Anda di halaman 1dari 8

Nama : Dwina Alif’ Atia

NIM: 2110517320009

1. Topik penelitian:
 Identifikasi jenis-jenis patogen pada tanaman cabai.
2. Referensi jurnal pendukung:
 KEANEKARAGAMAN JAMUR PATOGEN DAN GEJALA YANG
DITIMBULKAN PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum
annuum L.) DI DATARAN RENDAH.
 TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSE (PATEK)
DI SENTRA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.)
MENGGUNAKAN PENDEKATAN PHT.
 PENGUJIAN KONSORSIUM MIKROBA ANTAGONIS UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI
MERAH BESAR (Capsicum annuum L.).
 UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP Colletotrichum
capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI
KERITING SECARA In Vitro.
 KEMAMPUAN BERBAGAI ISOLAT Trichoderma sp. DALAM
MENGHAMBAT PERKECAMBAHAN SPORA Colletotrichum sp.
 PENGUJIAN KONSENTRASI BIOFUNGISIDA CAIR BERBAHAN
AKTIF Trichoderma sp. DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT
ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp.) PADA CABAI DI LAPANG.
 PEMANFAATAN BIOFUNGISIDA CAIR BERBAHAN AKTIF
Trichoderma sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT
ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp.) PADA CABAI DI LAPANG.
 PEMANFAATAN KITOSAN DAN Trichoderma sp. UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum,
gloeosporioides Penz.) PADA BUAH PISANG CAVENDISH.
 IDENTIFIKASI Colletotrichum spp. ASAL TANAMAN PEPAYA.
 INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNISA YANG DI
SEBABKAN OLEH Colletotrichum sp. PADA TANAMAN CABAI
RAWIT DAN CABAI BESAR DI DESA KARYA MAJU
KECAMATAN MARABAHAN KABUPATEN BARITO KUALA.
 UJI KISARAN INANG PENYAKIT DOWNY MILDEW
(Pseudoperonospora cubensis) DAN ANTRAKNOSA (Colletotrichum
Sp.) PADA BEBERAPA TANAMAN CUCURBITACEAE.
 PENDUGAAN PARAMETER GENETIKA KETAHANAN
TANAMAN CABAI TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA.
 UJI AKTIVITAS ANTAGONIS Trichoderma harzianum 11035
TERHADAP Colletotrichum acutatum TKC1 PENYEBAB
ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI
 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR Colletotrichum spp.
ISOLAT PCS PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA
BUAH CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI BALI.
 KETAHANAN TERHADAP ANTRAKNOSA YANG
DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum PADA BEBERAPA
GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) DAN KOLERASINYA
DENGAN KANDUNGAN KAPSAICIN DAN PEROKSIDASE.
 UJI EFEKTIVITAS JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. DAN
Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LANAS
(Phytophthora nicotianae) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI
(Nicotiana Tabaccum L.).
 UJI CARA APLIKASI PGPR DALAM MENEKAN KEJADIAN
PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI HIYUNG
di LAHAN RAWA.
 UJI LAPANG PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA
(Colletotrichum sp.) PADA CABAI RAWIT DI DESA HIYUNG
MENGGUNAKAN FILTRAT CAMPURAN TANAMAN
HERBBAL POTENSIAL.
 PENGARUH CARA PEMBERIAN PGPR TERHADAP KEJADIAN
PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMANCABAI DI
LAHAN BASAH.
 MEKANISME ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP
BEBEBRA PATOGEN TULAR TANAH.
 UJI ANTAGONISME JAMUR PATOGEN Phytophthora infestans
PENYEBAB PENYAKIT BUSUK DAUN DAN UMBI TANAMAN
KENTANG DENGAN MENGGUNAKAN Trichoderma spp.
ISOLAT LOKAL.
 EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS Trichoderma sp. PADA
BERBAGAI MEDIA TUMBUH PENYAKIT LAYU TANAMAN
TOMAT.
 UJI KEMAMPUAN SERBUK DAUN JAMBU BIJI (Psidium
guajava L.) DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT
ANTRAKNOSA PADA TANAMAN TeERUNG (Solanum
melongena L.)
 Uji Efektifitas Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.
UNTUK MENGENDALIKAN Penyakit POKAHBUNG (Fusarium
moniliforme) PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum).
3. Judul penelitian:
 EFEKTIVITAS Trichoderma sp. SEBAGAI AGENS ANTAGONIS
UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA
TANAMAN CABAI..
4. Layout Pendahuluan:
 Tanaman Cabai.
a) Apa itu tanaman cabai
b) Hasil produksi tanaman cabai di Indonesia
c) Patogen penyebab penurunan hasil tanaman cabai
 Penyakit Tanaman pada Cabai
a) penyakit pada tanaman cabai dan patogennya
 Penyakit Antraknosa
a) Apa itu penyakit antraknosa
b) Gejala yang ditimbulkan penyakit antraknosa
c) Jamur penyebab penyakit Antraknosa
 Pengendalian penyakit antraknosa
a) Pengendalian menggunakan bahan kimia (fungisida)
b) Pengendalian menggunakan agens antagonis
 Agens Antagonis
a) Apa itu agens antagonis
b) Agens Antagonis Trichoderma sp. sebagai pengendali penyakit
antraknosa
 Agens Antagonis Trichoderma sp.
a) Apa itu Trichoderma sp.
b) Penelitian menggunakan agens antagonis Trichoderma sp.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman cabai yang bernaman latin (Capsicum spp.) ini merupakan salah satu
komoditas pertanian yang memiliki peran sangat penting dalam industri pertanian di
Indonesia. Tanaman cabai ini pun memiliki nilai ekonomi yang ternilai sangat tinggi
dan merupakan salah satu bahan pokok makanan yang sangat populer yang terdapat
di masakan tradisional maupun makanan siap saji. Selain itu juga, tanaman cabai
memiliki nilai tambah yang begitu dalam industri makanan dan farmasi sebagai bahan
baku untuk berbagai mebuat berbagai macam produk (Kementerian Pertanian
Republik Indonesia, 2023).
Indonesia mempunyai berbagai keragamaan dan lahan yang luas ini membuat
Indonesia memiliki potensi besar dalam memproduksi tanman cabai. Tanaman cabai
dapat tumbuh dengan baik di berbagai kondisi iklim di seluruh negeri, mulai dari
dataran yang rendah maupun dataran yang tinggi sekalipun. Produk olahan seperti
sambal dan saus cabai memiliki pangsa pasar yang begitu besar, baik di tingkat
domestik maupun internasional (Hasan, 2018).
Menurut Badan Pusat Statistik (2009), produktivitas tanaman cabai nasional
Indonesia menghasilkan 6.44 ton per hektar dan angka tersebut masih dibilang cukup
rendah jika dibandingkan dengan potensi produksi yang seharusnya. Purwati et al.
(2000) juga menyatakan bahwa produktivitas tanaman cabai sebenanrnya bisa
mencapai 12 ton per hektar. Dan salah satu faktor utama yang menyebabkan
rendahnya produktivitas tanaman cabai di Indonesia adalah karena adanya gangguan
hama maupun penyakit (Semangun, 2000).
Beberapa penyakit yang dominan menyerang cabai adalah antraknosa, hawar
Phytophthora, layu bakteri dan virus dan antraknosa merupakan penyakit utama yang
menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di Indonesia Antraknosa pada cabai
disebabkan oleh genus Colletotrichum, yang digolongkan menjadi enam spesies
utama yaitu C. gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium, C. capsici, dan C.
coccodes, C. gloeosporioides dan C. acutatum yang menyebabkan kerusakan pada
buah dan kehilangan hasil panen paling besar (Yoon, 2003).
Namun, produktivitas cabai di Indonesia menghadapi beberapa tantangan.
Beberapa faktor yang memengaruhi produktivitas cabai yang disebabkan adanya
penyaki ataupun hama. Tanaman Cabai juga termasuk tanaman yang rentan terhadap
serangan berbagai macam penyakit dan hama seperti antraknosa, layu bakteri, dan
serangan kutu daun. Penyakit dan hama ini dapat mengurangi hasil panen dan kualitas
cabai. Di tahun 2023, banyak upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas
tanamancabai dan mengatasi tantangan-tantangan berupa penyeba penurunan
produktivitas pada tanaman cabai. Inovasi dalam teknologi pertanian, pelatihan
petani, perbaikan infrastruktur pertanian, dan promosi produk cabai yang lebih baik
dapat membantu meningkatkan hasil panen cabai dan mendukung pertumbuhan
ekonomi di sektor pertanian. Kesuksesan dalam mengatasi tantangan ini dapat
membawa manfaat yang luar biasa besar bagi para petani tanaman cabai di
Indonesia dan juga menyumbang pada keamanan pangan dan ekonomi Negara
(Agustini, 2021).
Produktivitas tanaman cabai kini mulai menurun akibat adanya penyakit
salah satu penyebab menurunnya produktivitas tanaman cabai adalah penyakit
antraknosa pada tanaman cabai (Capsicum spp.) yang merupakan satu masalah dari
sekian banyaknya masalah penyebab terjadinya penurun hasil pada tanaman cabai di
Indonesia. Antraknosa adalah penyakit yang disebabkan adanya jamur Colletotrichum
spp., yang dapat menyerang berbagai bagian tanaman cabai, termasuk bagiam buah,
daun, maupun bagian tangkai. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian yang begitu
parah terhadap ekonomi dalam hasil produksi cabai di Indonesia (Rahmawati, 2017).
Adapun faktor-faktor yang berkontribusi pada tingginya tingkat prevalensi
penyakit antraknosa pada tanaman cabai di Indonesia yaitu iklim Indonesia yang
tropis yang cenderung lembab, kepadatan tanaman yang retatif tinggi, serta
penggunaan praktik pertanian yang tidak memadai dalam mengendalikan penyakit
antraknosa . Selain itu, variasi genetik dalam populasi jamur Colletotrichum spp. juga
dapat memengaruhi tingkat dari keparahan penyakit di berbagai wilayah di Indonesia
(Suhartanto, 2020).
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti dan petani di Indonesia telah
aktif mencari strategi pengendalian yang efektif untuk mengurangi dampak penyakit
antraknosa pada tanaman cabai. Hal ini mencakup penggunaan varietas tahan
penyakit, pengelolaan kelembaban tanah yang tepat, dan penerapan fungisida yang
sesuai. Namun dampak yang dihasilkan dengan pemakaian fungisida terus menerus
akan menyebakan patigen penyebab penyakit antraknosa tersebut menjadi resisten,
dalam jangka waktu yang lama lingkungan akan mengalami kerusakan. Oleh sebab
itu, disarankan dalam pengendalian penyakit ini digunakan pengendalian hayati
menggunakan agens antagonis yang jauh lebih ekonomis dan tetap mampu menjaga
ekosistem lingkungan (Susilowati, 2020).
Pengendalian penyakit tanaman seperti antraknosa pada tanaman cabai ini,
dengan menggunakan bahan kimia adalah salah satu metode yang sangat umum
digunakan dalam sistem pertanian modern. Bahan kimia seperti fungisida digunakan
untuk mengendalikan perkembangan penyakit dan melindungi hasil panen. Namun,
penggunaan berkelanjutan dan terus menerus bahan kimia pertanian, terutama jika
tidak diatur dengan baik, dapat memiliki konsekuensi begitu berbahaya yang perlu
diperhatikan. Pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai menggunakan
agens antagonis telah menjadi fokus penelitian yang semakin penting dalam pertanian
kedepannya. Penyakit antraknosa, yang disebabkan karena adanya jamur
Colletotrichum spp., merupakan masalah utama dalam budidaya cabai di Indonesia
maupun negara-negara lainnya. Penggunaan agens antagonis, seperti dengan
menggunakannya mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan jamur
penyebab penyakit antraknosa ini telah menjadi cara alternatif yang menarik untuk
mengurangi ketergantungan para petani pada bahan- bahan kimia pertanian dan
mengurangi dampak- dampak negatif pada lingkungan maupun kesehatan manusia itu
sendiri (Susilowati, 2020).
Agens antagonis merupakan organisme yang digunakan dalam pertanian dan
pengendalian hama tanaman untuk menghambat pertumbuhan maupun aktivitas
patogen tanaman yang merugikan bagi para petani. Mereka adalah bagian penting
dari strategi pengendalian yang dilakukan secara biologis yang berfokus pada
penggunaan mikroorganisme atau organisme lain sebagai cara alternatif terhadap
penggunaan pestisida kimia dalam perlindungan tanaman. Salah satu contoh agens
antagonis yang sering digunakan dalam pengendalian penyakit antraknosa adalah
Trichoderma sp. (Samsu, 2020).
Penggunaan agens antagonis Trichoderma sp. sebagai pengendali penyakit
antraknosa telah menjadi salah satu metode yang begitu efektif dan berkelanjutan
dalam pertanian. Ini sangat membantu mengurangi penggunaan pestisida kimia yang
mempunyai potensi tinggi merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Di samping
itu, penggunaan Trichoderma sp. juga dapat meningkatkan hasil dari panen maupun
produktivitas tanaman cabai dengan cara yang lebih ramah lingkungan (Howell,
2003).
Trichoderma sp. adalah salah satu genus jamur yang umumnya ditemukan di
dalam tanah dan lingkungan alam. Jamur ini dikenal memiliki peran penting dalam
pertanian sebagai agens pengendalian hayati untuk menekan penyakit tanaman,
termasuk penyakit antraknosa. Antraknosa sendiri meruapakan penyakit tanaman
yang disebabkan oleh adanya jamur patogen dari genus Colletotrichum sp. yang
seringkali merusak buah-buahan dan tanaman sayur-sayuran, yang dapat
mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan dalam pertanian (Harman, 2006)

Anda mungkin juga menyukai