Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP

KETIMPANGAN EKONOMI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR


Edelheid Yuliana Veren Atanus1
1Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Jurusan Ekonomi dan Bisnis
1Universitas Nusa Cendana Nusa Tenggara Timur
1Email: Verenatanus04@gmail.com

ABSTRACT
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami
peningkatan. Namun peningkatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak diikuti dengan
pemerataan pendapatan perkapita. Indeks Williamson menunjukkan ketimpangan
pendapatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur tergolong rendah. Konvergensi merupakan
kondisi yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan ketimpangan melalui
proses peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal untuk mengejar
ketertinggalannya dari daerah maju. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terjadinya
konvergensi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan dua konsep konvergensi
beta. Metode yang digunakan adalah metode regresi data panel. Hasil penelitian
menunjukkan terjadinya konvergensi absolut dan konvergensi kondisional dengan variabel
yang digunakan yaitu Indeks Pembangunan Manusia.
Kata kunci: ketimpangan, konvergensi, indeks pembangunan manusia

PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi merupakan proses dari tahapan-tahapan yang harus dilakukan
agar dapat meningkatkan kesehjateraan penduduk dari pendapatan perkapita yang terus
menerus cenderung mengalami peningkatan. Keberhasilan dalam pembangunan ekonomi
dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat
menggambarkan terciptanya suatu proses peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan kapasitas produksi output, peningkatan jumlah konsumsi, dan peningkatan
pendapatan (Sukirno,2010:10).
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang
mengalami peningkatan selama tahun 2015-2019. Pada tahun 2019 pertumbuhan ekonomi
Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar 5,20% dari tahun sebelumnya sebesar 5,13%
tahun 2018 dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02% pada tahun 2019. Namun
pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan diikuti tidak meratanya pendapatan
perkapita antarkabupaten, sehingga Provinsi NTT mengalami Ketimpangan Pendapatan
antarkabupaten.
Ketimpangan ekonomi mengukur seberapa meratanya pendapatan ekonomi tersebut
telah didistribusikan. Ketimpangan ekonomi dapat diukur menggunakan Indeks Wiliamson.
Berdasarkan hasil pengukuran Indeks Wiliamson tingkat ketimpangan pendapatan Provinsi
Nusa Tenggara Timur mengalami penurunan pada beberapa daerah dan mengalami
peningkatan pada daerah lainnya.
Perbedaan tingkat ketimpangan pendapatan perkapita antarkabupaten di Provinsi
NTT dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan. Jumlah penduduk miskin tertinggi terdapat di
Kabupaten TTS sebesar 130,310 jiwa pada tahun 2019, dan mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya sebanyak 130,630 jiwa tahun 2018. Jumlah penduduk miskin terendah
terdapat di Kabupaten Ngada sebesar 20,310 jiwa pada tahun 2019.
Konvergensi merupakan kondisi pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung
mengurangi ketimpangan ekonomi antardaerah melalui proses peningkatan pertumbuhan
ekonomi daerah tertinggal untuk mengejar ketinggalannya dari daerah maju. Daerah yang
tertinggal kemudian akan terus melakukan pembangunan untuk mengejar ketertinggalan
dari daerah lainnya yang lebih maju dan tidak terjadi ketimpangan pendapatan antar wilayah
(Faqieh, 2016).
Terjadinya konvergensi sangat diharapkan oleh masyarakat di Provinsi NTT agar dapat
memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut penulis
bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Konvergensi Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Ketimpangan Ekonomi Di Provinsi Nusa Tenggara Timur”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk melihat adanya konvergensi
ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada periode tahun 2015-2019.

TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan produk domestik
yaitu keseluruhan nilai produksi barang dan jasa yang di hasilkan suatu perekonomian dalam
periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan penambahan pendapatan
masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yakni kenaikan seluruh nilai
tambah (added value) yang terjadi (Sukirno, 1985: 273).
Teori pertumbuhan ekonomi baru oleh Romer (1986) menjelaskan perlunya
pemerintah memperhatikan tingkat kualitas sumber daya manusia agar dapat meningkatkan
produktivitas yang berdampak pada pengeluaran output. Pengeluaran output akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat miskin dan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Produk Domestik Regional Bruto
Produk domestik regional bruto menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk
menciptakan output pada waktu tertentu. Terdapat dua pendekatan untuk menyusun Produk
Domestik Regional Bruto yaitu produksi dan penggunaan, keduanya menyajikan komposisi
data nilai tambah menurut sumber ekonomi dan komponen penggunaannya (Produk
Domestik Regional Bruto Provinsi NTT, 2020).
Menurut Arsyad (2009) PDRD merupakan suatu hasil dari kegiatan ekonomi
masyarakat dalam kurun waktu tertentu yang dihitung dalam kurun waktu biasanya satu
tahun. Produk-produk yang dihasilkan baik barang atau jasa terhitung sebagai Produk
Domestik Bruto (PDB).
Produk Domestik Regional Bruto Perkapita
Produk Domestik Regional Bruto Perkapita merupakan hasil perhitungan PDRB dibagi
dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Perhitungan PDRB perkapita
berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita penduduk suatu daerah.
Nilai PDRB perkapita ditentukan dengan oleh besarnya PDRB dan jumlah penduduk suatu
daerah. Semakin tinggi PDRB maka nilai PDRB perkapita akan semakin tinggi namun bila
tingginya jumlah penduduk tidak diikuti oleh tingkat PDRB maka PDRB perkapita akan
semakin menurun (Faqieh, 2016)
Indeks Williamson
Indeks Williamson merupakan suatu indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan. Indeks Williamson juga merupakan suatu modifikasi
dari standar deviasi. Semakin tinggi indeks maka semakin tinggi tingkat ketimpangan. Indeks
ketimpangan regional yang dinamakan indeks Williamson. Indeks ini semula digunakan oleh
Jeffry G. Williamson dengan rumus sebagai berikut:
√∑(𝑌𝑖−𝑌)2(𝑓𝑖−𝑌)
IW = 𝑌

Keterangan:
IW: Indeks Williamson
Yi: PDRB perkapita pada tiap Kabupaten
Y: PDRB perkapita rata-rata
Fi: jumlah penduduk tiap Kabupaten
n: jumlah penduduk
Nilai Indeks Williamson antara 0<IW<1. Semakin mendekati angka nol artinya
wilayah tersebut semakin tidak timpang dalam hal disribusi pendapatan dan sebaliknya
(Sjafrizal, 2009).
Dengan kriteria hasil uji indeks 0 s/d 1 sebagai berikut:
1. 0-0.5 (disparitasnya rendah)
2. 0,5-1 (disparitasnya tinggi)
Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. IPM menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
dan pendidikan (Berita Resmi Statistik IPM NTT,2019).
Konvergensi
Konvergensi merupakan kondisi pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung
mengurangi ketimpangan ekonomi antardaerah. Analisis konvergensi diperlukan untuk
mengetahui apakah sudah terjadi penurunana ketimpangan ekonomi antardaerah seperti
yang terlah diperkirakan oleh Hipotesis Neo-Klasik (Sjafrizal, 2018). Hipotesis Neo-Klasik
membagi konvergensi menjadi dua pengukuran yakni:
1. Konvergensi Beta, menjelaskan pengukuran konvergensi dengan melihat pada trend
pertumbuhan ekonomi antardaerah untuk menganalisis penurunan ketimpangan
ekonomi antardaerah melalui proses peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah
tertinggal untuk mengejar ketinggalannya dari daerah maju (caching-up) (Sjafizal,
2018: 134). Konvergensi beta terbagi menjadi dua konsep yaitu:
a. Beta konvergensi absolut menjelaskan mengenai bagaimana perekonomian
daerah miskin memiliki kecenderungan untuk tumbuh lebih cepat dari daerah
kaya dengan melihat pertumbuhan PDRB riil perkapita.
b. Beta konvergensi kondisional menjelaskan variabel-variabel apasaja yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini bertujuan agar daerah
yang relatif tertinggal dapat memberikan perhatian yang lebih pada variabel
tersebut dalam merumuskan kebijakan pembangunan sehingga dapat mengejar
ketertinggalannya (Septian Rizky,2018).
Kajian Empiris
Sebelum peneliti melakukan penelitian, peneliti menggunakan hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan analisis konvergensi sebagai acuan dalam melakukan
penelitian ini. Berikut ini merupakan tabel penelitian terdahulu yang digunakan peneliti
sebagai acuan dalam melakukan penelitian.
Tabel 2.1 Kajian Empiris
Judul Tulisan dan
No Alat anaisis/variabel Hasil Penelitian
Penulis
1 Analisis Konvergensi Menggunakan analisis data Terjadinya konvergensi sigma
Antarprovinsi (Studi panel dan analisis di Pulau Sumatera yang
kasus Pulau konvergensi, variabel bebas bergerak menuju kondisi
Sumatera)Arief yang digunakan yakni: pemerataan dan steady state.
Budiman , Hasdi Aimon Investasi asing langsung, Perhitungan konvergensi
, Yeniwati Jurusan transfer payment, dan indeks kondisional sebagai
Ekonomi, Universitas pembangunan manusia pengukuran kecepatan dan
Negeri Padang, tahun dengan variabel terikat kemamapuan mencapai kondisi
2018. yakni PDRB. pemerataan. Pulau Sumatera
bergerak semakin konvergen
dan mencapai kondisi
pemerataan dengan syarat
penigkatan investasi dan
pengembangan manusia untuk
mengelola teknologi sebagai
syarat pembangunan ekonomi.
2 Konvergensi Menggunakan analisis Terjadi tendensi konvergensi
Pertumbuhan Ekonomi kuantitatif dengan metode pertumbuhan ekonomi antar
Di Nusa Tenggara Barat regresi data panel dan kabupaten/kota di Provinsi
Periode Tahun 2010 - analisis kovergensi, variabel NTB selama periode
2015 Wahyunadi , yang digunakan yakni: pengamatan. Hal ini
Fakultas Ekonomi dan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dengan koefisien
Bisnis Universitas daerah, Pengeluaran konvergensi yang bernilai
Mataram, tahun 2019. pemerintahan daerah dan negatif pada absolut
PDRB atas dasar harga convergence maupun
konstan conditional convergence.

3. Kecenderungan Menggunakan analisis Terjadinya konvergensi


Konvergensi Ekonomi Tipologi Klassen dengan ekonomi di Provinsi
Antardaerah di Provinsi bantuan software ArcGIS Sumatera Utara.
Sumatera Utara 10.3 dan analisis Regresi Adapun variabel-variabel
,Muhamad Rizky data panel dengan bantuan yang berpengaruh dalam
Septian , BPS software Eviews 9.0. meningkatkan pendapatan
Kabupaten Sekadau, Variabel PDRB rill perkapita per kapita dalam rangka
tahun 2018. , Belanja Modal Kabupaten/ mendorong terjadinya
Kota, Indeks Pembangunan konvergensi ekonomi adalah
Manusia dan Tingkat belanja modal, indeks
Pengangguran Terbuka . pembangunan manusia (IPM)
dan tingkat
pengangguran terbuka(TPT).
Sumber: kompilasi beberapa kajian.
Berdasarkan tabel 2.1 dapat diketahui perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu
dan penelitian saat ini. Penelitian terdahulu dan saat ini memiliki persamaan pada alat
analisis yaitu menggunakan alat analisis data panel dengan model regresi data panel dan
analisis konvergensi. Variabel yang digunakan juga memiliki persamaan yaitu variabel terikat
PDRB ril perkapita sedangkan perbedaan yang terdapat yaitu objek, waktu dan tempat yang
digunakan serta jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Data
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Produk Domestik Regional Bruto dan
PDRB perkapita, Jumlah penduduk miskin Provinsi NTT, Indeks williamson Provinsi NTT
serta Indeks pembangunan manusia Provinsi NTT dikumpulkan dari berbagai publikasi
Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur.
Model Regresi Data Panel
Regresi data panel merupakan metode yang menggabungkan data time series dan data
cross-section. Menurut Junanda dan Junaidi , 2012 terdapat tiga metode estimasi model
regresi data panel yaitu Common-Constant Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan
Random Effect Model (REM) dan akan diuji menggunakan pengujian asumsi klasik dan
pengujian hipotesis.
1. Common-Constant Model (CEM)
Common-Constant Model dikenal juga sebagai Pooled Least Square (PLS).
merupakan pendugaan yang menggabungkan seluruh data time series dan cross-
section dengan menggunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) untuk
menduga parameternya. Model ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun
waktu sehingga diasumsikan perilaku antarindividu akan sama dalam berbagai
kurun waktu. Hal ini berakibat kepada nilai intersep (α) akan sama untuk setiap
unit cross section Widarjono dalam Melliana dan Zain, (2013). Common-Constant
Model memiliki persamaan sebagai berikut:
𝑌𝑖𝑡 = 𝛼 + 𝛽𝑋𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡
Dimana:
i: Data cross-section Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
t: Data time series tahun 2015-2019
2. Fixed Effect Model (FEM)
Fixed Effect Model mengasumsikan bahwa terdapat efek yang berbeda antar
individu. Perbedaan tersebut dapat diakomodasi melalui perbedaan pada setiap
intersepnya. Persamaan regresi dalam FEM dapat ditulis sebagai berikut:
Yit = αi + X'itβ + εit
Dimana:
𝑖: Data cross-section Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
𝑡: Data time series tahun 2015-2019
Indeks i pada intersep (αi) menunjukkan bahwa intersep dari masing-
masing individu berbeda dan intersep individu antarwaktu sama (time invariant).
Pendekatan FEM biasanya lebih sering digunakan (Su et al., 2016).
3. Random Effect Model (REM)
Random Effect Model berbeda dengan Fixed Effect Model, Random Effect
Model mengakomodasi perbedaan karakteristik dari setiap individu ke dalam
error pada model. Model ini sering disebut juga dengan error component model
(ECM) (Septian Rizky,2018). Persamaan regresi dalam Random Effect Model dapat
ditulis sebagai berikut:
𝑌𝑖𝑡 = 𝛼 + 𝑋𝑖𝑡 𝛽 + 𝑊𝑖𝑡
Dimana:
𝑖 ∶ komponen error cross-section Kabupaten/Kota di Provinsi NTT.
𝑡 ∶ komponen error time series tahun 2015-2015
𝑊𝑖𝑡 : komponen error gabungan
4. Pemilihan Model Estimasi
Pemilihan model dilakukan agar dapat mengetahui model estimasi mana
yang terbaik antara Common-Constant Model, Fixed Effect Model, dan Random
Effect Model. Pemilihan model estimasi dapat dilakukan dengan uji Chow Test dan
uji Correlated Random Effects-Haussman Test.
a. Uji Chow Test
Uji Chow Test digunakan untuk memilih salah satu model estimasi
pada regersi data panel, yaitu antara model Common-Constant Model dan
Fixed Effect Model dengan menggunakan statistik uji F. Prosedur
pengujiannya sebagai berikut:
𝐻0 : CEM lebih sesuai daripada FEM
𝐻1 : FEM lebih sesuai daripada CEM
Jika nilai F-statistik lebih besar daripada F-tabel dan nilai peluangnya
lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) yaitu 0,05 maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1
diterima begitu juga sebaliknya jika nilai F-statistik lebih kecil daripada F-
tabel dan nilai peluangnya lebih besar dari tingkat signifikansi (α) yaitu
0,05 maka 𝐻1 ditolak 𝐻0 diterima (Septian Rizky,2018)
b. Uji Correlated Random Effects-Haussman Test
Uji Correlated Random Effects-Haussman Test digunakan untuk
memilih salah satu model estimasi regresi data panel yang paling baik
antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Hipotesis uji Haussman
adalah sebagai berikut.
𝐻0 : REM lebih sesuai daripada FEM
𝐻1 : FEM lebih sesuai daripada REM
Jika nilai statistik uji Haussman lebih besar dari nilai chi-square tabel
dan nilai peluangnya lebih kecil dari 0,05 maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima
begitu juga sebaliknya jika nilai statistik uji Hausman lebih kecil daripada
chi-square tabel dan nilai peluangnya lebih besar dari tingkat signifikansi
(α) yaitu 0,05 maka 𝐻1 ditolak 𝐻0 diterima (Septian Rizky,2018).
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah hasil estimasi memenuhi asumsi
dasar model regresi linear yang berkaitan dengan estimasi OLS (Ordinary Least Square) dari
kriteria BLUE (Faqieh,2016). Syarat dari model regresi yang baik adalah tidak melanggar
asumsi-asumsi klasik. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian dan penanganan pada masalah-
masalah yang berkaitan dengan pelanggaran asumsi-asumsi tersebut. Adapun asumsi-asumsi
yang harus terpenuhi dalam analisis regresi sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residual
berdistribusi normal atau tidak. Menurut Gujarati dalam Septian Rizky (2018)
pengujian dilakukan dengan melihat nilai Jarque-Bera dari residual yang
dihasilkan. Statistik uji JB mengikuti distribusi chi-square dengan derajat bebas
sebanyak dua.
𝐻0 : Data tidak berdistibusi normal
𝐻1 : Data berdistribusi normal
Jika nilai statistik JB lebih kecil daripada nilai chi-square tabel dan nilai
peluangnya lebih besar dari tingkat signifikansi (α) yaitu 0,05 maka asumsi
normalitas terpenuhi.
2. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas dapat terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi
yang mempunyai yang tidak sama untuk setiap observasi, sehingga penaksir OLS
tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Masalah
heterokedastisitas dapat dideteksi dengan metode Uji Park.
Uji Park dilakukan dengan meregresikan nilai residual dengan masing-
masing variabel independen. Pendeteksian dapat dilakukan dengan melihat nilai
probabilitas masing-masing variabel bila nilai probabilitas masing-masing variabel
independen lebih dari nilai signifikan 0,05 maka pada model regresi tidak terdapat
masalah heterokedastisitas (Faqieh, 2016).
3. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas (Ghozali, 2012:105) bertujuan untuk menguji apakah
suatu model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi antarvariabel independen. Pengujian
multikolinearitas dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance.
Tolerance mengukur variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai
VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menunjukan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≥ 0,01 atau sama
dengan nilai VIF ≤ 10.
4. Uji Autokolerasi
Menurut Ghozali (2012: 110) uji autokorelasi bertujuan menguji apakah
dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji Dubrin Watson dengan
membandingkan nilai Dubrin Watson hitung (d) dengan nilai durbin watson tabel,
yaitu batas atas dan batas bawah (dL), kriteria autokorelasi adalah sebagai
berikut:
a. Jika 0 < d < dL, maka terjadi autokorelasi positif.
b. Jika dL < d < du, maka tidak ada kepastian terjadi autokorelasi atau tidak.
c. Jika d-dL < d < 4, maka terjadi autokorelasi negatif.
d. Jika 4-du < d < 4-dL, maka tidak ada kepastian terjadi autokorelasi atau
tidak.
e. Jika du < d < 4-du, maka tidak terjasi autokorelasi positif maupun negatif.
Pengujian Hipotesis
Untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini,
Ghozali (2006) menyatakan bahwa perlu dilakukan analisis regresi melalui uji secara
simultan (uji F), koefisien determinasi dan uji secara parsial (uji t). Tujuan dari pengujian
hipotesis untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen baik
secara parsial maupun silmultan dan untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel
independen menjelaskan variabel dependen.
1. Pengujian Koefisien Regresi Simultan (Uji F)
Menurut Ghozali (2006) Uji F adalah uji untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel independen secara simultan dengan variabel dependen.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan mengambil nilai signifikansi jika 𝛼 >
0,05 maka model regresi tidak layak untuk digunakan sebaliknya jika 𝛼 < 0,05
maka model regresi layak untuk digunakan. Terdapat kriteria pengambilan
keputusan sebagai berikut:
a. 𝐻0 diterima jika signifikansi > 0,05 maka H1 ditolak yang berarti variabel
indenpenden tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. 𝐻1 diterima jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak berarti terdapat
pengaruh antara variabel indenpenden terhadap variabel dependen.
2. Pengujian Koefisien Regresi Parsial (Uji t)
Ghozali (2006) menyatakan uji statistik t pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh untuk membuktikan pengaruh masing-masing variabel independen
dan variabel moderating dengan variabel dependen secara parsial pengaruh satu
variabel independen terhadap variabel dependen. Pengambilan keputusan
dilakukan dengan melihat signifikansi 𝛼 = 0,05 masing variabel bebas. Jika nilai
signifikansi lebih kecil dari 5%, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 sebaliknya yang diajukan
dapat diterima.
3. Koefisien Determinasi
Menurut Kuncoro (2009), koefisein determinasi mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1 (0 > 𝑅2 < 1). Nilai 𝑅2 yang kecil
menunjukkan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen sangat terbatas.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi dependen.
Nilai berkisar 𝑅2 dari 0 hingga 1 semakin mendekati angka 1, mengindikasikan
bahwa variabel bebas yang digunakan dalam model semakin baik dalam
menjelaskan variasi dari variabel terikat. Jika ketika nilai koefisien determinasi
sangat dipengaruhi oleh penambahan jumlah variabel bebas, maka diperlukan
adanya penyesuaian agar efek dari penambahan variabel bebas dapat hilang dari
koefisien determinasi (adjusted R2) (Gujarati, 2004).
Analisis Konvergensi
Analisis konvergensi melalui pendekatan Konvergensi Beta (𝛽) merupakan
pengukuran dengan melihat trend pertumbuhan ekonomi antardaerah untuk menganalisis
penurunan ketimpangan ekonomi daerah melalui proses pertumbuhan ekonomi daerah
tertinggal untuk mengejar ketinggalannya dari daerah maju (Sjafizal,2018). Konvergensi Beta
(𝛽) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu absolut konvergensi dan kondisional
konvergensi.
1. Konvergensi Absolut
Absolut konvergensi memiliki spesifikasi model yakni:
log(yi,t /yi,t−1 ) = 𝑎 + 𝛽 log 𝑦𝑖,𝑡−1 + 𝑢𝑖,𝑡
log (yi,t /yi,t−1 ) adalah rasio pertumbuhan pendapatan perkapita per tahun
Provinsi NTT (yi,t−1 ) adalah PDRB perkapita Kabupaten/Kota Provinsi NTT tahun
sebelumnya dan 𝛽 adalah nilai dari koefisien konvergensi.
2. Konvergensi Kondisional
Kondisional konvergensi memiliki spesifikasi model yakni:
log(𝑦𝑖,𝑡 /𝑦𝑖,𝑡−1 ) = 𝑎 + 𝛽 log(𝑦𝑖,𝑡−1 ) + 𝑙𝑜𝑔𝐼𝑃𝑀𝑖,𝑡 + 𝑢𝑖,𝑡
log 𝐼𝑃𝑀 adalah indeks pembangunan manusia Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
sebagai variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diluar dari PDRB rill
perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi NTT.
Perhitungan β convergence dihitung melalui nilai koefisien PDRBKit-1, dimana
disimbolkan dengan b maka dapat ditulis persamaan:
(1 + 𝛽)
𝑏=−
𝑡
Menurut Barro didalam Malik (2014) kecepatan konvergensi penting untuk diketahui
karena ketika terjadi konvergensi yang semakin cepat mengindikasikan bahwa
perekonomian akan semakin mendekati kondisi steady-state. Sebaliknya, apabila
konvergensi sangat lambat maka perekonomian akan semakin menjauhi dari kondisi steady-
state. Parameter yang digunakan untuk menentukan kecepatan konvergensi dengan
persamaan: -ln (b)
Parameter terakhir pada penelitian ini adalah menghitung waktu untuk menurunkan
𝐼𝑛2
setengah kesenjangan (Arief,2018). 𝜏 = − 𝐼𝑛(𝑏)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Produk Domestik Regional Bruto Provinsi NTT
Selama tahun 2015-2019, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi NTT mengalami
peningkatan. Pada tahun 2015 PDRB provinsi NTT sebesar Rp 56.770.793 juta hingga pada
tahun 2019 sebesar Rp 69.372.469 juta dan didominasi oleh tiga kategori lapangan usaha
yaitu: sektor perikanan, kehutanan, dan perikanan kemudian sektor administrasi
pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib dan sektor perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
Pada tabel 4.1 tahun 2019 ketiga sektor ungulan memberikan kontribusi yang
meningkat dari tahun sebelumnya yakni pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar
Rp18.522.958 juta diikuti dengan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan
jaminan sosial wajib sebesar Rp 9.175.637 juta dan perdagangan besar dan eceran, reparasi
mobil dan sepeda motor sebesar Rp 8.380.039 juta.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang besar dari
sektor lainnya karena sebagian besar masyarakat berpenghasilan sebagai petani dan
nelayan. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang merupakan
sektor yang memberikan kontribusi paling rendah dari sektor lainnya. Hal ini terjadi karena
masih terdapat daerah yang sulit untuk mendapatkan air bersih akibat jarak yang jauh antar
daerah Pengelolahan sampah limbah dan daur ulang masih belum berdampak pada
masyarakat karena terdapat beberapa kalangan masyarakat yang belum peduli dengan
lingkungan alam sekitar.
Tabel 4.1
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi NTT (Menurut Lapangan Usaha)
Tahun 2015-2019
PDRB ADH Konstan Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha
2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan
16.123.170 16.512.693 17.341.989 17.875.723 18.522.958
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian 832.954,5 877.787,8 894.369,8 913.271,3 938.707,4
Industri Pengolahan 709.889,6 745.232,4 800.106,2 841.401,3 918.125,3
Pengadaan Listrik dan Gas 40.919,6 46.896,5 47.223,4 51.741,2 52.163,9
Pengadaan Air, Pengelolaan
39.965,5 40.116,2 40.691,7 42.918,5 45.252,0
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi 5.985.126,1 6.443.585,6 6.819.202,3 7.254.894,2 7.576.225,1
Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda 6.493.339,8 6.933.163,7 7.241.395,5 7.772.386,9 8.380.039,8
Motor
Transportasi dan Pergudangan 2.852.860,4 3.036.416,4 3.269.004,5 3.527.868,5 3.648.665,5
Penyediaan Akomodasi dan
337.927,5 386.795,8 439.343,8 492.783,2 522.291,0
Makan Minum
Informasi dan Komunikasi 4.923.562,1 5.256.293,2 5.524.285,1 5.794.250,1 6.118.148,3
Jasa Keuangan dan Asuransi 2.176.828,1 2.361.144,2 2.500.289,5 2.585.844,8 2.672.523,0
Real Estate 1.456.810,5 1.506.471,8 1.581.248 1.657.866,5 1.657.829,4
Jasa Perusahaan 164.983,1 169.655,9 172.085,6 174.962,3 187.721,7
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial 7.248.102,4 7.656.376,2 7.883.246,5 8.468.814 9.175.637,2
Wajib
Jasa Pendidikan 4.956.238,5 5.159.080,5 5.441.238,6 5.572.360,6 5.869.987,4
Jasa Kesehatan dan
1.212.281,4 1.287.361 1.382.046,5 1.480.288,7 1.564.173,7
KegiatanSosial
Jasa lainnya 1.215.833,8 1.258.942 1.346.954,6 1.434.038,7 1.528.019,2
PDRB 56.770.793 59.678.012 62.724.721 65.941.414 69.372.469
Sumber: NTT dalam Angka, 2020
Gambaran PDRB Perkapita Provinsi NTT
Perhitungan PDRB perkapita berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi
perkapita penduduk suatu negara. Nilai PDRB perkapita ditentukan dengan oleh besarnya
PDRB dan jumlah penduduk suatu daerah. Semakin tinggi PDRB maka PDRB perkapita akan
semakin tinggi juga namun bila tingginya jumlah penduduk tidak diikuti oleh tingkat PDRB
maka PDRB perkapita akan semakin menurun (Faqieh, 2016).
Berdasarkan tabel 4.2 PDRB perkapita Provinsi NTT mengalami peningkatan selama
tahun 2015-2019. PDRB perkapita tertinggi terdapat di Kota Kupang sebesar 331,39 persen
pada tahun 2015 dengan PDRB sebesar Rp 12.147.980.000 miliar yang diikuti oleh jumlah
penduduk sebesar 390.877 jiwa kemudian mengalami peningkatan PDRB perkapita pada
tahun 2019 yakni 385,40 persen dengan PDRB sebesar Rp 16.763.890.000 miliar dan jumlah
penduduk sebesar 434.972 jiwa. Pada tahun yang sama Sumba Barat Daya memiliki tingkat
PDRB perkapita yang rendah yakni 66,87 persen karena tingkat PDRB sebesar Rp
2.305.020.000 tidak diikuti dengan jumlah penduduk sebesar 344.720 jiwa.
Tabel 4.2
PDRB Perkapita berdasarkan harga konstan menurut kabupaten/kota Provinsi NTT tahun
2015-2019
NO Kabupaten/Kota 2015 2016 2017 2018 2019
1 Sumba Barat 97.06 100.27 103.75 107.23 111.12
2 Sumba Timur 132.96 137.84 143.18 148.95 154.81
3 Kupang 114.05 115.47 117.28 118.61 119.72
4 Timor Tengah Selatan 85.54 89.11 93.11 97.45 101.97
5 Timor Tengah Utara 97.55 101.19 105.20 109.49 113.87
6 Belu 114.86 119.44 124.40 129.43 134.32
7 Alor 82.63 85.88 89.59 93.44 97.65
8 Lembata 72.70 74.80 76.77 79.10 81.57
9 Flores Timur 118.05 122.37 126.48 131.42 136.59
10 Sikka 86.94 90.67 94.90 99.40 104.09
11 Ende 125.87 131.70 137.72 144.03 150.83
12 Ngada 122.40 127.59 131.67 136.44 141.52
13 Manggarai 77.50 80.33 83.09 86.06 89.20
14 Rote Ndao 106.07 107.18 108.86 110.47 112.00
15 Manggarai Barat 72.95 74.75 76.89 79.16 81.82
16 Sumba Tengah 90.33 93.20 96.25 99.49 103.04
17 Sumba Barat Daya 59.42 61.06 62.95 64.83 66.87
18 Nagakeo 81.96 84.65 87.78 90.94 93.87
19 Manggarai Timur 61.00 63.16 65.55 68.07 70.53
20 Sabu Raijua 75.00 76.25 77.79 79.28 80.79
21 Malaka 84.74 87.53 90.57 93.73 96.96
22 Kota Kupang 331.39 343.69 357.88 372.16 385.40
Sumber: data olahan, 2020
Gambaran Ketimpangan Pendapatan di Provinsi NTT
Ketimpangan ekonomi dapat terjadi akibat konsentrasi ekonomi tiap daerah yang
berbeda-beda. Kosentrasi ekonomi yang berbeda-beda dapat mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Perkembangan ekonomi suatu daerah dengan daerah
lain yang berbeda menjadi salah satu penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan
(Kuncoro, 2009). Indeks Williamson merupakan suatu indeks yang digunakan untuk
mengukur tingat ketimpangan pendapatan. Indeks Williamson merupakan suatu modifikasi
dari standar deviasi. Semakin tinggi nilai indeks maka akan semakin tinggi ketimpangan dan
sebaliknya (Sjafrizal, 2009).
Tabel 4.3 menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan Provinsi NTT menurut
kabupaten/kota, dalam ketimpangan pendapatan yang rendah. Berdasarkan hasil Indeks
Wiliamson yang berkisar 0-0,5 dengan Kota Kupang memiliki tingkat ketimpangan
pendapatan yang tinggi dari daerah lainnya. Pada tahun 2015 sebesar 0,546%, dan pada
tahun 2019 sebesar 0,561%. Kabupaten Belu memiliki tingkat ketimpangan rendah pada
tahun 2015 sebesar 0,006% dan tahun 2019 sebesar 0,008%.
Tabel 4.3
Indeks Wiliamson di Provinsi NTT menurut Kabupaten/Kota
tahun 2015-2019
NO Kabupaten/Kota 2015 2016 2017 2018 2019
1 Sumba Barat 0.020 0.020 0.021 0.021 0.021
2 Sumba Timur 0.043 0.043 0.043 0.043 0.043
3 Kupang 0.006 0.011 0.017 0.012 0.020
4 Timor Tengah Selatan 0.069 0.068 0.066 0.064 0.061
5 Timor Tengah Utara 0.027 0.027 0.026 0.026 0.025
6 Belu 0.006 0.007 0.008 0.008 0.008
7 Alor 0.051 0.050 0.049 0.049 0.047
8 Lembata 0.056 0.057 0.058 0.059 0.060
9 Flores Timur 0.013 0.013 0.012 0.012 0.013
10 Sikka 0.054 0.053 0.051 0.049 0.047
11 Ende 0.030 0.032 0.034 0.036 0.038
12 Ngada 0.017 0.018 0.017 0.017 0.017
13 Manggarai 0.076 0.076 0.076 0.077 0.077
14 Rote Ndao 0.008 0.012 0.016 0.020 0.023
15 Manggarai Barat 0.076 0.078 0.080 0.081 0.082
16 Sumba Tengah 0.022 0.022 0.023 0.023 0.023
17 Sumba Barat Daya 0.116 0.118 0.119 0.120 0.121
18 Nagakeo 0.044 0.044 0.044 0.044 0.045
19 Manggarai Timur 0.104 0.104 0.104 0.104 0.104
20 Sabu Raijua 0.042 0.044 0.046 0.048 0.050
21 Malaka 0.045 0.045 0.046 0.046 0.047
22 Kota Kupang 0.546 0.550 0.555 0.560 0.561
Sumber: data olahan, 2020
Gambaran Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTT
Indeks pembangunan manusia merupakan indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. Indeks pembangunan
manusia menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.
Indeks Pembagunan Manusia dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang
dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak
(decent standard of living) (Berita Resmi Statistik IPM NTT,2019). Indeks pembangunan
manusia yang meningkat dapat menunjukkan bagaimana keberhasilan pemerintah Provinsi
NTT dalam pembangunan ekonomi yakni masyarakat mulai merasakan hasil pembangunan
yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan tabel 4.4 indeks pembangunan manusia Provinsi NTT tahun 2015-2019
mengalami peningkatan pada seluruh Kabupaten/Kota. Pada tahun 2019 indeks
pembangunan manusia tertinggi terdapat di Kota Kupang sebesar 79,55 persen karena
memiliki akses pembangunan yang lebih baik dari daerah lain dan Kabupaten Sabu Raijua
memiliki tingkat indeks pembangunan manusia yang rendah sebesar 56,66 persen.
Tabel 4.4
Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi NTT menurut Kabupaten/Kota
tahun 2015-2018
IPM
NO Kabupaten/Kota
2015 2016 2017 2018 2019
1 Sumba Barat 61.36 61.85 62.30 62.91 63.56
2 Sumba Timur 62.54 63.22 64.19 64.65 65.34
3 Kupang 62.04 62.39 62.79 63.55 64.43
4 Timor Tengah Selatan 59.90 60.37 61.08 61.58 62.23
5 Timor Tengah Utara 60.96 61.54 62.03 62.65 63.34
6 Belu 60.54 61.04 61.44 61.86 62.54
7 Alor 58.50 58.99 59.61 60.14 61.03
8 Lembata 62.16 62.81 63.09 63.96 64.91
9 Flores Timur 61.24 61.90 62.89 63.55 64.34
10 Sikka 61.81 62.42 63.08 63.89 64.75
11 Ende 65.54 65.74 66.11 66.62 67.20
12 Ngada 65.10 65.61 66.47 67.10 67.76
13 Manggarai 60.87 61.67 62.24 63.32 64.15
14 Rote Ndao 58.32 59.28 60.51 61.51 62.22
15 Manggarai Barat 60.04 60.63 61.65 62.58 63.50
16 Sumba Tengah 57.91 58.52 59.39 60.07 61.01
17 Sumba Barat Daya 60.53 61.31 61.46 61.89 62.60
18 Nagakeo 63.33 63.93 64.74 65.35 65.88
19 Manggarai Timur 56.83 57.50 58.51 59.49 60.47
20 Sabu Raijua 53.28 54.16 55.22 55.79 56.66
21 Malaka 57.51 58.29 58.90 59.66 60.34
22 Kota Kupang 77.95 78.14 78.25 78.84 79.55
Sumber: NTT dalam angka, 2020
Analisis dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi konvergensi di Provinsi Nusa
Tenggara Timur pada tahun 2015-2019. Untuk menganalisis proses konvergensi penelitian
ini menggunakan regresi data panel dengan menggunakan data sekunder yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik Provinsi NTT. Analisis konvergensi di Provinsi NTT pada tahun
2015-2019 dilakukan dengan mengunakan konvergensi absolut dan konvergensi
kondisional. Konvergensi absolut dilakukan dengan melihat pertumbuhan PDRB perkapita
Provinsi NTT dan konvergensi kondisional dengan memasukkan variabel yang diduga
berpengaruh dalam rangka mendorong terjadinya konvergensi variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah variabel Indeks Pembangunan Manusia.
Data olahan PDRB perkapita dan Indeks Pembangunan Manusia terdapat pada
lampiran 1dan analisis yang dilakukan meliputi hasil pemilihan model, hasil pengujian
asumsi klasik dan pengujian statistik.
Konvergensi Absolut
1. Hasil Pemilihan Model Konvergensi Absolut
a. Uji Chow Test
Berdasarkan hasil Uji Chow Test tabel 4.5 dapat diketahui bahwa hasil
Prob.Chi-square yaitu 0,0000 lebih kecil dari 0,05 maka model yang digunakan
adalah model fixed effect.
Tabel 4.5
Hasil Estimasi uji Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 883.631925 (21,87) 0.0000


Cross-section Chi-square 590.406565 21 0.0000

Sumber: Hasil Olahan Eviews.09

b. Uji Correlated Random Effects-Haussman Test


Berdasarkan hasil Uji Haussman Test tabel 4.6 dapat diketahui bahwa hasil
Prob. Cross-section random yaitu 0,0000 lebih kecil dari 0,05 maka model yang
terbaik adalah model fixed effect.
Tabel 4.6
Hasil Uji Haussman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 5379.127523 1 0.0000

Sumber: Hasil Olahan Eviews.09


Dari hasil pemilihan model yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai
Probabilitas pada uji Chow Test tabel 4.5 dan uji Haussman Test tabel 4.6
memiliki hasil Probabilitas yang sama yaitu 0,0000 lebih kecil dari nilai α sebesar
0,05. Model terbaik yang didapatkan dari kedua uji tersebut dan digunakan dalam
analisis konvergensi absolut adalah model fixed effect.
2. Hasil Analisis Model Konvergensi Absolut
Tabel 4.7
Hasil Estimasi Fixed Effect Model
Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 06/09/20 Time: 15:47
Sample: 2015 2019
Periods included: 5
Cross-sections included: 22
Total panel (balanced) observations: 110

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.028811 0.007801 260.0747 0.0000


Log𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 -0.503657 0.003875 -129.9885 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.995461 Mean dependent var 1.014844


Adjusted R-squared 0.994314 S.D. dependent var 0.011506
S.E. of regression 0.000868 Akaike info criterion -11.07803
Sum squared resid 6.55E-05 Schwarz criterion -10.51339
Log likelihood 632.2917 Hannan-Quinn criter. -10.84901
F-statistic 867.3649 Durbin-Watson stat 0.508835
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Olahan Eviews.09

Berdasarkan tabel 4.7 hasil estimasi model konvergensi absolut dapat dijadikan
dalam persamaan berikut:
yit
log ( ) = 2,028811 − 0,503657PDRBK i,t−1 +𝑢𝑖,𝑡
yi,t−1
Hasil persamaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Nilai konstanta sebesar 2,028811 artinya PDRB perkapita tahun penelitian
meningkat sebesar Rp 2,028 dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap tetap.
b. Terjadi konvergensi absolut PDRB perkapita di Provinsi NTT yang ditunjukan
oleh nilai koefisien 𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 memiliki nilai kurang dari 1 atau negatif yaitu -
0,503657.
(1 + 𝛽)
𝑏=−
𝑡
(1 + 0,503657)
𝑏=− = −0,30%
5
Konvergensi absolut yang terjadi di Provinsi NTT selama tahun 2015-
2019 memiliki tingkat konvergensi sebesar -0,30% dapat diartikan bahwa
kondisi PDRB perkapita mulai terjadi pemerataan dan konvergen.
c. Kecepatan konvergensi absolut penting untuk diketahui karena ketika terjadi
konvergensi yang semakin cepat mengindikasikan bahwa perekonomian akan
semakin mendekati kondisi steady-state (Barro didalam Malik,2014).
Parameter yang akan digunakan untuk menentukan kecepatan konvergensi
absolut dengan persamaan:
Tingkat kecepatan konvergensi = −𝐼𝑛 (𝑏)
= −𝐼𝑛 (0,503657)
= −0,6858%
Pada tahun 2015-2019 kecepatan konvergensi absolut sebesar 68,58%
maka kemampuan daerah di Provinsi NTT untuk mencapai kondisi pemerataan
adalah 68,58% dan dalam menghitung waktu untuk menurunkan setengah
kesenjangan menggunakan persamaan:
𝐼𝑛2
𝜏=−
𝐼𝑛 (0,503657)
𝜏 = −1,0106%
Berdasarkan hasil perhitungan diatas waktu yang dibutuhkan untuk
menurunkan setengah kesenjangan yaitu 1,01 kali pada tahun 2015 sampai
tahun 2019 selama 1 tahun dengan asumsi cateris paribus.
3. Hasil Uji Asumsi Klasik Konvergensi Absolut
Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah hasil estimasi memenuhi
asumsi dasar model regresi linier yang berhubungan erat dengan estimasi OLS
(Ordinary Least Square) dari kriteria BLUE (Faqieh,2016). Pada penelitian ini pengujian
asumsi klasik konvergensi absolut yang dilakukan adalah uji Heterokedastisitas.
a. Heterokedastisitas
Heterokedastisitas dapat terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi
regresi yang mempunyai varian tidak sama untuk setiap observasi, sehingga
penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar
(Gujarati,2007). Uji Park dilakukan dengan meregresikan nilai residual
dengan masing-masing variabel independen. Pendeteksian dapat dilakukan
dengan melihat nilai probabilitas masing-masing variabel bila nilai
probabilitas masing-masing variabel independen lebih dari nilai signifikan
0,05 maka pada model regresi tidak terdapat masalah heterokedastisitas
(Faqieh, 2016).
Pada tabel 4.8 nilai t-statistik dan nilai probabilitas yang dihasilkan dari
uji park adalah nilai yang tidak signifikan yaitu variabel 𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 memiliki
nilai t-statistik sebesar -0,55629 dan nilai probabilitas sebesar 0,5853 lebih
besar dari nilai signifikan 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model
konvergensi absolut bersifat homokedastisitas atau tidak terdapat masalah
heterokedastisitas.
Tabel 4.8
Hasil Uji Heterokedastisitas
Dependent Variable: LOG(RES2)
Method: Panel Least Squares
Date: 06/19/20 Time: 13:27
Sample: 2015 2019
Periods included: 5
Cross-sections included: 5
Total panel (unbalanced) observations: 24

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.645275 46.49219 0.164442 0.8712


Log𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 -12.67956 22.82019 -0.555629 0.5853

Sumber: Hasil Olahan Eviews.09


4. Hasil Uji Statistik Konvergensi Absolut
a. Uji t
Uji statistik t digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel
independen dengan variabel dependen secara parsial (Ghozali,2016).
Berdasarkan hasil estimasi konvergensi absolut pada tabel 4.7 nilai probabilitas
variabel 𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 sebesar 0,0000 lebih kecil dari 0,05 artinya variabel
𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 atau PDRB perkapita tahun sebelumnya berpengaruh secara
signifikan terhadap rasio pertumbuhan PDRB perkapita dengan α sebesar 0,05.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen secara simultan dengan variabel dependen (Ghozali,2006).
Berdasarkan hasil estimasi konvergensi absolut pada tabel 4.7 menunjukkan
nilai probabilitas F statistik sebesar 0,0000 lebih kecil dari 0,05 artinya secara
keseluruhan menandakan bahwa variabel 𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 berpengaruh secara
signifikan terhadap rasio pertumbuhan PDRB perkapita pada taraf nyata 5
persen.
c. Koefisien Determinasi
Koefisein determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai 𝑅2 yang kecil
menunjukan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel
independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen (Kuncoro,2009).
Berdasarkan hasil estimasi konvergensi absolut pada tabel 4.7 nilai
koefisien determinasi sebesar 0,995461 yang berarti sekitar 99,5 persen dari
variabel rasio pertumbuhan PDRB perkapita dapat dijelaskan oleh variabel
𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 .
Konvergensi Kondisional
1. Hasil Pemilihan Model Konvergensi Kondisional
a. Uji Chow Test
Berdasarkan hasil Uji Chow Test Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa hasil
Prob. Chi-square yaitu 0,0000 lebih kecil 0,05 maka model yang digunakan
adalah model fixed effect.
Tabel 4.9
Hasil Estimasi uji Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 1027.472219 (21,86) 0.0000


Cross-section Chi-square 608.191086 21 0.0000

Sumber: Hasil Olahan Eviews.09

b. Uji Correlated Random Effects-Haussman Test


Berdasarkan hasil Uji Haussman Test tabel 4.10 dapat diketahui bahwa
hasil Prob. Cross-section random yaitu 0,0000 lebih kecil 0,05 maka model
yang digunakan adalah model fixed effect.
Tabel 4.10
Hasil Uji Haussman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 4391.416732 2 0.0000

Sumber: Hasil Olahan Eviews.09

Dari hasil pemilihan model yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai
Probabilitas pada uji Chow Test tabel 4.9 dan uji Haussman Test tabel 4.10
memiliki hasil Probabilitas yang sama yaitu 0,0000 lebih kecil 0,05. Model terbaik
yang didapatkan dari kedua uji tersebut dan digunakan dalam analisis konvergensi
kondisional adalah model fixed effect.
2. Hasil Analisis Model Konvergensi Kondisional
Tabel 4.11
Hasil Estimasi Fixed Effect Model
Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 06/19/20 Time: 13:52
Sample: 2015 2019
Periods included: 5
Cross-sections included: 22
Total panel (balanced) observations: 110

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.649767 0.146428 18.09608 0.0000


Log𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 -0.910147 0.031827 -28.59699 0.0000
Log𝐼𝑃𝑀𝑖𝑡 -0.388504 0.097380 -3.989554 0.0001

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.986600 Mean dependent var 1.029923


Adjusted R-squared 0.983016 S.D. dependent var 0.023683
S.E. of regression 0.003086 Akaike info criterion -8.533364
Sum squared resid 0.000819 Schwarz criterion -7.944168
Log likelihood 493.3350 Hannan-Quinn criter. -8.294383
F-statistic 275.3030 Durbin-Watson stat 0.540713
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Olahan Eviews.09

Berdasarkan tabel 4.13 hasil estimasi model konvergensi kondisional dapat


dijadikan dalam persamaan berikut:
yit
log ( ) = 2,649767 − 0,910147PDRBK i,t−1 − 0,388504 log 𝐼𝑃𝑀𝑖,𝑡 +𝑢𝑖,𝑡
yi,t−1
Hasil persamaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Nilai konstanta sebesar 2,649767 artinya PDRB tahun penelitian meningkat
sebesar Rp 2,649 dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap tetap.
b. Terjadi konvergensi kondisional PDRB perkapita di Provinsi NTT yang
ditunjukan oleh nilai koefisien 𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 atau PDRB perkapita pada tahun
awal memiliki nilai kurang dari 1 atau negatif yaitu – 0,910147.
(1 + 𝛽)
𝑏=−
𝑡
(1 + 0,910147)
𝑏=− = −0,38%
5
Konvergensi kondisional yang terjadi di Provinsi NTT selama tahun
2015-2019 memiliki tingkat konvergensi sebesar -0,38% dapat diartikan
bahwa kondisi PDRB perkapita mulai terjadi pemerataan dan konvergen.
c. Kecepatan konvergensi penting untuk diketahui karena ketika terjadi
konvergensi yang semakin cepat mengindikasikan bahwa perekonomian akan
semakin mendekati kondisi steady-state (Barro didalam Malik,2014).
Parameter yang akan digunakan untuk menentukan kecepatan konvergensi
kondisional dengan persamaan:
Tingkat kecepatan konvergensi = −𝐼𝑛 (𝑏)
= −𝐼𝑛(0,910147)
= −0,0941%
Pada tahun 2015-2017 kecepatan konvergensi kondisional adalah
sebesar 94,1% maka kemampuan daerah di Provinsi NTT untuk mencapai
kondisi pemerataan adalah 94,1%. Dalam menghitung waktu untuk
menurunkan setengah kesenjangan menggunakan persamaan:
𝐼𝑛2
𝜏=−
𝐼𝑛(0,910147)
𝜏 = −7,3622%
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka waktu yang dibutuhkan
untuk menurunkan setengah kesenjangan yaitu 7,36 kali pada tahun 2015
sampai tahun 2019 selama 7 tahun dengan asumsi cateris paribus.
d. Variabel indeks pembangunan manusia (IPM) memiliki nilai koefisien sebesar
-0,388504 yang berpengaruh negatif menjelaskan bahwa apabila terjadi
peningkatan pada indeks pembangunan manusia sebesar 1% maka akan
menurunkan rasio pertumbuhan PDRB perkapita sebesar 38,8% dengan faktor
lain variabel lain dianggap tetap.
3. Hasil Uji Asumsi Klasik Konvergensi Kondisional
Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah hasil estimasi
memenuhi asumsi dasar model regresi linear dengan estimasi OLS (Ordinary Least
Square) dari kriteria BLUE (Faqieh,2016). Pada penelitian ini pengujian asumsi
klasik konvergensi kondisional yang dilakukan adalah uji Heterokedastisitas dan uji
Multikolinearitas.
a. Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas dapat terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi
regresi mempunyai varian yang tidak sama untuk setiap observasi, sehingga
penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar
(Gujarati,2007). Uji Park dilakukan dengan meregresikan nilai residual
dengan masing-masing variabel independen. Pendeteksian dapat dilakukan
dengan melihat nilai probabilitas masing-masing variabel bila nilai
probabilitas masing-masing variabel independen lebih dari nilai signifikan
0,05 maka pada model regresi tidak terdapat masalah heterokedastisitas
(Faqieh, 2016)
Tabel 4.12
Hasil Uji Heterokedastisitas
Dependent Variable: LOG(RES2)
Method: Panel Least Squares
Date: 06/19/20 Time: 14:06
Sample: 2015 2019
Periods included: 5
Cross-sections included: 22
Total panel (balanced) observations: 110

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.084231 86.21664 -0.012576 0.9900


Log𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 4.033220 18.73955 0.215225 0.8301
Log𝐼𝑃𝑀𝑖𝑡 -9.166852 57.33760 -0.159875 0.8734

Sumber: Hasil Olahan Eviews.09

Berdasarkan tabel 4.12 nilai t-statistik dan nilai probabilitas yang


dihasilkan dari uji park adalah nilai yang tidak signifikan yaitu variabel
𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 memiliki nilai t-statistik sebesar 0,215225 dan nilai probabilitas
sebesar 0,8301 kemudian variabel IPM memiliki nilai t-statistik sebesar -
0,159875 dan nilai probabilitas yakni 0,8734 hasilnya lebih besar dari nilai
signifikan 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model konvergensi
kondisional bersifat Homokedastisitas atau tidak terdapat masalah
heterokedastisitas.
b. Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas (Ghozali, 2012:105) bertujuan untuk menguji apakah
suatu model regresi terdapat korelasi antar variabel independen. Pengujian
asumsi multikolinearitas dilakukan dengan menghitung nilai korelasi pearson
untuk setiap pasangan variabel bebas didalam model regresi. Adanya korelasi
yang erat antarvariabel bebas dapat berimplikasi terhadap koefisien regresi
yang tidak dapat terestimasi dengan presisi yang tinggi (Septian Rizky,2018).
Tabel 4.13
Hasil Uji Multikolinearitas
Log𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 Log𝐼𝑃𝑀𝑖,𝑡
Log𝑃𝐷𝑅𝐵𝐾𝑖𝑡−1 1,00000 0,808926
Log𝐼𝑃𝑀𝑖,𝑡 0,808926 1,00000
Sumber: Hasil Olahan Eviews.09
Hasil penghitungan nilai korelasi antarvariabel bebas dapat terlihat
pada tabel 4.13 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel bebas secara
berpasangan cukup rendah yaitu variabel PDRBK it−1 memiliki nilai 1,00000
dan variabel IPM memiliki nilai 0,808926 yang tidak melebihi dari 0.90 maka
dapat disimpulkan bahwa pada model konvegernsi kondisional asumsi
multikolineritas bisa terpenuhi.
4. Hasil Uji Statistik Konvergensi Kondisional
a. Uji t
Uji statistik t digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel
independen dengan variabel dependen secara parsial (Ghozali,2016)
Berdasarkan hasil estimasi konvergensi kondisional pada tabel 4.11 nilai
probabilitas variabel PDRBK it−1 sebesar 0,0000 lebih kecil dari 0,05 artinya
variabel PDRBK it−1 berpengaruh secara signifikan terhadap rasio
pertumbuhan PDRB perkapita dengan α sebesar 0,05. Variabel IPM memiliki
nilai probabilitas 0,0001 lebih kecil dari 0,05 maka variabel IPM berpengaruh
secara signifikan terhadap rasio pertumbuhan PDRB perkapita.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen secara simultan dengan variabel dependen (Ghozali,2006).
Berdasarkan hasil estimasi konvergensi kondisional pada tabel 4.11
menunjukkan nilai probabilitas F statistik sebesar 0,0000 lebih kecil dari 0,05
artinya secara keseluruhan menandakan bahwa variabel PDRBK it−1 dan
variabel IPM dalam model persamaan berpengaruh signifikan terhadap rasio
pertumbuhan PDRB perkapita pada taraf nyata 5 persen.
c. Koefisien Determinasi
Koefisein determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai R2 yang
kecil menunjukkan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu menunjukkan
bahwa variabel independen apat menejelaskan variasi variabel depenen
(Kuncoro,2009).
Berdasarkan hasil estimasi konvergensi kondisional pada tabel 4.11
nilai koefisien determinasi sebesar 0,986600 yang berarti sekitar 98,6 persen
dari variabel rasio pertumbuhan PDRB perkapita dapat dijelaskan oleh
variabel PDRBK it−1 .
Pembahasan
1. Konvergensi Absolut di Provinsi NTT
Konvergensi absolut Provinsi NTT dilakukan dengan menggunakan pendekatan
rasio pertumbuhan PDRB perkapita sebagai variabel dependen dan PDRB perkapita
tahun awal sebagai variabel independen Proses konvergensi dapat terjadi pada
daerah terbelakang dengan perekonomian daerah yang kecenderungan untuk
tumbuh lebih cepat dari daerah kaya dengan melihat pertumbuhan PDRB riil
perkapita (Sjafizal, 2018: 134).
Hasil negatif pada pendapatan perkapita tahun awal pada tabel 4.7 estimasi
menunjukkan terjadinya konvergensi absolut di Provinsi NTT pada tahun 2015–2019
yaitu sebesar -0,503657 dengan tingkat konvergensi absolut -0,30% yang
menunjukkan bahwa kondisi PDRB perkapita Provinsi NTT mulai terjadi pemerataan
dan konvergen dilihat dari PDRB perkapita tiap daerah yang mengalami peningkatan
selama tahun penelitian yang dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan pendapatan.
Kecepatan konvergensi absolut untuk mencapai kondisi pemerataan adalah
68,58% dengan waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan setengah kesenjangan
sebanyak 1,01 kali selama tahun 2015-2019 adalah 1 tahun. Hal ini ditunjukan
dengan ketimpangan pendapatan di Provinsi NTT yang mengalami penurunan dan
mengalami pemerataan antar daerah selama periode tahun 2015-2019.
Terdapat program-progam yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung
terjadinya penurunan ketimpangan pendapatan yaitu Program Peningkatan Ekonomi
Masyarakat (PEM) dan Dana PEM serta Program Bantuan Pangan Non-Tunai E-
Warong. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahyunadi (2019) bahwa telah terjadi konvergensi absolut pendapatan perkapita
selama periode 6 tahun dengan kecepatan konvergensi absolut berkisar antara 2,14%
hingga 3,710% pertahunnya dan penelitian yang dilkukan oleh Jamzani (2006) telah
terjadi konvergensi absolut dengan diketahui kecepatan konvergensi sebesar 8,28%.
2. Konvergensi Kondisional di Provinsi NTT
Konvergensi kondisional melakukan analisis dengan menambahkan variabel-
variabel penjelas lainnya di luar PDRB riil perkapita dengan menggunakan
konvergensi kondisional dapat diketahui faktor-faktor penyebab terjadinya
penurunan ketimpangan ekonomi antardaerah sehingga dapat memberikan implikasi
yang sangat bermanfaat bagi para perencana dan pengambilan kebijakan
pembangunan ekonomi (Sjafizal, 2018).
Hasil estimasi pada tabel 4.11 model konvergensi kondisional di Provinsi NTT
menunjukkan terjadinya konvergensi kondisional yakni sebesar -0,91047 dengan
tingkat konvergensi yaitu -0,38% yang berarti kondisi PDRB perkapita mulai
mengalami pemerataan dan konvergen dengan kecepatan konvergensi kondisional
yakni 94,1% untuk mencapai kondisi pemerataan. Waktu yang diperlukan untuk
menurunkan setengah kesenjangan yaitu 7,36 kali selama 7 tahun, hasil ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rizky (2018) yang
menunjukkan tingkat konvergensi kondisional sekitar 13,16 persen dengan lama
waktu yang diperlukan untuk menutup setengah ketimpangan yang terjadi adalah
sekitar 6 tahun.
Provinsi NTT mengalami konvergensi kondisional dengan variabel indeks
pembangunan yang berpengaruh negatif dengan nilai koefisien sebesar –0,100252
dan signifikan terhadap pertumbuhan PDRB perkapita, sehingga apabila terjadi
peningkatan indeks pembangunan manusia sebesar 1% akan menurunkan tingkat
pertumbuhan PDRB perkapita di Provinsi NTT sebesar 1%.
Indeks pembangunan manusia Provinsi NTT selama tahun 2015-2019
mengalami peningkatan melalui program-program yang dilakukan pemerintah yaitu
menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia yang ada di NTT, namun masih terdapat beberapa daerah yang
memiliki standar hidup yang belum layak yaitu kesulitan dalam mendapatkan air
bersih dan terdapat masalah-masalah kesehatan seperti gizi buruk.
Hal ini sejalan dengan teori pertumbuhan ekonomi baru oleh Romer (1986)
yang menjelaskan bahwa perlunya pemerintah memperhatikan tingkat kualitas
sumber daya manusia agar dapat meningkatkan produktivitas yang berdampak pada
pengeluaran output. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Muhammad (2018) dan Malik (2014) yang menyimpulkan bahwa indeks
pembagunan manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat
pertumbuhan pendapatan perkapita.

KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan terjadinya konvergensi di Provinsi Nusa Tenggara Timur
selama tahun penelitian dengan menggunakan dua konsep konvergensi Beta, yaitu
konvergensi absolut dan konvergensi kondisional. Hasil estimasi konvergensi absolut dan
konvergensi kondisional menunjukkan terjadinya konvergensi di Provinsi NTT dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan setengah kesenjangan yang berbeda untuk
konvergensi absolut dan konvergensi kondisional.
Saran
Beberapa saran yang diajukan berdasarkan pada penelitian yang diuraikan:
1. Untuk mengatasi ketimpangan pendapatan pemerintah NTT dapat mengikuti
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Bali dengan
mengembangkan pusat-pusat perekonomian baru disamping memperkuat
lembaga perekonomian yang ada dan membentuk suatu cluster disetiap
kabupaten dengan keunggulan di masing-masing wilayah.
2. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pemerintah NTT dapat
melakukan kebijakan pemerataan sektor PDRB dengan tidak mengfokuskan
pada peningkatan pada satu sektor tetapi diikuti dengan sektor lainnya.
Sektor pengadaaan air, pengolahan sampah, limbah dan daur ulang
merupakan sektor yang memiliki kontribusi terendah terhadap PDRB
Provinsi NTT. Hal ini mengakibatkan masyarakat masih kesulitan dalam
mendapatkan air bersih dan terdapat penyakit gizi buruk, sehingga
masyarakat memiliki standar hidup yang belum layak tentu saja hal ini akan
mempengaruhi indeks pembangunan manusia. Oleh karena itu pemerintah
harus meningkatkan penggunaan teknologi yang tepat sasaran agar dapat
digunakan masyarakat yang akan berdampak pada meningkatnya indeks
pembangunan manusia di daerah yang masih kesulitan dalam mendapatkan
air bersih.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin,1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi


Pertama, Yogyakarta: PBFE.

______________, 2009. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi


Pertama, Penerbit PBFE Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Adisasmita, Rahardjo. (2008). “Pengembangan Wilayah Konsep dan Teori”. Penerbit Graha
Ilmu. Jakarta

Boediono, 1992, Pengantar Ilmu Ekonomi No. 4: Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama,
Yogyakarta: BPFE.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (Edisi Ke 4).
Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
____________. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 20. Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.

___________. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23 (Edisi 8).
Cetakan ke VIII. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar N. (2004). Basic Econometrics (4thed). Singapura: McGraw Hill.

_________________. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika, Jakarta: Erlangga PT Gelora Aksara


Pratama.

Kuncoro, Mudrajad.2009. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Rustiada Ernan. 2018. Perencanaan dan Pengembangan Wiayah, Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.

Robinson Tarigan. 2004. Ekonomi Regional. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sugiyono,(2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Sjafrizal. 2018. Analisis Ekonomi Regional dan Penerapannya Di Indonesia. Depok: PT Raja
Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : LPEF-UI Bima Grafika.

_____________. 2010. Pengantar Teori Makroekonomi.Lembaga Penerbit FE UI

Jakarta

S, Alam, MM. 2007. Ekonomi Untuk SMA dan MA Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith. 2014. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Arief Budiman, Hasdi Aimon dan Yeniwati, (2018), “ Analisis Konvergensi Antar Provinsi
(Studi Kasus Pulau Sumatera)”, Jurnal Ekonomi Pembagunan, Unversitas Negeri
Padang, Vol. 1 No 3.

Chatarina Anggri Ayu dan Rini Setyastuti, (2013), “Analisis Konvergensi Pertumbuhan
Ekonomi Di Indonesia Tahun 1992-2012”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas
Atma Jaya Yogyakarta
Jamzani Sodik , (2006), “ Pertumbuhan Ekonomi Regional: “Studi Kasus Analisis Konvergensi
Antar Provinsi di Indonesia”,Jurnal Ekonomi Pembangunan, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogjakarta, Vol. 11 no, 1.

Mohammad Rofik dan Syaiful Anwar, (2019),” Analisis Konevergensi pada Empat Kabupaten
di Pulau Madura“, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Universitas Wirajaya , Vol.2 No. 1.

Muhammad Rizky Septian, (2018),”Kecenderungan Konvergensi Ekonomi Antar daerah di


Provinsi Sumatera Utara”,Journal of Regional and Rural Development Planing, DOI:
http://dx.doi.org/10.29244/jp2wd.2018.2.1.90-103, Vol.2 No.1.

Malik, A. S. (2014). Analisis Konvergensi Antar Provinsi di Indonesia Setelah Pelaksanaan


Otonomi Daerah Tahun 2001-2012. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan, 7, 92-101.

Melliana, A., & Zain, I. (2013). Analisis Statistika Faktor yang Mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan
Regresi Panel. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2 (2), D237–D242.

Palinescu, Elena. 2015. The Impactof Human Capital onEconomicGrowth. Jurnal


ProcediaEconomicand Finance 22.

Romer, P.M. (1986). IncreasingReturnsand Long-runGrowth. JournalofPoliticalEconomy.


Vol.94. 1002-38.

Sjafrizal, 2009. “Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia


Bagian Barat”, Prisma, No.3, 27-38.

Su, L., Zhang, Y., & Wei, J. (2016). A Practical Test for Strict Exogeneity in Linear Panel Data
Models with Fixed Effects. Economics Letter,.147 (2016), 27-31.

Wahyunadi,(2019),”Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi di Nusa Tenggara Barat Periode


Tahun 2010-2015”,Jurnal Ekonomi Pembangunan, Universitas Mataram, Vol.1No.2

Barro, Robert J. and Xavier Sala-i-Martin.(1995). EconomicGrowth, New York, McGraw Hill

Faqieh, Mohammad. (2016). “ Analisis Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten


Di Pulau Madura”, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Jember: Jawa Timur.

Badan Pusat Statistik. 2018. RingkasanKemiskinan Nusa Tenggara Timur. BPS Provinsi NTT,
Kupang.
________________. 2019. Persentase Kemiskinan Nusa Tenggara Timur. BPS Provinsi NTT,
Kupang.

________________. 2019. RingkasanKemiskinan Nusa Tenggara Timur. BPS Provinsi NTT, Kupang.

________________. 2019. Indikator- Indikator Kemiskinan Nusa Tenggara Timur. BPS Provinsi
NTT, Kupang.

________________. 2019. Indeks Pembangunan Manusia Nusa Tenggara Timur 2018. BPS Provinsi
NTT, Kupang.

________________. 2020.Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nusa Tenggara Timur menurut
Lapangan Usaha 2015-2019. BPS Provinsi NTT, Kupang.

________________. 2020. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2019. BPS Provinsi NTT, Kupang.

Juanda,Junaidi.2012.Ekonomitrika deret waktu: teori dan aplikasi. Bogor: IPB Press


dalamhttps://scholar.google.co.id/schhp?hl=id, diaskes 3 Maret 2020

MankiwN,Gregory. 2009. Macroeconomics, 7th Edition. New York: WorthPublishers

“ Sejarah Provinsi Nusa Tenggara Timur “. Website Resmi Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur. 19 Juni 2020.https://nttprov.go.id/ntt/sejarah-provinsi-nusa-
tenggara-timur/

Anda mungkin juga menyukai