Anda di halaman 1dari 10

1

ANALISIS PEMETAAN WILAYAH DAN KETIMPANGAN WILAYAH


DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2013-2017

MAPPING ANALYSIS OF REGIONAL AND TERRITORIAL


INEQUALITY IN WESTERN KALIMANTAN
PROVINCE YEAR 2013-2017
Hana Mutiaradina B1012161002
Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pemangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Tanjungpura (UNTAN)
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan
Barat. Indonesia
e-mail: hanamutiaradinaa@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mematakan wilayah
berdasarkan indikator pertumbuhan ekonomi & tingkat kemiskinan. (2) Menganalisis tingkat
ketimpangan antar wilayah di provinsi Kalimantan Barat. Untuk menganalisis tipologi pertumbuhan
ekonomi digunakan tipologi klassen, untuk menganalisis tingkat disparitas pendapatan menggunakan
alat analisis indeks Williamson. Dari analisis tipologi klasen Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan
perkpita, terdapat 5 kabupaten/kota yang masuk kuadran satu sedangkan untuk kuadran dua terdapat 4
kabupaten/kota. Untuk kuadran tiga terdapat 1 kabupaten/kota, sedangkan untuk kuadran empat
terdapat 4 kabupaten/kota. Lalu analisis tipolgi klassen Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan, ,
terdapat 5 kabupaten/kota yang masuk kuadran satu sedangkan untuk kuadran dua terdapat 5
kabupaten/kota. Untuk kuadran tiga terdapat 2 kabupaten/kota, sedangkan untuk kuadran empat
terdapat 3 kabupaten/kota Hasil perhitungan indeks Williamson menunjukkan dari tahun 2013-2107
Indeks Williamson menunjukkan berfluktuatif namun cenderung meningkat, hal ini menunjukkan
semakin terjadi ketimpangan di Provinsi Kalimantan Barat, dengan rata-rata sebesar 1,54.

Kata Kunci : tipologi klassen, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, kemiskinan, ketimpangan.

ABSTRACT

The research aims to analyse: The research aims to: (1) to say territories based on economic growth
indicators & poverty rate. (2) Analyzing the level of inequality between regions in the province of West
Kalimantan. To analyze the typology of economic growth is used in Classen typology, to analyse the
level of income disparity using the Williamson Index Analysis tool. From the classical typology
analysis of the economic growth and income, there were 5 districts that entered the quadrant while for
the two quadrants there were 4 districts/cities. For the three quadrants there are 1 district/city, while for
the four quadrants there are 4 districts/cities. Then the analysis of Tipolgi Klassen economic growth
and poverty, there are 5 districts/cities that entered the quadrant while for the two quadrants there are 5
districts/cities. For the three quadrants there are 2 districts/cities, while for the four quadrants there are
3 districts/cities. The results of the Williamson index showed from the year 2013-2107 The Williamson
index shows fluctuating but tends to increase, which shows that there is an increasing inequality in West
Kalimantan province, with an average of 1.54.

Keywords: classical typology, economic growth, income per capita, poverty, inequality.
2

PENDAHULUAN

Masalah ketimpangan pendapatan dan kemiskinan telah lama menjadi persoalan dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh sejumlah Negara miskin dan
berkembang. Laju pertumbuhan ekonomi antar provinsi berbeda-beda setiap tahunnya. Menurut
Kuznets dalam Tambunan (2001) terdapat korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan
ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi atau semakin besar
pendapatan per kapita maka semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Pada tahap
awal pembangunan, peningkatan pendapatan per kapita diiringi oleh peningkatan nilai Indeks Gini
distribusi pendapatan.

Kalimantan Barat memiliki 14 Kabupaten atau Kota. Hal itulah yang memunculkan berbagai
masalah yang harus segera diatasi, seperti masalah pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan
dan kemsikinan. Karena masalah ketimpangan pendapatan dan kemiskinan telah lama menjadi
persoalan dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh sejumlah Negara
miskin dan berkembang. Dua aspek ini penting untuk diperhatikan agar tujuan pemekaran wilayah
dapat tercapai sebagai salah satu tujuan pembangunan nasional.

Sebagai provinsi yang memiliki banyak daerah otonomi, maka perkembangan jumlah
penduduk antar provinsi pun selalu mengalami peningkatan, hal tersebut yang membuat peneliti tertarik
untuk mengetahui apakah pengaruh pertumbuhan jumlah penduduk dengan ketimpangan pendapatan
dan kemiskinan di Kaliamantan Barat.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mematakan wilayah berdasarkan indikator pertumbuhan ekonomi
& tingkat kemiskinan. (2) Menganalisis tingkat ketimpangan antar wilayah di provinsi Kalimantan
Barat.

KAJIAN LITERATUR

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan ditunjukkan oleh Hipotesis
Kuznets.Penelitian Kuznets (1955) melihat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
dengan pendekatan variabel PDB per kapita dan Kemiskinan.

A. ANALISIS TIPOLOGI KLASSEN

Alat analisis tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua
indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau produk domestik regional bruto per
kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu verti¬kal dan rata-
rata produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita sebagai sumbu horisontal, daerah dalam hal ini
yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi/golongan, yaitu:

a. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran sektor
dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang
menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki kontribusi terhadap PDRB (si) yang lebih
besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau
secara nasional (s).

b. Sektor maju tapi tertekan (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai
pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang
3

menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi memiliki kontribusi terhadap PDRB daerah (si)
yang lebih besar dibandingkan kontribusi nilai sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang
menjadi acuan atau secara nasional (s).

c. Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini
merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi
dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi kontribusi
sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut
terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s).

d. Sektor relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai
pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang
menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus memiliki kontribusi tersebut terhadap
PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah
yang menjadi acuan atau secara nasional (s).

B. TEORI KETIMPANGAN

Ketimpangan/disparitas antar daerah merupakan hal yang umum terjadi dalam kegiatan
ekonomi suatu daerah. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan
perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Perbedaan ini membuat
kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena
itu di setiap daerah biasanya terdapat daerah maju (Developed Region) dan daerah terbelakang
(Underdeveloped Region) (Sjafrizal, 2012).

Menurut Kuncoro (2006), ketimpangan mengacu pada standar hidup yang relatif pada seluruh
masyarakat, karena kesenjangan antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal
(endowment factor). Perbedaan ini yang membuat tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah
berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut
(Sukirno, 2010). Ketimpangan antar wilayah dimunculkan oleh Douglas C.North dalam analisanya
mengenai Teori Pertumbuhan Neo Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi hubungan
antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar
wilayah. Hipotesa ini kemudian lebih dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik (Sjafrizal, 2012).

METODE PENELITIAN

A. TIPOLOGI KLASSEN

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kalimantan Barat. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Regional Bruto per kapita
kabupaten/kota. Data diperoleh dari berbagai sumber seperti BPS dan internet. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dan analisis Tipologi.

Analisis tipologi digunakan untuk memetakan dan melihat klasifikasi variabel yang ingin
dianalisis. Penelitian ini memetakan dan melihat klasifikasi suatu daerah berdasar Pertumbuhan PDRB
per kapita dan Ketimpangan sektoral. Hasil yang diperoleh dapat memperlihatkan apakah pertumbuhan
PDRB per kapita daerah tersebut berada di atas rata – rata atau di bawah rata – rata, dan ketimpangan
sektoralnya di atas rata – rata atau di bawah rata – rata.
4

Analisis tipologi dpat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan untuk
mengembangkan suatu daerah, mana yang harus dikembangkan, baik untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, maupun untuk mengurangi ketimpangan antar sektor.

Berdasarkan tipologi pertumbuhan dan ketimpangan tersebut, dapat diambil tiga strategi,
berdasarkan posisi/klasifikasi daerah. Metode analisis deskriptif digunakan untuk melengkapi analisis
Tipologi. Hasil dari analisis Tipologi dijelaskan menggunakan analisis deskriptif. Analisis ini
digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan hasil analisis tipologi, serta strategi pengembangan
perekonomian daerah berdasar analisis tipologi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar sektor

B. INDEKS WILLIAMSON :

Tingkat ketimpangan antar wilayah dapat diketahui dengan menggunakan indeks ketimpangan regional
(regional inequality) yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson. yaitu merupakan salah satu alat
ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah atau disparitas pendapatan di suatu wilayah. Menurut
Sjafrizal (2008:107).

Dimana :

Yi = PDRB per kapita daerah i

Y = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah

fi = Jumlah penduduk daerah i

N = Jumlah penduduk seluruh daerah

Indeks Williamson mempunyai nilai antara 0-1, dimana semakin mendekati nol artinya maka
menunjukkan wilayah tersebut semakin tidak timpang, dan apabila mendekati satu maka wilayah
tersebut semakin timpang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kalimantan Barat (Kalbar) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau
Kalimantan dengan ibu kota Provinsi Kota Pontianak. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah
146.807 km² (7,53% luas Indonesia). Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan
Timur dan Kalimantan Tengah.

Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi "Seribu
Sungai". Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil
yang di antaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan
5

urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat
menjangkau sebagian besar kecamatan.

Kalimantan Barat berbatasan darat dengan negara bagian Sarawak, Malaysia. Walaupun
sebagian kecil wilayah Kalimantan Barat merupakan perairan laut, akan tetapi Kalimantan Barat
memiliki puluhan pulau besar dan kecil (sebagian tidak berpenghuni) yang tersebar sepanjang Selat
Karimata dan Laut Natuna yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat menurut sensus tahun 2016 berjumlah 5.365.256
jiwa dan makin meningkat pada tahun 2018 sejumlah 5.422.814 jiwa yaitu dengan penduduk terbanyak
di darerah Kota Pontianak, Kabupaten Sambas, Kabupaten Kubu Rayadan Kabupaten Ketapang.

A. PEMETAAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI TENGAH BERDASARKAN:


1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita

TABEL 1
Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita
antar Kabupaten / Kota di Prov. Kalimantan Barat tahun 2013-2017

TABEL KELASEN TIPOLOGI

Yi > Y Yi < Y
Gi > G Sambas, Ketapang, Kubu Mempawah, Sintang, Sekadau,
Raya, Pontianak, Singkawang Kayong Utara
Gi < G Sanggau Bengkayang, Landak, Kapuas Hulu,
Melawi
Klasifikasi 1 : Merah, Klasifikasi 2 : Jingga, Klasifikasi 3 : Kuning, Klasifikasi 4 : Hijau
6

ANALISA:

1. Kabupaten Sambas, Ketapang, Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang merupakan
daerah dengan Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ipm di atas rata-rata provinsi.
Kondisi ini Menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pendapatan perkapita
(pro-growth, pro-per capita income). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi
oleh pemerintah Daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan
produktivitas dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi
pelayanan publik untuk mengukur kesejahteraan masyarakat. Contohnya adalah KotaPontianak
dengan Pertumbuhan Ekonomi 5, 75% dan rata-rata pendapatn perkapitanya sebesar 42,69%
Tingkat PDRB per kapita Kota Pontianak ini sangat besar dibanding kabupaten lainnya. Terjadi
ketimpangan yang sangat tinggi antara pendapatan per kapita di Kota ini dengan kabupaten
lainnya. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Kudus memiliki potensi yang sangat besar untuk
kemajuan ekonomi wilayah. Banyak sektor-sektor perekonomian yang memberikan kontribusi
besar dalam pembentukan angka PDRBKota Pontianak, terutama sektorPertanian, Industri
Pengelohan dan Kontruksi yang sangat menunjang perekonomian wilayah.
2. Kabupaten Mempawah, Sintang, Sekadau dan Kayong Utara Yang terletak di kuadran II
termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di atas ratarata, tapi pendapatan
perindvidu dibawah rata-rata(pro growth, low per capita income). Tingginya pertumbuhan
ekonomi turut didukung oleh pemanfaatan sumberdaya alam yang melimpah di wilayah ini.
Walaupun Perkapita yang menunjukkan tingkat kesejahteraan di kabupaten dibawah rata-rata
namuntidak secara riil menunjukkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
3. Kabupaten Sanggau bterletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang
dibawah rata-rata akan tetapi pendapatan perkapita yang diatas rata rata (low growth, pro
percapita income). Hal ini menunjukkan bahwa kabupaten tersebut memiliki tingkat
pertumbuhan PDRBnya masih lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan PDRB Kalimantan Barat
namun nilai rata-rata PDRB perkapita yang lebih rendah dari rata-rata PDRB Perkapita. Hal ini
mungkin dikarenakan pertumbuhan sektor-sektor PDRB khususnya sektor pembangunan
(kontruksi), karena daerah berkembang dominan melakukan pembangunan yang
tinggi.Umumnya banyak terjadi pemekaran wilayah pada tipologi kabupaten ini. Pemerintah
pusat memberikan kewenangan daerahnya untuk melakukan otonominya dalam mengolah
sumberdaya dan potensi yang ada secara maksimal.
4. Kabupaten Bengkayang, Landak, Kapuas Hulu dan Melawi terletak di kuadran IV dengan rata-
rata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di bawah rata-rata provinsi (low growth,
low per capita income). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi
pelayanan publik dan mengkur kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah juga
harus bekerja keras mendorong seluruh keigiatan daerah yang bertujuan untuk membangun
daerah tersebut untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan
nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah.
7

2. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan


TABEL 2
Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan
antar Kabupaten / Kota di Prov. Kalimantan Barat tahun 2013-2017

TABEL TIPOLOGI KLASSEN

Pi < P Pi > P

Gi > G Mempawah, Sekadau, Kubu Sambas, Ketapang, Sintang, Sekadau, Kayong


Raya, Pontianak, Singkawang Utara

Gi < G Bengakayang, Sanggau Landak, Kapuas Hulu, Melawi

Klasifikasi 1 : Merah, Klasifikasi 2 : Jingga Klasifikasi 3 : Kuning, Klasifikasi 4 : Hijau

ANALISA

1. Kabupaten Mempawah, Sekadau, Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang
merupakan memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-
rata (high growth, pro-poor). provinsi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang terjadi
dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat Tantangan yang harus dihadapi
oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap
meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan.
2. Kabupaten Sambas, Ketapang, Sintang, Sekadau dan Kayong Utara dengan rata-rata
pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-
growth, less-pro poor). Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di
daerah tersebut belum memberi dampak penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan
yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor dan
8

kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan,
serta usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah meningkatkan
koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
3. Kabupaten Bengakayang dan Sanggau termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi
di bawah rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor).
Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan
efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong
percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya
potensi berkembang seperti pertanian, perkebunan, serta perdagangan dan jasa.
4. Kabupaten Landak, Kapuas Hulu dan Melawi terletak di kuadran IV dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (low growth,
less pro-poor). Kinerja pembangunan daerah tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah
harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan
produkvititas sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih
besar dari golongan miskin. Selain itu, pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi berbaga kebijakan dan program pengurangan kemiskinan

B. MENGHITUNG KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI KALIMANTAN


BARAT

Dari tahun 2013-2107 Indeks Williamson menunjukkan berfluktuatif namun cenderung meningkat,
hal ini menunjukkan semakin terjadi ketimpangan di Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 2013
tingkat kesenjangan kabupaten/kota diwilayah Kalimantan Barat adalah 1,84 dan pada tahun 2014
tingkat kesenjangan turun dari tahun sebelumnya menjadi1,46, pada tahun 2015 naik lagi menjadi 1,52,
pada tahun 2016 tingkat kesenjangan kembali turun menjadi 1,41 dan pada tahun 2017 tingkat
kesenjangan kembali meningkat menjadi 1,48. Dengan rata-rata sebesar 1,54.

TABEL 3
Pendaptan Perkapita Dan Jumlah Penduduk
Antara Wilayah Kabupaten Dan Kota
Di Provinsi Kalimantan Barat 2013-2017

TAHUN INDEKS WILLIAMSON

2013 1,84
2014 1,46
2015 1,52
2016 1,41
2017 1,48
RATA-RATA 1,54

Berdasarkan analisis Indeks Williamson yang dikenalkan oleh Jeffrey G. Williamson. yaitu
merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah atau disparitas pendapatan
di suatu wilayah Menurut Sjafrizal (2008:107) indeks ketimpangan Williamson adalah analisis yang
digunakan sebagai indeks ketimpangan regional, dengan menggunakan produk domestikbruto (PDRB)
perkapita sebagai data dasar. Tingkat ketimpangan pada provinsi ini diukur dengan Indek Williamson.
Adapun kriteria indek Williamson secara detial yaitu besarnya IW adalah 0 < IW < 1. Jika IW=0, berarti
pembangunan wilayah sangat merata, IW=1, berarti pembangunan wilayah sangat tidak merata
(kesenjangan sempurna), IW~0, berarti pembangunan wilayah semakin mendekati merata dan IW~1,
9

berarti pembangunan wilayah semakin mendekati tidak merata. Berdasarkan perhitungan tersebut maka
tingkat ketimpangan pendapatan rata-rata 1,54 maka tingkat kabupaten/kota diprovinsi Kalbar cukup
tinggi.
Tingkat kesiapan masing-masing pemerintah kabupaten/kota dalam menerapkan
peraturan perundang-undangan berbeda-beda apalagi pada pemerintahan yang baru saja
terbentuk yang masih menata pemerintahannya berbeda dengan kabupaten/kota yang sudah
cukup mapan sebelumnya sehingga tingkat kesenjangan antar kabupaten/kota cukup tinggi.
Lalu jika Indeks mengalami penurunan berati adanya pertumbuhan ekonomi yang stabil dan
merata di setiap daerah, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat cenderung bertumbuh positif.

KESIMPULAN
1. Hasil pengklasifikasian selama periode penelitian dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017,
posisi masing-masing kabupaten/kota berdasarkan Tipologi Klassen Pertumbuhan Ekonomi
dan Pendpatan Perkapita menunjukkan bahwa daerah maju dan bertumbuh pesat ada Kab.
Sambas, Ketapang, KubuRaya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Lalu daerah maju tetapi
tertekan adalah Kab. Mempawah, Sintang, Sekadau dan Kayong Utara. Lalu Daerah potensial
atau masih berkembang pesat ialah Sanggau. Lalu Daerah relatif tertinggal ialah Bengkayang,
Landak, kapuas Hulu dan Melawi
2. Hasil pengklasifikasian selama periode penelitian dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017,
posisi masing-masing kabupaten/kota berdasarkan Tipologi Klassen Pertumbuhan Ekonomi
dan Kemiskinan mennjukkan Pertumbuhan yang maju dan kemiskinan yang menurun ada
didaerah Kab. Mempoawah, Sekadau, Kubu Raya, Kota Pontianak dan Singkawang. Lalu
Pertumbuhan Ekonomi yang maju tetapi Kemiskinan yang banya ada didaerah Sambas,
Ketapang, Sintang, Sekadau dan Kyong Utara. Lalu Pertyumbuhan yang lebih kecil dan
Kemiskinan yang sedikit ada didarerah Kab. Bengkayang dan Sanggau. Lalu Pertumbuhan
Ekonomi dan Penpdatan Perkapiuta yang sangat tidak stabil ada di Kab. Landak, Kapuas Hulu
dan Melawi.
3. Hasil perhitungan Indeks Williamson Kalimantan Barta selama periode tahun 2013 sampai
dengan tahun 2017 menunjukkan Artinya terjadinya ketidakmerataan pendapatan perkapita dan
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2013-2017., ketimpangan
sangat tinggi.
SARAN
1. Pemerintah harus bisa mengenali potensi dan kelemahan wilayah masing-masing. Setiap
wilayah memiliki karakteristik tersendiri yang apabila dikenali dan secara kreatif
dikembangkan, akan menjadi nilai tambah bagi wilayah tersebut.
2. Pemerintah mencari peluang untuk mengembangkan potensi wilayah dan bisa bersaing dengan
wilayah lainnya. Terkadang potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah juga dimiliki oleh wilayah
lain sehingga timbul persaingan. Oleh karena itu, pemerintah harus pintar dalam mencari
peluang.
10

DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris Di
Kalimantan Selatan 1993-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 17, No. 1, 2003, 27 – 45
Herwin Mopangga. 2011. “Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Gorontalo.” Trikonomika Volume 10, No. 1, Juni 2011, Hal. 40–51.
Dellis, Arman., Rosmelli., dan Novitasari. 2011. “Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar
Wilayah di Indonesia Periode 1990 – 2008.” Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. 4, No.
1 Juli 2011.
Raswita Ngakan dan Utama Made, 2013. “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan
Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar”. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas
Udayana, Volume 2, Nomor 3.
Ida Ayu Indah Utami Dewi, Made Kembar Sri Budhi, dan Wayan Sudirman. 2014. “Analisis
Ketimpangan Pembangunan Antara Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali.” Jurnal FE UNUD.

Ye Tian. 2012. The Effect of Income Inequality on Economic Growth in China. Economics &
Business Journal: Inquiries & Perspectives. Volume 4 (1), pp. 17-30
Yunan Y, Zuhairan. 2012. Tipologi Sektoral sebagai Pengukur dalam Menentukan Sektor
Potensial Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Signifikan Vol I No.1,. hlm. 15 – 30
Morrissey, K. and C. O‟Donoghue. (2012). The Irish Marine Economy and Regional
Development. Marine Policy. 36: 358-364.
Kuznets, Simon. (1955). Economic Growth and Income Inequality. The American Economic
Review, Vol. 45, No. 1. (Mar., 1955), pp. 1-28.
Modrego, Fe´ Lix And Berdegue´, Julio A (2015). A Large-Scale Mapping of Territorial
Development Dynamics in Latin American World Development Vol. 73, pp. 11–3.

Anda mungkin juga menyukai