloni atau sel bakteri
Tabel 1 Hasil uji pewarnaan Gram, katalase, oksidase, hidrolisis pati, resistensi
terhadap kadar garam tinggi, motilitas, dan fermentasi karbohidrat isolat
bakteri F112
Pengujian Hasil Keterangan
Pewarnaan Gram - Sel berwarna merah atau merah muda,
mengindikasikan kelompok Gram negatif.
Katalase + Terbentuk gelembung-gelembung udara,
mengindikasikan terdapatnya enzim katalase.
Oksidase + Terbentuk warna ungu mengindikasikan
aktivitas sitokrom, menunjukkan sifat aerob
atau fakultatif anaerob.
Hidrolisis pati - Tidak terbentuk zona bening pada media,
menunjukkan tidak terjadi hidrolisis pati,
mengindikasikan tidak terdapat aktivitas
enzim α-amilase dan glukosidase.
Resistensi terhadap - Tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada
kadar garam tinggi media, menunjukkan sifat tidak resisten
(NaCl 7%) dengan kadar garam tinggi.
Motilitas - Tidak terdapat difusi pertumbuhan bakteri
pada media, menunjukkan sifat non motil.
Fermentasi karbohidrat / produksi gas
Glukosa +/ - Terdapat perubahan warna media dari merah
Sukrosa +/ - menjadi kekuningan (jingga) yang
Manosa +/ - disebabkan oleh perubahan pH, namun gas
Maltosa +/ - tidak diproduksi. Hal ini menunjukkan
Laktosa +/ - terjadinya fermentasi.
10
Tabel 2 Hasil uji isolat bakteri F112 menggunakan Microbact Kit Gram-Negative
Identification System 24E
Nomor
Pengujian Hasil Keterangana
sumur
1 Lisin - Tidak terjadi pembentukan amina
cadaverin.
2 Ornitin - Pembentukan amina putressina lebih
kecil daripada lisin dekarboksilasi.
3 Hidrogen sulfida - H2S tidak diproduksi dari tiosulfat.
(H2S)
4 Glukosa + Reaksi positif menunjukkan karbohidrat
5 Mannitol - difermentasi, sedangkan reaksi negatif
6 Xylosa - menunjukkan tidak terjadi fermentasi.
7 O-nitrofenil-ß-d- + Terjadi hidrolisis ß-galaktosidase dari
galactopyranoside ONPG.
(ONPG)
8 Indol - Tidak terbentuk indol dari metabolisme
triptofan.
9 Urease - Tidak terjadi perombakan urea menjadi
amonia.
10 Voges-Proskaüer - Tidak terdapat produksi asetoin dari
(VP) glukosa
11 Sitrat - Tidak menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon.
12 Triptofan deaminase + Triptofan deaminase membentuk asam
(TDA) indol piruvat dari triptofan
13 Gelatin - Partikel gelatin padat tidak mencair
setelah rehidrasi.
14 Malonat - Tidak terjadi konversi asam suksinat
menjadi asam fumarat.
15 Inositol -
16 Sorbitol -
17 Rhamnosa -
18 Sukrosa + Reaksi positif mengindikasikan
19 Laktosa - terjadinya fermentasi karbohidrat,
20 Arabinosa - sedangkan raksi negatif mengindikasikan
21 Adonitol - tidak terjadi fermentasi.
22 Rafinosa -
23 Salisin +
24 Arginin + Arginin dihidrolase mengubah arginin
menjadi ornitin, amonia dan karbon
dioksida.
7+ Nitrat + Reduksi nitrat menjadi nitrit.
a
Merujuk pada Oxoid (2007)
11
tomat (Kerkeni et al. 2008; Ariawan et al. 2015), juga sebagai mikroorganisme
pelarut fosfat dan pengendali hayati bagi R. solani pada tanaman padi (Suhastyo et
al. 2013; Naureen et al. 2015).
Kesimpulan
Isolat bakteri F112 termasuk anggota genus Aeromonas. Pengamatan
morfologi bakteri serta pengujian fisiologi dan biokimia menunjukkan bahwa
isolat F112 berbentuk batang dengan ujung membulat, diameter 0.5-0.8 µm dan
panjang 1.1-3.3 µm, sel berada dalam kondisi tunggal, berpasangan, atau rantai
pendek. Hasil uji fisiologi dan biokimia menunjukkan bakteri tergolong Gram
negatif, bersifat non motil, fakultatif anaerob, oksidase positif, katalase positif,
terjadi fermentasi merombak karbohidrat menjadi asam, dan mampu mereduksi
nitrat menjadi nitrit. Bakteri ini memiliki karakteristik reaksi hipersensitifitas
negatif sehingga tidak bersifat patogenik terhadap tanaman, memproduksi IAA
sebesar 0.46 ppm, tidak memproduksi HCN, dan reaksi hemolisis darah negatif
(hemolisis gamma) sehingga relatif aman bagi manusia.
PENGARUH APLIKASI AGENS HAYATI TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN, INTENSITAS PENYAKIT
HAWAR DAUN BAKTERI, SERTA
PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI
Pendahuluan
Latar Belakang
Penelitian mengenai agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan
pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi, khususnya bidang ilmu dan
teknologi benih, telah dilakukan IPB bekerjasama dengan beberapa instansi terkait
(Ilyas et al. 2008; Ilyas et al. 2013). Rangkaian penelitian yang telah dilakukan
menghasilkan beberapa informasi terkait dengan jenis bakteri, teknik, konsentrasi,
serta frekuensi aplikasi agens hayati B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan
Aeromonas sp. F112 (Ilyas et al. 2008, 2013; Budiman 2009; Yukti 2009;
Agustiansyah et al. 2010, 2011, 2013a, 2013b; Lizansari 2013; Zamzami et al.
2014; Khodar et al. 2016).
Perlakuan benih dengan B. subtilis 5/B atau P. diminuta A6 dilaporkan
mampu mengendalikan Xoo yang menginfeksi benih dan meningkatkan
pertumbuhan bibit padi (Agustiansyah 2010). Bakteri B. subtilis 5/B dan P.
diminuta A6 memiliki kompatibilitas sehingga dapat digunakan secara bersamaan
untuk mendapatkan pengaruh positif yang lebih optimal (Palupi 2012). Kedua
jenis rizobakteri ini dapat diaplikasikan pada benih padi terinfeksi Xoo melalui
matriconditioning. Matriconditioning adalah pengendalian hidrasi benih melalui
penggunaan carrier berupa media padat lembab dengan potensial matriks rendah
(Khan et al. 1992). Integrasi matriconditioning dengan bakteri agens hayati
disebut juga biomatriconditioning (Ilyas 2006). Matriconditioning benih dengan
penambahan B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 mampu menekan kejadian
penyakit HDB pada bibit padi (Lizansari 2013).
Lahan persawahan seringkali mengandung inokulum Xoo dari sisa
pertanaman sebelumnya, aliran air irigasi, atau gulma terinfeksi. Hal tersebut
menyebabkan infeksi Xoo dapat terjadi di semua fase pertumbuhan tanaman. Ilyas
et al. (2013) menduga perlakuan benih melalui matriconditioning dengan
B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 saja belum cukup efektif untuk mengatasi Xoo
sehingga harus diikuti dengan perendaman akar bibit dengan agens hayati yang
sama. Selain itu, penyemprotan daun dengan agens hayati juga dinilai perlu
diterapkan karena Xoo tidak hanya dapat menular melalui benih dan tanah, tapi
juga udara. Kemampuan agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman
diindikasikan melalui penurunan intensitas penyakit. Menurut Kranz (1988)
intensitas penyakit dapat dihitung dengan tolok ukur kejadian atau keparahan
penyakit. Intensitas penyakit adalah persentase tanaman berpenyakit dari suatu
contoh atau populasi pengamatan, tanpa mempertimbangkan tingkat keparahan
penyakit tersebut. Keparahan penyakit adalah persentase luasan gejala penyakit
pada jaringan tanaman.
Lizansari (2013) melaporkan perendaman akar bibit dalam suspensi
B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 kerapatan 108 cfu mL-1 selama 60 menit efektif
menurunkan keparahan penyakit HDB pada fase vegetatif. Zamzami (et al. 2014)
15
Tujuan
Membandingkan pengaruh metode aplikasi agens hayati melalui perlakuan
matriconditioning benih, perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta
kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut terhadap intensitas penyakit HDB,
pertumbuhan tanaman serta produksi dan mutu benih padi.
Percobaan Pendahuluan
Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kelayakan dan
informasi awal bahan uji yang digunakan dalam penelitian. Percobaan meliputi
verifikasi patogenisitas bakteri Xoo, hipersensitifitas bakteri agens hayati
B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112, antagonisme agens
hayati terhadap Xoo, serta uji mutu benih sumber.
Verifikasi ulang koleksi bakteri
1. Uji patogenisitas Xoo
Suspensi Xoo dibuat dengan cara melarutkan 10 ose biakan Xoo
berumur 48 jam dalam 100 mL akuades steril. Gunting dicelupkan ke dalam
suspensi Xoo lalu digunakan untuk memotong ujung daun tanaman padi
varietas IR64 yang ditanam dalam pot dan berumur sekitar 8 minggu.
Patogenisitas Xoo masih tinggi apabila dalam waktu 2-5 hari daun hasil
pemotongan menunjukkan gejala HDB.
17
a a r am a 100
i a g ita am
2. Indeks vigor
Pengujian indeks vigor benih dilakukan bersamaan dengan pengujian
daya berkecambah, namun pengamatan hanya dilakukan berdasarkan jumlah
benih yang telah tumbuh normal pada hari pengamatan pertama (5 HST).
Nilai indeks vigor dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
am a orma a a
s vigor 100
i a g ita am
3. Populasi Xoo terbawa benih
Uji kuantitatif bakteri terbawa benih dilakukan dengan menggunakan
metode grinding (Zamzami 2013) yang dimodifikasi. Sebanyak 10 g benih
disterilisasi permukaan dengan cara merendam benih selama 1 menit pada
larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 1%, kemudian dibilas dengan air steril
tiga kali. Benih kemudian digerus dan ditambahkan akuades steril 90 mL.
Hasil gerusan diinkubasi di dalam lemari pendingin (suhu sekitar 4 oC)
selama 2 jam. Suspensi yang terbentuk diencerkan secara bertingkat sampai
10-4. Kemudian suspensi yang telah diencerkan dituangkan dan disebar
merata sebanyak 100 μL ke cawan petri yang berisi media yeast dextrose
calcium carbonate agar. Setelah diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar,
koloni Xoo yang terbentuk diamati dan dihitung jumlah koloninya (colony
forming unit/ cfu). Koloni Xoo berbentuk bulat, cembung, berwarna kuning
keputih-putihan sampai kuning tua.
um a o o i a g iamati 10
um a oo i fu g 1
i g at g ra a g igu a a
Percobaan Utama
Penyediaan suspensi bakteri patogen dan agens hayati
Perbanyakan bakteri dilakukan dengan membiakkan bakteri pada media
yeast dextrose calcium carbonate agar (Xoo), nutrient agar (B. subtilis 5/B dan
Aeromonas sp. F112) serta King’s B (P. diminuta A6). Suspensi agens hayati
dibuat dengan cara melarutkan masing-masing biakan murni bakteri berumur 48
jam dengan akuades steril hingga diperoleh suspensi bakteri dengan kerapatan
108-109 cfu mL-1. Kerapatan 108-109 cfu mL-1 diperoleh dengan cara melarutkan
satu ose bakteri dalam 10 mL akuades steril.
Peningkatan populasi Xoo terbawa benih pada benih sumber
Benih sumber digunakan apabila hasil uji pendahuluan memenuhi
persyaratan mutu (daya berkecambah minimal 80%). Peningkatan populasi Xoo
pada benih sumber dilakukan melalui inokulasi buatan. Benih direndam dalam
suspensi Xoo (108-109 cfu mL-1) selama 24 jam pada suhu 25 oC lalu
dikeringanginkan selama 12 jam pada kondisi kamar (Agustiansyah et al. 2010).
Perlakuan matriconditiong benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan
daun dengan agens hayati
Matriconditioning benih menggunakan arang sekam steril halus (lolos
saringan 0.5 mm) sebagai carrier. Arang sekam halus digunakan sebagai carrier
karena bersifat porus dan tidak menimbulkan toksik (Fiana 2010), dan terbukti
dapat dilakukan dan memberikan hasil yang baik bagi perkecambahan benih
19
tertinggi, dilakukan terhadap lima contoh bibit yang diambil secara acak per
unit percobaan.
3. Panjang akar bibit
Panjang akar bibit (cm) diukur pada saat bibit akan dipindah tanam (19
HSS). Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal batang sampai ujung akar,
dilakukan terhadap lima contoh bibit yang diambil secara acak per unit
percobaan.
4. Bobot kering bibit
Bobot kering bibit (g) dilakukan terhadap lima contoh bibit yang
diambil secara acak saat akan dipindah tanam (19 HSS) per unit percobaan.
Bobot kering diukur dengan cara menimbang bibit yang telah dikeringkan
dalam oven bersuhu 80 oC selama 24 jam.
Data hasil pengamatan dianalisis ragam dengan taraf kepercayaan 95%,
dan jika terdapat pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut secara DMRT
(Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%.
dengan dosis 500 mL ha-1 pada 3, 6, dan 8 MSP). Panen dilakukan pada 15 MSP
dan hasil panen dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari mulai pukul 08.00
sampai 12.00 hingga diperoleh gabah kering giling (GKG [kadar air + 14%]).
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman, perkembangan
penyakit HDB, komponen hasil, dan mutu benih hasil produksi di lapangan.
Penghitungan komponen hasil menggunakan GKG. Benih merupakan gabungan
dari gabah bernas semua rumpun contoh pada setiap unit percobaan. Tolok ukur
pengamatan adalah sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman (cm) diukur pada tanaman padi yang telah dipindah
tanam ke sawah. Tinggi dihitung pada 1- 8 MSP. Pengukuran dilakukan pada
bagian pangkal batang sampai pucuk daun tertinggi setiap rumpun contoh.
2. Jumlah anakan per rumpun
Jumlah anakan setiap rumpun contoh dihitung pada 2, 4, 6, dan 8 MSP.
3. Bobot kering tanaman per rumpun
Pengukuran bobot kering tanaman per rumpun (g) dilakukan pada
lima rumpun yang dipilih secara acak (selain rumpun contoh) untuk setiap
unit percobaan. Bobot kering tanaman diamati pada 2, 4, 6 dan 8 MSP.
Tanaman dicabut sampai ke akarnya dan dibersihkan dari tanah yang melekat.
Tanaman yang sudah dibersihkan kemudian dioven dengan suhu 80 °C
selama 24 jam kemudian ditimbang bobotnya.
4. Kejadian penyakit HDB
Pengamatan dilakukan pada 5 dan 12 MSP. Tingkat kejadian (%)
dihitung berdasarkan persentase jumlah rumpun contoh yang menunjukkan
gejala HDB.
5. Keparahan penyakit HDB
Pengamatan dilakukan terhadap semua rumpun contoh pada 12 MSP.
Tingkat keparahan penyakit HDB diamati berdasarkan persentase luas daun
terserang dibandingkan luas total permukaan daun menggunakan tolok ukur
indeks keparahan. Perhitungan indeks keparahan dilakukan menurut Khaeruni
et al. (2014) melalui rumus berikut:
v
s ara a 100
Keterangan: n = jumlah tanaman dari tiap kategori serangan, v = kategori
serangan, N = jumlah tanaman yang diamati, Z = nilai kategori
tertinggi, kategori serangan= 0: tidak ada serangan, 1: skala
kerusakan 1–5%, 3: skala kerusakan 6-12%, 5: skala kerusakan
13-25%, 7: skala kerusakan 26–50%, 9: skala kerusakan > 50%
6. Bobot gabah total per rumpun
Bobot gabah total per rumpun (g) dilakukan dengan menimbang gabah
total (bernas dan hampa) yang dihasilkan setiap rumpun contoh.
7. Bobot gabah bernas per rumpun
Bobot gabah bernas per rumpun (g) dilakukan dengan menimbang
gabah bernas yang dihasilkan setiap rumpun.
22
a a r am a 100
i a g ita am
Keterangan: KN I = Kecambah yang telah tumbuh normal pada hari
pengamatan pertama (5 HST). KN II = Kecambah yang telah
tumbuh normal pada hari pengamatan kedua (14 HST)
11. Indeks vigor benih
Pengujian indeks vigor benih dilakukan bersamaan dengan pengujian
daya berkecambah. Nilai indeks vigor dihitung dengan menggunakan rumus:
am a orma a a
s vigor 100
i a g ita am
Data dianalisis dengan uji F dengan taraf kepercayaan 95%. Jika terdapat
pengaruh nyata terhadap tolok ukur pengamatan, dilakukan uji lanjut dengan
DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%.
Percobaan Pendahuluan
Verifikasi ulang koleksi biakan bakteri
Biakan bakteri patogen dan agens hayati yang akan digunakan telah
dikoleksi beberapa tahun dan disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 4-6 oC.
Peremajaan bakteri sebelum digunakan dilakukan untuk memastikan bahwa
bakteri tersebut masih hidup dan mampu menggandakan diri. Hasil verifikasi
terhadap bakteri yang akan digunakan tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji verifikasi ulang koleksi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo), Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, dan Aeromonas
sp. F112
Jenis pengujian Hasil Keterangan
Menimbulkan gejala HDB
Uji patogenitas Xoo +
pada tanaman padi
Uji hipersensitifitas agens hayati
B. subtilis 5/B - Tidak menimbulkan
P. diminuta A6 - nekrosis pada daun
Aeromonas sp. F112 - tembakau yang diinokulasi
Pembentukan zona hambat agens hayati
terhadap Xoo
B. substilis 5/B +
P. diminuta A6 + Terbentuk zona hambat
Aeromonas sp. F112 pada media agar
+
Uji kompatibilitas rizobakteri Tidak terbentuk zona
+
hambat pada media agar
24
Biakan Xoo yang digunakan sebagai inokulum penyakit HDB masih bersifat
patogenik sehingga menyebabkan daun padi yang diinokulasi mengalami gejala
hawar setelah 48 jam inokulasi dilakukan. Daun padi yang diinokulasi pada
awalnya seperti tersiram air panas, lalu menjadi berwarna kuning kecoklatan dan
tampak mengering. Gejala tersebut berawal dari bagian yang diinokulasi,
kemudian memanjang ke arah pangkal daun.
Pengujian hipersensitifitas menunjukkan bahwa biakan B. subtilis 5/B, P.
diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 tidak bersifat patogenik terhadap tanaman
karena tidak menimbulkan gejala nekrosis pada bagian daun yang diinokulasi.
Pengujian hipersensitifitas sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa
agens hayati yang digunakan tidak mengganggu proses fisiologi dan
menyebabkan penyakit pada tanaman.
Zona hambat terjadi karena bakteri agens hayati memiliki mekanisme
tertentu untuk menghambat pertumbuhan Xoo. Hasil verifikasi menunjukkan
bahwa bakteri Xoo yang akan diaplikasikan sebagai patogen serta B. subtilis 5/B,
P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 sebagai agens hayati masih layak
digunakan.
Pengujian mutu benih sumber
Perubahan mutu benih dapat terjadi selama penyimpanan atau dalam
transportasi. Menurut Permentan No. 02 tahun 2014, daya berkecambah minimal
Benih Dasar yang akan digunakan sebagai benih sumber adalah 80%.
Hasil pengujian mutu benih menunjukkan bahwa benih sumber masih
memiliki nilai daya berkecambah diatas 80% (91%) dan indeks vigor tergolong
tinggi (86%). Hasil pengujian memberikan informasi bahwa benih tersebut layak
digunakan sebagai sumber perbanyakan benih. Populasi Xoo terbawa benih
diketahui sebesar 2.4 x 105 cfu g-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara alami
benih sumber telah terinfeksi Xoo.
Percobaan Utama
Kondisi umum
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Balai Besar Padi Instalasi
Kebun Percobaan Muara, Bogor dengan jenis tanah latosol pada ketinggian 250 m
dpl. Penanaman di lakukan awal sampai pertengahan musim hujan dengan curah
hujan per bulan 161 – 698 mm. Sistem pengairan di sawah adalah irigasi non
teknis. Kondisi lahan percobaan tidak homogen, dimana kelompok (ulangan ) III
terletak lebih rendah dibandingkan kelompok I dan II.
Hama yang banyak ditemui di lokasi penelitian adalah keong mas (Pomacea
canaliculata), belalang (Oxya sp.), walang sangit (Leptocorisa oratorius), wereng
hijau (Nephottetix sp.) dan burung (Lonchura sp., Ploceus sp.). Keong mas
memakan bagian tanaman dan pengaruhnya sangat terlihat pada minggu-minggu
awal bibit dipindah tanam ke sawah sehingga diperlukan penyulaman, terutama
pada bagian tepi unit percobaan. Belalang memakan daun-daun tanaman, namun
pengaruhnya tidak terlalu besar. Wereng hijau menghisap cairan dari daun dan
terdapat pada semua fase pertumbuhan tanaman, serta menjadi vektor penyebaran
virus tungro. Walang sangit merusak tanaman ketika mencapai fase berbunga
sampai masak susu dengan cara menghisap isi butiran gabah. Burung menyerang
saat fase masak susu sampai sebelum panen. Pengendalian terhadap organisme
25
Tabel 5 Daya tumbuh benih padi IR64 pada 14 HSS (hari setelah semai) dan
pertumbuhan bibit pada 19 HSS
Daya tumbuh Tinggi Panjang Bobot
Perlakuan benih benih bibit akar bibit kering bibit
(%) (cm) (cm) (g)
Kontrol 88b 22.60 7.33 0.14
Matriconditioning + 96a 20.73 8.49 0.13
Bakterisida
Biomatriconditining 95a 21.80 8.95 0.14
(matriconditioning +
B. subtilis 5/B +
P. diminuta A6)
Kk (%) 3.40 7.47 14.58 19.50
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan
Duncan’s Multiple Range Test a a α . Benih yang digunakan untuk semua
perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1
selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bahan aktif bakterisida adalah
streptomisin sulfat 20%. Pengamatan daya tumbuh berdasarkan 4 x 100 butir benih,
tinggi, panjang akar dan bobot kering tanaman berdasarkan 4 x 5 bibit pada setiap
unit percobaan. Kk = koefisien keragaman.
Tabel 6 Pengaruh kelompok terhadap jumlah anakan dan bobot kering per
rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu setelah
pindah tanam) dan indeks keparahan penyakit hawar daun bakteri
(HDB) pada 12 MSP
Kelompok
Tolok ukur pengamatan Kk (%)
I II III
Jumlah anakan per rumpun
2 MSP 5.78a 5.74a 4.42b 15.31
4 MSP 20.08a 18.86ab 17.12b 7.91
6 MSP 25.63a 23.82ab 22.32b 10.54
8 MSP 26.33a 25.50a 21.88b 6.31
Bobot kering per rumpun (g)
2 MSP 1.59 1.74 1.69 13.61
4 MSP 3.41a 2.84ab 2.32b 20.87
6 MSP 16.35a 11.34b 8.63b 28.14
8 MSP 30.41a 33.47a 21.77b 28.63
Indeks keparahan penyakit HDB 23.13b 23.89b 31.48a 17.08
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test a a α . Benih
yang digunakan telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama
24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Pengamatan bobot kering berdasarkan
45 rumpun per kelompok (1 rumpun = 2 tanaman), keparahan penyakit berdasarkan
270 rumpun per kelompok. Keparahan penyakit = ∑(n v) / (N Z) 100%,
dimana n = jumlah tanaman dari tiap kategori serangan, v = kategori serangan, N =
jumlah tanaman yang diamati, Z = nilai kategori tertinggi, kategori serangan =
0: tidak ada serangan, 1: skala kerusakan 1–5%, 3: 6-12%, 5: 13-25%, 7: 26–50%,
9: > 50%. Kk = koefisien keragaman.
Semua metode aplikasi agens hayati pada penelitian ini tidak memberikan
perbedaan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi. Pertumbuhan tanaman
sampai 8 MSP lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti yang telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya. Hal tersebut berdampak pada fase generatif
dimana jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata pada semua perlakuan
(Tabel 10). Meskipun demikian, semua perlakuan aplikasi agens hayati dan
bakterisida memiliki jumlah anakan produktif lebih tinggi dibandingkan kontrol
dengan kisaran peningkatan 6.3-18.2%. Kecenderungan peningkatan jumlah
anakan produktif karena perlakuan agens hayati melalui perlakuan benih dan
pernyemprotan daun juga ditunjukkan oleh Khodar et al. (2016).
Menurut Agustiansyah et al. (2013a), B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6
dapat melarutkan fosfat serta menghasilkan siderofor dan IAA sehingga
berpotensi memacu pertumbuhan tanaman. Aeromonas sp. F112 juga diketahui
menghasilkan IAA. Peningkatan pertumbuhan tanaman tidak nyata dibandingkan
kontrol pada penelitian ini. Hal tersebut mengindikasikan aktivitas agens hayati
tersebut hanya memberi sedikit pengaruh terhadap tanaman.
30
menghasilkan 160 000 rumpun dalam 1 hektar (ha), sehingga estimasi potensi
produksi benih dengan perlakuan biomatriconditioning adalah 5.664 ton ha-1
(kontrol 4.808 ton ha-1). Peningkatan produksi benih yang dihasilkan sebesar
0.856 ton ha-1. Peningkatan produksi benih melalui biomatriconditioning juga
diperlihatkan pada penelitian Zamzami et al. (2014) dan Khodar et al. (2016).
Aplikasi agens hayati Bacillus dan Pseudomonas pada tanaman berpengaruh
positif terhadap hasil panen karena mampu meningkatkan nutrisi tersedia dalam
tanah dan mengendalikan penyakit tanaman (Egamberdiyeva 2007; Khan et al.
2009; Zhang et al. 2010).
Indeks vigor merupakan salah satu tolok ukur pengujian vigor yang lebih
sensitif untuk menginformasikan mutu benih. Persentase kecambah normal pada
pengamatan pertama (indeks vigor) dapat digunakan sebagai estimasi daya
tumbuh di lapangan pada benih buncis (Kolasinska et al. 2000), serta memiliki
korelasi yang tinggi dengan daya tumbuh di lapangan pada benih kedelai
(Santorum et al. 2013) dan kacang tanah (Bajpai et al. 2015). Vigor awal benih
merupakan faktor yang ikut menentukan keberhasilan pertanaman generasi
berikutnya. Penggunaan benih padi dengan indeks vigor yang tinggi
meningkatkan bobot gabah bernas per rumpun (Yukti 2009; Fiana 2010). Vigor
benih dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari benih masih berada di tanaman
induk, pemanenan, pengolahan, dalam transportasi sampai sebelum tanam (Ilyas
2012). Agustiansyah (2013b) melaporkan biomatriconditioning benih dengan B.
subtilis 5/B + P. diminuta A6 meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi di
lapangan. Permatasari (2015) melaporkan perlakuan matriconditioning benih
cabai merah dengan Pseudomonas kelompok fluorescens dilanjutkan
penyemprotan daun dengan agens hayati yang sama meningkatkan indeks vigor
benih hasil produksi. Pada penelitian ini, perlakuan agens hayati B. subtilis 5/B, P.
diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 dalam proses produksi di lapangan diduga
memiliki peran dalam pembentukan vigor awal benih hasil produksi padi.
Populasi Xoo terbawa benih pada perlakuan kontrol, bakterisida, serta
semua metode aplikasi agens hayati tidak berbeda nyata (Tabel 13). Hal ini
mengindikasikan aplikasi agens hayati tidak efektif menghilangkan atau
menurunkan Xoo terbawa benih. Bakteri Xoo dapat menginfeksi tanaman secara
sistemik (Mew 1989; Agarwal dan Sinclair 1996), dan ditemukan pada benih yang
dipanen dari tanaman padi yang terserang HDB di lapangan (Zamzami et al.
2014). Tingkat kejadian dan keparahan penyakit HDB tanaman tidak berbeda
nyata pada semua perlakuan yang diuji (Tabel 11). Keadaan tersebut
menyebabkan semua perlakuan tersebut juga tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap populasi Xoo terbawa benih.
Kesimpulan
hayati P. fluorescens melalui perlakuan benih, aplikasi di tanah pada 30 HSS, dan
penyemprotan daun pada 60 dan 75 HSS sangat efektif mengendalikan HDB dan
meningkatkan hasil. Pada penelitian ini, biomatriconditioning benih dengan
B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 memberikan peningkatan gabah bernas paling
tinggi, yaitu 17.81% dibandingkan kontrol. Selain pada padi, efektivitas
biomatriconditioning yang diintegrasikan dengan bakteri agens hayati mampu
meningkatkan hasil pada beberapa tanaman seperti cabai (Sutariati dan Saufan
2012), sorgum (Sutariati dan Khaeruni 2013), kacang bambara (Ilyas dan Sopian
2013), dan tomat (Sutariati et al. 2014). Menurut Kado (2010), pengendalian
hayati paling efektif diaplikasikan pada benih atau propagul vegetatif. Selain itu,
jumlah inokulum agens hayati yang dibutuhkan juga lebih sedikit dibandingkan
dengan aplikasi pada tanaman di lapangan.
Semua metode aplikasi agens hayati meningkatkan indeks vigor benih hasil
produksi, namun tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir, daya berkecambah,
dan populasi Xoo terbawa benih. Indeks vigor merupakan indikator mutu fisiologi
benih yang lebih sensitif dibandingkan daya berkecambah (Marcos-Filho 2015).
Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh positif agens hayati yang diaplikasikan
pada tanaman induk terhadap vigor benih yang dihasilkan.
Secara umum B. subtilis 5/B, P. diminuta A6, dan Aeromonas sp. F112
belum mampu berperan optimal sebagai agens hayati di lapangan meskipun hasil
pengujian laboratorium dan rumah kaca dilaporkan menunjukkan potensi yang
cukup baik untuk mengendalikan Xoo dan meningkatkan pertumbuhan tanaman
padi (Yukti 2009; Agustiansyah et al. 2010, 2011, 2013a, 2013b; Zamzami et al.
2014). Menurut Cummings (2009) serta Ahemad dan Kibret (2014), potensi yang
ditunjukkan agens hayati pada pengujian skala laboratorium atau rumah kaca
tidak selalu memberikan hasil yang sama pada pengujian di lapangan. Aplikasi
agens hayati di lapangan seringkali memberikan hasil yang tidak konsisten karena
lingkungan biotik dan abiotik sangat berpengaruh terhadap aktivitas agens hayati
sehingga berpengaruh terhadap hasil.
Introduksi agens hayati membutuhkan proses adaptasi dan dukungan teknik
budidaya secara terpadu. Secara alami, ekosistem tempat tanaman tumbuh telah
membentuk keseimbangan. Rizosfir merupakan wilayah penyebaran, kompetisi
tinggi dan ekologi kompleks bagi mikroorganisme, baik yang menguntungkan
atau merugikan bagi tanaman (Compant et al. 2005). Kendala pemanfaatan agens
hayati adalah terbatasnya pengetahuan mengenai faktor-faktor ekologi yang
menentukan kemampuan bertahan dan aktivitasnya di lapangan. Permasalahan
umum penelitian PGPR adalah kesulitan dalam memonitor kerapatan sel bakteri
agens hayati yang diintroduksi untuk mengkorfimasi efektivitas inokulasi yang
dilakukan (Martínez-Viveros et al. 2010; Saini et al. 2015). Keragaman mikrobial
yang tinggi, kerapatan, aktivitas metabolik, dan kompetisi yang terjadi di rizosfir
menunjukkan sistem penyangga biologi (biological buffering) tangguh yang
umumnya membatasi perkembangan mikroorganisme yang diintroduksi ke suatu
wilayah rizosfir (Weller 2007). Sementara itu, paparan sinar ultra violet dan
dinamika tingkat kelembaban area filosfir merupakan permasalahan aplikasi agens
hayati melalui daun (Efri et al. 2009). Aplikasi agens hayati di lapangan seringkali
memberikan hasil yang tidak konsisten (Cummings, 2009; Ahemad dan Kibret,
2014), namun penelitian di lapangan adalah tahap yang harus dilakukan untuk
menguji efektivitas agens hayati pada kondisi lingkungan sebenarnya.
KESIMPULAN UMUM
Choudhary DK, Johri BN. 2009. Interactions of Bacillus spp. and plants with
special reference to induced systemic resistance (ISR). Microbiological
Research 164: 493-51.
Compant S, Duffy B, Nowak J, Clement C, Barka EA. 2005. Use plant growth-
promoting bacteria for biocontrol of plant disease: principles, mechanisms
of action, and future prospects. Appl Environm Microbiol. 71(9):4951-
4959.doi:10.1128/AEM.71.9.4951-4959.2005.
Cummings SP. 2009. The application of plant growth promoting rhizobacteria
(PGPR) in low input and organic cultivation of graminaceous crops:
potential and problems. Environmental Biotechnol. 5(2):43-50.
Dick RP. 2013. Manipulation of beneficial microorganisms in crop rhizospheres.
Di dalam: Microbial ecology in sustainable agroecosystems. Ed. Cheeke TE,
Coleman DC, Wall DH, editor. New York (US): CRC Press.
Efri, Prasetyo J, Suharjo R. 2009. Skrining dan uji antagonisme jamur
Trichoderma harzianum yang mampu bertahan di tanaman jagung. J HPT
Trop. 9(2):121-129.
Egamberdiyeva D. 2007. The effect of plant growth promoting bacteria on growth
and nutrient uptake of maize in two different soils. Appl Soil Ecol. 36:184–
189.doi:10.1016/j.apsoil.2007.02.005.
[EPPO] European and Mediteranean Plant Protection Organization. 2007.
Xanthomonas oryzae. Bull EPPO. (37): 543-553.
Fiana Y. 2010. Efektivitas matriconditioning plus pestisida nabati dalam
mengendalikan patogen seedborne dominan dan peningkatan mutu benih
padi (Oryza sativa L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
García-Gutiérrez L, Romero D, Zeriouh H, Cazorla FM, Torés JA, Vicente A,
Pérez-García A. 2012. Isolation and selection of plant growth-promoting
rhizobacteria as inducers of systemic resistance in melon. Plant Soil.
358:201–212. DOI 10.1007/s11104-012-1173-z.
Glick B. 2012. Plant growth-promoting bacteria: mechanisms and applications.
[review]. Scientifica. (2012):1-15. doi:10.6064/2012/963401.
Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 2000. Bergey’s Manual
of Determinavie Bacteriology 9th eds. Philladelphia (USA): Lippincott
Williams & Wilkins.
Ilyas S, Sudarsono, Nugraha US, Kadir TS, Yukti AM, Fiana Y. 2008. Teknik
Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi. Laporan Hasil Penelitian
KKP3T. Kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian
Padi.
Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: teori dan hasil-hasil penelitian. Bogor
(ID): IPB Press.
Ilyas S, Machmud M. 2013. Teknologi Aplikatif Menggunakan Agens Hayati
untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri dan Meningkatkan Produksi
Benih Padi Bermutu dan Sehat. Laporan Kemajuan Hibah Kompetensi:
tahun ke-1 dari rencana 2 tahun. IPB.
Ilyas S, Sopian O. 2013. Effect of seed maturity ang invigoration on seed viability
and vigor, plant growth, and yield of Bamabara groundnut (Vigna
subterranea (L.) Verdcourt). Di dalam: Massawe F, editor. Crops for the
Future – Beyond Food Security. Proc. 2nd Int. Symp. on Underutilized Plant
Species. Acta Hort. 979:695-701.
42
IR64
Lampiran 3 Kondisi dan kandungan nutrisi tanah Kebun Percobaan Muara Balai
Besar Padi, Bogora
Lampiran 4 Rata-rata suhu harian, kelembapan udara relatif, curah hujan, dan
jumlah hari hujan di Kebun Percobaan Muara Balai Besar Padi,
Bogor, periode November 2014 – Maret 2015a
Bulan
Parameter November Desember Januari Februari Maret
2014 2014 2015 2015 2015
0
Suhu ( C)
07.00 24.1 24.2 23.3 22.9 23.2
13.00 31.5 30.4 28.6 28.3 29.8
18.00 25.5 26.4 25.9 25.9 26.2
Rata-rata 26.3 26.3 25.2 25.0 25.6
Minimal 22.9 23.5 22.8 22.0 22.3
Maksimal 32.6 31.6 30.2 29.8 31.4
Jumlah hari hujan 25 20 30 26 28
Curah hujan (mm) 698 161 361 411 494
Kelembaban 83.0 82.0 87.0 85.0 85.0
relatif (%)
a
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor
RIWAYAT HIDUP
Rahayu Nurkartika lahir di Bogor pada tanggal 5 Januari 1981, sebagai putri
pertama dari ayah Suminto dan ibu Sri Muryani. Menyelesaikan pendidikan dari
SD, SMP, dan SMA di kota Bogor kemudian dilanjutkan S1 di Program Studi
Pemuliaan Tanaman dan Ilmu Teknologi Benih, Jurusan Budi Daya Pertanian
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Tahun
2005 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Pertanian.
Tahun 2006 diangkat menjadi PNS dan sampai sekarang bertugas di Balai Besar
Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Depok.
Tahun 2013 penulis mendapat beasiswa dari Pusat Pendidikan, Standardisasi dan
Sertifikasi Profesi Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya
Pertanian, Kementerian Pertanian untuk melanjutkan pendidikan jenjang S2 di
Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih.