Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL

EFEKTIVITAS PENURUNAN KADAR COD DAN TIMBAL PADA AIR LINDI TPA
JATIBARANG MENGGUNAKAN METODE VERTICAL SUBSURFACE
CONSTRUCTED WETLANDS

Oleh :

ANNISA YASMINE TRISNANINGTYAS

NIM 25010116140278

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah persampahan merupakan dampak dari laju pertumbuhan penduduk
dan tingkat urbanisasi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan dan belum
diimbangi dengan penyediaan infrastruktur persampahan yang memadai. Baik dari
penyediaan lahan penampungan, pemungutan ke TPA, hingga proses pengelolaannya.
Hal ini mengakibatkan sampah terabaikan dengan volume yang semakin menumpuk
setiap harinya.
Permasalahan sampah inipun tak luput dari permasalahan yang dihadapi oleh
Kota Semarang sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data non fisik
Adipura tahun 2015, Semarang merupakan salah satu kota dengan prosentase kenaikan
volume sampah yang cukup tinggi sebesar 11,52 persen. Data BPS Jawa Tengah
2014 menunjukkan bahwa dari total timbunan sampah yang terangkut dan di buang
di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) berjumlah sekitar 41,28 persen, di bakar 35,59
persen, dikubur 7,97 persen, di buang sembarangan (ke sungai, saluran, jalan, dan
sebagainya) 14,01 persen, dan yang terolah (dikompos dan didaur ulang) hanya
1,15 persen. Permasalahan sampah menjadi semakin krusial, dari data
didapatkan bahwa potensi sampah di Kota Semarang semakin meningkat dari hari
ke hari seiring dengan pertambahan penduduk. Jumlah penduduk yang mencapai 1,6 juta
jiwa yang tersebar di 16 kecamatan, kurang lebih produksi sampah yang dihasilkan oleh
masyarakat tiap harinya mencapai 4.201,96 m3 atau sekitar 1000 ton.
Air Lindi timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah,
melarutkan dan membilas materi – materi, termasuk juga bahan organik hasil
proses dekomposisi biologis. Kuantitas lindi yang dihasilkan tergantung pada jumlah
masuknya air, terutama air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang
diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim,
dan sebagainya sehingga bervariasi dan fluktuatif. 1 Air lindi yang tidak terolah dapat
meresap ke dalam tanah yang berpotensi bercampur dengan air tanah sehingga
menimbulkan pencemaran tanah, air tanah dan air permukaan. Karakteristik COD lindi
dari landfill muda (1 – 2 tahun) sangat tinggi sebesar 3000 - 60.000 mg/L sangat berbeda
dengan karakteristiknya dengan landfill tua (> 10 tahun) sekitar 100 – 500 mg/L.2
Pembuangan air lindi ini berpotensi mencemari lingkungan dan mengakibatkan
gangguan kesehatan. Proses dalam TPA menghasilkan molekul organic recalcitrant
yang ditunjukkan dengan rendahnya rasio BOD/COD dan tingginya nilai NH3
– N.3 Penelitian Sudarwin pada tahun 2008 menunjukkan pencemaran logam Pb dan Cd
dari air lindi TPA Jatibarang pada sedimen aliran Sungai Kreo mengakibatkan kelas
pencemaran tinggi pada jarak 0 meter sampai dengan jarak 143 meter dari outlet lindi
dan menurun nilainya hingga jarak 580 meter. Sedangkan jika tanaman padi yang
disirami dengan air lindi dapat mengakibatkan bulir padi mengandung logam berat
cukup tinggi sebesar (766.80 mg/kg) sehingga berbahaya untuk dikonsumsi.4
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengontrol polutan lindi mulai dari
pengolahan air limbah (waste water treatment) adalah biologi. Pengolahan ini merupakan
suatu cara pengolahan yang bertujuan untuk menurunkan atau menyisihkan substrat
tertentu yang terkandung dalam air limbah dengan memanfaatkan aktifitas
mikroorganisme melalui proses biodegradasi. Sistem pengolahan Constructed Wetlands
adalah sistem yang direkayasa yang telah didesain dan dibangun dengan memanfaatkan
proses secara alami yang melibatkan Tumbuhan, tanah, dan kumpulan mikroba untuk
membantu dalam mengolah limbah cair.5 Sistem ini merupakan alternatif pengolahan air
buangan yang biayanya dikategorikan sesuai untuk Negara berkembang dan juga
membutuhkan operasi dan perawatan yang mudah.6 Pada constructed wetland dengan
sistem aliran vertikal, inlet ditempatkan di bagian atas, air limbah dituangkan pada
permukaan wetland. Tumbuhan yang ditanam pada media yang berkisar antara kerikil
kasar sampai pasir.7
Tujuan penggunaan tumbuhan pada constructed wetland adalah untuk
menyediakan oksigen di zona akar dan untuk menambah luas permukaan bagi
pertumbuhan mikroorganisme yang tumbuh di zona akar selain itu tumbuhan juga dapat
menyerap logam dari air limbah yang diolah. Jenis tumbuhan yang digunakan pada
penelitian ini adalah Typha angustifolia yang telah digunakan dalam beberapa penelitian
terdahulu dengan sistem Sub- surface flow constructed wetland untuk menurunkan beban
pencemaran organik pada limbah cair.8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Jawa Tengah pada tahun 2014
menunjukkan bahwa dari total timbunan sampah yang terangkut dan di buang di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) berjumlah sekitar 41,28 persen. Sampah yang
ditimbun pada TPA dan telah melebihi daya tampung yang diijinkan, maka akan
menyebabkan air lindi menjadi sulit untuk dikendalikan.
Studi yang dilakukan oleh Wiharyanto Oktiawan tahun 2008, menunjukkan
bahwa limpasan lindi TPA Jatibarang yang memiliki debit sebesar 60,66 m3/hari telah
melimpas menuju sungai kreo yang merupakan sumber air baku yang digunakan oleh
PDAM.9 Penelitian Sudarwin pada tahun 2008 menunjukkan pencemaran logam Pb dan
Cd dari air lindi TPA Jatibarang pada sedimen aliran Sungai Kreo mengakibatkan
kelas pencemaran tinggi pada jarak 0 meter sampai dengan jarak 143 meter dari outlet
lindi dan menurun nilainya hingga jarak 580 meter.10
Air tanah di sekitar lokasi TPA Jatibarang berupa air sumber dan juga air sumur
penduduk dengan kedalaman berkisar antara 10-20 meter dari permukaan tanah. Kondisi
penyebaran air lindi yang sulit dikendalikan tersebut berpotensi menyerang sumur warga.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui proses pengolahan secara biologi
menggunakan metode vertical subsurface constructed wetlands menggunakan tanaman
air Typha angustifolia. Oleh sebab itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah metode vertical subsurface constructed wetlands dengan menggunakan tanaman
typha angustifolia efektif dalam menurunkan kadar COD dan timbal pada air lindi TPA
Jatibarang?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penurunan kadar COD
dan Timbal pada air lindi TPA Jatibarang dengan menggunakan metode Vertical
Subsurface Flow Constructed Wetland menggunakan tumbuhan typha angustifolia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kadar COD pada air lindi TPA Jatibarang
b. Mengetahui kadar Timbal pada air lindi TPA Jatibarang
c. Menganalisis efektivitas metode vertical subsurface flow menggunakan Typha
Angustifolia dalam menurunkan kadar COD dan Timbal pada air lindi TPA
Jatibarang
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi dan pengetahuan bagi masyarakat khususnya masyarakat sekitar
TPA Jatibarang tentang manfaat penggunakan metode vertical subsurface flow
menggunakan Typha Angustifolia dalam menurunkan kadar COD dan timbal pada air
lindi TPA Jatibarang
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat menambah informasi kepustakaan di bidang ilmu Kesehatan
Lingkungan
3. Bagi Instansi Terkait (Pengelola TPA Jatibarang)
Membantu merumuskan alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan pengelolaan
air lindi
4. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu dan kemampuan dalam mengatasi
permasalahan lingkungan
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya
di bidang Kesehatan Lingkungan
2. Lingkup Masalah
Kadar COD dan timbal yang masih tinggi pada air lindi TPA Jatibarang sehingga
dapat mencemari badan air disekitar
3. Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di TPA Jatibarang Semarang
4. Lingkup Sasaran
Air lindi yang dihasilkan oleh TPA Jatibarang Semarang
F. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian ini digunakan untuk membuktikan bahwa dalam melakukan
penelitian ini peneliti tidak melakukan plagiarism terhadap penelitian yang sudah ada.
Pembuktian keaslian penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dengan penelitian
sebelumnya. Berikut merupakan peneliti yang telah dilakukan sebelumnya :
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Metode


1 Sudarwin (2008) Analisis Spasial a. Penelitian observasional dengan
Pencemaran Logam desain studi potong lintang
Berat (Pb dan Cd) (cross sectional).
Pada Sedimen b. Pengambilan sampel sedimen
Aliran Sungai Dari akan dilakukan pada 10 titik di
Tempat Pembuangan sepanjang sungai Kreo.
Akhir (TPA) c. Variabel terikat berupa Kadar Pb
Sampah Jatibarang dan Cd pada sedimen aliran
Semarang sungai.
2 Yuniarmita, dkk Studi Kemampuan a. Penelitian eksperimental dengan
(2015) Vertical Subsurface rancangan penelitian
Flow Constructed Nonrandomized Pretest Posttest
Wetlands Dalam Design.
Menyisihkan b. Sampel berupa air lindi TPS
Konsentrasi TSS, Kawasan Industri Terboyo.
TDS, dan ORP Pada c. Variabel terikat berupa
Lindi Menggunakan penurunan konsentrasi TSS,
Tumbuhan Alang – TDS, dan ORP pada air lindi.
Alang (Typha
angustifolia)
3 Gunawan, dkk Studi Kemampuan a. Penelitian eksperimental dengan
(2013) Vertical Subsurface rancangan penelitian
Flow Constructed Nonrandomized Pretest Posttest
Wetlands Dalam
Menyisihkan COD, Design.
Nitrit, dan Nitrat b. Sampel berupa air lindi TPA
Pada Air Lindi Ngronggo, Salatiga.
(Studi Kasus : TPA c. Variabel terikat berupa
Ngronggo, Salatiga) penurunan konsentrasi COD,
Nitrit, dan Nitrat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sampah
Sampah pada dasarnya mencakup banyak pengertian. Sampah merupakan
semua zat/benda yang tidak dapat dipakai lagi, baik yang berasal dari rumah tangga
maupun sisa hasil produksi. Pandangan mengenai sampah telah mengalami
pergeseran, di mana pada saat ini telah berkembang dari persampahan yang
semula sebagai “waste” sekarang menjadi pandangan sebagai komoditas yang
bernilai ekonomis. Pandangan tersebut dikembangkan dalam upaya menangani
persampahan sehingga mendorong pelaksanaan pengelolaan sampah secara
menyeluruh atau secara holistik. Pengembangan tersebut diwujudkan dalam
model 3R yaitu : Reduction, Re - use, dan Re - Cycle. Model pengembangan tersebut
menjadi landasan strategi pengelolaan sampah perkotaan.11
Penggolongan sampah dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok
yaitu :
1. Human Excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh
manusia yang meliputi tinja dan air seni.
2. Sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah
tangga/pemukiman. Contohnya air bekas cucian yang masih mengandung
detergen.
3. Refuse, merupakan bahan sisa proses industri atau hasil samping kegiatan rumah
tangga. Pengertian sehari - hari refuse ini sering kali disebut sebagai sampah.
Contohnya adalah botol bekas, kertas bekas pembungkus bumbu dapur, sisa
sayuran, daun tanaman, kertas bekas, dan lain sebagainya.
4. Industrial waste, merupakan bahan buangan sisa proses industri.12

Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika memberi batasan bahwa sampah


(waste)merupakan sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang sudah dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi
dengan sendirinya. Batasan ini sampah merupakan hasil kegiatan manusia yang
dibuang karena sudah tidak berguna.

Laju timbulan sampah adalah jumlah sampah yang dihasilkan dari buangan
domestik dan non domestik. Jadi timbulan sampah adalah jumlah sampah yang
dihasilkan m3 per hari dalam satu periode. Negara - negara berkembang seperti
Indonesia faktor musim sangat besar pengaruhnya terhadap berat sampah. Dalam hal ini
musim yang dimaksud adalah penghujan dan kemarau. Disamping hal tersebut
berat sampah juga dipengaruhi oleh faktor sosial budaya lainnya. Penggunaan
besaran timbulan sampah dalam perencanaan sebaiknya berdasarkan sumber
sampah, bukan berdasarkan jenis kotanya.
Pengolahan sampah yang paling banyak digunakan antara lain adalah:
a) Open Dumping
Cara open dumping merupakan cara yang paling mudah dan murah dilakukan
namun banyak menimbulkan dampak pencemaran. Setelah sampah di lokasi TPA
sampah dibuang begitu saja. Dampak yang ditimbulkan dari cara ini antara lain
bau yang tidak sedap, sampah berserakan, dan dimungkinkannya menjadi
sarang bibit penyakit dan tempat berkembang biak vektor penyakit seperti
kecoa, lalat dan tikus.
b) Incineration
Metode incineration merupakan metode pembakaran sampah yang perlu diawasi
dengan baik, metode ini sangat sederhana dan biaya yang murah. Pada metode ini zat
padat yang tersisa berupa abu yang jumlahnya relatif lebih kecil dibandingkan
volume semula. Demikian juga bau busuk dan berkembangbiaknya vektor
penyakit seperti tikus, lalat dan kecoa dapat diminimalisasi.
c) Sanitary Landfill
Metode sanitary landfill merupakan metode yang dianjurkan. Pada metode ini
sampah dibuang, ditutup dengan tanah dan bersamaan dengan ini dipadatkan
dengan alat berat agar menjadi lebih mampat. Lapisan di atasnya dituangkan
sampah berikut tanah secara berlapis dan demikian seterusnya sampai akhirnya
rata dengan permukaan tanah.13
B. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Prinsip dari pembuangan akhir sampah adalah untuk memusnahkan sampah
domestik atau yang diklasifikasikan sejenis, ke suatu pembuangan akhir dengan
cara sedemikian rupa, sehingga tidak atau seminimal mungkin menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan di sekitarnya, baik setelah dilakukan pengolahan
maupun tanpa diolah terlebih dahulu.14
Pada dasarnya kegiatan operasional akhir merupakan kegiatan yang dapat
mengubah bentuk lahan. Kegiatan ini dapat menimbulkan kerusakan serta
kemerosotan sumber daya lahan, air, dan udara. Lokasi pembuangan akhir sampah
sebaiknya sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota. Tahapan selanjutnya
adalah membuat konsep perencanaan penataan kembali lokasi pembuangan akhir
sampah yang telah habis masa pakainya.
C. Logam Berat
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria - kriteria yang sama
dengan logam-logam yang lain. Perbedaan terletak pada dari pengaruh yang
dihasilkan bila logam berat ini masuk atau diberikan ke dalam tubuh organisme
hidup.15
Semua logam berat dapat dikatakan sebagai bahan beracun yang akan
meracuni makhluk hidup. Sebagai contoh logam berat air raksa (Hg), kadmium (Cd),
timbal (Pb), dan krom (Cr). Namun demikian, meskipun semua logam berat dapat
mengakibatkan keracunan atas makhluk hidup, sebagian dari logam - logam berat
tersebut dibutuhkan oleh makhluk hidup. Kebutuhan tersebut dalam jumlah yang
sangat kecil/sedikit. Tetapi apabila kebutuhan yang sangat kecil tersebut tidak
terpenuhi dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan makhluk hidup. Karena tingkat
kebutuhan yang sangat dipentingkan maka logam - logam tersebut juga dinamakan
sebagai logam - logam esensial tubuh. Bila logam - logam esensial yang masuk
ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan, maka berubah fungsi menjadi
racun. Contoh dari logam berat esensial ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn), dan nikel
(Ni).16
D. Risiko Pencemaran dan Toksisitas
Risiko toksisitas berarti besarnya kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan
keracunan. Hal ini tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, lama dan seringnya
pemaparan, juga cara masuk dalam tubuh, 17 serta gejala keracunan antara lain
disebabkan oleh adanya pencemaran/polusi.
Pencemaran merupakan keadaan yang berubah menjadi lebih buruk, keadaan
yang berubah karena akibat masuknya bahan - bahan pencemar. Bahan pencemar
umumnya mempunyai sifat toksik (racun) yang berbahaya bagi organisme hidup.
Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu
terjadinya pencemaran.16
Akibat yang ditimbulkan dari pencemaran adalah terganggunya aktivitas
kehidupan makhluk hidup, terlebih apabila organisme tersebut tidak mampu
mendegradasi bahan pencemar tersebut, sehingga bahan tersebut terakumulasi dalam
tubuhnya. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan terjadinya biomagnifikasi dari
organisme satu ke organisme yang lain yang mempunyai tingkatan yang lebih
tinggi.18
Risiko apabila mengkonsumsi pakan mengandung bahan toksik setiap harinya
adalah akumulasi bahan toksik tersebut sehingga konsentrasi dalam tubuh hewan lebih
tinggi dari pada konsentrasi yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi. Bila
seekor hewan mengandung bahan toksik dikonsumsi hewan lainnya maka hewan
kedua memiliki konsentrasi bahan toksik lebih tinggi dari hewan pertama,
demikian juga hewan ketiga yang memakan hewan kedua, rangkaian proses
tersebut disebut ”food chain”.18
E. Timbal (Pb)
Timbal mempunyai berat atom 207,21; berat jenis 11,34; bersifat lunak serta
berwarna biru atau silver abu - abu dengan kilau logam, nomor atom 82
mempunyai titik leleh 327,4ºC dan titik didih 1.620ºC.16
Timbal termasuk logam berat ”trace metals” karena mempunyai berat jenis
lebih dari lima kali berat jenis air.24 Bentuk kimia senyawa Pb yang masuk ke dalam
tubuh melalui makanan akan mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan
terbuang bersama bahan sisa metabolisme.18
Timbal banyak dimanfaatkan oleh kehidupan manusia seperti sebagai bahan
pembuat baterai, amunisi, produk logam (logam lembaran, solder, dan pipa),
perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat bedah), cat, keramik, peralatan
kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB untuk komputer) untuk campuran minyak
bahan - bahan untuk meningkatkan nilai oktan. Konsentrasi timbal di lingkungan
tergantung pada tingkat aktivitas manusia, misalnya di daerah industri, di jalan
raya, dan tempat pembuangan sampah. Karena timbal banyak ditemukan di berbagai
lingkungan maka timbal dapat memasuki tubuh melalui udara, air minum, makanan yang
dimakan dan tanah pertanian.
Timbal mempengaruhi system darah dengan:
a. Memperlambat pematangan normal sel darah merah (eritrosit) dalam sumsum tulang
yang menyebabkan terjadinya anemia.
b. Mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Eritrosit yang diberi perlakuan
dengan timbal, memperlihatkan peningkatan tekanan osmosis dan kelemahan
pergerakan. Selain itu memperlihatkan penghambatan Na - K - ATP ase yang
meningkatkan kehilangan Kalium intraseluler. Hal ini membuktikan bahwa
kejadian anemia karena keracunan timbal disertai dengan penyusutan waktu hidup
eritrosit.
c. Menghambat biosintesis haemoglobin dengan cara menghambat aktivitas enzim delta
– ALAD dan enzim ferroketalase.19
F. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan oksigen (mg O 2) yang diperlukan untuk mengoksidasi
senyawa organik secara kimawi, yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik
dalam 1 liter air dengan menggunakan oksidatorkalium dikromat selama 2 jam
pada suhu 150°C. Hasil analisis COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik
yang terdapat dalam limbah. Pengoksidasi ion bikromat K2R2O7 yang digunakan
sebagi sumber oksigen (oxidizing agent), COD menjadi angka yang menjadi sumber
pencemaran bagi zat-zat organis secara alamiah dan dapat dioksidasi dengan proses
mikrobiologis yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang didalam air.19
Akibat dari konsntrasi COD yang tinggi dalam badan air menunjukkan
bahwa adanya bahan pencemar organik dalam jumlah tinggi jumlah
mikroorganisme baik secara patogen dan tidak patogen yang dapat
menimbulkanberbagai macam penyakit untuk manusia.19
G. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Penurunan kadar COD dan


Variabel waktu tinggal 2, 4,
Timbal
6, dan 8 hari pengolahan
Vertical Subsurface Flow
Constructed Wetland
tanaman Typha Angustifolia

Variabel Pengganggu

o Kadar Keasaman (pH) air


Limbah*
o Suhu air limbah*
o Debit air limbah**
o Jenis media tanam**
o Ketinggian media tanam**
o Tinggi Typha Angustifolia**
o Jarak tanam**

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan : * = Diukur
Keterangan : **= Dikendalikan

B. Hipotesis Penelitian
Terdapat penurunan kadar COD dan Timbal pada air lindi TPA Jatibarang
dengan pengolahan menggunakan metode Vertical Subsurface Constructed Wetlands
menggunakan tanaman Typha Angustifolia.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – Mei 2020 dan berlokasi di TPA
Jatibarang yang terletak di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.
Lokasi tersebut dipilih dikarenakan TPA Jatibarang merupakan salah satu sumber limbah
dimana lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk.
D. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi experiment research
dengan rancangan penelitian Nonrandomized Pretest Posttest Design yaitu penelitian
yang mirip dengan pretest posttest desain namun tidak terdapat pengacakan. Rancangan
ini tidak menggunakan kontrol karena dilakukan pengukuran kadar sebelum eksperimen
(pretest) yang memungkinkan menguji perubahan – perubahan yang terjadi setelah
adanya eksperimen. Bentuk rancangan tersebut sebagai berikut :
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Pretest Intervensi Posttest


Kel. Eksperimen O1 X1 O1’
Kel. Eksperimen O2 X2 O2’
Kel. Eksperimen O3 X3 O3’
Kel. Eksperimen O4 X4 O4’

Keterangan :
O1 = Inlet Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 2 hari
X1 = Perlakuan Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 2 hari
O1’ = Outlet Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 2 hari
O2 = Inlet Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 4 hari
X2 = Perlakuan Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 4 hari
O2’ = Outlet Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 4 hari
O3 = Inlet Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 6 hari
X3 = Perlakuan Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 6 hari
O3’ = Outlet Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 6 hari
O4 = Inlet Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 8 hari
X4 = Perlakuan Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 8 hari
O4’ = Outlet Vertical Subsurface Flow System dengan waktu tinggal 8 hari
E. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek yang dikaji. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh air lindi yang berasal dari TPA Jatibarang, Kota Semarang yang dapat
ditampung dalam pengolahan constructed wetlands.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian air lindi yang diambil dari TPA
Jatibarang Semarang. Guna menghindari kesalahan dalam percobaan penelitian
dilakukan replikasi yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(t – 1)(r – 1) ≥ 15
(4 – 1) (r – 1) ≥ 15
(r – 1) ≥ 6
Keterangan :
t : banyaknya perlakuan pada sampel (4 perlakuan)
r : banyaknya pengulangan dalam prcobaan
Dari hasil perhitungan diatas menggunakan rumus perhitungan acak lengkap didapat
hasil pengulangan yaitu 6 kali. Peneliti menggunakan pngulangan 6 kali, peneliti ini
menggunakan 4 perlakuan sehingga sampel yang dibutuhkan sebanyak 24 sampel.
Total sampel sebanyak 48 sampel terdiri dari 24 sampel pretest dan 24 sampel
posttest.
F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Data
a. Variabel Penelitian
a) Variabel bebas
Variasi waktu tinggal 2, 4, 6, dan 8 hari pengolahan Vertical Subsurface Flow
Constructed Wetland tanaman typha angustifolia.
b) Variabel terikat
Penurunan kadar COD dan timbal.
c) Variabel pengganggu
o Kadar keasaman (pH) air lindi
o Suhu air lindi
o Debit air lindi
o Jenis media tanam
o Ketinggian media tanam
o Tinggi typha angustifolia
o Jarak tanaman
b. Definisi operasional dan Skala Data
1. Variabel bebas
a) Vertical Subsurface Flow Constructed Wetland tanaman typha angustifolia
adalah sistem pengolahan air lindi yang menggunakan tumbuhan air berupa
typha angustifolia untuk menurunkan bahan pencemar dengan aliran air lindi
berada di bawah permukaan media.
Satuan :-
Skala :-
b) Waktu tinggal adalah jumlah hari yang digunakan untuk menampung air lindi.
Waktu tinggal yang digunakan adalah 2, 4, 6, dan 8 hari.
Satuan : Hari
Skala : Nominal
2. Variabel terikat
a) Kadar COD adalah selisih kadar COD yang diperoleh dari pemeriksaan air
lindi sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest) untuk
semua variasi waktu tinggal.
Satuan : mg/l
Skala : rasio
b) Kadar Timbal adalah selisih kadar timbal yang diperoleh dari pemeriksaan air
lindi sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest) untuk
semua variasi waktu tinggal.
Satuan : mg/l
Skala : rasio
3. Variabel pengganggu
a) Debit air lindi adalah jumlah air lindi yang masuk dari bak ekualisasi ke bak
reactor wetland per satuan waktu.
Satuan : liter/ hari
Skala : rasio
b) pH air lindi adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan air lindi. Diukur dengan menggunakan pH
indicator strips.
Skala :-
Satuan : rasio
c) Suhu air lindi adalah besaran yang menyatakan derajat panas atau dingin pada
air lindi. Diukur dengan menggunakan thermometer.
Satuan : Derajat celcius
Skala : Interval
d) Jenis media tanam adalah jenis bahan atau media yang digunakan sebagai
tempat tumbuh dan berkembangnya akar tanaman typha angustifolia yang
juga diharapkan dapat mereduksi kadar air lindi. Jenis media tanam yang
digunakan adalah pasir dengan ketinggian 10 cm dan kerikil yang memiliki
diameter 2 – 3 cm dengan ketinggian 5 cm.
Satuan :-
Skala : Nominal
e) Ketinggian media tanam adalah tinggi media yang digunakan dan diukur dari
dasar bak reactor wetlands sampai batas tinggi. Ketinggian media tanam pada
yang akan digunakan adalah 15 cm.
Satuan : cm
Skala : rasio
f) Tinggi typha angustifolia adalah tinggi tanaman yang digunakan dan diukur
dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Tinggi tanaman yang
digunakan sepanjang 15 – 20 cm.
Satuan : cm
Skala : rasio
g) Jarak tanam adalah jarak tanam setiap rumpun tanaman typha angutifolia yang
berada didalam bak wetlands. Jarak tanam tiap koloni yang digunakan adalah
5 cm dengan jumlah tanaman sebanyak 2 tanaman setiap koloninya.
Satuan : cm
Skala : rasio
G. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang diperoleh berasal dari pengukuran laboratorium dan studi pustaka.
Berikut adalah jenis data penelitian yang diperoleh :
1. Data Primer
Data primer yang diperoleh berasal dari hasil pemeriksaan dan pengukuran
dengan pengamatan langsung pada objek yang diteliti meliputi :
a. Data hasil pengukuran fisik air lindi : pengukuran pH dan suhu
b. Data hasil pengukuran kimia air lindi : kadar COD dan Timbal sebelum dan
sesudah perlakuan
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data profil TPA Jatibarang, data proses
pengelolaan limbah di TPA Jatibarang, dan data demografi lokasi sekitar TPA
jatibarang.
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Cara ini digunakan untuk memperoleh data yang objektif yang digunakan untuk
menghasilkan kesimpulan penelitian yang objektif. Adapun instrument yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu rangkaian pengolahan constructed wetlands tipe vertical
subsurface flow system.
I. Teknik Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
a. Penentuan lokasi
b. Pengurusan ijin penelitian
c. Pengumpulan data awal
2. Persiapan Alat dan Bahan
a. Alat
1) Kran
2) Ember plastic
3) Botol plastic
4) Lat tulis
5) Solder
6) Box container 20 liter
7) Saringan pasir
8) Thermometer
9) pH indicator strips
10) Lem pipa
11) Gergaji kayu
12) Gayung
13) Jerigen
14) Plastik
15) Stopwatch
b. Bahan
1) Tanaman Typha Angustifolia
2) Kerikil
3) Pasir
4) Sampel air lindi TPA Jatibarang
3. Pembuatan rangkaian alat pengolahan
a. Mempersiapkan bak ekualisasi berupa ember dan bak reactor berupa box
container 2 liter. Bak ekualisasi dilubangi bagian bawahnya dengan solder.
b. Dipasang kran kemudian di lem agar air tidak bocor sebagai pengatur debit air
limbah yang masuk ke bak reactor (Vertical Subsurface Flow Constructed
Wetlands).
c. Box container 20 liter dilubangi dibagian bawah. Dipasang kran dan diberi lem
agar tidak bocor sebagai jalan keluar outlet limbah. Kran outlet sebagai pengatur
debit limbah yang masuk ke dalam bak penampung outlet.
d. Mencuci media kerikil dan pasir dengan air sumur dan mengulangnya sebanyak 3
kali.
e. Pengisian media kerikil pada bagian dasar reactor dengan tinggi 5 cm, kemudian
ditutup pasir halus setinggi 10 cm yang diukur dari permukaan kerikil.
f. Menyiapkan dan memilih tanaman wetlands (Typha angustifolia) yang memiliki
ketinggian rumpun rata – rata ± 15 cm, dengan jumlah tanaman tiap koloni
sebanyak 2 tanaman.
g. Typha angustifolia yang telah dipilih di tanam didalam bak dengan jarak 5 cm
tiap koloni.
h. Rangkaian constructed wetlands ditutup dengan plastic agar terhindar dari hujan.
i. Aklimasi dengan menambahkan air lindi selama 2 minggu.
j. Merangkai peralatan penelitian sehingga aliran dapat disirkulasi.
4. Pelaksanaan Penelitian
a. Sampel air lindi diambil dari TPA Jatibarang langsung di ukur kadar keasaman
(pH) dan suhunya kemudian disesuaikan dengan syarat pengolahan wetlands.
b. Sampel air lindi lalu ditampung pada bak equalisasi sebelum masuk bak reactor,
air lindi yang diambil dari bak equalisasi hasilnya dijadikan pretest.
c. Mengalirkan air lindi sesuai debit yang ditentukan yaitu 1,25 liter per jam dengan
asumsi air lindi yang mengalir telah tinggal dalam bak reactor selama 2, 4, 6, dan
8 hari.
d. Pengoperasian pengolahan dilakukan dengan sistem semi batch, yaitu air lindi
hanya mengalir dari pukul 06.00 – 18.00 setiap harinya.
e. Mngambil outlet dari bak reactor dan hasilnya dijadikan posttest.
f. Pelaksanaan diulang sebanyak 6 kali untuk masing – masing waktu tinggal 2, 4, 6,
dan 8 hari.
5. Tahap Penyelesaian
a. Pengolahan data menggunakan computer. Data yang diperoleh dalam penelitian
ini dianalisis secara univariat untuk membandingkan hasil penurunan kadar COD
dan nitrat air lindi dengan pengolahan Vertical Subsurface Flow Constructed
Wetland menggunakan tanaman typha angustifolia pada masing – masing waktu
tinggal.
b. Ppenyusuna laporan dan konsultasi dengan pembimbing.
c. Penyebarluasan laporan penelitian kepada pihak yang berkepentingan.
J. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Dalam pengolahan data dilakukan dengan computer menggunakan software statistik
yaitu SPSS dan dibantu dengan program Microsoft excel. Data hasil penelitian yang
telah dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan sebagai berikut :
a. Editing
Pada tahap ini, data hasil pemeriksaan laboratorium kadar COD dan timbal akan
diteliti untuk mengantisipasi kesalahan dalam penelitian . sehingga validitas data
terjamin.
b. Koding
Koding merupakan upaya mengelompokkan atau mengklarifikasi data dengan
cara menandai masing – masing kategori data yang dibutuhkan untuk pengolahan
lebih lanjut. Koding dilakukan pada variabel yang diukur.
c. Entri data
Entri data merupakan upaya untuk memasukan data yang telah di dapat dari hasil
laboratorium terhadap variabel yang diukur kedalam komputer dengan
menggunakan program Microsoft excel dan dilanjutkan dengan program SPSS.
d. Tabulasi data
Tabulasi data merupakan kegiatan memasukkan data – data dari hasil penelitin ke
dalam tabel – tabel yang sesuai dengan variabel yang diteliti.
2. Analisis Data
a. Analisis univariat
Analisis univariat adalah langkah pertama yang perlu dilakukan peneliti yang
ingin mngetahui bagaimana gambaran data yang telah selesai dikumpulkan.
Analisis univariat dilakukan terhadap variabel penelitian untuk mengetahui rata –
rata. Analisis ini membandingkan hasil penurunan kadar COD dan timbal air lindi
dengan pengolahan Vertical Subsurface Flow Constructed Wetland menggunakan
tanaman typha angustifolia pada masing – masing waktu tinggal.
b. Analisis bivariat
1) Uji normalitas data dengan Saphiro – wilk untuk mengetahui kenormalan data
karena jumlah sampel lebih dari 1 sampel dan kurang dari 50 sampel. Data
yang diuji adalah data dengan skala data rasio.
Hipotesis :
Ho : data berdistribusi normal
Ha : data berdistribusi tidak normal
Interpretasi :
Jika p> 0,05, maka Ho diterima atau data berdistribusi normal.
Jika p≤ 0,05, maka Ho ditolak atau data berdistribusi tidak normal.
2) Uji beda
Statistika yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah
One Way Analysis of Varian (ANOVA) atau Anova Satu Jalan apabila data
berdistribusi normal. Namun bila tidak berdistribusi normal, uji statistika yang
digunakan adalah Kruskal – Wallis. Dari hasil pengujian ini akan dapat dilihat
perbedaan antara keempat variabel penelitian.
Hipotesisnya adalah :
Ho :
Tidak ada perbedaan rata – rata penurunan COD dan timbal air lindi dengan
pengolahan Vertical Subsurface Flow Constructed Wetland tanaman typha
angustifolia dengan variasi waktu tinggal.
Ha :
Ada perbedaan rata – rata penurunan COD dan timbal air lindi dengan
pengolahan Vertical Subsurface Flow Constructed Wetland tanaman typha
angustifolia dengan variasi waktu tinggal.
Interpretasi :
Jika p > 0,05, maka Ho diterima atau tidak ada perbedaan rata – rata
penurunan kadar COD dan timbal air lindi dengan pengolahan ada perbedaan
rata – rata penurunan COD dan timbal air lindi dengan pengolahan Vertical
Subsurface Flow Constructed Wetland tanaman typha angustifolia dengan
variasi waktu tinggal.
Jika p ≤ 0,05, maka Ho ditolak atau ada perbedaan rata – rata penurunan kadar
COD dan timbal air lindi dengan pengolahan ada perbedaan rata – rata
penurunan COD dan timbal air lindi dengan pengolahan Vertical Subsurface
Flow Constructed Wetland tanaman typha angustifolia dengan variasi waktu
tinggal.
K. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian disusun untuk menentukan target pelaksanaan penelitian,
sehingga peneliti dapat melaksanakan dengan efektif sesuai dengan prencanaan. Adapun
jadwal penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

Waktu (Bulan) Tahun 2020


No Kegiatan
Februari Maret April Mei
1 Survey pendahuluan
2 Pembuatan proposal
3 Seminar proposal
4 Penelitian
5 Pengolahan dan analisis data
Penyusunan dan pembahasan
6
hasil penelitian
7 Pembuatan laporan
Penyusunan artikel, submit,
8
accepted, publish
9 Seminar hasil
10 Ujian skripsi
DAFTAR PUSTAKA

1. Damanhuri E. Diktat Landfilling Limbah. Bandung: ITB; 2008.


2. Tchobanoglous G. K. F. Handbook of Solid Waste Management, 2nd. s.l.:McGraw-Hill.
2002.
3. Renoua, S. et al. Landfill Leachate Treatment: Review And Opportunities. 2005.
4. Ali M. Rembesan Air Lindi (Leachate) Dampak Pada Tanaman Pangan Dan Kesehatan.
Surabaya: UPN press; 2011.
5. Vymazal, jan and Kropfelova, Lenka. Wastewater Tratment in Constructed wetlands with
Horizontal Sub-Surface Flow. Springer Netherlands Volume 14, 121-202. 2008.
6. Kadlec, R.H. Comparison of free water and horizontal subsurface treatment wetlands.
Ecol.Eng.35, 159-174. 2009.
7. Gunawan, Ismaryanto. Studi Kemampuan Vertical Subsurface Flow Constructed
Wetlands Dalam Menyisihkan COD, Nitrit, Dan Nitrat Pada Air Lindi (Studi Kasus: TPA
Ngronggo, Salatiga). Semarang: Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP; 2012.
8. Abdulgani, Hamdani. Pengolahan Limbah Cair Industri Kerupuk Dengan Sistem
Subsurface Flow Constructed Wetland Menggunakan Tanaman Typha Angustifolia.
Semarang: Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Fakultas Teknik Lingkungan
UNDIP; 2013.
9. Oktiawan, Wiharyanto Dan Priyambada, Ika Bagus. Pola Penyebaran Limpasan Logam
Lindi TPA Jatibarang pada Sungai Kreo. Jurnal Presipitasi Vol. 4 Hal. 56-6. Universitas
Diponegoro. 2008.
10. Sudarwin. Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb Dan Cd) Pada Sedimen Aliran
Sungai Dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang. Tesis Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro. 2008.
11. Annonymous, Bantuan Teknsi Manajemen Persampahan Kota Semarang Untuk
Anggaran 2005, Laporan Akhir, CV. Rekayasa Jati Mandiri Semarang, 2006.
12. Notoatmodjo, S, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
13. Taufiq Andrianto T, Audit Lingkungan, Global Pustaka Utama Yogyakarta, 2002.
14. Wardhayani, Sutji, Analisis Risiko Pencemaran Bahan Toksik Timbal (Pb) Pada Sapi
Potong Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang
Semarang,Semarang, 2006.
15. Heryanto, Polar, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, CV. Rineka Cipta,
Jakarta, 2004.
16. Fardiaz,S., Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1995.
17. Kusnoputranto, Haryoto, Toksikologi Lingkungan, Dirjen Dikti, Jakarta, 1996.
18. Darmono, Lingkungan Hidup Dan Pencemaran, Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
19. Nuarsa, IW, Mengolah Data Spasial Dengan Map Info Profesional, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2004.

Anda mungkin juga menyukai