Anda di halaman 1dari 69

EFEKTIVITAS APLIKASI AGENS HAYATI

DALAM MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI


SERTA MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI

RAHAYU NURKARTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Aplikasi


Agens Hayati dalam Mengendalikan Hawar Daun Bakteri serta Meningkatkan
Produksi dan Mutu Benih Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Rahayu Nurkartika
NIM A251130181
RINGKASAN

RAHAYU NURKARTIKA. Efektivitas Aplikasi Agens Hayati dalam


Mengendalikan Hawar Daun Bakteri serta Meningkatkan Produksi dan Mutu
Benih Padi. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan MUHAMMAD
MACHMUD.

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada tanaman padi disebabkan oleh
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), dan dapat menyebabkan kehilangan hasil
sampai 70%. Pemanfaatan agens hayati dalam proses produksi benih di lapangan
diharapkan dapat mengendalikan HDB serta meningkatkan hasil produksi.
Penelitian ini merupakan lanjutan rangkaian penelitian sebelumnya mengenai
Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, dan isolat bakteri F112 sebagai
agens hayati. Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh metode aplikatif
pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai agens hayati yang efektif untuk
mengendalikan penyakit HDB dan meningkatkan produksi benih padi.
Penelitian terdiri atas dua bagian. Penelitian bagian pertama dilakukan untuk
mengetahui jenis dari isolat bakteri F112 dan karakter yang mendukung
pemanfaatannya sebagai agens hayati. Identifikasi dilakukan melalui pengamatan
morfologi koloni dan sel, serta serangkaian uji fisiologi dan biokimia. Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa F112 merupakan jenis Aeromonas sp. Bakteri ini
memiliki karakter reaksi hipersensitifitas negatif, memproduksi asam indol-3-
asetat (IAA), tidak memproduksi hidrogen sianida (HCN), dan reaksi hemolisis
darah negatif (hemolisis gamma).
Penelitian bagian kedua dilakukan untuk membandingkan pengaruh metode
aplikasi agens hayati melalui perlakuan biomatriconditioning benih, perendaman
akar bibit, penyemprotan daun, serta kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut
terhadap intensitas penyakit HDB, pertumbuhan tanaman, dan produksi benih
padi varietas IR64. Efektivitas aplikasi agens hayati dibandingkan dengan kontrol
dan bakterisida (bahan aktif streptomisin sulfat 20%). Penelitian bagian kedua ini
terdiri atas dua percobaan (2a dan 2b). Percobaan 2a dilakukan untuk
membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati pada benih terhadap daya tumbuh
benih dan pertumbuhan bibit di persemaian. Percobaan ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor (perlakuan benih), terdiri atas tiga
taraf yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning + bakterisida, dan
3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6).
Percobaan 2b dilakukan untuk membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati
terhadap pertumbuhan tanaman, HDB, komponen hasil, produksi benih, sampai
mutu benih hasil produksi di lapangan. Percobaan ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok Lengkap (RAKL) satu faktor (aplikasi agens hayati) yang terdiri
atas sembilan taraf yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning +
bakterisida, 3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B +
P. diminuta A6 [BM]), 4) perendaman akar bibit dalam suspensi B. subtilis 5/B +
P. diminuta A6 (RA), 5) penyemprotan daun dengan suspensi Aeromonas sp.
F112 (SD), 6) BM + RA, 7) BM + SD, 8) RA + SD, dan 9) BM + RA + SD.
Percobaan 2a dan 2b menggunakan benih yang diinokulasi dengan Xoo.
Kerapatan suspensi bakteri patogen dan agens hayati yang digunakan adalah
108-109 cfu mL-1. Matriconditioning dilakukan dengan nisbah benih : carrier :
larutan pelembab adalah 1 : 1.2 : 0.8 (g : g : mL), dengan carrier berupa arang
sekam steril halus dan larutan pelembab berupa suspensi bakterisida (0.2%) atau
bakteri. Perendaman akar bibit dilakukan selama 60 menit sebelum bibit dipindah
tanam ke sawah 19 HSS (hari setelah semai). Penyemprotan daun dilakukan pada
60 dan 80 HSS dengan dosis suspensi bakteri masing-masing 300 L ha-1.
Hasil percobaan 2a menunjukkan perlakuan benih sebelum tanam dengan
biomatriconditioning memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan
matriconditioning + bakterisida dalam meningkatkan daya tumbuh benih padi
IR64 (masing-masing 95 dan 96%) dibandingkan kontrol (88%) pada 14 HSS.
Tidak terdapat pengaruh perlakuan terhadap tinggi, panjang akar, dan bobot
kering bibit saat akan dipindah tanam pada 19 HSS. Hasil percobaan 2b
menunjukkan semua perlakuan aplikasi agens hayati tidak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, bobot kering, dan jumlah anakan
produktif) dan intensitas penyakit HDB (kejadian dan indeks keparahan).
Pengaruh perlakuan juga tidak nyata pada komponen hasil (bobot gabah total dan
bobot gabah bernas) dan mutu benih (bobot 1000 butir, daya berkecambah, dan
populasi Xoo terbawa benih). Pengaruh positif aplikasi agens hayati terlihat pada
peningkatan produksi gabah bernas dan indeks vigor benih hasil produksi.
Perlakuan benih dengan biomatriconditioning memberikan peningkatan produksi
benih padi paling tinggi (17.8% dari kontrol) dibanding perlakuan lainnya,
walaupun tidak berbeda nyata. Semua perlakuan aplikasi agens hayati
(biomatriconditioning, perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta
kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut) nyata meningkatkan indeks vigor
benih hasil produksi (80.7-84.0%) dibadingkan kontrol (72.7%) dan
matriconditioning + bakterisida (75.7%). Biomatriconditioning merupakan
metode perlakuan agens hayati paling aplikatif, efektif meningkatkan daya
tumbuh benih di persemaian dan indeks vigor benih hasil produksi, serta
memberikan peningkatan produksi benih paling tinggi diantara metode aplikasi
lainnya.

Kata kunci: Aeromonas sp., Bacillus subtilis, biomatriconditioning, Pseudomonas


diminuta, Xanthomonas oryzae pv. oryzae
SUMMARY

RAHAYU NURKARTIKA. Effectiveness of Biological Agents Applications on


Controlling Bacterial Leaf Blight and Increasing Production and Quality of Rice
Seeds. Supervised by SATRIYAS ILYAS and MUHAMMAD MACHMUD.

Bacterial leaf blight (BLB) disease of rice plant is caused by Xanthomonas


oryzae pv. oryzae (Xoo). It can cause yield losses up to 70%. Application of
biological agents on rice seed production in the field is expected to control BLB,
and increase seed production. This research was a continuation of previous studies
on Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, and bacteria isolate of F112
as biological agents. Objective of the research was to determine applicative
technology using biological agent that effective in controlling BLB and increasing
seed production of rice.
This research was devided in to two activities. The first activity was to
determine the identity of F112 isolate and its characters as a biological agent.
Identification was conducted through observation of colony and cell morphology,
and series of physiology and biochemical tests. The results showed that F112
isolate was Aeromonas sp. This bacterium characteristics were hipersensitivity
negative, produced indole-3-acetic acid (IAA), and blood hemolisys negative
(gamma hemolisys).
The second activity was to compare the effect of biological agent
application through seed treatment, root soaking, foliar spraying, and combination
of those treatments on BLB disease intensity, plant growth, and seed production
of rice. The effectiveness were compared to control (untreated) and bactericide
(20% streptomycin sulphate as active ingredient) treatment. The second activity
was conducted in two experiments (2a and 2b). The 2a experiment was held to
examine the effect of biological agents on field emergence and seedling growth in
the nursery. This experiment was conducted in a completely randomized design
with one factor (seed treatments) consisted of 1) control (untreated),
2) matriconditioning + bactericide, and 3) matriconditioning + B. subtilis 5/B +
P. diminuta A6 (biomatriconditioning). The 2b experiment was held to examine
the effect of biological agents on plant growth, BLB intensity, yield components,
seed production and seed quality in the field. This experiment was conducted in a
randomized completely block design with one factor (biological agent application)
consisted of 1) control (untreated), 2) matriconditioning + bactericide, 3)
biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 [BM]),
4) seedling root soaking with B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 (RA), 5) foliar
spraying with Aeromonas sp. F112 (SD), 6) BM + RA, 7) BM + SD, 8) RA + SD,
and 9) BM + RA+ SD. All the experiments used seeds that had been inoculated
with Xoo. The biological agents and Xoo suspension had density of 108-109 cfu
mL-1. Matriconditioning was done by using ratio of seed : carrier : moisturizer
solution 1 : 1.2 : 0.8 (g: g: mL), with ground burned rice hull as carrier, and
suspension of bactericide (0.2%) or bacteria as moisturizer. Seedling root soaking
was conducted for 60 minutes before the seedlings were transplanted in field on
19 DAS (days after sowing). Foliar spraying was performed at the rate of 300 L
ha-1 bacterial suspension at 60 and 80 DAS, respectively.
Results of the 2a experiment, both biomatriconditioning and
matriconditioning + bactericide did not show difference in increasing field
emergence (95 and 96%, repectively) as compared to control (88%) in 14 DAS.
There were no significant difference in height, root lenght, and dry weight of
seedling before transplanted in 19 DAS. Result of the 2b experiment, all treatment
of biological agent applications showed no significant effect in plant growth
(height, number of tiller, dry weight, and number of productive tiller) and BLB
disease intensity (incidence and severity index). All treatments also had no
significantly effect on yield components (total grains and filled grains) and seed
quality (weight of 1000 seeds, seed germination, and population of Xoo seed-
borne). Positive effect showed in increase of production and vigor index of
harvested seeds. Biomatriconditioning gave the highest increase in seed
production (17.8 % from control) than other treatments eventhough there were no
significant differences. All the biological agent application treatments
(biomatriconditioning, root soaking, foliar spraying, and combination of two and
three those methods) effectively increased vigor index of the harvested seed (80.7-
84.0%) as compared to control (72.7%) and matriconditioning + bactericide
(75.7%). Biomatriconditioning was the most applicative method, effectively
increased field emergence in nursery and vigor index of seed produced, and gave
the highest increase of seed production.

Key words: Aeromonas sp., Bacillus subtilis, biomatriconditioning, Pseudomonas


diminuta, Xanthomonas oryzae pv. oryzae
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIVITAS APLIKASI AGENS HAYATI
DALAM MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI
SERTA MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI

RAHAYU NURKARTIKA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eny Widajati, MS
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah
pertanian berkelanjutan dalam produksi benih, dengan judul Efektivitas Aplikasi
Agens Hayati dalam Mengendalikan Hawar Daun Bakteri serta Meningkatkan
Produksi dan Mutu Benih Padi.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada:
1. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Dr Drs Muhammad Machmud, MSc APU
selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan
sejak perencanaan, pelaksanaan, sampai penyelesaian penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Endah
Retno Palupi, MSc selaku perwakilan Program Studi pada ujian tesis atas
saran dan masukannya.
3. Bapak Kepala Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi
Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian,
Kementerian Pertanian atas kesempatan dan dukungan yang diberikan dalam
melaksanakan tugas belajar.
4. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas
bantuan biaya penelitian melalui dana Hibah Kompetensi tahun 2014 yang
diketuai oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS.
5. Bapak Kepala Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura beserta staf, terutama Ibu Amiyarsi Mustika Yukti,
Mbak Sri Puji Lestari dan Nandy Mardiansyah atas bantuannya di
laboratorium.
6. Bapak Kepala Instalasi Kebun Percobaan Muara beserta staf, terutama Bapak
Mansur, Bapak Adeng, dan Ibu Iyam atas bantuannya dalam pelaksanaan
penelitian di lapangan.
7. Staf Indonesian Center for Biotechnology and Biodiversity, terutama Ibu Ika,
Mbak Ana dan Mbak Salma atas kerjasama yang baik.
8. Bapak Agus Sumitra dan Bapak Joko atas pelajaran, bantuan dan
bimbingannya mengenai pengujian di laboratorium.
9. Terimakasih disampaikan pula kepada Pak Candra, Kirana, Samsi, Pak
Zamzami, Bu Maryati Sari, dan Bu Melati atas diskusinya.
10. Ayah (Suminto), ibu (Sri Muryani), suami (R. Sujayadi), dan putra (R. Huda
Syauqie Arfa) tercinta atas segala dukungan, bantuan, dan pengorbanannya.
11. Keluarga besar Suminto dan R. Suwandi atas dukungannya.
12. Teman-teman di Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Benih IPB, terutama
angkatan 2013 atas segala bantuan dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

Rahayu Nurkartika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan 2
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI F112
Pendahuluan 4
Bahan dan Metode 4
Hasil dan Pembahasan 8
Kesimpulan 13
PENGARUH APLIKASI AGENS HAYATI TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN, INTENSITAS PENYAKIT HAWAR
DAUN BAKTERI, SERTA PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI
Pendahuluan 14
Bahan dan Metode 15
Hasil dan Pembahasan 23
Kesimpulan 34
PEMBAHASAN UMUM 36
KESIMPULAN UMUM 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 46
RIWAYAT HIDUP 49
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji pewarnaan Gram, katalase, oksidase, hidrolisis pati,
resistensi terhadap kadar garam tinggi, motilitas, dan fermentasi
karbohidrat isolat bakteri F112 9
2 Hasil uji isolat bakteri F112 menggunakan Microbact Kit Gram-
Negative Identification System 24E 10
3 Hasil uji reaksi hipersensitifitas, produksi asam indol-3-asetat
(IAA), produksi hidrogen sianida (HCN), dan hemolisis darah
bakteri Aeromonas sp. F112 11
4 Hasil uji verifikasi ulang bakteri Xoo, Bacillus subtilis 5/B,
Pseudomonas diminuta A6, dan Aeromonas sp. F112 23
5 Daya tumbuh benih padi IR64 pada 14 HSS (hari setelah semai)
dan pertumbuhan bibit padi pada 19 HSS 25
6 Pengaruh kelompok terhadap jumlah anakan dan bobot kering per
rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, 8 MSP (minggu setelah
pindah tanam) dan indeks keparahan penyakit hawar daun bakteri
pada 2 MSP 27
7 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap tinggi
tanaman padi IR64 pada 1-8 MSP (minggu setelah pindah tanam) 28
8 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap jumlah
anakan per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP
(minggu setelah pindah tanam) 28
9 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap bobot
kering per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP
(minggu setelah pindah tanam) 29
10 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap jumlah
anakan produktif per rumpun tanaman padi IR64 pada 12 MSP
(minggu setelah pindah tanam) 30
11 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap kejadian
dan indeks keparahan penyakit HDB tanaman padi IR64 pada 5 dan
12 MSP (minggu setelah pindah tanam) 31
12 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap komponen
hasil per rumpun tanaman padi IR64 32
13 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,
perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap mutu
benih padi IR64 hasil produksi di lapangan 33
DAFTAR GAMBAR
1 Skema penelitian 3
2 Morfologi koloni (a) dan sel (b dan c) bakteri F112. Tanda panah
menunjukkan contoh koloni atau sel bakteri 9
3 Biakan Aeromonas sp. F112 pada media agar darah 12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Indikator reaksi substrat Microbact Kit Gram-Negative
Identification System 24E 46
2 Deskripsi tanaman padi varietas IR64 47
3 Kondisi dan kandungan nutrisi tanah Kebun Percobaan Muara
Balai Besar Padi, Bogor 48
4 Rata-rata suhu harian, kelembapan udara relatif, curah hujan, dan
jumlah hari hujan di Kebun Percobaan Muara Balai Besar Padi,
Bogor, periode November 2014 – Maret 2015 48
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Benih merupakan salah satu input utama dalam usaha pertanian. Ilyas
(2012) menyatakan bahwa benih sebagai produk pratanam harus memiliki mutu
fisik, mutu genetik, mutu fisiologis dan mutu patologis tinggi. Mutu genetik
berhubungan dengan kebenaran varietas, mutu fisik terkait dengan kondisi fisik
benih seperti kemurnian dan kadar air, mutu fisiologis terkait dengan daya
berkecambah benih, sedangkan mutu patologis berkaitan dengan keberadaan
patogen di dalam atau pada permukaan benih.
Patogen tanaman adalah organisme penyebab penyakit tanaman. Patogen
terbawa benih merupakan patogen yang berada pada permukaan, dalam jaringan
atau tercampur bebas bersama benih. Patogen dapat terbawa benih sejak di
lapangan produksi atau melalui kontaminasi mekanis saat panen, prosesing,
penyimpanan dan distribusi benih. Kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh
patogen terbawa benih berupa hilangnya viabilitas dan vigor benih, penyebaran
penyakit tanaman, perubahan warna dan bentuk benih, perubahan sifat fisik benih,
perubahan komposisi kimia benih, serta menurunkan produksi tanaman (Agarwal
dan Sinclair 1996).
Hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit utama pada
tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo),
bersinonim dengan X. campestris pv. oryzae, X. oryzae, X. kresek, X. itoana atau
X. translucent (EPPO 2007). Gejala penyakit yang ditimbulkan Xoo pada fase
bibit dinamakan kresek, ditandai dengan daun yang berwarna hijau keabu-abuan
dan menggulung. Bibit tanaman layu dan akhirnya mengering merupakan tingkat
gejala yang lebih lanjut. Penyakit HDB pada tanaman dewasa ditandai dengan
gejala hawar pada tepi daun, ujung daun, atau bagian daun yang mengalami
kerusakan mekanis. Gejala terlihat seperti akibat terendam air panas, berwarna
kuning-jingga, kemudian meluas dan memanjang menuju pangkal daun.
Perkembangan selanjutnya, bagian daun yang terinfeksi menjadi berwarna keabu-
abuan disertai dengan titik-titik hitam yang menandakan tumbuhnya cendawan
saprofit. Hawar daun merupakan gejala paling umum ditemui. Penyakit HDB
dapat mengakibatkan kehilangan hasil sampai 70% (IRRI 2009).
Penanaman varietas tahan merupakan komponen utama pengendalian HDB,
namun penanaman satu jenis varietas tahan secara terus-menerus dalam jangka
panjang memacu terbentuknya patotipe baru yang lebih virulen (Sudir et al. 2012).
Keragaman patogen yang tinggi di lapangan menyebabkan penggunaan varietas
tahan kurang berhasil diterapkan. Pengendalian secara kimia dapat mengatasi
kondisi tersebut, namun memiliki efek merusak lingkungan (Velusamy et al.
2013).
Sudir et al. (2012) menganjurkan pengendalian HDB secara terpadu melalui
penggunaan varietas tahan, penanaman bibit sehat, pengaturan jarak tanam,
pemupukan berimbang, dan pengelolaan sanitasi lingkungan. Penggunaan benih
terinfeksi Xoo merupakan investasi yang kurang baik di lapangan karena dapat
menjadi sumber penular penyakit. Menurut Mortensen (1989) inokulum Xoo pada
benih padi terdapat di endosperma atau sekam, namun patogen ini tidak
2

menimbulkan gejala yang terlihat. Hal ini menyebabkan deteksi Xoo secara
langsung tidak dapat dilakukan. Upaya pengendalian HDB dalam proses produksi
benih di lapangan diharapkan mampu menekan penyebaran penyakit ini.
Strategi alternatif pengendalian HDB dengan biaya relatif rendah dan ramah
lingkungan adalah melalui aplikasi agens hayati (Velusamy et al. 2013). Agens
hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua
jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan, bakteri, virus, mikoplasma serta
organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan
untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu,
proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya
(Kementerian Pertanian RI 1995). Agens hayati dari jenis bakteri telah banyak
diteliti dan dimanfaatkan dalam bidang pertanian sebagai pemacu pertumbuhan
dan pengendali penyakit tanaman. Beberapa strain dari spesies bakteri
Agrobacterium radiobacter, Azospirillum brasilense, Azotobacter chroococcum,
Bacillus licheniformis, B. pumilus, B. subtilis, Burkholderia agglomerans,
Pseudomonas aurefaciens, P. fluoroscens, P. chlororaphis, P. solanacearum, P.
syringae, Serratia entomophilia, Streptomyces griseoviridis, Streptomyces spp.
dan Rhizobia spp. telah diproduksi secara komersial sebagai agens hayati
(Choudhary dan Johri 2009; Glick 2012).
Potensi suatu mikroorganisme sebagai agens hayati bagi tanaman diketahui
melalui serangkaian tahap pengujian. Tahap yang dilakukan adalah eksplorasi di
alam, pemurnian isolat, serta uji efektifitas agens hayati di laboratorium, rumah
kaca, dan lapangan. Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6 dan isolat
F112 adalah tiga jenis bakteri yang tengah dikembangkan sebagai agens hayati
tanaman padi (Ilyas et al. 2008, Yukti 2009; Budiman 2009; Agustiansyah et al.
2011, 2013a, 2013b; Lizansari 2013; Zamzami et al. 2014; Khodar et al. 2016).
Identitas dan karakter bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 telah diketahui
(Agustiansyah 2013a), namun isolat bakteri F112 belum diketahui. Informasi
mengenai isolat F112 sangat penting dalam rangka mendukung pemanfaatannya
sebagai agens hayati. Data hasil identifikasi dan karakterisasi isolat F112
digunakan untuk mendukung hasil pengujian di lapangan (Gambar 1).
Penelitian mengenai B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan isolat F112
menghasilkan informasi metode aplikasi yang berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan, pengendalian HDB, dan produksi benih pada tanaman padi.
Aplikasi yang telah dilakukan belum memberikan hasil yang optimal karena HDB
menular karena bersifat terbawa benih (seed-borne), tanah (soil-borne), dan udara
(air-borne) (Ilyas et al. 2013). Cheng et al. (2015) menambahkan HDB juga
terbawa melalui air (water-borne). Kombinasi beberapa metode aplikasi agens
hayati diduga dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pengendalian
HDB, pertumbuhan tanaman, dan produksi benih padi.

Tujuan
Tujuan Umum
Menentukan metode aplikatif pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai
agens hayati yang efektif untuk mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan
produksi dan mutu benih padi.
3

Tujuan Khusus
1. Menentukan jenis bakteri dari isolat F112 dan karakter yang mendukung
pemanfaatannya sebagai agens hayati.
2. Membandingkan pengaruh metode aplikasi agens hayati melalui perlakuan
benih (matriconditioning), perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta
kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut terhadap HDB, pertumbuhan
tanaman, serta produksi dan mutu benih padi.

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI F112


Tujuan:
Menentukan jenis bakteri isolat F112 dan karakter yang mendukung pemanfaatannya
sebagai agens hayati.
Keluaran:
Informasi mengenai identitas dan karakter isolat F112

PENGARUH APLIKASI AGENS HAYATI


TERHADAP HAWAR DAUN BAKTERI, PERTUMBUHAN TANAMAN,
DAN PRODUKSI BENIH PADI

Percobaan Pendahuluan
Tujuan:
Mengetahui kondisi dan kelayakan patogen (Xoo), agens hayati (B. subtilis 5/B, P.
diminuta A6 dan isolat F112), dan mutu benih sumber yang digunakan dalam penelitian.
Keluaran:
Bahan uji patogen, agens hayati, dan benih sumber yang layak digunakan dalam
penelitian.

Percobaan 1
Tujuan:
Membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati pada benih terhadap daya tumbuh benih
dan pertumbuhan bibit di persemaian.
Keluaran:
Efektivitas aplikasi agens hayati pada benih dalam meningkatkan daya tumbuh benih dan
pertumbuhan bibit.
Percobaan 2
Tujuan:
Membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati terhadap pertumbuhan tanaman, HDB,
komponen hasil, produksi benih, sampai mutu benih hasil produksi di lapangan.
Keluaran:
Metode aplikasi agens hayati yang memberi pengaruh paling efektif memacu
pertumbuhan tanaman, mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan produksi dan
mutu benih hasil produksi di lapangan.

Metode aplikatif pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai agens hayati yang efektif
untuk mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan pertumbuhan tanaman,
produksi, dan mutu benih padi.

Gambar 1 Skema penelitian


IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI
ISOLAT BAKTERI F112

Pendahuluan

Latar Belakang
Setyolaksono (2013) memaparkan bahwa agens hayati seyogianya
merupakan mikroorganisme hasil eksplorasi dari tanah, air, atau jaringan tanaman,
yang mampu menghambat pertumbuhan atau berkompetisi dengan patogen
penyebab penyakit tertentu. Agens hayati diisolasi untuk mendapatkan isolat
murni, lalu diuji manfaat dan efektivitasnya. Pengaruh agens hayati terhadap
manusia juga perlu diketahui agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Rizosfir (daerah di sekitar akar) dan filosfir (daun) adalah habitat berbagai
mikroorganisme, termasuk bakteri yang berasosiasi dengan tanaman (Knief et al.
2012). Bakteri yang berpotensi sebagai agens hayati dapat dieksplorasi dari
rizosfir atau filosfir. Isolat bakteri F112 merupakan koleksi Laboratorium
Fisiologi dan Kesehatan Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH)
IPB yang diisolasi dari daun padi dan dilaporkan memiliki antagonisme tinggi
terhadap Xoo (Zamzami 2013). Isolat F112 diaplikasikan pada daun karena dinilai
telah beradaptasi pada area filosfir. Aplikasi isolat F112 melalui penyemprotan
daun memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan, hasil, serta
pengendalian penyakit HDB tanaman padi (Zamzami et al. 2014; Khodar et al.
2016). Menurut Soesanto (2008), pengendalian hayati melalui bagian tanaman
yang berada di atas permukaan tanah masih jarang dilakukan. Isolat F112 dinilai
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati filosfir, sehingga
identitas dan karakter bakteri tersebut perlu diketahui.
Identifikasi dan karakterisasi suatu agens hayati merupakan tahap yang
penting dilakukan terkait dengan analisis resiko, terutama jika agens hayati
tersebut akan diajukan izin penggunaannya secara komersial (Supriadi 2006).
Pengujian laboratorium melalui pengamatan morfologi serta uji fisiologi dan
biokimia dapat dilakukan untuk untuk memperoleh identitas agens hayati.
Karakter yang perlu dianalisis antara lain adalah potensi menyebabkan penyakit,
kemampuan menghasilkan fitohormon pemacu pertumbuhan dan senyawa yang
dapat mengendalikan perkembangan patogen pada tanaman, serta keamanannya
terhadap manusia.

Tujuan
Menentukan jenis bakteri dari isolat F112 dan karakter yang mendukung
pemanfaatannya sebagai agens hayati.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai Februari 2015.
Persiapan, peremajaan, perbanyakan, dan uji resistensi terhadap kadar garam
tinggi isolat F112 dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih
5

Departemen AGH IPB, Bogor. Uji katalase, oksidase, dan hidrolisis pati
dilakukan di Laboratorium Bakteri Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu
Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH), Depok. Pewarnaan
Gram, motilitas, fermentasi karbohidrat, dan Microbact Kit dilakukan di
Indonesian Center for Biotechnology and Biodiversity (ICBB), Bogor.
Pengamatan sel secara mikroskopik dilakukan di Laboratorium Mikrotehnik Dept.
AGH IPB, Bogor.

Peremajaan dan perbanyakan isolat F112


Isolat F112 dikoleksi dalam agar miring dengan penyimpanan dalam
refrigerator bersuhu 4-6 oC. Pemurnian dilakukan dengan cara penggoresan
berseri pada media nutrient agar (5 g panceatic digest of gelatin, 3 g kaldu
daging, 15 g agar, dan 1 L akuades) sehingga diperoleh koloni tunggal. Koloni
tunggal yang terbentuk dibiakkan pada media nutrient agar baru pada kondisi
kamar (suhu 26-29 oC) untuk diperbanyak.

Identifikasi Isolat F112


Pengamatan morfologi koloni dan sel
Pengamatan morfologi koloni dilakukan pada biakan berumur 48 jam
terhadap warna, bentuk, elevasi, bentuk tepian, dan rupa permukaan koloni
tunggal. Pengamatan sel dilakukan di bawah mikroskop compound dengan dan
tanpa pewarnaan Gram. Pengamatan sel dengan pewarnaan Gram dilakukan
bersamaan dengan pengujian fisologi dan biokimia.
Pengujian fisiologi dan biokimia
Pengujian menggunakan isolat murni F112 berumur 24-48 jam yang
dibiakkan pada media nutrient agar. Pengujian yang dilakukan meliputi
pewarnaan Gram, oksidase, katalase, hidrolisis pati, motilitas, resistensi terhadap
kadar garam tinggi, fermentasi karbohidrat (Cappuccino dan Sherman 1983) serta
protokol Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E (Oxoid 2007).
Media agar yang digunakan untuk uji biokimia melalui proses sterilisasi di dalam
otoklaf dengan suhu 121 oC dan tekanan 0.1 MPa selama 20 menit.
1. Uji pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan sebagai pembeda jenis bakteri Gram positif
atau negatif. Uji ini merupakan tahap pertama dalam proses identifikasi
bakteri. Isolat F112 dioleskan tipis pada gelas objek yang bersih, kemudian
dikeringanginkan. Setelah kering, fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan
bagian bawah gelas objek di atas api bunsen. Olesan bakteri kemudian
digenangi dengan larutan kristal violet (2 g kristal violet, 0.8 g ammonium
oksalat, 20 mL etil alkohol (95%), dan 1 L akuades) selama 1 menit lalu
dibilas dengan air dan dikeringanginkan kembali. Bakteri kemudian
digenangi dengan larutan iodin (1 g iodin, 2 g kalium iodida, dan 300 mL
akuades) selama 1 menit, kemudian dibilas dengan air lalu dikeringanginkan.
Pembilasan dilakukan kembali dengan etil alkohol sampai gelas objek terlihat
bersih (sekitar 30 detik), kemudian dikeringanginkan. Gelas objek kemudian
dibilas kembali dengan air dan digenangi dengan larutan safranin (0.25 g
safranin, 10 mL etil alkohol, dan 90 mL akuades) selama 45 detik.
Pembilasan kembali dilakukan dengan air, kemudian dikeringanginkan.
6

Pengamatan dilakukan pada preparat di bawah mikroskop compound. Reaksi


bakteri Gram positif ditunjukkan dengan adanya sel berwarna ungu hingga
biru gelap, sedangkan bakteri Gram negatif sel berwarna merah atau merah
muda.
2. Uji katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim katalase. Satu
ose isolat F112 dioleskan pada gelas objek. Hidrogen peroksida (H2O2) 3%
diteteskan pada suspensi bakteri tersebut. Reaksi positif ditunjukkan dengan
terbentuknya gelembung-gelembung gas yang berasal dari H2O2 yang terurai
menjadi H2O dan O2 setelah bakteri direaksikan.
3. Uji hidrolisis pati
Uji hidrolisis pati dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim
α-amilase dan glukosidase. Isolat F112 digoreskan pada media pati (2 g pati,
3 g kaldu daging, 5 g pepton, dan 1 L akuades) dalam cawan petri, kemudian
diinkubasi selama 4 hari dalam inkubator bersuhu 28 oC. Koloni yang sudah
tumbuh pada media dituangi dengan larutan lugol’s iodine (5 g iodin, 10 g
kalium iodida, dan 500 mL akuades) kemudian diamati. Reaksi positif
ditunjukkan melalui terbentuknya zona bening disekitar koloni.
4. Uji oksidase
Uji oksidase dilakukan untuk mengetahui aktivitas sitokrom pada
bakteri aerob atau anaerob fakultatif. Kertas filter ditetesi larutan oksidase
(0.1 g tetramethyl-paraphenylene diamine dihydrochloride dalam 10 mL
akuades) sebanyak 3-4 tetes. Isolat F112 digoreskan pada tetesan tersebut.
Reaksi positif ditunjukkan melalui perubahan warna isolat menjadi ungu,
segera setelah bakteri digoreskan.
5. Uji motilitas
Uji motilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk
bergerak. Media agar SIM (30 g pepton, 5 g kaldu daging, 0.2 g fero
ammonium sulfat, 0.025 g natrium tiosulfat, 3 g agar, dan 1 L akuades)
disiapkan dalam tabung reaksi (5 mL/ tabung reaksi). Isolat F112 berumur
48 jam diambil menggunakan jarum ose, kemudian ditusukkan ke tengah
media SIM. Media kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 24-48 jam.
Reaksi positif diamati dengan melihat zona difusi pertumbuhan bakteri yang
menyebar dari daerah inokulasi, menunjukkan kemampuan bakteri untuk
dapat bergerak (motil).
6. Uji resistensi terhadap kadar garam tinggi
Uji resistensi terhadap kadar garam tinggi dilakukan untuk mengetahui
daya tahan hidup bakteri pada kondisi kadar garam tinggi. Media nutrient
agar dengan penambahan 7% NaCl disiapkan pada cawan petri, kemudian
isolat F112 digoreskan di atas media tersebut dan diinkubasi selama 24-48
jam pada kondisi kamar. Reaksi positif ditunjukkan apabila bakteri mampu
tumbuh pada media.
7. Uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, maltosa, mannosa, dan sukrosa)
Uji fermentasi karbohidrat dilakukan untuk mengetahui kemampuan
bakteri untuk memfermentasi karbohidrat melalui produksi asam atau asam
dan gas. Karbohidrat yang digunakan adalah jenis gula glukosa, laktosa,
maltosa, mannosa, dan sukrosa. Media dibuat dengan komposisi 10 g
7

triptikase, 5 g NaCl, 0.018 g phenol red, 5 g gula, dan 1 L akuades. Masing-


masing media dituangkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ke dalam tabung
reaksi tersebut dimasukkan tabung durham dalam posisi terbalik. Satu ose
isolat F112 diinokulasikan ke dasar media, kemudian parafin cair
ditambahkan di atas media. Biakan tersebut diinkubasi pada suhu kamar
selama 24-72 jam, lalu diamati perubahan warna media dan pembentukkan
gas di dalam tabung durham. Fermentasi menghasilkan asam yang
menyebabkan pH media berubah sehingga indikator phenol red berubah
warna. Reaksi positif ditunjukkan melalui perubahan warna media dari merah
menjadi kuning. Gas yang terbentuk terlihat sebagai gelembung udara pada
tabung durham, minimal 10% dari tinggi tabung durham.
8. Uji menggunakan Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E
Pengujian ini merupakan suatu sistem mikro substrat terstandarisasi
yang dirancang untuk menstimulasi substrat biokimia konvensional.
Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E terdiri atas
microplate yang terdiri atas 24 sumur (wells), dan setiap sumur merupakan
simulasi suatu reaksi pengujian. Identifikasi didasarkan pada perubahan pH
dan penggunaan substrat. Isolat F112 berumur 18-24 jam sebanyak dua ose
dicampurkan dengan 5 mL larutan fisiologis (0.85% NaCl) hingga menjadi
suspensi yang homogen. Suspensi kemudian dimasukan ke dalam sumur-
sumur pada microplate sebanyak empat tetes (sekitar 100 L). Mineral oil
sebanyak dua tetes ditambahkan pada sumur nomor 24. Plate ditutup plastik
kemudian diinkubasi pada suhu 35 + 2 oC selama 18-24 jam. Setelah
dikeluarkan dari inkubator, hasil reaksi dievaluasi untuk menetukan reaksi
positif atau negatif. Indikator reaksi substrat Microbact Kit GNB 24E tertera
pada Lampiran 1. Pereaksi tambahan diberikan ke sumur-sumur tertentu.
Sumur nomor 8 (Indol) ditambahkan dua tetes pereaksi Kovacs dan reaksi
dievaluasi dalam waktu 2 menit. Sumur 10 (VP) ditambahkan masing-masing
satu tetes VPI (alpha-naphthol) dan VPII (creatine), kemudian reaksi
dievaluasi dalam waktu 15-30 menit. Sumur 12 (TDA) ditambahkan satu tetes
TDA dan langsung dievaluasi hasilnya. Sumur 13 dan 24 dievaluasi setelah
48 jam. Uji reduksi nitrat menjadi nitrit dilakukan setelah evaluasi dilakukan
pada sumur 7 (ONPG). Masing-masing satu tetes pereaksi nitrat A dan nitrat
B ditambahkan ke dalam sumur, dan reaksi diamati dalam beberapa menit.
Penentuan jenis bakteri
Identifikasi dilakukan berdasarkan hasil pengamatan morfologi sel dan
koloni serta reaksi uji fisiologi dan biokimia. Penentukan jenis bakteri
berpedoman pada Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al.
2000).

Karakterisasi pendukung agens hayati


1. Uji Hipersensitifitas
Uji hipersensitifitas dilakukan sebagai indikasi sifat patogenik bakteri.
Tanaman tembakau berumur sekitar empat bulan digunakan sebagai tanaman
indikator. Satu ose isolat F112 berumur 24-48 jam dibuat menjadi suspensi
dengan mencampurkannya dalam tabung reaksi berisi 10 mL akuades steril.
Suspensi tersebut diambil sebanyak 1 mL dengan jarum suntik steril dan
8

diinokulasikan pada mesofil daun tembakau sehingga terlihat basah. Tanaman


tersebut lalu diinkubasi selama 24-48 jam. Gejala nekrosis pada bagian yang
diinokulasi menandakan reaksi positif dan mengindikasikan bakteri yang
diinokulasikan bersifat patogen bagi tanaman.
2. Produksi asam indol-3-asetat (IAA)
Fitohormon IAA merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan agens
hayati. Produksi IAA dianalisis dengan metode Glickman dan Dessaux.
(Agustiansyah 2013a). Isolat F112 ditumbuhkan selama 24 jam dalam tabung
berisi nutrient broth. Untuk memacu sintesis auksin, ke dalam media
ditambahkan asam amino triptofan 0.5 g L-1. Biakan bakteri disentrifugasi
dengan kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit, kemudian supernatan
dipisahkan dari endapan bakteri, disaring dengan membran nitroselulosa
berporositas 0.2 μm, lalu dilakukan analisis kandungan IAA. Kandungan IAA
dalam filtrat biakan bakteri dideteksi dengan menggunakan pereaksi FeCl 3,
12 g mL-1 dalam 7.9 M H2SO4. Pereaksi FeCl3 (1 mL) dan filtrat biakan
bakteri (1 mL) ditambahkan ke dalam tabung mikro dan campuran diinkubasi
dalam ruangan gelap bersuhu 25 oC selama 30 menit. Setelah inkubasi, nilai
absorban campuran dibaca dengan spektrofotometer (Mapada tipe V-1100D)
pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar berdasarkan nilai absorban
larutan IAA murni dengan konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, 10, 20, 30, 40, dan
50 μg mL-1 digunakan sebagai pembanding.
3. Produksi senyawa hidrogen sianida (HCN)
Hidrogen sianida adalah salah satu senyawa anti mikroba yang dapat
dihasilkan agens hayati. Produksi senyawa HCN kualitatif dianalisis
menggunakan metode yang dikembangkan Bekker dan Schipper
(Agustiansyah 2013a). Isolat F112 ditumbuhkan pada media glisin dalam
tabung reaksi. Bagian atas tabung ditutup dengan kain kasa steril yang telah
direndam dalam larutan (asam pikrat 2 g dan natrium karbonat 8 g, dalam
200 mL air). Biakan bakteri diinkubasi pada suhu kamar. Reaksi positif atau
produksi HCN diindikasikan melalui perubahan warna pada kain kasa, dari
kuning menjadi coklat muda, coklat tua atau merah bata.
4. Uji hemolisis darah
Uji hemolisis darah dilakukan sebagai salah satu indikator keamanan
bakteri terhadap manusia. Isolat F112 berumur 24–48 jam digoreskan pada
agar darah (10 g pepton, 5 g NaCl, 10 g kaldu daging, 50 mL darah domba,
3 g agar, dan 950 mL akuades) dan diinkubasi pada suhu kamar selama 48
jam. Reaksi positif diindikasikan dengan terbentuknya zona bening atau
kehijauan pada media disekitar koloni bakteri.

Hasil dan Pembahasan

Identifikasi isolat F112


Koloni F112 berwarna krem, berbentuk bulat, tepian rata, elevasi cembung
dengan permukaan halus mengkilat (Gambar 2a). Pengamatan sel bakteri setelah
pewarnaan Gram di bawah mikroskop (perbesaran 400) memperlihatkan sel-sel
bakteri berwarna merah dan berbentuk batang (Gambar 2b). Pengamatan sel tanpa
9

pewarnaan (perbesaran 1000) memperlihatkan sel bakteri berbentuk batang,


ujung membulat, dan hasil pengukuran (terhadap tujuh sel bakteri beragam
ukuran) menunjukkan diameter 0.5-0.8 µm dan panjang 1.1-3.3 µm (Gambar 2c).

1 cm a b c

Gambar 2 Morfologi koloni (a) dan sel (b dan c) bakteri F112. Tanda panah
menunjukkan contoh koloni atau sel bakteri

Tabel 1 menunjukkan reaksi pengujian fisiologi dan biokimia bakteri F112.


Tabel 2 menunjukkan reaksi pengujian menggunaakan Microbact Kit Gram-
Negative Identification System 24E.

Tabel 1 Hasil uji pewarnaan Gram, katalase, oksidase, hidrolisis pati, resistensi
terhadap kadar garam tinggi, motilitas, dan fermentasi karbohidrat isolat
bakteri F112
Pengujian Hasil Keterangan
Pewarnaan Gram - Sel berwarna merah atau merah muda,
mengindikasikan kelompok Gram negatif.
Katalase + Terbentuk gelembung-gelembung udara,
mengindikasikan terdapatnya enzim katalase.
Oksidase + Terbentuk warna ungu mengindikasikan
aktivitas sitokrom, menunjukkan sifat aerob
atau fakultatif anaerob.
Hidrolisis pati - Tidak terbentuk zona bening pada media,
menunjukkan tidak terjadi hidrolisis pati,
mengindikasikan tidak terdapat aktivitas
enzim α-amilase dan glukosidase.
Resistensi terhadap - Tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada
kadar garam tinggi media, menunjukkan sifat tidak resisten
(NaCl 7%) dengan kadar garam tinggi.
Motilitas - Tidak terdapat difusi pertumbuhan bakteri
pada media, menunjukkan sifat non motil.
Fermentasi karbohidrat / produksi gas
Glukosa +/ - Terdapat perubahan warna media dari merah
Sukrosa +/ - menjadi kekuningan (jingga) yang
Manosa +/ - disebabkan oleh perubahan pH, namun gas
Maltosa +/ - tidak diproduksi. Hal ini menunjukkan
Laktosa +/ - terjadinya fermentasi.
10

Tabel 2 Hasil uji isolat bakteri F112 menggunakan Microbact Kit Gram-Negative
Identification System 24E

Nomor
Pengujian Hasil Keterangana
sumur
1 Lisin - Tidak terjadi pembentukan amina
cadaverin.
2 Ornitin - Pembentukan amina putressina lebih
kecil daripada lisin dekarboksilasi.
3 Hidrogen sulfida - H2S tidak diproduksi dari tiosulfat.
(H2S)
4 Glukosa + Reaksi positif menunjukkan karbohidrat
5 Mannitol - difermentasi, sedangkan reaksi negatif
6 Xylosa - menunjukkan tidak terjadi fermentasi.
7 O-nitrofenil-ß-d- + Terjadi hidrolisis ß-galaktosidase dari
galactopyranoside ONPG.
(ONPG)
8 Indol - Tidak terbentuk indol dari metabolisme
triptofan.
9 Urease - Tidak terjadi perombakan urea menjadi
amonia.
10 Voges-Proskaüer - Tidak terdapat produksi asetoin dari
(VP) glukosa
11 Sitrat - Tidak menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon.
12 Triptofan deaminase + Triptofan deaminase membentuk asam
(TDA) indol piruvat dari triptofan
13 Gelatin - Partikel gelatin padat tidak mencair
setelah rehidrasi.
14 Malonat - Tidak terjadi konversi asam suksinat
menjadi asam fumarat.
15 Inositol -
16 Sorbitol -
17 Rhamnosa -
18 Sukrosa + Reaksi positif mengindikasikan
19 Laktosa - terjadinya fermentasi karbohidrat,
20 Arabinosa - sedangkan raksi negatif mengindikasikan
21 Adonitol - tidak terjadi fermentasi.
22 Rafinosa -
23 Salisin +
24 Arginin + Arginin dihidrolase mengubah arginin
menjadi ornitin, amonia dan karbon
dioksida.
7+ Nitrat + Reduksi nitrat menjadi nitrit.
a
Merujuk pada Oxoid (2007)
11

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat F112 memiliki kesesuaian


dengan genus Aeromonas. Menurut Holt et al. (2000), genus Aeromonas memiliki
bentuk batang dengan ujung membulat, diameter 0.3-1.0 µm dan panjang 1.0-3.5
µm. Sel dapat berada dalam kondisi tunggal, berpasangan, atau rantai pendek.
Bakteri Aeromonas bereaksi Gram negatif, bersifat motil atau non motil, fakultatif
anaerob, oksidase positif, katalase positif, metabolisme glukosa dilakukan melalui
proses respirasi dan fermentasi, mampu merombak karbohidrat menjadi asam atau
asam dan gas, dan mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit. Berdasarkan
pengamatan morfologi serta uji fisiologi dan biokimia, diperoleh informasi bahwa
isolat F112 adalah bakteri Aeromonas sp.

Karakterisasi pendukung bakteri sebagai agens hayati


Agens hayati harus memiliki karakter tidak bersifat patogen pada tanaman,
memproduksi senyawa-senyawa yang mampu memacu pertumbuhan tanaman,
atau mengendalikan perkembangan patogen. Tabel 3 menunjukkan karakteristik
Aeromonas sp. F112.

Tabel 3 Hasil uji hipersensitifitas, produksi asam indol-3-asetat (IAA), produksi


hidrogen sianida (HCN), dan hemolisis darah bakteri Aeromonas sp.
F112
Pengujian Hasil Keterangan
Hipersensitifitas - Tidak terbentuk jaringan nekrosis pada bagian daun
tembakau yang diinokulasi
Produksi IAA + Terdapat produksi IAA dengan konsentrasi 0.46 ppm
Produksi HCN - Tidak terjadi reaksi, kain kasa tetap berwarna kuning
Hemolisis darah - Tidak terbentuk zona bening pada media agar darah di
sekeliling koloni (hemolisis gamma)

Hipersensitifitas adalah respon pertahanan tanaman melalui induksi


kematian sel pada bagian yang terinfeksi patogen (Agrios 2005). Pengujian
hipersensitifitas dilakukan pada tanaman tembakau karena tanaman ini memiliki
sensitifitas yang tinggi terhadap patogen. Hasil pengujian memperlihatkan zona
daun yang diinokulasi Aeromonas sp. F112 hanya menunjukkan warna sedikit
pucat dan tidak mengalami nekrosis. Hal ini menunjukkan Aeromonas sp. F112
tidak berpotensi sebagai patogen pada tanaman.
Produksi IAA mengindikasikan kemampuan bakteri untuk memacu
pertumbuhan tanaman dan digunakan dalam seleksi agens hayati pemacu tumbuh
tanaman (García-Gutiérrez et al. 2012). Hasil analisis menunjukkan bakteri ini
memproduksi IAA dengan konsentrasi 0.46 ppm. Agustiansyah et al. (2013a)
menguji produksi IAA agens hayati B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6, dan
masing masing adalah 19.05 dan 8.68 µg mL-1 (ppm). Konsentrasi IAA yang
dihasilkan Aeromonas sp. F112 (0.46 ppm) lebih kecil dibandingkan B. subtilis
5/B dan P. diminuta A6 ketika diuji.
Produksi HCN merupakan salah satu aktivitas agens hayati dalam
pengendalian hayati (Martinez-Viveros et al. 2010). Namun demikian, tidak
semua agens hayati memiliki kemampuan untuk memproduksi HCN.
Agustiansyah (2013a) melaporkan bahwa P. diminuta A6 memproduksi HCN,
12

sedangkan B. subtilis 5/B tidak memproduksi HCN. Hasil uji menunjukkan


Aeromonas sp. F112 tidak memproduksi HCN. Mekanisme pengendalian hayati
diduga terjadi melalui aktivitas lain.
Uji hemolisis darah dilakukan sebagai data pendukung yang dapat menjadi
salah satu indikasi keamanan bakteri terhadap manusia. Reaksi hemolisis pada
media agar darah terbagi menjadi tiga tipe yaitu hemolisis alfa, beta, dan gamma.
Hemolisis alfa menunjukkan reaksi hemolisis tidak lengkap, menghasilkan zona
hijau di sekeliling koloni bakteri. Hemolisis beta menunjukkan kehancuran sel
darah merah sehingga menghasilkan zona bening di sekeliling koloni. Hemolisis
gamma menunjukkan tidak terjadinya hemolisis darah sehingga tidak terdapat
perubahan warna media di sekeliling koloni (Cappucino dan Sherman 1983).
Sucipto (2016) melakukan seleksi keamanan bakteri agens hayati bagi manusia
dengan hanya menggunakan isolat-isolat bertipe hemolisis gamma. Gambar 3
memperlihatkan reaksi negatif pada uji hemolisis (hemolisis gamma) di sekeliling
biakan Aeromonas sp. F112. Hal ini mengindikasikan Aeromonas sp. F112 relatif
aman bagi manusia.

Gambar 3 Biakan Aeromonas sp. F112 pada media agar darah

Isolasi bakteri Aeromonas sp. F112 dilakukan melalui pencacahan daun


tanpa sterilisasi permukaan (Zamzami 2013) sehingga isolat yang didapatkan
dapat berupa bakteri epifit maupun endofit. Menurut Santosa et al. (2003), isolasi
bakteri dari daun padi dapat dilakukan dengan sterilisasi permukaan untuk
mendapatkan bakteri endofit maupun tanpa sterilisasi untuk mendapatkan bakteri
epifit.
Aeromonas adalah genus bakteri yang terdapat pada lingkungan air tawar
atau limbah (Holt et al. 2000), air laut (Takahashi et al. 2012), dan air yang
mengandung klorit maupun tidak mengandung klorit (Suhastyo et al. 2013).
Menurut Brighigna (1992), bakteri akuatik seperti Aeromonas dapat ditemukan di
area filosfir tanaman yang memiliki kondisi kelembaban tinggi. Beberapa
penelitian menunjukkan keberadaan Aeromonas di rizosfir tanaman. Kerkeni et al.
(2008) mengisolasi dan mengidentifikasi A. hydrophila dari kompos matang,
García-Gutiérrez et al. (2012) menemukan Aeromonas sp. di rizosfir tanaman
melon, sementara itu Aarab et al. (2015) mendapatkan beberapa spesies
Aeromonas di rizosfir pertanaman padi.
Beberapa bakteri genus Aeromonas diketahui dapat berperan sebagai agens
hayati. Bakteri A. caviae dapat mengendalikan patogen tular tanah Sclerotium
rolfsii pada tanaman kacang-kacangan serta Rhizoctonia solani dan Fusarium
oxysporum pada tanaman kapas (Inbar dan Chet 1991). Bakteri A. hydrophila
meningkatkan pertumbuhan serta mengendalikan Fusarium sp. pada tanaman
13

tomat (Kerkeni et al. 2008; Ariawan et al. 2015), juga sebagai mikroorganisme
pelarut fosfat dan pengendali hayati bagi R. solani pada tanaman padi (Suhastyo et
al. 2013; Naureen et al. 2015).

Kesimpulan
Isolat bakteri F112 termasuk anggota genus Aeromonas. Pengamatan
morfologi bakteri serta pengujian fisiologi dan biokimia menunjukkan bahwa
isolat F112 berbentuk batang dengan ujung membulat, diameter 0.5-0.8 µm dan
panjang 1.1-3.3 µm, sel berada dalam kondisi tunggal, berpasangan, atau rantai
pendek. Hasil uji fisiologi dan biokimia menunjukkan bakteri tergolong Gram
negatif, bersifat non motil, fakultatif anaerob, oksidase positif, katalase positif,
terjadi fermentasi merombak karbohidrat menjadi asam, dan mampu mereduksi
nitrat menjadi nitrit. Bakteri ini memiliki karakteristik reaksi hipersensitifitas
negatif sehingga tidak bersifat patogenik terhadap tanaman, memproduksi IAA
sebesar 0.46 ppm, tidak memproduksi HCN, dan reaksi hemolisis darah negatif
(hemolisis gamma) sehingga relatif aman bagi manusia.
PENGARUH APLIKASI AGENS HAYATI TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN, INTENSITAS PENYAKIT
HAWAR DAUN BAKTERI, SERTA
PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI

Pendahuluan

Latar Belakang
Penelitian mengenai agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan
pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi, khususnya bidang ilmu dan
teknologi benih, telah dilakukan IPB bekerjasama dengan beberapa instansi terkait
(Ilyas et al. 2008; Ilyas et al. 2013). Rangkaian penelitian yang telah dilakukan
menghasilkan beberapa informasi terkait dengan jenis bakteri, teknik, konsentrasi,
serta frekuensi aplikasi agens hayati B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan
Aeromonas sp. F112 (Ilyas et al. 2008, 2013; Budiman 2009; Yukti 2009;
Agustiansyah et al. 2010, 2011, 2013a, 2013b; Lizansari 2013; Zamzami et al.
2014; Khodar et al. 2016).
Perlakuan benih dengan B. subtilis 5/B atau P. diminuta A6 dilaporkan
mampu mengendalikan Xoo yang menginfeksi benih dan meningkatkan
pertumbuhan bibit padi (Agustiansyah 2010). Bakteri B. subtilis 5/B dan P.
diminuta A6 memiliki kompatibilitas sehingga dapat digunakan secara bersamaan
untuk mendapatkan pengaruh positif yang lebih optimal (Palupi 2012). Kedua
jenis rizobakteri ini dapat diaplikasikan pada benih padi terinfeksi Xoo melalui
matriconditioning. Matriconditioning adalah pengendalian hidrasi benih melalui
penggunaan carrier berupa media padat lembab dengan potensial matriks rendah
(Khan et al. 1992). Integrasi matriconditioning dengan bakteri agens hayati
disebut juga biomatriconditioning (Ilyas 2006). Matriconditioning benih dengan
penambahan B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 mampu menekan kejadian
penyakit HDB pada bibit padi (Lizansari 2013).
Lahan persawahan seringkali mengandung inokulum Xoo dari sisa
pertanaman sebelumnya, aliran air irigasi, atau gulma terinfeksi. Hal tersebut
menyebabkan infeksi Xoo dapat terjadi di semua fase pertumbuhan tanaman. Ilyas
et al. (2013) menduga perlakuan benih melalui matriconditioning dengan
B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 saja belum cukup efektif untuk mengatasi Xoo
sehingga harus diikuti dengan perendaman akar bibit dengan agens hayati yang
sama. Selain itu, penyemprotan daun dengan agens hayati juga dinilai perlu
diterapkan karena Xoo tidak hanya dapat menular melalui benih dan tanah, tapi
juga udara. Kemampuan agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman
diindikasikan melalui penurunan intensitas penyakit. Menurut Kranz (1988)
intensitas penyakit dapat dihitung dengan tolok ukur kejadian atau keparahan
penyakit. Intensitas penyakit adalah persentase tanaman berpenyakit dari suatu
contoh atau populasi pengamatan, tanpa mempertimbangkan tingkat keparahan
penyakit tersebut. Keparahan penyakit adalah persentase luasan gejala penyakit
pada jaringan tanaman.
Lizansari (2013) melaporkan perendaman akar bibit dalam suspensi
B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 kerapatan 108 cfu mL-1 selama 60 menit efektif
menurunkan keparahan penyakit HDB pada fase vegetatif. Zamzami (et al. 2014)
15

melaporkan perlakuan matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6


dilanjutkan dengan penyemprotan tanaman dengan agens hayati isolat bakteri
F112 kerapatan 108 cfu mL-1 pada 7 dan 9 MSP (minggu setelah pindah tanam)
dengan dosis 519 mL ha-1 cenderung menurunkan keparahan HDB. Penelitian
Khodar et al. (2016) menunjukkan penyemprotan suspensi isolat F112 kerapatan
4.5  108 cfu mL-1 dengan dosis 300 L ha-1 meningkatkan bobot gabah kering
ubinan. Hasil identifikasi yang dilakukan pada percobaan sebelumnya
menunjukkan isolat F112 adalah Aeromonas sp.
Beberapa metode aplikasi yang telah dilakukan menunjukkan potensi
pemanfaatan bakteri B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112
sebagai agens hayati, namun belum nyata meningkatan produksi benih dan
pengendalian HDB. Kombinasi metode aplikasi agens hayati diharapkan dapat
memberikan hasil yang lebih optimal. Penelitian untuk menentukan metode
aplikasi terbaik perlu dilakukan untuk mencari metode paling efektif dalam
meningkatkan produksi dan mutu benih yang dihasilkan.
Efektivitas agens hayati dalam pengendalian HDB perlu dibandingkan
dengan bakterisida yang terbukti mampu menghambat pertumbuhan Xoo.
Bakterisida dengan bahan aktif streptomisin sulfat 20% lebih efektif menghambat
pertumbuhan Xoo dibandingkan tembaga oksida 56%. Integrasi perlakuan benih
melalui matriconditioning dengan bakterisida (bahan aktif streptomisin sulfat
20%) konsentrasi 0.2% nyata meningkatkan daya berkecambah, indeks vigor,
kecepatan tumbuh, bobot kering, mereduksi populasi Xoo terbawa benih
(Rachmawati 2009) serta meningkatkan produksi benih di lapangan (Zamzami et
al. 2014). Sementara itu, perendaman akar bibit dan penyemprotan daun di
lapangan dengan jenis dan konsentrasi bakterisida yang sama tidak memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan agens hayati dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan menurunkan tingkat keparahan penyakit HDB
(Lizansari 2013; Zamzami et al. 2014). Berdasarkan hal tersebut,
matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%) konsentrasi 0.2%
digunakan sebagai perlakuan bakterisida pembanding bagi aplikasi agens hayati.

Tujuan
Membandingkan pengaruh metode aplikasi agens hayati melalui perlakuan
matriconditioning benih, perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta
kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut terhadap intensitas penyakit HDB,
pertumbuhan tanaman serta produksi dan mutu benih padi.

Bahan dan Metode


Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai Agustus 2015.
Persiapan, perbanyakan, pembuatan suspensi bakteri, verifikasi ulang koleksi
bakteri, dan uji populasi Xoo terbawa benih dilakukan di Laboratorium Fisiologi
dan Kesehatan Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH) IPB.
Percobaan di lapangan dilakukan di Balai Besar Padi Instalasi Kebun Percobaan
Muara, Bogor. Pengukuran kadar air dan bobot 1000 butir dilakukan di Balai
Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura,
16

Depok. Pengujian daya berkecambah dan indeks vigor dilakukan di Laboratorium


Pengujian Benih Departemen AGH IPB.
Benih Sumber
Benih padi yang digunakan adalah benih bersertifikat varietas IR64 kelas
Benih Dasar, diperoleh dari BB Padi, Sukamandi. Benih hasil panen bulan Maret
2014. Daya berkecambah benih yang tercantum pada label adalah 89%. Benih
telah mengalami penyimpanan selama 6 bulan di ruangan berpendingin udara
(AC) sebelum digunakan.

Penyediaan Biakan Murni Bakteri


Bakteri yang digunakan adalah B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan
Aeromonas sp. F112 sebagai agens hayati dan Xoo sebagai patogen. Semua
biakan bakteri tersebut merupakan koleksi Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan
Benih Dept. AGH IPB yang digunakan pada penelitian sebelumnya (Ilyas et al.
2008; Agustiansyah 2013a; Zamzami et al. 2014; Lizansari 2013; Khodar et al.
2016). Isolat Xoo sebagai patogen berasal dari lingkungan tempat percobaan akan
dilakukan. Peremajaan dan perbanyakan bakteri dilakukan dengan membiakkan
bakteri media yeast dextrose calcium carbonate agar (20 g CaCO3, 20 g glukosa,
10 g ekstrak ragi, 15 g agar, dan 1 L akuades) untuk Xoo, nutrient agar (5 g
panceatic digest of gelatin, 3 g kaldu daging, 15 g agar, dan 1 L akuades) untuk B.
subtilis 5/B dan Aeromonas sp. F112, atau King’s B (20 g protease pepton, 1.5 g
K2HPO4 , 15 mL gliserol, 20 g agar, dan 1 L akuades) untuk P. diminuta A6.
Bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 dikoleksi dalam bentuk freeze
drying sehingga perlu dilarutkan. Satu ampul B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6
masing-masing dilarutkan dengan 10 mL akuades steril sehingga diperoleh tingkat
pengenceran 10-1. Pengenceran berseri dilakukan sampai 10-7. Suspensi tingkat
pengenceran 10-7 diteteskan pada media agar dengan volume 100 L, kemudian
disebar secara merata. Inkubasi dilakukan selama 2 hari pada kondisi kamar.
Koloni tunggal yang terbentuk dibiakkan kembali pada media baru untuk
diperbanyak. Aeromonas sp. F112 dan Xoo dikoleksi dalam agar miring.
Pemurnian dilakukan dengan cara penggoresan berseri sehingga diperoleh koloni
tunggal. Koloni tunggal yang terbentuk dibiakkan kembali pada media baru untuk
diperbanyak.

Percobaan Pendahuluan
Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kelayakan dan
informasi awal bahan uji yang digunakan dalam penelitian. Percobaan meliputi
verifikasi patogenisitas bakteri Xoo, hipersensitifitas bakteri agens hayati
B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112, antagonisme agens
hayati terhadap Xoo, serta uji mutu benih sumber.
Verifikasi ulang koleksi bakteri
1. Uji patogenisitas Xoo
Suspensi Xoo dibuat dengan cara melarutkan 10 ose biakan Xoo
berumur 48 jam dalam 100 mL akuades steril. Gunting dicelupkan ke dalam
suspensi Xoo lalu digunakan untuk memotong ujung daun tanaman padi
varietas IR64 yang ditanam dalam pot dan berumur sekitar 8 minggu.
Patogenisitas Xoo masih tinggi apabila dalam waktu 2-5 hari daun hasil
pemotongan menunjukkan gejala HDB.
17

2. Uji antagonisme agens hayati terhadap Xoo


Uji antagonisme terhadap Xoo dilakukan melalui pengamatan zona
hambat pertumbuhan. Bakteri Xoo dibiakkan dengan cara menyebar 100 μL
suspensi Xoo pada cawan petri berisi media nutrient agar secara merata.
Potongan kertas saring steril (diameter 5 mm) dicelupkan dalam masing-
masing suspensi agens hayati (satu ose biakan bakteri dalam 10 mL akuades
steril) lalu diletakkan pada cawan petri berisi media nutrient agar yang telah
diinokulasi Xoo, kemudian diinkubasi pada kondisi kamar selama 5 hari.
Pengamatan dilakukan pada hari kelima dengan melihat pembentukan
lingkaran zona hambatan oleh agens hayati yang terjadi disekitar kertas
saring. Agens hayati dianggap masih memiliki sifat antagonis yang baik
apabila dapat menghasilkan zona hambat disekitar kertas saring.
3. Uji hipersensitifitas
Tanaman tembakau berumur sekitar bulan 4 digunakan sebagai tanaman
indikator. Masing-masing suspensi agens hayati diambil dengan jarum suntik
steril volume 1 mL dan diinokulasikan pada daun tembakau hingga terlihat
zona basah pada mesofil. Tanaman tersebut kemudian diinkubasi selama 24-
48 jam. Reaksi positif ditunjukkan apabila bagian daun yang diinokulasi
mengalami nekrosis.
4. Uji kompatibilitas rizobakteri
Uji kompatibilitas dilakuklan dengan metode dual culture. Potongan
kertas saring steril (diameter 5 mm) dicelupkan dalam suspensi B. subtilis 5/B
(satu ose biakan bakteri dalam 10 mL akuades steril) lalu diletakkan pada
cawan petri berisi media nutrient agar yang telah disebar 100 L P. diminuta
A6. Sebagai pembanding dilakukan juga pengujian dengan cara yang sama,
namun dengan menukar posisi antara bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta
A6. Biakan tersebut kemudian diinkubasi pada kondisi kamar selama 5 hari.
Pengamatan dilakukan pada hari kelima dengan melihat pembentukan
lingkaran zona hambat disekitar kertas saring. Kedua rizobakteri bersifat
kompatibel apabila tidak menghasilkan zona hambat disekitar kertas saring.

Pengujian mutu benih sumber


1. Daya berkecambah
Pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan metode uji kertas
digulung, didirikan dalam plastik pada suhu 25 oC, menggunakan empat
ulangan (setiap ulangan terdiri atas 100 butir benih). Pengamatan dilakukan
dua kali, yaitu pada 5 hari setelah tanam (HST) dan 14 HST. Kecambah
dikategorikan tumbuh normal apabila seluruh struktur penting seperti akar,
koleoptil, dan daun primer berkembang sempurna atau menunjukkan sedikit
kerusakan yang dapat diterima (ISTA 2014). Nilai daya berkecambah
dihitung menggunakan rumus berikut:

a a r am a  100
i a g ita am

Keterangan: KN I = Kecambah yang tumbuh normal pada hari pengamatan


pertama (5 HST). KN II = Kecambah yang tumbuh normal pada
pengamatan kedua (14 HST)
18

2. Indeks vigor
Pengujian indeks vigor benih dilakukan bersamaan dengan pengujian
daya berkecambah, namun pengamatan hanya dilakukan berdasarkan jumlah
benih yang telah tumbuh normal pada hari pengamatan pertama (5 HST).
Nilai indeks vigor dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
am a orma a a
s vigor  100
i a g ita am
3. Populasi Xoo terbawa benih
Uji kuantitatif bakteri terbawa benih dilakukan dengan menggunakan
metode grinding (Zamzami 2013) yang dimodifikasi. Sebanyak 10 g benih
disterilisasi permukaan dengan cara merendam benih selama 1 menit pada
larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 1%, kemudian dibilas dengan air steril
tiga kali. Benih kemudian digerus dan ditambahkan akuades steril 90 mL.
Hasil gerusan diinkubasi di dalam lemari pendingin (suhu sekitar 4 oC)
selama 2 jam. Suspensi yang terbentuk diencerkan secara bertingkat sampai
10-4. Kemudian suspensi yang telah diencerkan dituangkan dan disebar
merata sebanyak 100 μL ke cawan petri yang berisi media yeast dextrose
calcium carbonate agar. Setelah diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar,
koloni Xoo yang terbentuk diamati dan dihitung jumlah koloninya (colony
forming unit/ cfu). Koloni Xoo berbentuk bulat, cembung, berwarna kuning
keputih-putihan sampai kuning tua.
um a o o i a g iamati  10
um a oo i fu g 1
i g at g ra a g igu a a

Percobaan Utama
Penyediaan suspensi bakteri patogen dan agens hayati
Perbanyakan bakteri dilakukan dengan membiakkan bakteri pada media
yeast dextrose calcium carbonate agar (Xoo), nutrient agar (B. subtilis 5/B dan
Aeromonas sp. F112) serta King’s B (P. diminuta A6). Suspensi agens hayati
dibuat dengan cara melarutkan masing-masing biakan murni bakteri berumur 48
jam dengan akuades steril hingga diperoleh suspensi bakteri dengan kerapatan
108-109 cfu mL-1. Kerapatan 108-109 cfu mL-1 diperoleh dengan cara melarutkan
satu ose bakteri dalam 10 mL akuades steril.
Peningkatan populasi Xoo terbawa benih pada benih sumber
Benih sumber digunakan apabila hasil uji pendahuluan memenuhi
persyaratan mutu (daya berkecambah minimal 80%). Peningkatan populasi Xoo
pada benih sumber dilakukan melalui inokulasi buatan. Benih direndam dalam
suspensi Xoo (108-109 cfu mL-1) selama 24 jam pada suhu 25 oC lalu
dikeringanginkan selama 12 jam pada kondisi kamar (Agustiansyah et al. 2010).
Perlakuan matriconditiong benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan
daun dengan agens hayati
Matriconditioning benih menggunakan arang sekam steril halus (lolos
saringan 0.5 mm) sebagai carrier. Arang sekam halus digunakan sebagai carrier
karena bersifat porus dan tidak menimbulkan toksik (Fiana 2010), dan terbukti
dapat dilakukan dan memberikan hasil yang baik bagi perkecambahan benih
19

apabila diintegrasikan dengan pestisida (Rachmawati 2009; Fiana 2010) atau


suspensi bakteri agens hayati (Agustiansyah et al. 2010, 2011, 2013b; Sutariati
dan Khaeruni 2013; Zamzami et al. 2014; Permatasari 2015; Khodar et al. 2016).
Nisbah bahan untuk matriconditioning adalah benih : arang sekam : larutan
pelembab yaitu 1.0 : 0.8 : 1.2 (g : g : mL) (Ilyas et al. 2008). Perlakuan bakterisida
(matriconditioning + bakterisida) dilakukan dengan larutan pelembab berupa
suspensi bakterisida (berbahan aktif streptomisin sulfat 20%) konsentrasi 0.2%,
dilanjutkan inkubasi selama 6 jam. Perlakuan biomatriconditioning merupakan
matriconditioning dengan larutan pelembab berupa campuran suspensi B. subtilis
5/B dan P. diminuta A6 perbandingan 1:1, dilanjutkan dengan inkubasi selama 30
jam. Inkubasi dilakukan pada suhu 25 oC (Zamzami et al. 2014).
Perlakuan perendaman akar bibit dengan agens hayati dilakukan pada bibit
padi berumur 19 hari setelah semai (HSS). Bibit dicabut dari persemaian
kemudian akar bibit direndam dalam campuran suspensi B. subtilis 5/B dan P.
diminuta A6 dengan perbandingan 1:1. Perendaman akar bibit dilakukan selama
60 menit sebelum dipindah tanam ke sawah (Lizansari 2013).
Penyemprotan daun dengan agens hayati dilakukan menggunakan sprayer
pada tanaman berumur 60 HSS dan 80 HSS pada pagi hari saat cuaca cerah.
Penyemprotan dilakukan menggunakan suspensi bakteri Aeromonas sp. F112
dengan dosis 300 L ha-1 (Khodar et al. 2016).

Percobaan 2a. Aplikasi agens hayati pada benih untuk memacu


pertumbuhan bibit di persemaian
Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor (perlakuan benih) digunakan
untuk membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati pada benih terhadap daya
tumbuh benih dan pertumbuhan bibit di persemaian sampai saat pindah tanam.
Percobaan terdiri atas tiga taraf, yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan),
2) matriconditioning + bakterisida, dan 3) biomatriconditioning
(matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6). Percobaan terdiri atas
empat kelompok, setiap unit percobaan menggunakan 100 butir benih.
Kotak plastik yang telah dilubangi pada beberapa tempat di bagian alas dan
tepinya disiapkan sebagai wadah semai. Kotak diisi tanah persemaian yang telah
di pupuk dengan NPK Phonska dosis 50 g m-2 (rekomendasi Instalasi Kebun
Percobaan Muara). Benih disemai pada kotak (100 butir/kotak) dan diletakkan
pada lahan persemaian yang relatif homogen dan terbuka. Penyiraman dilakukan
sesuai kebutuhan, tidak sampai membuat media tergenang. Sebagai perlindungan
terhadap hama burung dan belalang, bagian atas dan samping persemaian
dilindungi dengan jaring.
Pengamatan dilakukan terhadap daya tumbuh benih dan keragaan bibit saat
pindah tanam dengan tolok ukur sebagai berikut:
1. Daya tumbuh benih
Daya tumbuh benih (%) dihitung berdasarkan persentase benih yang
telah tumbuh menjadi kecambah normal pada 14 HSS di persemaian.
Penghitungan dilakukan terhadap 100 contoh benih per unit percobaan.
2. Tinggi bibit
Tinggi bibit (cm) diukur pada saat bibit akan dipindah tanam (19 HSS).
Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal batang sampai pucuk daun
20

tertinggi, dilakukan terhadap lima contoh bibit yang diambil secara acak per
unit percobaan.
3. Panjang akar bibit
Panjang akar bibit (cm) diukur pada saat bibit akan dipindah tanam (19
HSS). Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal batang sampai ujung akar,
dilakukan terhadap lima contoh bibit yang diambil secara acak per unit
percobaan.
4. Bobot kering bibit
Bobot kering bibit (g) dilakukan terhadap lima contoh bibit yang
diambil secara acak saat akan dipindah tanam (19 HSS) per unit percobaan.
Bobot kering diukur dengan cara menimbang bibit yang telah dikeringkan
dalam oven bersuhu 80 oC selama 24 jam.
Data hasil pengamatan dianalisis ragam dengan taraf kepercayaan 95%,
dan jika terdapat pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut secara DMRT
(Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%.

Percobaan 2b. Aplikasi agens hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman,


mengendalikan hawar daun bakteri dan meningkatkan
produksi benih padi di lapangan
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) satu faktor (aplikasi agens
hayati) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan agens hayati terhadap
pertumbuhan tanaman setelah pindah tanam ke sawah, perkembangan HDB,
komponen hasil, sampai mutu benih hasil produksi. Percobaan terdiri atas
sembilan taraf yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning +
bakterisida, 3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P.
diminuta A6 [BM]), 4) perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P.
diminuta A6 (RA), 5) penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112 (SD), 6)
BM + RA, 7) BM + SD, 8) RA + SD, dan 9) BM + RA + SD. Percobaan terdiri
atas tiga kelompok, setiap unit percobaan terdiri atas 30 rumpun contoh yang
dipilih secara acak pada 2 MSP.
Benih disemai pada lahan persemaian yang relatif homogen pada tanah
terbuka, gembur, datar, dan tidak tergenang air. Pemupukan dengan NPK Phonska
dilakukan sehari sebelum benih disemai dengan dosis 50 g m-2. Lahan persemaian
ditutupi oleh jaring sebagai perlindungan terhadap hama burung dan belalang.
Pindah tanam bibit dilakukan pada umur 19 HSS (hari setelah semai).
Lahan sawah dipersiapkan 2-3 minggu sebelum pindah tanam, dengan cara
membalikkan tanah, membenamkan sisa-sisa pertanaman sebelumnya, membajak,
serta membuat 27 unit percobaan berukuran 6 m  5 m. Bibit ditanam pada unit
percobaan dengan jarak tanam 25 cm  25 cm sebanyak dua bibit per lubang
tanam. Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman maksimal 2 MSP, penyiangan
gulma, pengairan (mulai pindah tanam sampai 8 MSP secara berselang, fase
berbunga sampai pengisian benih lahan diairi 2-5 cm, dua minggu sebelum panen
sampai panen lahan dikeringkan), pemupukan (150 kg ha-1 SP-36 + 150 kg ha-1
NPK Phonska pada 1 MSP, 150 kg ha-1 NPK Phonska + 100 kg ha-1 Urea pada 4
MSP, 100 kg ha-1 Urea pada 8 MSP), dan pengendalian hama dengan pestisida
(bahan aktif saponin dengan dosis 20 kg ha -1 pada 1 MSP dan bahan aktif fipronil
21

dengan dosis 500 mL ha-1 pada 3, 6, dan 8 MSP). Panen dilakukan pada 15 MSP
dan hasil panen dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari mulai pukul 08.00
sampai 12.00 hingga diperoleh gabah kering giling (GKG [kadar air + 14%]).
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman, perkembangan
penyakit HDB, komponen hasil, dan mutu benih hasil produksi di lapangan.
Penghitungan komponen hasil menggunakan GKG. Benih merupakan gabungan
dari gabah bernas semua rumpun contoh pada setiap unit percobaan. Tolok ukur
pengamatan adalah sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman (cm) diukur pada tanaman padi yang telah dipindah
tanam ke sawah. Tinggi dihitung pada 1- 8 MSP. Pengukuran dilakukan pada
bagian pangkal batang sampai pucuk daun tertinggi setiap rumpun contoh.
2. Jumlah anakan per rumpun
Jumlah anakan setiap rumpun contoh dihitung pada 2, 4, 6, dan 8 MSP.
3. Bobot kering tanaman per rumpun
Pengukuran bobot kering tanaman per rumpun (g) dilakukan pada
lima rumpun yang dipilih secara acak (selain rumpun contoh) untuk setiap
unit percobaan. Bobot kering tanaman diamati pada 2, 4, 6 dan 8 MSP.
Tanaman dicabut sampai ke akarnya dan dibersihkan dari tanah yang melekat.
Tanaman yang sudah dibersihkan kemudian dioven dengan suhu 80 °C
selama 24 jam kemudian ditimbang bobotnya.
4. Kejadian penyakit HDB
Pengamatan dilakukan pada 5 dan 12 MSP. Tingkat kejadian (%)
dihitung berdasarkan persentase jumlah rumpun contoh yang menunjukkan
gejala HDB.
5. Keparahan penyakit HDB
Pengamatan dilakukan terhadap semua rumpun contoh pada 12 MSP.
Tingkat keparahan penyakit HDB diamati berdasarkan persentase luas daun
terserang dibandingkan luas total permukaan daun menggunakan tolok ukur
indeks keparahan. Perhitungan indeks keparahan dilakukan menurut Khaeruni
et al. (2014) melalui rumus berikut:
v
s ara a  100

Keterangan: n = jumlah tanaman dari tiap kategori serangan, v = kategori
serangan, N = jumlah tanaman yang diamati, Z = nilai kategori
tertinggi, kategori serangan= 0: tidak ada serangan, 1: skala
kerusakan 1–5%, 3: skala kerusakan 6-12%, 5: skala kerusakan
13-25%, 7: skala kerusakan 26–50%, 9: skala kerusakan > 50%
6. Bobot gabah total per rumpun
Bobot gabah total per rumpun (g) dilakukan dengan menimbang gabah
total (bernas dan hampa) yang dihasilkan setiap rumpun contoh.
7. Bobot gabah bernas per rumpun
Bobot gabah bernas per rumpun (g) dilakukan dengan menimbang
gabah bernas yang dihasilkan setiap rumpun.
22

8. Persentase gabah bernas


Persentase gabah bernas dihitung pada setiap unit percobaan dengan
rumus:
o ot ga a r as
rs tas ga a r as  100
o ot ga a tota
9. Bobot 1000 butir benih
Penghitungan bobot 1000 butir (g) dilakukan menurut ISTA (2014).
Setiap unit percobaan diambil secara acak sebanyak delapan ulangan (setiap
ulangan terdiri atas 100 butir benih [gabah bernas]). Setiap 100 butir benih
ditimbang dan dicatat hasilnya. Ragam, simpangan baku, dan koefisien
keragaman di hitung menggunakan rumus berikut:
∑ 2 ∑ 2
im a ga a u
1
Keterangan: N adalah ulangan, dan x adalah berat 100 butir tiap ulangan
im a ga a u √ agam ;
im a ga a u
o isi ragama  100
ata rata rat 100 utir

Benih padi tergolong chaffy grass seed, sehingga koefisien keragaman


tidak boleh lebih dari 6.0. Bobot 1000 butir ditetapkan dengan mengalikan
nilai rata-rata bobot 100 butir dari delapan ulangan dengan 10.
10. Daya berkecambah benih
Pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan metode uji kertas
digulung, didirikan dalam plastik pada suhu 25 oC, menggunakan empat
ulangan (setiap ulangan terdiri atas 100 butir benih) per unit percobaan.
Pengamatan dilakukan dua kali, yaitu pada 5 HST dan 14 HST. Kecambah
dikategorikan tumbuh normal apabila seluruh struktur penting seperti akar,
koleoptil, dan daun primer berkembang sempurna atau menunjukkan sedikit
kerusakan yang dapat diterima (ISTA 2014). Nilai daya berkecambah
dihitung menggunakan rumus berikut:

a a r am a  100
i a g ita am
Keterangan: KN I = Kecambah yang telah tumbuh normal pada hari
pengamatan pertama (5 HST). KN II = Kecambah yang telah
tumbuh normal pada hari pengamatan kedua (14 HST)
11. Indeks vigor benih
Pengujian indeks vigor benih dilakukan bersamaan dengan pengujian
daya berkecambah. Nilai indeks vigor dihitung dengan menggunakan rumus:
am a orma a a
s vigor  100
i a g ita am

12. Populasi Xoo terbawa benih


Uji kuantitatif bakteri terbawa benih diuji dengan menggunakan metode
grinding (Zamzami 2013) yang dimodifikasi. Sebanyak 10 g benih
23

disterilisasi permukaan dengan cara merendam benih selama 1 menit pada


larutan NaOCl 1%, kemudian dibilas dengan air steril tiga kali. Benih
kemudian digerus dan ditambahkan akuades steril 90 mL. Hasil gerusan
diinkubasi pada lemari pendingin (suhu sekitar 4 oC) selama 2 jam. Suspensi
yang terbentuk diencerkan secara bertingkat sampai 10-4. Kemudian suspensi
yang telah diencerkan dituangkan dan disebar merata sebanyak 100 μL ke
cawan petri yang telah berisi media yeast dextrose calcium carbonate agar.
Setelah diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar, koloni Xoo yang terbentuk
diamati dan dihitung jumlah koloni yang terbentuk (cfu).
um a o o i a g iamati  10
um a oo i fu g 1
i g at g ra a g igu a a

Data dianalisis dengan uji F dengan taraf kepercayaan 95%. Jika terdapat
pengaruh nyata terhadap tolok ukur pengamatan, dilakukan uji lanjut dengan
DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%.

Hasil dan Pembahasan

Percobaan Pendahuluan
Verifikasi ulang koleksi biakan bakteri
Biakan bakteri patogen dan agens hayati yang akan digunakan telah
dikoleksi beberapa tahun dan disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 4-6 oC.
Peremajaan bakteri sebelum digunakan dilakukan untuk memastikan bahwa
bakteri tersebut masih hidup dan mampu menggandakan diri. Hasil verifikasi
terhadap bakteri yang akan digunakan tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji verifikasi ulang koleksi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo), Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, dan Aeromonas
sp. F112
Jenis pengujian Hasil Keterangan
Menimbulkan gejala HDB
Uji patogenitas Xoo +
pada tanaman padi
Uji hipersensitifitas agens hayati
B. subtilis 5/B - Tidak menimbulkan
P. diminuta A6 - nekrosis pada daun
Aeromonas sp. F112 - tembakau yang diinokulasi
Pembentukan zona hambat agens hayati
terhadap Xoo
B. substilis 5/B +
P. diminuta A6 + Terbentuk zona hambat
Aeromonas sp. F112 pada media agar
+
Uji kompatibilitas rizobakteri Tidak terbentuk zona
+
hambat pada media agar
24

Biakan Xoo yang digunakan sebagai inokulum penyakit HDB masih bersifat
patogenik sehingga menyebabkan daun padi yang diinokulasi mengalami gejala
hawar setelah 48 jam inokulasi dilakukan. Daun padi yang diinokulasi pada
awalnya seperti tersiram air panas, lalu menjadi berwarna kuning kecoklatan dan
tampak mengering. Gejala tersebut berawal dari bagian yang diinokulasi,
kemudian memanjang ke arah pangkal daun.
Pengujian hipersensitifitas menunjukkan bahwa biakan B. subtilis 5/B, P.
diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 tidak bersifat patogenik terhadap tanaman
karena tidak menimbulkan gejala nekrosis pada bagian daun yang diinokulasi.
Pengujian hipersensitifitas sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa
agens hayati yang digunakan tidak mengganggu proses fisiologi dan
menyebabkan penyakit pada tanaman.
Zona hambat terjadi karena bakteri agens hayati memiliki mekanisme
tertentu untuk menghambat pertumbuhan Xoo. Hasil verifikasi menunjukkan
bahwa bakteri Xoo yang akan diaplikasikan sebagai patogen serta B. subtilis 5/B,
P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 sebagai agens hayati masih layak
digunakan.
Pengujian mutu benih sumber
Perubahan mutu benih dapat terjadi selama penyimpanan atau dalam
transportasi. Menurut Permentan No. 02 tahun 2014, daya berkecambah minimal
Benih Dasar yang akan digunakan sebagai benih sumber adalah 80%.
Hasil pengujian mutu benih menunjukkan bahwa benih sumber masih
memiliki nilai daya berkecambah diatas 80% (91%) dan indeks vigor tergolong
tinggi (86%). Hasil pengujian memberikan informasi bahwa benih tersebut layak
digunakan sebagai sumber perbanyakan benih. Populasi Xoo terbawa benih
diketahui sebesar 2.4 x 105 cfu g-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara alami
benih sumber telah terinfeksi Xoo.

Percobaan Utama
Kondisi umum
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Balai Besar Padi Instalasi
Kebun Percobaan Muara, Bogor dengan jenis tanah latosol pada ketinggian 250 m
dpl. Penanaman di lakukan awal sampai pertengahan musim hujan dengan curah
hujan per bulan 161 – 698 mm. Sistem pengairan di sawah adalah irigasi non
teknis. Kondisi lahan percobaan tidak homogen, dimana kelompok (ulangan ) III
terletak lebih rendah dibandingkan kelompok I dan II.
Hama yang banyak ditemui di lokasi penelitian adalah keong mas (Pomacea
canaliculata), belalang (Oxya sp.), walang sangit (Leptocorisa oratorius), wereng
hijau (Nephottetix sp.) dan burung (Lonchura sp., Ploceus sp.). Keong mas
memakan bagian tanaman dan pengaruhnya sangat terlihat pada minggu-minggu
awal bibit dipindah tanam ke sawah sehingga diperlukan penyulaman, terutama
pada bagian tepi unit percobaan. Belalang memakan daun-daun tanaman, namun
pengaruhnya tidak terlalu besar. Wereng hijau menghisap cairan dari daun dan
terdapat pada semua fase pertumbuhan tanaman, serta menjadi vektor penyebaran
virus tungro. Walang sangit merusak tanaman ketika mencapai fase berbunga
sampai masak susu dengan cara menghisap isi butiran gabah. Burung menyerang
saat fase masak susu sampai sebelum panen. Pengendalian terhadap organisme
25

pengganggu tanaman dilakukan secara manual atau kimiawi, kecuali bakterisida.


Pemasangan jaring hingga menutupi bagian atas dan samping lahan efektif
menghalau belalang dan burung. Pengendalian kimiawi dilakukan untuk
menangani hama yang sulit tertangani secara manual. Pestisida nabati dengan
bahan aktif saponin digunakan untuk menekan perkembangan keong mas,
sedangkan pestisida sintetik dengan bahan aktif fipronil diaplikasikan untuk
menekan perkembangan wereng hijau dan walang sangit.
Serangan penyakit yang utama adalah HDB dan tungro. Penyakit HDB dan
tungro ditemui pada pertanaman padi yang telah lebih dulu ditanam di sekitar
petak percobaan. Gejala serangan tungro adalah perubahan warna daun menjadi
kekuningan sampai jingga serta tanaman tumbuh kerdil. Pengendalian penyakit
tungro adalah mencabut tanaman sakit dan menekan populasi wereng hijau
dengan pestisida. Jarak antara pengendalian kimiawi dengan pemberian perlakuan
minimal 3 hari.

Percobaan 2a. Aplikasi agens hayati pada benih untuk memacu


pertumbuhan bibit di persemaian
Perlakuan benih sebelum tanam secara matriconditioning, dengan
bakterisida atau agens hayati B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6, meningkatkan
daya tumbuh benih, namun menghasilkan tinggi, panjang akar dan bobot kering
bibit yang tidak berbeda dibandingkan kontrol (Tabel 5).

Tabel 5 Daya tumbuh benih padi IR64 pada 14 HSS (hari setelah semai) dan
pertumbuhan bibit pada 19 HSS
Daya tumbuh Tinggi Panjang Bobot
Perlakuan benih benih bibit akar bibit kering bibit
(%) (cm) (cm) (g)
Kontrol 88b 22.60 7.33 0.14
Matriconditioning + 96a 20.73 8.49 0.13
Bakterisida
Biomatriconditining 95a 21.80 8.95 0.14
(matriconditioning +
B. subtilis 5/B +
P. diminuta A6)
Kk (%) 3.40 7.47 14.58 19.50
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan
Duncan’s Multiple Range Test a a α . Benih yang digunakan untuk semua
perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1
selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bahan aktif bakterisida adalah
streptomisin sulfat 20%. Pengamatan daya tumbuh berdasarkan 4 x 100 butir benih,
tinggi, panjang akar dan bobot kering tanaman berdasarkan 4 x 5 bibit pada setiap
unit percobaan. Kk = koefisien keragaman.

Hidrasi benih terkendali dapat mengaktifkan reaksi biokimia di dalam benih


benih secara perlahan sehingga benih lebih siap untuk berkecambah.
Matriconditioning yang diintegrasikan dengan hormon, pestisida, biopestisida
atau mikroba bermanfaat meningkatkan perkecambahan, mengurangi patogen
terbawa benih, meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Ilyas 2006).
Matriconditioning dengan air saja dapat meningkatkan daya berkecambah dan
26

kecepatan tumbuh benih, namun tidak mampu menurunkan keberadaan Xoo


terbawa benih (Rachmawati 2009). Peningkatan daya tumbuh dan keragaan bibit
padi karena aplikasi matriconditioning dengan bahan pelembab berupa suspensi
bakterisida berbahan aktif steptomisin sulfat 20% konsentrasi 0.2% atau suspensi
agens hayati B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 telah dilaporkan (Ilyas et al. 2008;
Yukti 2009; Budiman 2009, Rachmawati 2009; Agustiansyah et al. 2010, 2013b;
Lizansari 2013; Zamzami et al. 2014; Khodar et al. 2016).
Perlakuan benih sebelum tanam melalui biomatriconditioning memiliki
efektivitas yang sama dengan bakterisida dalam meningkatkan daya tumbuh benih
(14 HSS) di persemaian. Peningkatan daya tumbuh di lapangan mengindikasikan
adanya peningkatan vigor benih, yaitu kemampuan benih untuk berkecambah dan
tumbuh normal pada kondisi sub optimum. Benih yang cepat berkecambah dapat
beradaptasi lebih cepat terhadap lingkungan tumbuhnya sehingga dapat bertahan
dan tumbuh normal. Bibit yang dapat tumbuh normal diduga memiliki
kemampuan setara dalam menghadapi tekanan lingkungan dan menyerap nutrisi
di lapangan. Hal tersebut menyebabkan bibit yang mampu bertahan sampai waktu
pindah (19 HSS) tanam memiliki tinggi, bobot kering, dan panjang akar yang
tidak berbeda.

Percobaan 2b. Aplikasi agens hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman,


mengendalikan hawar daun bakteri dan meningkatkan
produksi benih padi di lapangan

Pengaruh kelompok terhadap jumlah anakan, bobot kering tanaman, dan


keparahan penyakit HDB di lapangan
Rancangan percobaan RAK di sawah digunakan untuk melihat pengaruh
kelompok terhadap tolok ukur pengamatan. Jumlah anakan 2, 4, 6 dan 8 MSP,
bobot kering tanaman 4, 6, dan 8 MSP serta keparahan penyakit 12 MSP pada
kelompok III memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kelompok I dan II
(Tabel 6).
Aliran air irigasi atau hujan mengalir dari kelompok I, II, dan menuju
kelompok III sehingga lahan kelompok III cenderung lebih basah atau tergenang
dibanding kelompok pertama dan kedua. Pada penelitian ini kelompok III
menunjukkan jumlah anakan per rumpun dan bobot kering tanaman lebih rendah
daripada kelompok I dan II. Sementara itu serta indeks keparahan penyakit HDB
lebih tinggi dibandingkan kelompok I dan II. Suplai air berlebihan mulai pindah
tanam sampai fase anakan maksimal mengurangi efisiensi pertumbuhan serta
meningkatkan perkembangan penyakit HDB. Menurut Sudir et al. (2012),
pertanaman padi dengan pengairan secara terus-menerus membentuk kondisi
lingkungan yang mendukung perkembangan HDB. Abdulrachman et al. (2013)
menambahkan bahwa pengairan berselang tergenang-kering pada lahan sawah
sejak bibit dipindah tanam sampai anakan maksimal berpengaruh positif untuk
mendukung pertumbuhan akar, meningkatkan absorpsi oksigen oleh akar, serta
menghambat penyakit HDB karena kelembaban lingkungan mikro berkurang.
27

Tabel 6 Pengaruh kelompok terhadap jumlah anakan dan bobot kering per
rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu setelah
pindah tanam) dan indeks keparahan penyakit hawar daun bakteri
(HDB) pada 12 MSP
Kelompok
Tolok ukur pengamatan Kk (%)
I II III
Jumlah anakan per rumpun
2 MSP 5.78a 5.74a 4.42b 15.31
4 MSP 20.08a 18.86ab 17.12b 7.91
6 MSP 25.63a 23.82ab 22.32b 10.54
8 MSP 26.33a 25.50a 21.88b 6.31
Bobot kering per rumpun (g)
2 MSP 1.59 1.74 1.69 13.61
4 MSP 3.41a 2.84ab 2.32b 20.87
6 MSP 16.35a 11.34b 8.63b 28.14
8 MSP 30.41a 33.47a 21.77b 28.63
Indeks keparahan penyakit HDB 23.13b 23.89b 31.48a 17.08
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test a a α . Benih
yang digunakan telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama
24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Pengamatan bobot kering berdasarkan
45 rumpun per kelompok (1 rumpun = 2 tanaman), keparahan penyakit berdasarkan
270 rumpun per kelompok. Keparahan penyakit = ∑(n  v) / (N  Z)  100%,
dimana n = jumlah tanaman dari tiap kategori serangan, v = kategori serangan, N =
jumlah tanaman yang diamati, Z = nilai kategori tertinggi, kategori serangan =
0: tidak ada serangan, 1: skala kerusakan 1–5%, 3: 6-12%, 5: 13-25%, 7: 26–50%,
9: > 50%. Kk = koefisien keragaman.

Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap pertumbuhan tanaman padi


Perlakuan biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P.
diminuta A6), perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6,
penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112, atau kombinasi perlakuan tidak
berpengaruh terhadap tinggi tanaman 2-8 MSP (Tabel 7). Keadaan ini
memperlihatkan hasil yang serupa dengan penelitian lapangan Lizansari (2013)
dan Khodar et al. (2016). Sementara itu perlakuan matriconditioning + B. subtilis
5/B + P. diminuta A6 berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman padi berumur
8 MSS di rumah kaca (Zamzami et al. 2014).
Jumlah anakan dan bobot kering tanaman pada 2, 4, 6, dan 8 MSP tidak
berbeda nyata antara semua perlakuan yang diberikan (Tabel 8 dan 9). Hal ini
sebanding dengan penelitian Lizansari (2013) dan Khodar et al. (2016). Penelitian
Zamzami et al. (2014) menginformasikan bahwa pada pengujian di rumah kaca,
perlakuan matriconditioning benih + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 atau
penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112 meningkatkan bobot kering
tanaman padi berumur 8 MSS.
28

Tabel 7 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,


perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap tinggi
tanaman padi IR64 pada 1-8 MSP (minggu setelah pindah tanam)
Tinggi tanaman (cm)
Perlakuan
2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP
Kontrol 30.93 40.20 48.30 55.00 61.40 68.27 76.60
Bakterisida 30.01 40.80 48.57 56.63 63.10 70.80 77.13
BM 30.35 40.77 50.03 58.07 65.17 72.10 77.33
RA 30.55 39.77 48.13 54.80 57.70 67.37 75.60
SD - - - - 64.93 71.23 77.03
BM + RA 31.20 42.03 51.43 58.63 61.27 67.80 77.10
BM + SD - - - - 63.60 72.13 78.80
RA + SD - - - - 61.83 69.70 76.23
BM + RA + SD - - - - 65.10 72.03 80.33
Kk (%) 2.74 3.91 3.09 4.54 6.35 4.10 4.65
Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi
dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC.
Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM =
biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA =
perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan
daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan
dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman).
Data perlakuan SD baru diperoleh pada 6 MSP (SD mulai dilakukan pada 60 HSS
atau sekitar akhir 5 MSP). Kk = Koefisien keragaman.

Tabel 8 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,


perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap jumlah anakan
per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu
setelah pindah tanam)
Jumlah anakan
Perlakuan
2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP
Kontrol 5.6 18.1 22.1 24.6
Bakterisida 5.5 19.5 27.5 26.4
BM 5.0 18.1 25.9 23.8
RA 4.9 17.7 21.9 25.6
SD - - 24.2 23.5
BM + RA 5.5 20.0 21.2 22.8
BM + SD - - 23.6 25.3
RA + SD - - 23.1 24.3
BM + RA + SD - - 25.7 24.7
Kk (%) 15.31 7.91 10.54 6.31
Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi
dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC.
Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM =
biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA =
perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan
daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan
dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman).
Data perlakuan SD baru diperoleh pada 6 MSP (SD mulai dilakukan pada 60 HSS
atau sekitar akhir 5 MSP). Kk = Koefisien keragaman.
29

Tabel 9 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,


perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap bobot kering
per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu
setelah pindah tanam)
Bobot kering (g)
Perlakuan
2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP
Kontrol 1.65 2.34 9.84 22.31
Bakterisida 1.46 2.94 10.30 26.35
BM 1.67 3.13 12.22 31.64
RA 1.81 2.55 10.10 24.16
SD - - 13.86 35.64
BM + RA 1.79 3.30 12.44 23.58
BM + SD - - 15.98 35.05
RA + SD - - 11.96 27.72
BM + RA + SD - - 12.28 30.48
Kk (%) 13.61 20.87 28.14 28.63
Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi
dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC.
Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM =
biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA =
perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan
daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan
dilakukan terhadap 5 rumpun selain rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun =
2 tanaman). Data perlakuan SD baru diperoleh pada 6 MSP (SD mulai dilakukan
pada 60 HSS atau sekitar akhir 5 MSP). Kk = Koefisien keragaman.

Semua metode aplikasi agens hayati pada penelitian ini tidak memberikan
perbedaan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi. Pertumbuhan tanaman
sampai 8 MSP lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti yang telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya. Hal tersebut berdampak pada fase generatif
dimana jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata pada semua perlakuan
(Tabel 10). Meskipun demikian, semua perlakuan aplikasi agens hayati dan
bakterisida memiliki jumlah anakan produktif lebih tinggi dibandingkan kontrol
dengan kisaran peningkatan 6.3-18.2%. Kecenderungan peningkatan jumlah
anakan produktif karena perlakuan agens hayati melalui perlakuan benih dan
pernyemprotan daun juga ditunjukkan oleh Khodar et al. (2016).
Menurut Agustiansyah et al. (2013a), B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6
dapat melarutkan fosfat serta menghasilkan siderofor dan IAA sehingga
berpotensi memacu pertumbuhan tanaman. Aeromonas sp. F112 juga diketahui
menghasilkan IAA. Peningkatan pertumbuhan tanaman tidak nyata dibandingkan
kontrol pada penelitian ini. Hal tersebut mengindikasikan aktivitas agens hayati
tersebut hanya memberi sedikit pengaruh terhadap tanaman.
30

Tabel 10 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui melalui biomatriconditioning


benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap
terhadap jumlah anakan produktif per rumpun tanaman padi IR64
pada 12 MSP (minggu setelah pindah tanam)
Jumlah anakan Peningkatan jumlah anakan
Perlakuan
produktif produktif terhadap kontrol (%)a
Kontrol 15.9 0.0
Bakterisida 18.8 18.2
BM 17.6 10.7
RA 18.2 14.5
SD 17.6 10.7
BM + RA 16.9 6.3
BM + SD 18.2 14.5
RA + SD 17.3 8.8
BM + RA + SD 17.4 9.4
Kk (%) 6.27
Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi
dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC.
Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM =
biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA =
perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan
daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan
dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman).
Kk = Koefisien keragaman. Peningkatan jumlah anakan produktif = (jumlah anakan
produktif perlakuan-jumlah anakan produktif kontrol)/ jumlah anakan produktif
kontrol  100%. a = tidak dilakukan uji F.

Penyakit hawar daun bakteri di lapangan


Semangun (2004) menginformasikan bakteri penyebab HDB menginfeksi
melalui luka pada daun dan akar, hidatoda, serta luka akibat gesekan daun atau
infasi serangga. Pada varietas rentan, gejala bersifat sistemik dan mirip gejala
terbakar. Penyakit HDB sangat mudah menular saat di pertanaman. Eksudat
bakteri sering keluar ke permukaan daun pada pagi hari saat cuaca lembab, dan
mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat
ini merupakan sumber penularan yang efektif. Pengendalian HDB di lapangan
sulit dilakukan. Rachmawati (2009) melaporkan serangan HDB di areal
pertanaman empat varietas padi BB Padi Sukamandi. Pertanaman varietas IR64
memiliki keparahan 90.5% dan kejadian 93.75%, sementara itu keparahan dan
kejadian pada varietas Ciherang, Cibogo dan Mekongga yang tergolong varietas
resisten berturut-turut adalah 89.9 dan 87.5, 85.40 dan 81.25%, serta 66.9 dan
62.50%.
Pengendalian patogen merupakan salah satu mekanisme PGPR (plant
growth promoting rhizobacteria) untuk mendukung pertumbuhan tanaman
(Kerkeni et al. 2008; Singh et al. 2011; Ahemad dan Kibret 2014). Pengujian
laboratorium pada media agar menunjukkan B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan
Aeromonas sp. F112 dapat menghambat pertumbuhan Xoo (Yukti 2009;
Agustiansyah 2013a; Zamzami et al. 2014). Aktivitas agens hayati yang dapat
menghambat perkembangan Xoo adalah produksi HCN dan siderofor pada P.
diminuta A6, serta siderofor pada B. subtilis 5/B (Agustiansyah 2013a).
31

Informasi mengenai perkembangan penyakit HDB di lapangan tertera pada


Tabel 11. Pada penelitian ini, penyakit HDB tidak banyak ditemui saat tanaman
berada dalam fase vegetatif, dan berkembang saat fase generatif. Menurut Mew
(1989) gejala hawar dapat terjadi pada seluruh fase pertumbuhan, namun
umumnya dimulai sejak fase anakan maksimal sampai pemasakan (maturity).

Tabel 11 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,


perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap kejadian dan
indeks keparahan penyakit HDB tanaman padi IR64 pada 5 dan 12
MSP (minggu setelah pindah tanam)
Kejadian penyakit (%) Indeks keparahan penyakit (%)
Perlakuan
5 MSP 12 MSP 5 MSP 12 MSP
Kontrol 5.00 (2.38) 100 0.62 (1.27) 31.1
Bakterisida 2.22 (1.72) 100 0.25 (1.11) 24.7
BM 2.78 (1.90) 100 0.31 (1.14) 27.9
RA 2.23 (1.78) 100 0.50 (1.22) 21.0
SD - 100 - 26.2
BM + RA 0.62 (1.23) 100 0.12 (1.06) 27.7
BM + SD - 100 - 27.9
RA + SD - 100 - 26.7
BM + RA + SD - 100 - 24.0
Kk (%) 76.43(28.20) 0.00 73.45 (9.50) 17.08
Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi
dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC.
Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM =
biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA =
perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan
daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan
dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman).
Kejadian penyakit = (jumlah tanaman bergejala/ jumlah tanaman yang diamati) 
100%, keparahan penyakit = ∑(n  v) / (N  Z)  100%, dimana n = jumlah tanaman
dari tiap kategori serangan, v = kategori serangan, N = jumlah tanaman yang diamati,
Z = nilai kategori tertinggi, kategori serangan= 0: tidak ada serangan, 1: skala
kerusakan 1–5%, 3: 6-12%, 5: 13-25%, 7: 26–50%, 9: > 50%. Data perlakuan SD
baru diperoleh pada 6 MSP (SD mulai dilakukan pada 60 HSS atau sekitar akhir 5
MSP). Kk = Kofisien keragaman. Angka dalam kurung = hasil transformasi (x+1).

Aplikasi B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 tidak


nyata menurunkan tingkat kejadian dan indeks keparahan penyakit HDB
dibandingkan kontrol pada 5 dan 12 MSP (Tabel 11). Menurut Reddy dan Yin
(1989), gejala HDB yang timbul dipengaruhi oleh inokulum awal dan kemampuan
menggandakan diri pada tanaman. Mew (1987) melaporkan inokulum dengan
populasi 104-106 cfu mL-1 diperlukan bagi Xoo untuk menimbulkan gejala.
Kondisi cuaca dengan curah hujan, jumlah hari hujan, dan kelembaban udara yang
tinggi di lapangan selama penelitian (Lampiran 4) sangat mendukung
perkembangan penyakit HDB. Tingkat kejadian penyakit mencapai 100% pada
semua perlakuan, menunjukkan semua tanaman yang diamati memiliki gejala
HDB. Semua perlakuan agens hayati menunjukkan penurunan tingkat keparahan
dibandingkan kontrol, namun tidak sampai pada taraf yang nyata. Hal ini
32

menunjukkan agens hayati yang diaplikasikan tidak mampu mengendalikan


perkembangan HDB secara optimal.

Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap komponen hasil padi


Komponen hasil diukur pada kadar air gabah 13.8% (GKG). Bobot total
gabah dan bobot gabah bernas tidak berbeda nyata pada semua perlakuan (Tabel
12).

Tabel 12 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,


perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap terhadap
komponen hasil per rumpun tanaman padi IR64
Peningkatan
Bobot total Bobot gabah Persentase
bobot gabah
Perlakuan gabah bernas bobot gabah
bernas terhadap
(g) (g) bernas (%)
kontrol (%)a
Kontrol 33.89 30.05 88.6abc 0.0
Bakterisida 36.59 31.53 85.9c 4.9
BM 38.85 35.40 91.1a 17.8
RA 35.04 30.38 86.7bc 1.1
SD 35.01 31.66 90.3a 5.4
BM + RA 34.22 30.17 88.2abc 0.3
BM + SD 37.65 33.09 87.9abc 10.1
RA + SD 35.59 32.02 90.0a 6.6
BM + RA + SD 38.49 34.30 89.2ab 14.2
Kk (%) 11.49 12.12 1.87
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test a a α %. Benih
yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam
suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC.
Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM =
biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA =
perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan
daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan
dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman).
Peningkatan gabah bernas terhadap kontrol = (produksi gabah bernas perlakuan –
produksi gabah bernas kontrol)/produksi gabah bernas kontrol  100%. a = tidak
dilakukan uji F.

Tingkat keparahan penyakit HDB memiliki hubungan negatif dengan


pengisian benih tanaman padi (Rajarajeswari dan Muralidharan 2006) dan apabila
penularan terjadi pada saat tanaman berbunga maka gabah tidak terisi penuh
bahkan hampa (Sudir et al. 2012). Gabah bernas disetarakan dengan benih. Hasil
penghitungan korelasi antara keparahan penyakit 12 MSP dengan pembentukan
benih pada penelitian ini sangat kecil, yaitu -0.02. Hal ini disebabkan semua
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap indeks keparahan penyakit dan bobot
gabah bernas yang dihasilkan. Persentase bobot gabah bernas terhadap bobot total
gabah memberikan pengaruh yang berbeda (Tabel 12), namun secara umum
perlakuan agens hayati tidak berbeda nyata dengan bakterisida atau kontrol.
Perlakuan biomatriconditioning meningkatkan produksi gabah bernas paling
tinggi terhadap kontrol (17.8%). Jarak tanam 25 cm  25 cm diasumsikan
33

menghasilkan 160 000 rumpun dalam 1 hektar (ha), sehingga estimasi potensi
produksi benih dengan perlakuan biomatriconditioning adalah 5.664 ton ha-1
(kontrol 4.808 ton ha-1). Peningkatan produksi benih yang dihasilkan sebesar
0.856 ton ha-1. Peningkatan produksi benih melalui biomatriconditioning juga
diperlihatkan pada penelitian Zamzami et al. (2014) dan Khodar et al. (2016).
Aplikasi agens hayati Bacillus dan Pseudomonas pada tanaman berpengaruh
positif terhadap hasil panen karena mampu meningkatkan nutrisi tersedia dalam
tanah dan mengendalikan penyakit tanaman (Egamberdiyeva 2007; Khan et al.
2009; Zhang et al. 2010).

Mutu benih padi hasil produksi di lapangan


Kementerian Pertanian RI (2015) melalui Kepmentan No. 355 tahun 2015
menetapkan standar mutu lapangan dan laboratorium dalam sertifikasi benih bina
tanaman pangan. Pedoman sertifikasi tersebut belum menetapkan standardisasi
serangan hama dan penyakit dalam sertifikasi benih padi, seperti intensitas
penyakit HDB di lapangan dan populasi Xoo terbawa benih.
Semua aplikasi agens hayati terhadap tanaman tidak nyata meningkatkan
bobot 1000 butir dan daya berkecambah benih, namun nyata meningkatkan indeks
vigor benih hasil produksi dibandingkan kontrol atau bakterisida (Tabel 13).

Tabel 13 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih,


perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap mutu benih
padi IR64 hasil produksi di lapangan
Bobot 1000 Indeks Daya Populasi Xoo
Perlakuan butir vigor berkecambah terbawa benih
(g) (%) (%) ( cfu g-1)
Kontrol 28.770 72.7b 84.3 4.6  106 (6.53)
Bakterisida 28.873 75.7b 84.3 1.9  106 (6.27)
BM 29.450 81.7a 87.7 2.3  106 (6.35)
RA 28.978 81.0a 87.0 1.5  106 (6.14)
SD 29.251 80.7a 86.7 1.5  106 (6.16)
BM + RA 29.073 81.7a 85.3 1.8  106 (6.26)
BM + SD 29.021 81.7a 90.7 2.1  106 (6.30)
RA + SD 28.900 82.0a 88.7 2.2  106 (6.32)
BM + RA + SD 29.474 84.0a 89.7 2.0  106 (6.27)
Kk (%) 1.82 3.45 3.54 68.29 (3.42)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test a a α %. Benih
yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam
suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC.
Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM =
biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA =
perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan
daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Benih hasil
panen diperoleh dari 30 rumpun contoh per unit percobaan. Analisis bobot 1000
butir berdasarkan 8 x 100 butir, indeks vigor dan daya berkecambah berdasarkan 4 
100 butir, dan Xoo terbaawah benih 10 g benih per unit percobaan. Angka dalam
kurung adalah hasil transformasi log (x). Angka dalam kurung = hasil transformasi
log (x). Kk = Koefisien keragaman.
34

Indeks vigor merupakan salah satu tolok ukur pengujian vigor yang lebih
sensitif untuk menginformasikan mutu benih. Persentase kecambah normal pada
pengamatan pertama (indeks vigor) dapat digunakan sebagai estimasi daya
tumbuh di lapangan pada benih buncis (Kolasinska et al. 2000), serta memiliki
korelasi yang tinggi dengan daya tumbuh di lapangan pada benih kedelai
(Santorum et al. 2013) dan kacang tanah (Bajpai et al. 2015). Vigor awal benih
merupakan faktor yang ikut menentukan keberhasilan pertanaman generasi
berikutnya. Penggunaan benih padi dengan indeks vigor yang tinggi
meningkatkan bobot gabah bernas per rumpun (Yukti 2009; Fiana 2010). Vigor
benih dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari benih masih berada di tanaman
induk, pemanenan, pengolahan, dalam transportasi sampai sebelum tanam (Ilyas
2012). Agustiansyah (2013b) melaporkan biomatriconditioning benih dengan B.
subtilis 5/B + P. diminuta A6 meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi di
lapangan. Permatasari (2015) melaporkan perlakuan matriconditioning benih
cabai merah dengan Pseudomonas kelompok fluorescens dilanjutkan
penyemprotan daun dengan agens hayati yang sama meningkatkan indeks vigor
benih hasil produksi. Pada penelitian ini, perlakuan agens hayati B. subtilis 5/B, P.
diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 dalam proses produksi di lapangan diduga
memiliki peran dalam pembentukan vigor awal benih hasil produksi padi.
Populasi Xoo terbawa benih pada perlakuan kontrol, bakterisida, serta
semua metode aplikasi agens hayati tidak berbeda nyata (Tabel 13). Hal ini
mengindikasikan aplikasi agens hayati tidak efektif menghilangkan atau
menurunkan Xoo terbawa benih. Bakteri Xoo dapat menginfeksi tanaman secara
sistemik (Mew 1989; Agarwal dan Sinclair 1996), dan ditemukan pada benih yang
dipanen dari tanaman padi yang terserang HDB di lapangan (Zamzami et al.
2014). Tingkat kejadian dan keparahan penyakit HDB tanaman tidak berbeda
nyata pada semua perlakuan yang diuji (Tabel 11). Keadaan tersebut
menyebabkan semua perlakuan tersebut juga tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap populasi Xoo terbawa benih.

Kesimpulan

1. Perlakuan benih sebelum tanam dengan biomatriconditioning


(matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6) memiliki efektivitas
yang tidak berbeda dengan matriconditioning + bakterisida (streptomisin
sulfat) dalam meningkatkan daya tumbuh benih IR64 14 HSS di persemaian
(95 dan 96%) dibandingkan kontrol (88%).
2. Perlakuan benih sebelum tanam dengan biomatriconditioning dan
matriconditioning + bakterisida belum efektif meningkatkan tinggi, panjang
akar, dan bobot kering bibit saat akan dipindah tanam (19 HSS).
3. Semua aplikasi agens hayati (biomatriconditioning, perendaman akar bibit
sebelum pindah tanam dalam suspensi B. subtilis 5/B + P. diminuta A6,
penyemprotan daun dengan suspensi Aeromonas sp. F112, serta kombinasi
dua dan tiga perlakuan tersebut) belum efektif meningkatkan pertumbuhan
tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot kering tanaman, jumlah
anakan produktif), ataupun menurunkan intensitas penyakit HDB (kejadian
35

dan indeks keparahan) di lapangan dibandingkan matriconditioning +


bakterisida dan kontrol.
4. Semua aplikasi agens hayati belum efektif meningkatkan komponen hasil
(bobot total gabah, bobot gabah bernas) dan hampir semua tolok ukur mutu
benih yang dihasilkan (bobot 1000 butir, daya berkecambah, dan populasi
Xoo terbawa benih), dibandingkan matriconditioning + bakterisida dan
kontrol.
5. Aplikasi biomatriconditioning terhadap benih sebelum semai memberikan
peningkatan produksi benih padi paling tinggi (17.8% dari kontrol)
dibandingkan perlakuan lainnya, walaupun tidak berbeda nyata.
6. Semua aplikasi agens hayati efektif meningkatkan indeks vigor benih hasil
produksi (80.7-84.0%) dibandingkan kontrol (72.7%) dan matriconditioning
+ bakterisida (75.7%).
PEMBAHASAN UMUM

Aplikasi agens hayati sesuai dengan prinsip pertanian berkelanjutan.


Pertanian berkelanjutan adalah suatu sistem budidaya terintegrasi yang
mengutamakan pengendalian hayati untuk mengatasi masalah hama dan penyakit,
lebih mengelola lingkungan kehidupan, dan meminimalkan aplikasi senyawa
kimia sehingga memperkecil potensi gangguan keseimbangan biologi (Sinaga
2009).
Pemanfaatan bakteri sebagai agens hayati disebabkan kemampuan bakteri
untuk berasosiasi dengan tanaman. Bakteri agens hayati dapat memacu
pertumbuhan tanaman dengan mekanisme langsung atau tidak langsung melalui
pengendalian penyakit. Mekanisme langsung terjadi melalui fiksasi nitrogen,
pelarutan fosfat, serta produksi siderofor, fitohormon, dan 1-aminocyclopropane-
1-carboxylate deaminase, sedangkan mekanisme tidak langsung melalui produksi
antibiotik, HCN, dan siderofor, kompetisi ekologi niche (lingkungan tumbuh), dan
induksi ketahanan sistemik (Compant et al. 2005; Choudhary dan Johri 2009;
Martinez-Viveros et al. 2010; Glick 2012; Ahemat dan Kibret 2014).
Penelitian rizobakteri genera Bacillus dan Pseudomonas sebagai agens
hayati telah banyak dilakukan. Inokulasi bakteri P. alcaligenes PsA15 dan
B. polymyxa pada jagung menstimulasi pertumbuhan tanaman pada tanah dengan
defisiensi hara (Egamberdiyeva 2007). Beberapa strain PGPR Bacillus sp.
mengurangi tingkat keparahan Phytoptora blight di rumah kaca pada pertanaman
labu (Zhang et al. 2010). Aplikasi P. fluoroscens strain PDY7 sebagai biofertilizer
untuk merangsang pertumbuhan tanaman padi dan mengendalikan HDB karena
mengandung senyawa antibakteri dengan bahan aktif 2,4-diacetylphloroglucinol
yang efektif terhadap Xoo (Velusamy et al. 2013). Bacillus sp. CKD061 dan P.
fluorescens PG01 meningkatkan kualitas benih dan pertumbuhan tanaman sorgum
(Sutariati dan Khaeruni 2013). Aplikasi formula spora B. subtilis B12 dapat
menekan penyakit HDB hingga 21% (Wartono et al. 2014). Bakteri B. subtilis 5/B
dan P. diminuta A6 telah digunakan oleh Agustiansyah et al. (2011; 2013a;
2013b), Zamzami et al. (2014), Lizansari (2013) dan Khodar et al. (2016) dalam
rangka pengendalian penyakit HDB pada produksi benih padi.
Seleksi yang dilakukan oleh Zamzami (2013) dari daun tanaman padi
menghasilkan bakteri dengan kode isolat F112 yang berpotensi untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dan mengendalikan Xoo. Identifikasi
yang dilakukan menginformasikan bahwa bakteri tersebut merupakan jenis
Aeromonas sp. Genus Aeromonas juga ditemukan di rizosfir tanaman (Inbar dan
Chet 1991; García-Gutiérrez et al. 2012; Aarab et al. 2015; Ariawan et al. 2015;
Naureen et al. 2015). Aeromonas sp. F112 memiliki sifat memproduksi IAA
namun tidak memproduksi HCN. Sifat ini sama dengan A. media, A.
allosaccharophilla dan A. hydrophilla (Aarab et al. 2015). Kemampuan kelompok
Aeromonas lainnya adalah menghasilkan enzim kitinase (Inbar dan Chet 1991;
Naureen et al. 2015), pelarut fosfat dan siderofor (Aarab et al. 2015).
Karakteristik Aeromonas sp. F112 yang memproduksi fitohormon IAA dan tidak
patogenik pada tanaman membuat bakteri ini berpotensi untuk dikembangkan
sebagai agens hayati.
37

Bakteri yang dimanfaatkan sebagai agens hayati harus memiliki kemampuan


menghasilkan senyawa yang mendukung pertumbuhan tanaman atau menghambat
perkembangan patogen. Aeromonas sp. F112, B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6
menghasilkan IAA. Secara umum IAA mempengaruhi pembelahan, pemanjangan,
dan diferensiasi sel tanaman, menstimulasi perkecambahan benih dan umbi,
meningkatkan perkembangan xilem dan akar, mengendalikan proses pertumbuhan
vegetatif, menginisiasi pembentukan akar lateral dan adventif, mediator respon
terhadap cahaya, mempengaruhi fotosintesis, pembentukan beragam metabolit,
serta resistansi terhadap kondisi stres (Glick 2012). Menurut Dick (2013) tujuan
rizobakteria memproduksi fitohormon seperti IAA belum diketahui secara pasti,
namun diduga untuk menstimulasi eksudat akar yang lebih banyak dari
pertumbuhan akar. Hubungan yang saling menguntungkan terjadi antara tanaman
dengan rizobakteri. Menurut Ahemad dan Kibret (2014), IAA yang dihasilkan
bakteri meningkatkan panjang dan luas permukaan akar sehingga memberikan
akses yang lebih besar bagi tanaman untuk menyerap nutrisi dari tanah.
Kemampuan B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 sebagai pelarut fosfat dan
penghasil siderofor turut mendukung perkecambahan dan pertumbuhan tanaman.
Mekanisme pelarutan fosfat oleh agens hayati meningkatkan fosfor (P) tersedia
bagi tanaman. Unsur P berguna dalam perkembangan akar, kekuatan batang,
pembentukan bunga dan benih, produksi, dan resistensi terhadap penyakit (Khan
et al. 2009). Produksi siderofor oleh agens hayati menyebabkan terbatasnya unsur
besi (Fe) dalam tanah bagi patogen. Jumlah Fe yang terbatas akan menurunkan
kemampuan proliferasi patogen. Selain itu, kompleks Fe-siderofor dapat diserap
oleh tanaman sehingga mampu meningkatkan jumlah klorofil, meningkatkan
ketahanan terhadap stres lingkungan, dan memacu pertumbuhan tanaman (Glick
2012).
Aplikasi biomatriconditioning benih nyata meningkatkan daya tumbuh di
persemaian. Tahap perkembangan selanjutnya, tidak ditemukan pengaruh agens
hayati yang nyata terhadap pertumbuhan dan komponen produksi. Pengaruh
kelompok terlihat pada pertumbuhan tinggi dan bobot kering tanaman sampai 8
MSP, namun tidak pada hasil. Hal ini diduga karena pengairan lahan saat tanaman
mulai berbunga sampai pengisian benih dilakukan secara kontinyu (tidak secara
berselang) dan merata pada semua kelompok. Ketersediaan air yang cukup pada
tahap perkembangan tersebut memberikan kondisi optimal bagi pembentukan
benih.
Semua perlakuan aplikasi agens hayati yang diuji tidak berpengaruh nyata
dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan pengendalian penyakit HDB
dibandingkan kontrol ataupun perlakuan bakterisida. Menurut Agrios (2005), lima
faktor yang mempengaruhi epidemi penyakit tanaman adalah lingkungan yang
sesuai, patogen yang virulen, tanaman inang yang rentan, waktu, dan tindakan
manusia. Sumber inokulum Xoo pada penelitian ini selain berasal dari benih, juga
berasal dari lingkungan percobaan. Curah hujan dan kelembaban relatif yang
tinggi selama percobaan dilakukan sangat mendukung perkembangan dan
penyebaran penyakit HDB secara alami.
Kombinasi aplikasi agens hayati B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan
Aeromonas sp. F112 tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan perlakuan tunggal. Jeyalakshmi et al. (2010) melaporkan pada sistem
penanaman benih langsung tanaman padi, kombinasi aplikasi formula agens
38

hayati P. fluorescens melalui perlakuan benih, aplikasi di tanah pada 30 HSS, dan
penyemprotan daun pada 60 dan 75 HSS sangat efektif mengendalikan HDB dan
meningkatkan hasil. Pada penelitian ini, biomatriconditioning benih dengan
B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 memberikan peningkatan gabah bernas paling
tinggi, yaitu 17.81% dibandingkan kontrol. Selain pada padi, efektivitas
biomatriconditioning yang diintegrasikan dengan bakteri agens hayati mampu
meningkatkan hasil pada beberapa tanaman seperti cabai (Sutariati dan Saufan
2012), sorgum (Sutariati dan Khaeruni 2013), kacang bambara (Ilyas dan Sopian
2013), dan tomat (Sutariati et al. 2014). Menurut Kado (2010), pengendalian
hayati paling efektif diaplikasikan pada benih atau propagul vegetatif. Selain itu,
jumlah inokulum agens hayati yang dibutuhkan juga lebih sedikit dibandingkan
dengan aplikasi pada tanaman di lapangan.
Semua metode aplikasi agens hayati meningkatkan indeks vigor benih hasil
produksi, namun tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir, daya berkecambah,
dan populasi Xoo terbawa benih. Indeks vigor merupakan indikator mutu fisiologi
benih yang lebih sensitif dibandingkan daya berkecambah (Marcos-Filho 2015).
Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh positif agens hayati yang diaplikasikan
pada tanaman induk terhadap vigor benih yang dihasilkan.
Secara umum B. subtilis 5/B, P. diminuta A6, dan Aeromonas sp. F112
belum mampu berperan optimal sebagai agens hayati di lapangan meskipun hasil
pengujian laboratorium dan rumah kaca dilaporkan menunjukkan potensi yang
cukup baik untuk mengendalikan Xoo dan meningkatkan pertumbuhan tanaman
padi (Yukti 2009; Agustiansyah et al. 2010, 2011, 2013a, 2013b; Zamzami et al.
2014). Menurut Cummings (2009) serta Ahemad dan Kibret (2014), potensi yang
ditunjukkan agens hayati pada pengujian skala laboratorium atau rumah kaca
tidak selalu memberikan hasil yang sama pada pengujian di lapangan. Aplikasi
agens hayati di lapangan seringkali memberikan hasil yang tidak konsisten karena
lingkungan biotik dan abiotik sangat berpengaruh terhadap aktivitas agens hayati
sehingga berpengaruh terhadap hasil.
Introduksi agens hayati membutuhkan proses adaptasi dan dukungan teknik
budidaya secara terpadu. Secara alami, ekosistem tempat tanaman tumbuh telah
membentuk keseimbangan. Rizosfir merupakan wilayah penyebaran, kompetisi
tinggi dan ekologi kompleks bagi mikroorganisme, baik yang menguntungkan
atau merugikan bagi tanaman (Compant et al. 2005). Kendala pemanfaatan agens
hayati adalah terbatasnya pengetahuan mengenai faktor-faktor ekologi yang
menentukan kemampuan bertahan dan aktivitasnya di lapangan. Permasalahan
umum penelitian PGPR adalah kesulitan dalam memonitor kerapatan sel bakteri
agens hayati yang diintroduksi untuk mengkorfimasi efektivitas inokulasi yang
dilakukan (Martínez-Viveros et al. 2010; Saini et al. 2015). Keragaman mikrobial
yang tinggi, kerapatan, aktivitas metabolik, dan kompetisi yang terjadi di rizosfir
menunjukkan sistem penyangga biologi (biological buffering) tangguh yang
umumnya membatasi perkembangan mikroorganisme yang diintroduksi ke suatu
wilayah rizosfir (Weller 2007). Sementara itu, paparan sinar ultra violet dan
dinamika tingkat kelembaban area filosfir merupakan permasalahan aplikasi agens
hayati melalui daun (Efri et al. 2009). Aplikasi agens hayati di lapangan seringkali
memberikan hasil yang tidak konsisten (Cummings, 2009; Ahemad dan Kibret,
2014), namun penelitian di lapangan adalah tahap yang harus dilakukan untuk
menguji efektivitas agens hayati pada kondisi lingkungan sebenarnya.
KESIMPULAN UMUM

Biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6)


merupakan metode perlakuan agens hayati paling aplikatif. Perlakuan benih ini
efektif meningkatkan daya tumbuh benih di persemaian, meningkatkan indeks
vigor benih hasil produksi, serta memberikan peningkatan produksi benih paling
tinggi di antara metode aplikasi lainnya meskipun tidak efektif mengendalikan
penyakit HDB.
DAFTAR PUSTAKA

Aarab S, Ollero JV, Megias M, Laglaoui A, Bakkali M, Arakrak A. 2015.


Isolation and screening of bacteria from rhizospheric soils of rice fields in
Northwestern Morocco for different plant growth promotion (PGB)
activities: an in vitro study. Int J Current Microbiol Appl Sci. 4(1):260-269.
Abdulrachman S, Mejaya MJ, Sasmita P, Guswara A. 2014. Petunjuk Teknis
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Ed.
Suharna. Jakarta (ID): Balitbang Kementerian Pertanian.
Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Principles of Seed Pathology 2nd. Florida (US):
CRC Press.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology 5rd Ed. Burlington (US): Elsevier Academic
Press.
Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2010. Pengaruh perlakuan benih
secara hayati pada benih padi terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae
terhadap mutu benih dan pertumbuhan bibit. J Agron Indonesia. 38(3):185-
190.
Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2011. Pengaruh perlakuan benih
dengan agens hayati terhadap pertumbuhan, hasil padi, dan pengendalian
penyakit HDB di rumah kaca. J Agrotropika.16(2):84-90.
Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2013a. Karakterisasi rizobakteri
yang berpotensi mengendalikan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. J HPT Tropika.13(1):42-51.
Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2013b. Perlakuan benih dengan
agen hayati dan pemupukan P untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman,
hasil, dan mutu benih padi. J Agron Indonesia. 41 (2): 98 – 104.
Ahemad M, Kibret M. 2014. Mecanisms and applications of plantgrowth
promoting rhizobacteria: current perspective. J King Saud Univ Sci. 26:1-
20.
Ariawan IWG, Suprapta DN, Suniti NW. 2015. Pemanfaatan Aeromonas
hydrophila untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada beberapa
varietas sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench). E-Jurnal
Agroekoteknol Trop. 4(2):81-92.
Bajpai R, Singh P, Singh PD. 2015. Study on seed vigour and their correlation to
field emergence in groundnut (Arachis hypogaea L.) genotypes. Indian J
Research. 4:455-457.
Budiman C. 2009. Pengaruh perlakuan pada benih padi (Oryza sativa Linn.) yang
terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap pertumbuhan tanaman
dan hasil padi di rumah kaca [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Brighigna L, Montaini P, Favilli F, Trejo AC. 1992. Role of the nitrogen-fixing
bacterial microflora in the epiphytism of tillandsia (Bromeliaceae).
American J Botany. 79(7): 723-727.
Cappuccino JG, Sherman N. 1983. Microbiology: a laboratory manual.
Massachussets (US): Addison-Wesley Publishing Company.
Cheng J, Park SB, Kim SH, Yang SH, Suh JW, Lee CH, Kim JG. 2015.
Suppressing activity of staurosporine from Streptomuces sp. MJM4426
againts rice bacterial blight disease. J Appl Microbiol. 120:975-985.
41

Choudhary DK, Johri BN. 2009. Interactions of Bacillus spp. and plants with
special reference to induced systemic resistance (ISR). Microbiological
Research 164: 493-51.
Compant S, Duffy B, Nowak J, Clement C, Barka EA. 2005. Use plant growth-
promoting bacteria for biocontrol of plant disease: principles, mechanisms
of action, and future prospects. Appl Environm Microbiol. 71(9):4951-
4959.doi:10.1128/AEM.71.9.4951-4959.2005.
Cummings SP. 2009. The application of plant growth promoting rhizobacteria
(PGPR) in low input and organic cultivation of graminaceous crops:
potential and problems. Environmental Biotechnol. 5(2):43-50.
Dick RP. 2013. Manipulation of beneficial microorganisms in crop rhizospheres.
Di dalam: Microbial ecology in sustainable agroecosystems. Ed. Cheeke TE,
Coleman DC, Wall DH, editor. New York (US): CRC Press.
Efri, Prasetyo J, Suharjo R. 2009. Skrining dan uji antagonisme jamur
Trichoderma harzianum yang mampu bertahan di tanaman jagung. J HPT
Trop. 9(2):121-129.
Egamberdiyeva D. 2007. The effect of plant growth promoting bacteria on growth
and nutrient uptake of maize in two different soils. Appl Soil Ecol. 36:184–
189.doi:10.1016/j.apsoil.2007.02.005.
[EPPO] European and Mediteranean Plant Protection Organization. 2007.
Xanthomonas oryzae. Bull EPPO. (37): 543-553.
Fiana Y. 2010. Efektivitas matriconditioning plus pestisida nabati dalam
mengendalikan patogen seedborne dominan dan peningkatan mutu benih
padi (Oryza sativa L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
García-Gutiérrez L, Romero D, Zeriouh H, Cazorla FM, Torés JA, Vicente A,
Pérez-García A. 2012. Isolation and selection of plant growth-promoting
rhizobacteria as inducers of systemic resistance in melon. Plant Soil.
358:201–212. DOI 10.1007/s11104-012-1173-z.
Glick B. 2012. Plant growth-promoting bacteria: mechanisms and applications.
[review]. Scientifica. (2012):1-15. doi:10.6064/2012/963401.
Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 2000. Bergey’s Manual
of Determinavie Bacteriology 9th eds. Philladelphia (USA): Lippincott
Williams & Wilkins.
Ilyas S, Sudarsono, Nugraha US, Kadir TS, Yukti AM, Fiana Y. 2008. Teknik
Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi. Laporan Hasil Penelitian
KKP3T. Kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian
Padi.
Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: teori dan hasil-hasil penelitian. Bogor
(ID): IPB Press.
Ilyas S, Machmud M. 2013. Teknologi Aplikatif Menggunakan Agens Hayati
untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri dan Meningkatkan Produksi
Benih Padi Bermutu dan Sehat. Laporan Kemajuan Hibah Kompetensi:
tahun ke-1 dari rencana 2 tahun. IPB.
Ilyas S, Sopian O. 2013. Effect of seed maturity ang invigoration on seed viability
and vigor, plant growth, and yield of Bamabara groundnut (Vigna
subterranea (L.) Verdcourt). Di dalam: Massawe F, editor. Crops for the
Future – Beyond Food Security. Proc. 2nd Int. Symp. on Underutilized Plant
Species. Acta Hort. 979:695-701.
42

Inbar J, Chet I. 1991. Evidence that chitinase produced by Aeromonas caviae is


involved in the biological control of soil-borne plant pathogens by this
bacterium. Soil Biol Biochem. 23(10):973-978.doi:10.1016/0038-
0717(91)90178-M.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2009. Bacterial Blight [Internet]. 26
Juni 2009; [diunduh tanggal 26 Februari 2014]. Tersedia pada:
http://www.knowledgebank.irri.orgericeproductionPDF_&_Docsfs_bacteria
l_blight.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2014. International Rules For
Seed Testing. Bassersdorf (CH): ISTA.
Jeyalakshmi C, Madhiazhagan K, Rettinassababady C. 2010. Effect of different
methods of application of Pseudomonas fluorescens against bacterial leaf
blight under direct sown rice. J Biopesticides. 3(2):487-488.
Kado CI. 2010. Plant Bacteriology. Minessota (US): The American
Phytopathology Society.
Kementerian Pertanian RI. 1995. Kepmentan RI No. 411/Kpts/TP.120/6/1995
tentang Pemasukan Agens Hayati ke Dalam Wilayah Negara Republik
Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.
Kementerian Pertanian RI. 2014. Permentan RI No. 02/Permentan/SR.120/1/2014
tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina. Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian RI.
Kementerian Pertanian RI. 2015. Kepmentan RI No. 355/HK.130/C/05/2015
tentang Pedoman Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan. Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian RI.
Kerkeni A, Daarni-Remadi M, Tarchoun N, Khedher MB. 2008. Effect on
bacterial isolates obtained from animal manure compost extracts on
development of Fusarium oxysporum f. sp. radicis-lycopersici. Asian J
Plant Pathol. 2(1):15-23.
Khaeruni A, Taufik M, Eijayanto T, Johan EA. 2014. Perkembangan penyakit
hawar daun bakteri pada tiga varietas padi sawah yang diinokulasi pada
beberapa fase pertumbuhan. J Fitopatol Indones. 10(4):119-125.doi:
10.14692/jfi.10.4.119
Khan AA, Jilani G, Akhtar MS, Naqvi SMS, Rasheed M. 2009. Phosphorus
solubilizing bacteria: occurrence, mechanisms and their role in crop
production. J Agric Biol Sci. 1(1):48-58.
Khodar SA, Ilyas S, Budiman C. 2016. Efektivitas penyemprotan daun dengan
agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih
padi bermutu. J Agron Indonesia, siap terbit.
Kizilkaya R. 2008. Yield response and nitrogen concentrations of spring wheat
(Triticum aestivum) inoculated with Azotobacter chroococcum strains.
Ecological Engineering. 33:150–156.doi:10.1016/j.ecoleng.2008.02.011.
Knief C, Delmotte N, Chaffron S, Stark M, Innerebner G, Wassmann R, von
Mering C, Vorholt JA. 2012. Metaproteogenomic analysis of microbial
communities in the phyllosphere and rhizosphere of rice. Int Soc Microbiol
Ecol. 6:1378-1390.
Kolasinska K, Szymer J, Dul S. 2000. Relationship between laboratory seed
quality test and field emergenceof common bean seed. Crop Sci. (40):470-
475.
43

Kranz J. 1988. Measuring plant disease. Di dalam: Kranz J dan Rotem J.


Experimental Techniques in Plant Disease Epidemilogy. Heidelberg (DE):
Springer-Verlag. hlm 35-50.
Lizansari KN. 2013. Perlakuan benih dan perendaman akar bibit dengan agens
hayati untuk mengendalikan serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Marcos-Filho, J. 2015. Seed vigor testing: an overview of the past, present and
future perspective [review]. Sci Agric. 72(4):363-374.
Martínez-Viveros O, Jorquera MA, Crowley DE, Gajardo G, Mora ML. 2010.
Mechanisms and practical considerations involved in plant growth
promotion by rhizobacteria. J Soil Sci Plant Nutr. 10(3): 293–319.
Mew TW. 1987. Current status and future prospects oh research on bacterial
blight of rice. Annu Rev Phytopathol. 25:359-382.
Mew TW. 1989. An overview of the world bacterial blight situation. Di dalam:
Bacterial Blight of Rice. Prooceeding of the International Workshop on
Bacterial Blight of Rice; 1988 Maret 14-18; Manila, Filipina. Manila (PH):
IRRI. Hlm 7-12.
Mortensen CN. 1989. Seed Health Testing for Bacterial Pathogens. Copenhagen
(DK): Danish Goverment Institute of Seed Pathology for Developing
Countries.
Naureen Z, Hafeez FY, Harrasi JHA, Bouqellah N, Roberts MR. 2015.
Supreesion of incidence of Rhizoctonia solani in rice by siderophore
producing rhizobacterial strains based on competition for iron. European Sci
J. (11)3:186-207.
Oxoid. 2007. Microbact Biochemical Identification Kits: Gram-negative
identification system. Cheshire (UK): Thermo Fisher Scientific.
Palupi T. 2012. Seed coating dengan agen hayati untuk perbaikan mutu benih padi
yang terkontaminasi Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Permatasari OSI. 2015. Aplikasi bakteri probiotik Pseudomonas kelompok
fluorescens (P24) untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi
benih cabai merah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rachmawati AY. 2009. Pengaruh perlakuan matriconditioning plus bakterisida
sintetis atau nabati untuk mengendalikan hawar daun bakteri
(Xanthomonas oryzae pv. oryzae) terbawa benih serta meningkatkan
viabilitas dan vigor benih padi (Oryza sativa L.) [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Rajarajeswari NVL, Muralidharan K. 2006. Assessments of farm yield and district
production loss from bacterial leaf blight epidemics in rice. Crop Protection.
25:244–252.doi:10.1016/j.cropro.2005.04.013.
Reddy R, Yin S. 1989. Xanthomonas campestris pv. oryzae, the causal organism
of bacterial blight of rice. Di dalam: Bacterial Blight of Rice. Prooceeding
of the International Workshop on Bacterial Blight of Rice; 1988 Maret 14-
18; Manila, Filipina. Manila (PH): IRRI. Hlm 65-77.
44

Rojas-Tapias D, Moreno-Galván A, Pardo-Díaz S, Obando M, Rivera D, Bonilla


R. 2012. Effect of inoculation with plant growth-promoting bacteria (PGPB)
on amelioration of saline stress in maize (Zea mays). Appl Soil Ecol.
61:264– 272.doi:10.1016/j.apsoil.2012.01.006.
Saharan BS, Nehra V. 2011. Plant growth promoting rhizobacteria: a critical
review. Life Sci Med Research. 21:1-30.
Saini P, Khanna V, Gangwar M. 2015. Mechanisms of plant growth promotion by
rhizobacteria. J Pure and Applied Microbiology. 9:1163-1177.
Santorum M, Nobrega LHP, de Souza EG, dos Santos D, Boller W, Mauli MM.
2013. Comparison of test for analysis of vigor and viability in soybean
seeds and their relation ship to field emergence. Acta Scientiarum. 35:83-
92.
Santosa DA, Handayani N, Iswandil A. 2003. Isolasi dan seleksi bakteri pemicu
tumbuh dari daun padi (Oryza sativa L.) Varietas IR-64. J Tanah dan
Lingkungan. 5(1):7-12.
Setyolaksono MP. 2013. Keamanan penggunaan agens hayati untuk tindakan
pengendalian OPT [internet]. Mei 3013; [diunduh tanggal 27 Agustus 2015].
Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon.
Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah
Mada University Press.Yogyakarta. 449 p.
Sinaga MS. 2009. Bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan: mencapai
ketahanan, keamanan dan kedaulatan pangan. Di dalam: Sumardjo,
Purbbayanto A, Sutjahjo SH, Boediono A, Toharmat T, Muntasib EKSH,
Mandang T, Hartana A, Sinaga BM, editor. Pemikiran Guru Besar IPB
(buku II): Peranan Ipteks dalam Pengelolaan Pangan, Energi, SDM, dan
Lingkungan yang Berkelanjutan. Bogor (ID): IPB Press.
Singh JS, Pandey VC, Singh DP. 2011. Efficient soil microorganisms: a new
dimension for sustainable agriculture and environmental development
[review]. Agriculture, Ecosystems and Environment. 140:339–353.
doi:10.1016/j.agee.2011.01.017.
Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta
(ID):PT Raja Grafindo Persada.
Sucipto I. 2016. Eksplorasi bakteri dan cendawan endofit sebagai agens pengendali
penyakit blas (Pyricularia oryzae) pada padi sawah [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Suhastyo AA, Anas I, Santosa DA, Lestari. 2013. Studi mikrobiologi dan sifat
kimia mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada budidaya padi
metode SRI. Sainteks. 2013:29-39.
Supriadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada
tanaman. J Litbang Pertanian. 25(3):75-80.
Sudir B, Nuryanto, Kadir TS. 2012. Epidemiologi, patotipe, dan strategi
pengendalian penyakit Hawar Daun Bakteri pada tanaman padi. Iptek
Tanaman Pangan. 4(2):79-87.
Sutariati GAK, Saufan LO. 2012. Perlakuan benih dengan rizobakteri
meningkatkan mutu benih dan hasil cabai (Capsicum annuum L.). J Agron
Indonesia. 40(2):125–131.
45

Sutariati GAK, Jusoff K, Ray SIG, Khaeruni A, Muhidin, Meisanti. 2013.


Effectiveness of bio-invigoration technologies on seed viability and vigor of
cocoa (Theobroma cacao L.). World Applied Sci J. 26 (Natural Resources
Research and Development in Sulawesi Indonesia):31-36.
doi:10.5829/idosi.wasj.2013.26.nrrdsi.26006.
Sutariati GAK, Khaeruni A. 2013. Seed biomatriconditioning using rizobakteri for
growth promotion and increase the yield of sorghum (Sorghum bicolour (L.)
Moench) on marginal soil. Agr Sci Research J. 3(3):85-92.
Sutariati GAK, Madiki A, Khaeruni A. 2014. Integrasi teknik invigorasi benih
dengan rizobakteri untuk pengendalian penyakit dan peningkatan hasil
tomat. J Fitopatol Indones. 10(6):188–194.doi:10.14692/jfi.10.6.188
Takahashi E, Ito H, Kobayashi H, Yamanaka H, Takeda Y, Nair GB, Arimoto S,
Negishi T, Okamoto K. 2012. Production and properties of lipase of
Aeromonas sobria. Microbiol Immunol. 56:295-307.doi:10.1111/J.1348-
0421.2012.00445.x
Velusamy P, Immanuel JE, Gnamanickam S. 2013. Rhizosphere bacteria for
biocontrol of bacterial blight and growth promotion of rice. Rice Sci.
20(5):1-7.
Wartono, Giyanto, Mutaqin KH. 2014. Efektivitas formulasi spora Bacillus
subtilis B12 sebagai agen pengendali hayati penyakit hawar daun bakteri
pada tanaman padi. Penelitian Tanaman Pangan. 34(1):21-28.
Weller DM. 2007. Pseudomonas biocontrol agents of soilborne pathogens:
looking back over 30 years. Phytopathology. 97(2):250-256.doi:
10.1094/PHYTO-97-2-0250
Yukti AM. 2009. Efektivitas matriconditioning plus agens hayati dalam
pengendalian patogen terbawa benih, peningkatan vigor dan hasil padi
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zhang S, White TL, Martinez MC, McInroy JA, Kloepper JW, Klassen W. 2010.
Evaluation of plant growth-promoting rizobakteri for control of
Phytophthora blight on squash under greenhouse conditions. Biological
Control. 53:129–135.
Zamzami A. 2013. Perlakuan agens hayati untuk mengendalikan hawar daun
bakteri, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih padi [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zamzami A. Ilyas S, Machmud M. 2014. Perlakuan agens hayati untuk
mengendalikan hawar daun bakteri dan meningkatkan produksi benih padi
sehat. J Agron Indonesia. 42(1):1-8.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Indikator reaksi substrat Microbact Kit Gram-Negative Identification
System 24E a
Nomor Reaksi
Nama pengujian Prinsip reaksi
sumur Negatif Positif
1 Lisin Lisin dekarboksilase Kuning Biru-hijau
2 Ornitin Ornitin Kuning-hijau Biru
dekarboksilase
3 Hidrogen sulfida Produksi hidrogen Warna kuning Hitam
sulfida (H2S) jerami
4 Glukosa Fermentasi glukosa Biru-hijau Kuning
5 Mannitol Fermentasi mannitol Biru-hijau Kuning
6 Xilosa fermentasi xilosa Biru-hijau Kuning
7 ONPG Hidrolisis o-nitrofenil- Tidak berwarna Kuning
ß-d-galactopyranoside
(ONPG) melalui ß-
galaktosidase
8 Indol Produksi indol dari Tidak berwarna Merah muda-
triptofan merah
9 Urease Hidrolisis urea Warna kuning Merah muda-
jerami merah
10 Voges-Proskaüer Produksi asetoin Warna kuning Merah muda-
(VP) jerami merah
11 Sitrat Penggunaan sitrat Hijau Biru
sebagai sumber karbon
12 Triptofan deaminase Produksi indol piruvat Warna kuning Merah
(TDA) melalui deaminasi jerami
triptofan
13 Gelatin Pencairan gelatin Tidak berwarna Hitam
14 Malonat Inhibisi malonat Hijau Biru
15 Inositol Fermentasi inositol Biru-hijau Kuning
16 Sorbitol Fermentasi sorbitol Biru-hijau Kuning
17 Rhamanosa Fermentasi rhamanosa Biru-hijau Kuning
18 Sukrosa Fermentasi sukrosa Biru-hijau Kuning
19 Laktosa Fermentasi laktosa Biru-hijau Kuning
20 Arabinosa Fermentasi arabinosa Biru-hijau Kuning
21 Adonitol Fermentasi adonitol Biru-hijau Kuning
22 Raffinosa Fermentasi raffinosa Biru-hijau Kuning
23 Salisin Fermentasi salisin Biru-hijau Kuning
24 Arginin Dihidrolase arginin Kuning-hijau Biru
7+ Nitrat Reduksi nitrat Kuning Merah
a
Sumber: Oxoid (2007)
47

Lampiran 2 Deskripsi tanaman padi varietas IR64a

IR64

Nomor seleksi : IR18348-36-3-3


Asal persilangan : IR5657/IR2061
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110 – 120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 115 – 126 cm
Anakan produktif : 20 – 35 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping, panjang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Tahan
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23%
Indeks glikemik : 70
Bobot 1000 butir : 24.1 g
Rata-rata hasil : 5.0 t/ha
Potensi hasil : 6.0 t/ha
Ketahanan terhadap
Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak tahan
wereng coklat biotipe 3
Penyakit : Agak tahan hawar daun bakteri strain IV Tahan
virus kerdil rumput
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah
sampai sedang
Pemulia : Introduksi dari IRRI
Dilepas tahun : 1986
a
Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian
48

Lampiran 3 Kondisi dan kandungan nutrisi tanah Kebun Percobaan Muara Balai
Besar Padi, Bogora

Kandungan Metode ekstraksi Jumlah


N (%) Kjeldahl 0.28
P-total (mg P2O5/ 100 g) HNO3 + HClO4 58.30
P-tersedia (ppm P2O5) Olsen 18.60
K-total (mg K2O/ 100 g) HNO3 + HClO4 15.64
C-organik (%) Walkey and Black 2.89
pH H2O 6.53
Fe (ppm) HNO3 + HClO4 39 737.00
a
Sumber: Laboratorium Pengujian Departemen AGH Fakultas Pertanian IPB, Bogor

Lampiran 4 Rata-rata suhu harian, kelembapan udara relatif, curah hujan, dan
jumlah hari hujan di Kebun Percobaan Muara Balai Besar Padi,
Bogor, periode November 2014 – Maret 2015a
Bulan
Parameter November Desember Januari Februari Maret
2014 2014 2015 2015 2015
0
Suhu ( C)
07.00 24.1 24.2 23.3 22.9 23.2
13.00 31.5 30.4 28.6 28.3 29.8
18.00 25.5 26.4 25.9 25.9 26.2
Rata-rata 26.3 26.3 25.2 25.0 25.6
Minimal 22.9 23.5 22.8 22.0 22.3
Maksimal 32.6 31.6 30.2 29.8 31.4
Jumlah hari hujan 25 20 30 26 28
Curah hujan (mm) 698 161 361 411 494
Kelembaban 83.0 82.0 87.0 85.0 85.0
relatif (%)
a
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor
RIWAYAT HIDUP

Rahayu Nurkartika lahir di Bogor pada tanggal 5 Januari 1981, sebagai putri
pertama dari ayah Suminto dan ibu Sri Muryani. Menyelesaikan pendidikan dari
SD, SMP, dan SMA di kota Bogor kemudian dilanjutkan S1 di Program Studi
Pemuliaan Tanaman dan Ilmu Teknologi Benih, Jurusan Budi Daya Pertanian
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Tahun
2005 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Pertanian.
Tahun 2006 diangkat menjadi PNS dan sampai sekarang bertugas di Balai Besar
Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Depok.
Tahun 2013 penulis mendapat beasiswa dari Pusat Pendidikan, Standardisasi dan
Sertifikasi Profesi Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya
Pertanian, Kementerian Pertanian untuk melanjutkan pendidikan jenjang S2 di
Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih.

Anda mungkin juga menyukai