Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DEPRESI


PADA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO SELAMA TAHAP
NORMALISASI COVID-19

Oleh :
ANNISA YASMINE TRISNANINGTYAS
NIM 25010116140278

Pembimbing :
Dr. Budiyono, SKM, M.Kes
Ir. Tri Joko, M.Si

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) pertama kali merebak di
Wuhan, Provinsi Hubei, Cina dan dinyatakan sebagai pandemi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Pada
tanggal 12 Juli 2021, WHO melaporkan bahwa kasus COVID-19 yang telah
terkonfirmasi secara global berjumlah sebanyak 186.638.285 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 4.035.037 kasus. Untuk mengurangi risiko
penularan, karantina berskala nasional telah diterapkan di berbagai Negara
termasuk juga Negara Indonesia. Hal ini secara tidak langsung berdampak
pada sistem pendidikan yang mengarah ke penutupan sekolah maupun
perguruan tinggi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Gewin (2020) menyatakan bahwa
banyak perguruan tinggi di seluruh dunia telah membatalkan maupun
menunda berbagai kegiatan seperti acara kampus, seminar, konferensi,
kompetisi olahraga, dan kegiatan lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut,
UNESCO (2020) merekomendasikan untuk menggunakan program
pembelajaran jarak jauh (distance learning) dan membuka aplikasi pendidikan
yang dapat digunakan sekolah maupun perguruan tinggi untuk dapat
menjangkau pelajar dan mahasiswa dari jarak jauh.
Pembelajaran secara online, penutupan fasilitas umum, pembatasan
komunikasi interpersonal, dan karantina di rumah dapat meningkatkan stress
psikologis siswa serta dapat menyebabkan lebih banyak masalah kesehatan
mental seperti depresi dan kecemasan. Pada survey yang pernah dilakukan
oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)
mengenai kesehatan mental melalui swaperiksa yang dilakukan secara daring
menunjukkan hasil bahwa dari 4.010 responden yang terdiri dari 71%
perempuan dan 29% laki-laki selama bulan April sampai Agustus 2020,
sebanyak 64,8% responden mengalami masalah psikologis dengan proporsi
61,5% mengalami depresi, 74,8% mengalami trauma, dan 64,8% mengalami
cemas. Permasalahan psikologis terbanyak ditemukan pada kelompok usia 17
sampai 29 tahun dan diatas 60 tahun.
Individu yang memiliki kerabat atau kenalan yang meninggal karena
COVID-19, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri.
Terlepas dari pembelajaran online, siswa banyak menghabiskan waktu untuk
menjelajah media sosial, menonton televise maupun bermain game.
Banyaknya waktu yang dihabiskan dengan menatap layar elektronik dapat
menjadi faktor risiko depresi pada siswa.
Pada bulan September 2021 banyak sekolah maupun universitas sudah
kembali. Meskipun pandemi
B. Perumusan Masalah
Kasus COVID-19 di Kota Semarang berdasarkan data yang diperoleh
diketahui bahwa jumlah ODP yang terpantau yaitu sebanyak 253, jumlah PDP
sebanyak 111, jumlah positif COVID-19 sebanyak 53 dan jumlah kematian
akibat COVID-19 sebanyak 31.7 Jumlah kasus COVID-19 di Kota Semarang
tersebut masih cenderung tinggi dan masih terdapat peningkatan pada jumlah
pasien yang positif COVID-19.
Untuk mengurangi risiko penularan COVID-19 WHO telah
merekomendasikan untuk melakukan kebersihan diri (personal hygiene) yang
terdiri dari mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun, ketika
batuk atau bersin menutup mulut dan hidung dengan siku atau lengan atas,
serta menghindari untuk menyentuh bagian wajah terutama mata, hidung, dan
mulut. Dalam melakukan perilaku personal hygiene tersebut terdapat faktor –
faktor yang mempengaruhinya. Menurut Benyamin Bloom (1980) terdapat
tiga hal utama yang mempengaruhi perilaku (domain perilaku) yaitu
pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan.10 Berdasarkan uraian tersebut,
dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “faktor – faktor apa saja
yang berhubungan dengan perilaku personal hygiene masyarakat dalam
melakukan pencegahan penyakit COVID-19 di Kota Semarang?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor
yang berhubungan dengan perilaku personal hygiene masyarakat dalam
melakukan pencegahan penyakit COVID-19 di Kota Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat mengenai personal
hygiene dalam mencegah penularan COVID-19 di Kota Semarang.
b. Mengetahui sikap masyarakat dalam melakukan personal hygiene
dalam mencegah penularan COVID-19 di Kota Semarang.
c. Mengetahui gambaran praktik atau tindakan masyarakat dalam
melakukan personal hygiene dalam mencegah penularan COVID-19 di
Kota Semarang.
d. Mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku
personal hygiene dalam mencegah penularan COVID-19 di Kota
Semarang.
e. Mengetahui adanya hubungan sikap dengan perilaku personal hygiene
dalam mencegah penularan COVID-19 di Kota Semarang.
f. Mengetahui adanya hubungan praktik atau tindakan dengan perilaku
personal hygiene dalam mencegah penularan COVID-19 di Kota
Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi dan pengetahuan dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit COVID-19.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah informasi kepustakaan mengenai faktor – faktor yang
berhubungan dengan perilaku personal hygiene dalam pencegahan
penyakit COVID-19.
3. Bagi Instansi Terkait
Memberikan informasi dan alternatif solusi dalam pemecahan masalah
pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah
pencegahan penyakit COVID-19.
4. Bagi Peneliti
Sebagai sarana dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh.
5. Bagi Peneliti lain
Sebagai bahan informasi dalam melakukan penelitian lebih lanjut.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lingkup Keilmuan
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dalam lingkup ilmu
Kesehatan Masyarakat.
2. Lingkup Sasaran
Masyarakat di Kota Semarang dengan spesifikasi kelompok umur
produktif yaitu antara umur 15 sampai umur 64 tahun.
3. Lingkup Tempat
Lingkup tempat penelitian ini yaitu di seluruh wilayah Kota Semarang,
Provinsi Jawa Tengah.
4. Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2020 sampai dengan November
2020.
F. Keaslian Penelitian
Berikut merupakan penelitan yang yang telah dilakukan sebelumnya:
Tabel
No Nama Judul Metode
1. Chairil dan Gambaran perilaku a. Jenis penelitian adalah
Hardiana personal hygiene pada penelitian deskriptif untuk
(2017) lansia di UPT PSTW memberikan gambaran
Khusnul Khotimah perilaku personal hygiene
Pekanbaru pada lansia yang
dilakukan juga dengan
cara penyebaran kuesioner
yang dimodifikasi
menggunakan skala
guttman.
b. Populasi penelitian ini
adalah seluruh lansia
dengan jumlah 59.
c. Teknik pengambilan
sampel yaitu secara
Purposive Sampling.
2. Nafisah R
(2018)
3.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Coronavirus
a. Virologi
Coronavirus merupakan virus RNA yang memiliki ukuran partikel
sebesar 120 – 160 nm. Virus ini umumnya menginfeksi hewan, termasuk
diantaranya adalah kelelawar dan unta. Sebelum wabah COVID-19
terjadi, sudah terdapat 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi
manusia, coronavirus tersebut yaitu alphacoronavirus 229E,
alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1,
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).7
Coronavirus yang menjadi etiologi dari COVID-19 termasuk kedalam
genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenik menunjukkan bahwa virus
ini termasuk kedalam subgenus yang sama dengan coronavirus penyebab
wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) yang terjadi pada 2002 –
2004, yaitu Sarbecovirus.12 Berdasarkan hal tersebut, International
Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.13
Virus tersebut memiliki struktur genom seperti coronavirus pada
umumnya. Sekuens SARS-CoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus
yang diisolasikan pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa
SARS-CoV-2 berasal dari hewan kelelawar yang bermutasi dan
menginfeksi manusia.14 Burung dan mamalia juga diduga sebagai
reservoir perantara.15
Dalam kasus COVID-19, trenggiling juga diduga sebagai reservoir
perantara. Hal tersebut dikarenakan strain coronavirus pada trenggiling
genomnya mirip dengan coronavirus pada kelelawar (90,5%) dan SARS-
CoV-2 (91%).16 SARS-CoV-2 sendiri memiliki struktur genom yang sama
dengan coronavirus kelelawar ZXC21 sebesar 89% dan SARS-CoV
sebesar 82%.17
b. Transmisi
Penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia saat ini menjadi
sumber transmisi utama sehingga penyebarannya menjadi lebih cepat.
Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien yang memiliki gejala terjadi melalui
droplet yang keluar pada saat batuk dan bersin.18
Beberapa penelitian melaporkan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus.
Namun, transmisi secara vertikal dari ibu hamil ke janin belum terdapat
bukti pasti dapat terjadi. Pemeriksaan virology pada cairan amnion, darah
tali pusat, dan air susu ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan
negatif.19
Infeksi SARS-CoV-2 pada saluran pencernaan sudah terbukti
berdasarkan hasil biopsy pada sel epitel gaster, duodenum, dan rectum.
Virus tersebut dapat terdeteksi di feses, bahkan terdapat 23% pasien yang
dilaporkan virusnya masih tetap terdeteksi dalam feses meskipun sudah
tidak terdeteksi pada sampel saluran pernapasan.20
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh dengan
SARS-CoV. Eksperimen yang dilakukan oleh van Doremalen, dkk.
Menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 lebih stabil pada bahan stainless steel
dan plastic (>72 jam) dibandingkan dengan tembaga (4 jam) dan kardus
(24 jam). Studi lain yang dilakukan di Singapura menemukan bahwa
pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar dan toilet pasien
COVID-19 dengan gejala ringan. Virus ini dapat terdeteksi di gagagng
pintu, dudukan toilet, tombol lampu, jendela, lemari, hingga kipas
ventilasi.21
c. Patogenesis
SARS-CoV-2 pada manusia menginfeksi sel – sel pada saluran napas
yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 tersebut akan berikatan dengan
reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang
terdapat pada envelope spike virus akan berikatan dengan reseptor seluler
berupa ACE2 yang terdapat pada SARS-CoV-2. SARS-CoV-2 di dalam
sel akan melakukan duplikasi materi genetik dan mensistesis protein yang
dibutuhkan, kemudian baru akan membentuk virion baru yang muncul di
permukaan sel.22,23
SARS-CoV-2 sama halnya dengan SARS-CoV dimana setelah virus
masuk ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel
dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural.
Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein yang
terdapat pada selubung virus yang baru terbentuk akan masuk kedalam
membrane retikulum endoplasma atau Golgi sel. Pada tahap terakhir,
vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran
plasma untuk dapat melepaskan komponen virus yang baru.24
Protein S yang terdapat pada SARS-CoV-2 diidentifikasikan sebagai
determinan yang signifikan dalam proses masuknya virus ke dalam sel
pejamu. Dapat diketahui bahwa masuknya SARS-CoV-2 ke dalam sel
dimulai dengan fusi antara membran virus dengan plasma membran yang
berasal dari sel. Pada proses ini, protein S2’ memiliki peran yang penting
dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya proses
fusi membran.25
Faktor dari virus dan pejamu memiliki peran dalam terjadinya infeksi
SARS-CoV. Efek dari sitopatik virus dan kemampuannya dalam
mengalahkan respon imun akan menentukan tingkat keparahan infeksi.
Respon imun yang tidak adekuat dapat menyebabkan replikasi virus dan
kerusakan jaringan. Di sisi lain, respon imunyang berlebihan juga dapat
menyebabkan kerusakan jaringan.26
Virus memiliki mekanisme untuk menghindari respon imun dari
pejamu. SARS-CoV dapat menginduksi produksi vesikel membrane ganda
yang tidak memiliki pattern recognition receptors (PRRs) dan akan
bereplikasi dalam vesikel tersebut sehingga tidak dapat untuk dikenali
oleh pejamu.27
d. Faktor Risiko
Pada pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap
infeksi SARS-CoV-2. Kanker dihubungkan dengan reaksi imunosupresif,
sitokin yang berlebihan, supresi induksi agen proinflamasi, dan gangguan
maturasi sel dendritik.28 Pada pasien dengan sirosis atau penyakit hati
kronik juga dapat mengalami penurunan respons imun, sehingga mudah
untuk terjangkit COVID-19.29 Studi yang pernah dilakukan Guan, dkk.
Menemukan bahwa dari 261 pasien COVID-19 yang memiliki penyakit
penyerta, 10 pasien di antaranya adalah pasien dengan kanker dan 23
pasien dengan hepatitis B.30
Infeksi saluran napas akut yang menyerang pasien HIV umumnya
memiliki risiko mortalitas yang lebih besar dibandingkan dengan pasien
yang tidak mengidap HIV. Namun, hingga saat ini belum terdapat studi
yang mengaitkan HIV dengan infeksi SARS-CoV-2.31 Hubungan infeksi
SARS-CoV-2 dengan pasien yang memiliki riwayat penyakit asma juga
belum dilaporkan. Namun, dari studi meta – analisis yang dilakukan oleh
Yang, dkk. Menunjukkan bahwa pasien COVID-19 dengan riwayat
penyakit sistem respirasi akan cenderung memiliki manifestasi klinis yang
lebih parah.32
Terdapat beberapa faktor risiko lain yang telah ditetapkan oleh Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) yaitu kontak erat, termasuk
tinggal satu rumah dengan pasien COVID-19 dan memiliki riwayat
perjalanan ke daerah yang terjangkit. Berada dalam satu lingkungan
namun tidak melakukan kontak dekat (dalam radius 2 meter) akan
diangkap sebagai risiko rendah.33
e. Manifestasi Klinis
Pasien COVID-19 memiliki manifestasi yang luas, mulai dari tanpa
gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,
sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau
sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien
memasuki keadaan kritis.34
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran
napas atas tanpa disertai komplikasi, namun bisa disertai batuk, demam,
fatigue, anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit
kepala. Pasien dengan gejala ringan tidak membutuhkan suplementasi
oksigen. Namun, pada beberapa kasus pasien mengeluhkan diare dan
muntah. Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan
demam dan disertai dengan salahsatu gejala berupa frekuensi pernapasan
lebih dari 30 kali per menit, distress pernapasan berat, atau saturasi
oksigen 93% tanpa bantuan oksigen.35
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan
gejala – gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan
sesak napas.36 Berdasarkan data dari 55.924 kasus, gejala tersering adalah
demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang ditemukan yaitu batuk,
sesak napas, nyeri kepala, sakit tenggorokan, myalgia/ arthralgia,
menggigil, mual/ muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen,
hemoptysis, dan kongesti konjungtiva.34 Pasien COVID-19 dengan suhu
demam mencapai 38,1 – 39oC terdapat lebih dari 40%, sementara 34%
mengalami demam dengan suhu lebih dari 39oC.37
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi dengan lama waktu
3 sampai 14 hari. Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau
sedikit menurun dan pasien tidak menunjukkan gejala. Pada fase
berikutnya, virus akan menyebar melalui aliran darah, paru – paru, saluran
pencernaan, dan jantung. Gejala pada fase ini masih tergolong ringan.
Fase kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbulnya gejala awal.
Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak napas, serta limfosit
menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi
hiperkoagulasi. Jika tidak segera teratasi, maka inflamasi makin tidak
terkontrol dan dapat menyebabkan komplikasi lainnya.38
B. Pencegahan
a. Pencegahan Individu
Pencegahan terhadap infeksi SARS-CoV-2 pada level individu dapat
dilakukan dengan cara menjaga kebersihan personal dan rumah, serta
meningkatkan imunitas diri dan mengendalikan komorbid. Menjaga
kebersihan personal atau rumah dapat dilakukan dengan cara yaitu8 :
1. Sering mencuci tangan dengan sabun dan air setidaknya selama 20
detik atau dapat menggunakan pembersih tangan berbasis alcohol
(hand sanitizer), serta mandi atau mencuci muka bila memungkinkan,
sesampainya di rumah ataupun ditempat kerja, setelah membersihkan
kotoran hidung, batuk, bersin, dan ketika makan maupun saat
mengantarkan makanan.
2. Menghindari untuk menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan
yang belum dicuci terlebih dahulu.
3. Menghindari berjabat tangan.
4. Menghindari interaksi fisik dekat dengan orang yang memiliki gejala
sakit.
5. Menutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin dengan
menggunakan lengan atas atau siku, dapat juga menggunakan tisu dan
tisu harus segera dibuang ke tempat sampah dan segera cuci tangan.
6. Segera mengganti baju atau mandi sesampainya dirumah setelah
berpergian.
7. Membersihkan dan memberikan desinfektan secara berkala pada
benda – benda yang sering disentuh dan pada permukaan rumah dan
perabotan (meja, kursi, dan lain – lain), gagang pintu, dan lainnya.
Dalam menghindari dari infeksi SARS-CoV-2, menjaga sistem
imunitas diri merupakan hal yang penting, terutama untuk melakukan
pengendalian terhadap penyakit penyerta (komorbid). Hal yang dapat
meningkatkan imunitas diri pada orang yang terpapar SARS-CoV-2
adalah sebagai berikut8:
1. Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
2. Melakukan aktivitas fisik ringan
3. Istirahat cukup
4. Mengkonsumsi suplemen vitamin
5. Tidak merokok
6. Mengendalikan penyakit penyerta (komorbid) seperti diabetes
mellitus, hipertensi, kanker.
b. Pencegahan di Masyarakat
Pencegahan infeksi SARS-CoV-2 pada tingkatan masyarakat dapat
dilakukan dengan cara membatasi interaksi fisik dan sosial, serta
menerapkan etika batuk dan bersin. Pengertian dari pembatasan sosial
adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah.
Pembatasan sosial dilakukan oleh semua orang di wilayah yang diduga
telah terinfeksi penyakit. Pembatasan sosial berskala besar dilakukan
untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit di wilayah tertentu.
Pembatasan sosial dalam halnya yaitu jaga jarak fisik (physical
distancing), yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut8 :
1. Tidak berdekatan atau melakukan kontak fisik dengan orang lain, serta
mengatur jarak minimal 1 meter
2. Menghindari penggunaan transportasi publik seperti kereta, bus, dan
angkot yang tidak perlu, dan sebisa mungkin untuk menghindari jam
sibuk ketika bepergian
3. Bekerja dari rumah jika memungkinkan
4. Tidak melakukan kumpul secara masal
5. Menghindari bepergian ke luar kota atau luar negeri termasuk ke
tempat wisata
6. Menghindari berkumpul dengan keluarga maupun teman, termasuk
berkunjung atau bersilahturahmi
7. Menggunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter
atau fasilitas lainnya
8. Jika sakit, dilarang untuk mengunjungi orang tua atau lanjut usia. Jika
tinggal satu rumah, maka harus menghindari melakukan interaksi
langsung.
Menerapkan etika batuk dan bersin harus dilakukan untuk mencegah
penyebaran virus SARS-CoV-2, etika batuk dan bersin tersebut meliputi8 :
1. Jika terpaksa bepergian, ketika batuk dan bersin menggunakan tisu
untuk menutupi mulut dan hidung, kemudian tisu tersebut harus segera
dibuang ke tempat sampah dan segera cuci tangan dengan sabun atau
pembersih tangan berbasis alcohol.
2. Jika tidak terdapat tisu, ketika batuk dan bersin dapat menutup mulut
dan hidung dengan menggunakan siku atau lengan atas.
C. Personal Hygiene (Kebersihan Diri)
a. Definisi
Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu Personal yang
memiliki arti perorangan dan Hygiene yang memiliki arti sehat.
Kebersihan perorangan merupakan suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang dalam menjaga kesejahteraan fisik
dan psikis.39
Personal hygiene merupakan suatu cara perawatan diri manusia untuk
memelihara kesehatan mereka. Pemeliharaan terhadap hygiene perorangan
sangat dibutuhkan untuk keamanan, kenyamanan, dan kesehatan individu.
Praktik hygiene yang dilakukan sama hal nya dengan dengan
meningkatkan kesehatan.40
Hygiene perorangan merupakan suatu cara perawatan diri manusia
untuk memelihara kesehatan mereka. Pemeliharaan hygiene pada
perorangan sangat dibutuhkan untuk keamanan, kenyamanan, dan
kesehatan individu. Seperti hal nya pada pada orang yang sehat masih
mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri, sementara pada orang
sakit atau orang yang memiliki keterbatasan fisik memerlukan bantuan
perawat maupun orang lain untuk melakukan praktik kesehatan secara
rutin.40
b. Jenis Personal Hygiene
Menurut Depdikbud (1986) terdapat beberapa tipe personal hygiene,
tipe tersebut adalah sebagai berikut41 :
1. Kesehatan gigi dan mulut
Mulut beserta gigi dan lidah merupakan sebagian dari alat
untuk mencerna makanan. Gosok gigi merupakan suatu upaya yang
dapat dilakukan untuk melakukan perawatan gigi dan dilakukan paling
sedikit dua kali dalam sehari. Dengan melakukan kegiatan gosok gigi
secara teratur dan benar maka gigi akan terhindar dari plak. Gigi yang
sehat yaitu gigi yang rapi, bersih, bercahaya, tidak berlubang, dan
didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah muda pada
kondisi normal, dari gigi dan mulut.
2. Kesehatan rambut dan kulit rambut
Rambut merupakan pelindung bagikulit kepala dari sengatan sinar
matahari dan juga hawa dingin. Penampilan seseorang akan lebih rapi
dan menarik apabila rambut dalam keadaan sehat dan bersih. Diamana
pada rambut yang sehat, rambut tidak mudah patah dan rontok, tidak
terlalu berminyak dan tidak terlalu kering, serta tidak berketombe dan
berkutu. Tujuan dari subjek yang membutuhkan perawatan rambut dan
kulit kepala meliputi pola kebersihan diri subjek normal, subjek akan
memiliki rambut dan kulit kepala yang bersih dan sehat, subjek akan
mencapai rasa nyaman dan mendapatkan kepercayaan diri, subjek
dapat mandiri dalam melakukan kebersihan diri sendiri, subjek akan
berpartisipasi dalam praktik perawatan rambut.
3. Kesehatan kulit
Secara garis besar kulit dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian
dalam yang disebut kulit jangat dan baian luar yang disebut kulit ari.
Perawatan kulit dapat dilakukan dengan cara mandi 2 kali sehari yaitu
pada pagi dan sore hari dengan menggunakan air bersih. Perawatan
terhadap kulit merupakan sebuah keharusan yang mendasar. Dimana
kulit yang sehat yaitu kulit yang selalu bersih, halus, tidak terdapat
bercak merah, tidak kau namun lentur (fleksibel).
4. Kesehatan telinga
Telinga dibagi kedalam tiga bagian yaitu bagian paling luar, bagian
tengah, dan daun telinga. Telinga bagian luar terdiri dari lubang
telinga dan daun telinga. Telinga bagian tengah terdiri dari ruang yang
terdiri dari tiga buah ruang tulang pendengaran. Pada telinga bagian
dalam terdapat alat keseimbangan tubuh yang terletak dalam rumah
siput. Telinga merupakan alat pendengaran yang menangkap berbagai
macam bunyi yang didengar. Menjaga kebersihan telinga dapat
dilakukan dengan menggunakan pembersih yang berguna untuk
mencegah kerusakan dan infeksi pada telinga.
5. Kesehatan kuku
Kuku terdapat pada ujung jari yag terdiri dari sel – sel yang masih
hidup. Penggunaan dari kuku adalah sebagai pelindung jari, alat
kecantikan, senjata, pengais, dan pemegang. Kuku jari tangan maupun
jari kaki harus selalu dijaga kebersihannya, karena kuku yang kotor
dapat menjadi sarang kuman penyakit yang selanjutnya dapat menular
kebagian tubuh yang lain.
6. Kesehatan mata
Untuk membersihkan mata biasanya dilakukan selama mandi dan
melibatkan pembersih dengan washlap bersih yang sudah dilembabkan
sebelumnya dengan air.
7. Kesehatan hidung
Seseorang biasanya akan mengangkat sekresi hidung secara lembut
dengan membersihkan kedalam dengan menggunakan tisu lembut. Hal
tersebut manjadikan perilaku hygiene yang diperlukan.
c. Faktor yang mempengaruhi personal hygiene
Faktor – faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan
personal hygiene menurut Potter dan Perry (2012) adalah sebagai
berikut40:
1. Citra tubuh
Citra tubuh adalah konsep subjektif seseorang mengenai
penampilan fisiknya. Penampilan tersebut mengambarkan pentingnya
hygiene pada seseorang. Citra tubuh seseorang mempengaruhi cara
untuk mempertahankan praktik hygienenya. Citra tubuh ini dapat
berubah akibat adanya penyakit atau pembedahan fisik yang membuat
seseorang tersebut harus melakukan suatu usaha ekstra dalam
mempertahankan hygienenya.
2. Praktik sosial
Praktik hygiene pribadi dapat dipengaruhi oleh kelompok – kelompok
sosial wadah seseorang tersebut. Selama masa kanak – kanak, anak –
anak mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka. Beberapa
faktor yang mempengaruhi perawatan kebersihan diantaranya adalah
kebiasaan keluarga, jumlah orang dalam rumah, ketersediaan air panas
atau air mengalir.
3. Status sosial ekonomi
Sumber daya ekonomi yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi
jenis dan tingkat praktik kebersihan yang akan dilakukan. Hal tersebut
berhubungan dengan ketersediaan barang yang dapat membantu dalam
memelihara hygiene dalam lingkungan rumah.
4. Pengetahuan
Pengetahuan mengenai pentinganya hygiene dan pengaruhnya bagi
kesehatan akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Kendati
demikian, pengetahuan itu sendiri belum cukup sehingga
membutuhkan motivasi untuk melakukan pemeliharaan perawatan diri.
5. Variabel kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan pasien serta nilai pribadi akan
mempengaruhi perawatan hygiene. Seseorang yng memiliki latar
kebudayaan yang berbeda maka akan mengikuti praktek perawatan
diri yang berbeda.
6. Pilihan pribadi
Pilihan pribadi merupakan kebebasan individu untuk memilih waktu
dalam melakukan perawatan terhadap dirinya, memilih produk yang
ingin digunakan, dan memilih bagaimana cara untuk melakukan
hygiene.
D. Perilaku
a. Pengertian
Perilaku merupakan segala aktivitas yang dilakukan manusia, serta
memiliki bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian, dan lain – lain.42 Tanggapan lain mengenai perilaku
merupakan hasil hubungan antara perantara (stimulus) dan tanggapan dan
respon.42
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit,
makanan, sistem pelayanan kesehatan, serta lingkungan yang diuraikan
sebagai berikut10 :
1. Perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit adalah bagaimana
manusia merespon, baik merespon secara pasif atau aktif (tindakan)
yang dilakukan berhubungan dengan penyakit dan sakit tersebut
2. Perilaku terhadap makanan adalah respon seseorang terhadap makanan
sebagai kebutuhan yang penting bagi kehidupan manusia
3. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik pelayanan tradisional
maupun yang modern
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon terhadap
lingkungan sebagai determinan.
b. Bentuk Perilaku
Terdapat dua bentuk perilaku yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007)42 :
1. Bentuk pasif
Respon internal merupakan bentuk pasif, dimana terjadi dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.
Contohnya seperti berfikir, memberi tanggapan, atau sikap batin dan
pengetahuan.
2. Bentuk aktif
Bentuk aktif yaitu apabila perilaku tersebut dapat diobservasi atau
dapat dilihat secra langsung. Perilaku tersebut sudah tampak dalam
bentuk tindakan nyata.
c. Domain Perilaku
Menurut Benyamin Bloom (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo
(2003), perilaku manusia dibagi dalam tiga domain yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotor. Ketiga domain tersebut memiliki urutan, pembentukan
perilaku baru khususnya pada orang dewasa yang diawali dengan oleh
domain kognitif. Dimana individu terlebih dahulu mengetahui stimulus
untuk menimbulkan pengetahuan. Selanjutnya akan timbul domain afektif
dalam bentuk sikap terhadap objek yang telah diketahuinya. Hingga pada
akhirnya setelah objek diketahui dan disadari, maka akan timbul respon
berupa tindakan atau keterampilan (domain psikomotor). Dalam
pengukururan hasil pendidikan kesehatan yang termasuk kedalam domain
perilaku diantaranya adalah pengetahun, sikap, dan praktik atau
tindakan.10
E. Pengetahuan
a. Pengertian
Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari
“tahu” dan hal tersebut terjadi setelah orang mengadakan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu.10 Penginderaan terhadap objek melalui
panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar manusia memperoleh pengetahuan melalui mata dan
telinga. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru didalam dirinya,
terjadi sebuah proses yang berurutan yaitu10 :
1. Awareness (Kesadaran) dimana orang tersebut akan menyadari dalam
arti mengetahui lebih dulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (Merasa Tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Dari
sinilah sikap dari subjek mulai terlihat.
3. Evaluation (Menimbang – nimbang) terhadap suatu hal yang baik atau
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial sikap dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikap terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku
baru melalui proses diatas, dimana perilaku didasari oleh pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
lama (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku tersebut tidak
didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap maka tidak akan
berlangsung lama. Sehingga pengetahuan memiliki peran yang penting
sebagai dasar dalam merubah perilaku.
b. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan memiliki 6 tingkatan,
yaitu10 :
1. Tahu (Know)
Bila seseorang tersebut hanya mampu menjelaskan secara garis besar
mengenai apa yang telah dipelajari, sebagai contoh yaitu istilah –
istilah.
2. Memahami (Comprehention)
Apabila seseorang berada pada tingkat pengetahuan dasar dan dapat
menerangkan kembali secara mendasar ilmu pengetahuan yang telah
dipelajarinya.
3. Aplikasi (Application)
Telah memiliki kemampuan untuk menggunakan apa yang telah
dipelajarinya dari situasi lain.
4. Analisis (Analysis)
Kemampuan dimana seseorang telah mampu untuk menerangkan
bagian – bagian yang menyusun suatu bentuk pengetahuan tertentu
dan melakukan analisis satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Memiliki kemampuan untuk menyusun kembali kebentuk semula
ataupun kebentuk lainnya.
6. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma – norma yang
berlaku di masyarakat.
c. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarak
(2007) adalah sebagai berikut43 :
1. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah
seseorang untuk menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan
yang diperoleh akan semakin banyak.
2. Pekerjaan
Lingkuan pekerjaan akan membantu seseorang untuk memperoleh
pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
3. Umur
Bertambahnya umur akan berdampak terhadap perubahan fisik dan
psikologis (mental). Perubahan fisik yang terjadi diantaranya adalah :
perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri – ciri lama, dan
timbulnya ciri – ciri baru. Sedangkan, perubahan psikologis dapat
menyebabkan taraf berfikir seseorang menjadi semakin matang dan
dewasa.
4. Minat
Sebagai kecenderungan ataupun keinginan yang kuat terhadap sesuatu.
5. Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami oleh seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
6. Kebudayaan di lingkungan sekitar
Lingkungan akan berpengaruh dalam membentuk pribadi atau sikap
seseorang.
7. Informasi
Kemudahan dalam memperoleh informasi dapat mempercepat dalam
memperoleh pengetahuan baru.
F. Sikap (Attitude)
a. Pengertian
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak
dapat langsung dilihat, namun hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya
kesesuaian antara respon dengan stimulus tertentu.44
Sikap merupakan hubungan antara komponen – komponen kognitif,
afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan,
dan berperilaku terhadap suatu objek.45
Menurut Mubarak (2011) sikap adalah perasaan, pikiran, dan
kecenderungan seseorang yang akan bersifat permanen mengenai aspek –
aspek tertentu dalam lingkungannya.46
b. Tingkatan Sikap
Terdapat 4 tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003), yaitu10 :
1. Menerima (receiving), dapat diartikan bahwa seseorang (subjek) mau
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding), seperti memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan
suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu permasalahan.
4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dipilihnya merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan
menanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu objek. Pengukuran secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan – pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat
responden melalui kuesioner.
c. Faktor yang mempengaruhi sikap
Menurut Azwar faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap adalah sebagai berikut45 :
1. Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi memiliki peran dalam membentuk dan
mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Untuk dapat
menjadi dasar dalampembentukan sikap, pengalaman pribadi
diharuskan meninggalkan kesan yang kuat.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Seseorang yang dianggap penting akan banyak mempengaruhi
pembentukan sikap pada sesuatu.
3. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan berhubungan dengan budaya dan norma yang ada di
masyarakat.
4. Media massa
Dalam menyampaikan informasi, media massa membawa pesan –
pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
Dengan adanya informasi baru maka akan memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Sebagai suatu sistem memiliki pengaruh dalam pembentukan sikap
dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam diri individu.
6. Pengaruh faktor emosional
Selain ditentukan oleh lingkungan, sikap merupakan pernyataan yang
didasari oleh emosi yang memiliki fungsi sebagai penyaluran frustasi
atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
G. Tindakan
a. Pengertiaan
Sikap optimis dapat terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Dalam mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, diantaranya
terdapat fasilitas.42
b. Tingkatan tindakan
Menurut Notoatmodjo (2003) tindakan yang tercakup dalam domain
psikomotorik memiliki empat tingkatan, yaitu10 :
1. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guide response), yaitu tingkatan dimana dapat
melakukan sesuatu dengan urutan yang benar serta sesuai dengan
contoh.
3. Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis, dan sesuatu tersebut sudah
merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (adaptation), yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan Perilaku personal


Sikap hygiene
Praktik

Umur
Pekerjaan
Pendidikan

Variabel Pengganggu

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku personal
hygiene dalam mencegah penularan COVID-19 di Kota Semarang.
2. Terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku personal hygiene dalam
mencegah penularan COVID-19 di Kota Semarang.
3. Terdapat hubungan antara praktik atau tindakan dengan perilaku personal
hygiene dalam mencegah penularan COVID-19 di Kota Semarang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
2. Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan September – November 2019.
D. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional
analitik untuk mencari hubungan antar variabel yang kemudian dilakukan
suatu analisis terhadap data yang telah terkumpul. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan cross sectional, dimana variabel pengganggu (faktor risiko)
dan variabel terikat (efek) dilakukan pengukuran sesaat, yaitu diukur pada
waktu yang bersamaan serta diamati satu kali, sehinggan peneliti tidak
melakukan tindak lanjut.
E. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Keseluruhan warga di Kota Semarang yang telah tercatat dalam Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil
2. Sampel Penelitian
F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Data
G. Sumber Data Penelitian
1. Data Primer
Data primer pada penelitian ini adalah hasil jawaban dari responden yang
terdapat pada kuesioner mengenai identitas, umur, pendidikan, jenis
pekerjaan,
2. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini adalah data jumlah penduduk di Kota
Semarang yang masuk kedalam kategori umur dewasa (tahun) pada tahun
2020.
H. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang dibuat dalam bentuk Google form. Hal tersebut dilakukan
untuk menghindari kontak secara langsung dengan banyak orang dimasa
pandemik COVID-19. Kuesioner yang dibuat dalam bentuk Google form
disebarluaskan melalui grup maupun personal contact di social media.
Kuesioner dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan yang
ditujukan kepada responden untuk memperoleh data terkait identitas
responden, pengetahuan, sikap, dan perilaku responden dalam melakukan
personal hygiene untuk mencegah penularan COVID – 19.
I. Teknik Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan survey permasalahan kesehatan yang sedang terjadi di
Kota Semarang.
b. Pengambilan data sekunder berupa jumlah penduduk di Kota
Semarang yang masuk kedalam kategori usia dewasa ( tahun) pada
tahun 2020.
c. Pembuatan kuesioner penelitian yang akan dibuat dalam bentuk
Google form.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Penyebarluasan kuesioner dalam bentuk Google form melalui grup
maupun personal contact di social media.
3. Tahap Penyelesaian
a. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Data
yang diperoleh dilakukan analisis secara univariat untuk
mendeskripsikan pengetahuan, sikap, dan praaktik responden. Selain
dilakukan analisis secara univariat dilakukan juga analisis secara
bivariat dengan menggunakan uji spearman.
b. Penyusunan laporan dan konsultasi dengan pembimbing.
c. Penyebarluasan hasil laporan penelitian kepada pihak yang terkait.
J. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan
software statistik SPSS for windows. Data hasil penelitian yang telah
dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan sebagai berikut :
a. Editing
Editing merupakan proses meneliti kembali hasil jawaban dari
responden seperti kelengkapan dalam pengisian maupun pengecekan
apakah terdapat kesalahan terhadap pengisian kuesioner. Hasil yang
telah didapatkan dari pengisian kuesioner oleh responden dikumpulkan
untuk dilakukan pengecekan terhadap isi kuesioner apakah terdapat
kesalahan dalam pengisian atau tidak.
b. Coding
Coding merupakan proses pemberian kode pada data yang telah
diperoleh guna mempermudah proses pengolahan data.
c. Entry Data
Entry data merupakan proses memasukkan data yang telah diperoleh
dari hasil kuesioner yang telah dilakukan proses editing dan coding ke
dalam komputer dengan menggunakan program SPSS. Pada penelitian
ini data yang dimasukkan berupa data hasil coding dari variabel
pengetahuan, sikap, dan praktik.
d. Tabulating
Tabulating merupakan proses mengelompokkan data ke dalam bentuk
tabel untuk mempermudah proses pengolahan data secara deskriptif.
Data yang akan dilakukan tabulasi berupa data dari variabel
pengetahuan, sikap, dan praktik.
2. Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kuantitatif. Analisis
data dilakukan secara univariat dan bivariat:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel
kedalam bentuk distribusi frekuensi maupun bentuk presentase yang
dilakukan per variabel penelitian. Analisis ini dilakukan untuk
mendeskripsikan varibel pengetahun, sikap, dan praktik dari
responden.
b. Analisis Bivariat
Analisi bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara
variabel
K. Jadwal Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19) and


the virus that causes it. Geneva: World Health Organization,
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-
guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-2019)-and-the-virus-that-
causes-it (2020, accessed 17 February 2021).

2. Wu Z dan Mc Googan JM. Characteristics of and Important Lessons From the


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a
Report of 72314 Cases From the Chinese Center for Disease Control and
Prevention. JAMA 2020; 323: 1239–1242.

3. World Health Organization. Situation Report-10,


https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/
20200130-sitrep-10-ncov.pdf?sfvrsn=d0b2e480_2 (2020, accessed 17
February 2021).
4. World Health Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the
media briefing on COVID-19, https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-
director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---11-
march-2020 (2020, accessed 17 February 2021).

5. Pusdatin KK. Peta Sebaran. Satuan Tugas Penanganan Covid-19,


https://covid19.go.id/peta-sebaran (2020, accessed 17 February 2021).

6. Direktorat JP dan PP. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus


Disease (COVID-19). 1st ed. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2020.

7. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick dan A. Medical


Microbiology. 28th ed. New York: McGraw- Hill Education/Medical, 2019.

1. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sebaran Kasus COVID-19 di Jawa


Tengah. Available from: https://corona.jatengprov.go.id/data. [Accessed 16
May 2020].
2. Pemerintah Kota Semarang. Data Informasi Coronavirus (Covid-19)
Semarang. Available from: https://siagacorona. Semarangkota .go.id/ halaman
/ odppdpv2. [Accessed 16 May 2020].
3. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). 1 st ed.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2020.
4. Potter, Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. 4th ed. Jakarta: EGC, 2005.
5. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. 1 st ed. Jakarta: Rineka
Cipta, 2003.
6. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s.
Medical Microbiology. 28th ed. New York: McGraw- Hill Education/Medical;
2019. p.617-22.
7. Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, et al. A Novel Coronavirus
from Patients with Pneumonia in China, 2019. N Engl J Med.
2020;382(8):727-33.
8. Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA,
et al. The species Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus:
classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. 2020
March 2 [cited 2020 May 16]. Available from: DOI: 10.1038/s41564-020-
0695-z.
9. Zhou P, Yang X-L, Wang X-G, Hu B, Zhang L, Zhang W, et al. A pneumonia
outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin. J Nature.
2020;579(7798):270-273.
10. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020 March 3
[cited 2020 May 16]. Available from: DOI: 10.1016/j.jaut.2020.102433.
11. Zhang T, Wu Q, Zhang Z. Probable Pangolin Origin of SARSCoV-2
Associated with the COVID-19 Outbreak. Curr Biol. 2020; published online
March 13. DOI: 10.1016/j.cub.2020.03.022.
12. Chan JF-W, Kok K-H, Zhu Z, Chu H, To KK-W, Yuan S, et al. Genomic
characterization of the 2019 novel human-pathogenic coronavirus isolated
from a patient with atypical pneumonia after visiting Wuhan. Emerg Microbes
Infect. 2020;9(1):221-36.
13. Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus
infection disease (COVID-19): A Chinese perspective. J Med Virol. 2020;
published online March 6. DOI: 10.1002/jmv.25749
14. Chen H, Guo J, Wang C, Luo F, Yu X, Zhang W, et al. Clinical characteristics
and intrauterine vertical transmission potential of COVID-19 infection in nine
pregnant women: a retrospective review of medical records. Lancet.
2020;395(10226):809-15.
15. Xiao F, Tang M, Zheng X, Liu Y, Li X, Shan H. Evidence for gastrointestinal
infection of SARS-CoV-2. Gastroenterology. 2020; published online March 3.
DOI: 10.1053/j.gastro.2020.02.055
16. Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air,
Surface Environmental, and Personal Protective Equipment Contamination by
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) From a
Symptomatic Patient. JAMA. 2020; published online March 4. DOI:
10.1001/jama.2020.3227
17. Zhang H, Penninger JM, Li Y, Zhong N, Slutsky AS. Angiotensinconverting
enzyme 2 (ACE2) as a SARS-CoV-2 receptor: molecular mechanisms and
potential therapeutic target. Intensive Care Med. 2020; published online
March 3. DOI: 10.1007/s00134-020-05985-9
18. Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. The reproductive number of
COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. J Travel Med.
2020;27(2).
19. de Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS:
recent insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol.
2016;14(8):523-34.
20. Wang H, Yang P, Liu K, Guo F, Zhang Y, Zhang G, et al. SARS coronavirus
entry into host cells through a novel clathrin and caveolae-independent
endocytic pathway. Cell Res. 2008;18(2):290-301.
21. Li G, Fan Y, Lai Y, Han T, Li Z, Zhou P, et al. Coronavirus infections and
immune responses. J Med Virol. 2020;92(4):424-32.
22. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and
diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal. 2020; published online March 5. DOI:
10.1016/j.jpha.2020.03.001
23. Xia Y, Jin R, Zhao J, Li W, Shen H. Risk of COVID-19 for cancer patients.
Lancet Oncol. 2020; published online March 3. DOI: 10.1016/S1470-
2045(20)30150-9.
24. Bangash MN, Patel J, Parekh D. COVID-19 and the liver: little cause for
concern. Lancet Gastroenterol Hepatol. 2020; published online March 20.
DOI: 10.1016/S2468-1253(20)30084-4.
25. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, et al. Clinical
Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China. New Engl J Med.
2020; published online February 28. DOI: 10.1056/ NEJMoa2002032.
26. Soriano V, Barreiro P. Impact of New Coronavirus Epidemics on HIV-
Infected Patients. AIDS Rev. 2020;22(1):57-8.
27. Yang J, Zheng Y, Gou X, Pu K, Chen Z, Guo Q, et al. Prevalence of
comorbidities in the novel Wuhan coronavirus (COVID-19) infection: a
systematic review and meta-analysis. Int J Infect Dis. 2020; published online
March 12. DOI: 10.1016/j.ijid.2020.03.017.
28. Prevention CfDCa. Interim US Guidance for Risk Assessment and Public
Health Management of Persons with Potential Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) Exposures: Geographic Risk and Contacts of Laboratory-
confirmed Cases [Internet]. 2020 [updated 2020 March 7; cited 2020 March
20]. Available from: https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/php/risk-
assessment.html.
29. World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Geneva: World Health Organization;
2020.
30. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory
infection when novel coronavirus (nCoV) infection is suspected. Geneva:
World Health Organization; 2020.
31. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020; published
online March 3. DOI: 10.1016/j.jaut.2020.102433.
32. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497-506.
33. Woelfel R, Corman VM, Guggemos W, Seilmaier M, Zange S, Mueller MA,
et al. Clinical presentation and virological assessment of hospitalized cases of
coronavirus disease 2019 in a travel-associated transmission cluster. medRxiv.
2020; published online March 8. DOI: 10.1101/2020.03.05.20030502.
34. Tarwoto, Wartonah. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. 3 rd
ed. Jakarta: Salemba Medika, 2004.
35. Potter, Perry. Fundamental of Nursing. 1st ed. Jakarta: EGC, 2012.
36. Depdikbud. Tuntunan Pendidikan Kesehatan Pribadi. 1 st ed. Jakarta:
Depdikbud, 1986.
37. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. 1 st ed. Jakarta: Rineka
Cipta, 2007.
38. Mubarak. Promosi Kesehatan Sebuah Pengamatan Proses Belajar. 1st ed.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
39. Sunaryo. Psikologi Untuk Keperawatan. 1st ed. Jakarta: EGC, 2004
40. Azwar S. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. 1 st ed. Jakarta: Pustaka,
2011.
41. Mubarak. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan. 1st ed. Jakarta: Salemba
Medika, 2011.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Dosis Zeolit : Kadar Chemical Oxygen
Demand (COD) dalam air
lindi

Variabel Pengganggu
Suhu**)
pH**)
Ukuran butir zeolit*)
Kecepatan pengadukan*)
Lama Pengadukan*)
Waktu kontak*)

Keterangan *) : Dikendalikan
**) : Diukur
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan
penurunan kadar Chemical Oxygen Demand (COD) sebelum dan sesudah
perlakuan dengan berbagai variasi dosis zeolite.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 sampai dengan Juni 2020.
Pengambilan sampel penelitian berupa air lindi dilakukan di TPA Jatibarang
Semarang. Perlakuan terhadap sampel air lindi dilakukan di Laboratorium
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang, dan
pemeriksaan kadar kadmium dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan
Semarang.
D. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian true eksperimental, dimana
observasi penelitian dilakukan terhadap efek dari manipulasi terhadap satu
atau sejumlah variabel penelitian. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu
pretest and posttest with control group design. Rancangan penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut :

Kelompok Pretest Perlakuan Postest


Kontrol A X1 A1
Perlakuan 1 A X2 A2
Perlakuan 2 A X3 A3
Perlakuan 3 A X4 A4
Perlakuan 4 A X5 A5
Perlakuan 5 A X6 A6

Keterangan :
A :Kelompok sebelum perlakuan
X1 :Perlakuan tanpa menggunakan zeolit
X2 :Perlakuan dengan menggunakan zeolite gr
X3 :Perlakuan dengan menggunakan zeolite gr
X4 :Perlakuan dengan menggunakan zeolite gr
X5 :Perlakuan dengan menggunakan zeolite gr
X6 :Perlakuan dengan menggunakan zeolite gr
A1 :Kelompok sesudah perlakuan tanpa pemberian zeolite
A2 :Kelompok sesudah perlakuan dengan pemberian zeolite gr
A3 :Kelompok sesudah perlakuan dengan pemberian zeolite gr
A4 :Kelompok sesudah perlakuan dengan pemberian zeolite gr
A5 :Kelompok sesudah perlakuan dengan pemberian zeolite gr
A6 :Kelompok sesudah perlakuan dengan pemberian zeolite gr
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh air lindi yang dihasilkan di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Semarang.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian air lindi pada bagian inlet
Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) TPA Jatibarang Semarang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara grab sampling. Untuk
menghindari adanya kesalahan dalam penelitian, maka dilakukan ulangan
terhadap eksperimen penelitian. Jumlah pengulangan berdasarkan pada
rumus Federer (1983) yang akan dijelaskan sebagai berikut :
(t – 1) (r – 1) ≥ 15
Keterangan :
t = Jumlah perlakuan
r = Jumlah pengulangan
Jika t = 5, maka :
(t – 1) (r – 1) ≥ 15
(5 – 1) (r – 1) ≥ 15
4 (r – 1) ≥ 15
4r – 4 ≥ 15
4r ≥ 19
r ≥ 4,75
Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapatkan jumlah pengulangan
sebanyak 5 kali dengan jumlah perlakuan yang akan dilakukan sebanyak 5
kali. Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 35 sampel,
terdiri dari 25 sampel perlakuan, 5 kontrol, dan 5 pretest.
F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Data
a. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis zeolit. Variasi
dosis zeolite yang digunakan yaitu…….
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar Chemical Oxygen
Demand (COD) yang terkandung dalam air lindi.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah suhu, pH, ukuran
butir zeolite, waktu kontak, lama pengadukan, dan kecepatan
pengadukan.
b. Definisi Operasional dan Skala Data
1. Variasi Dosis Zeolit
Variasi dosis zeolite adalah jumlah zeolite yang ditambahkan kedalam
sampel untuk menurunkan kadar kadmium (Cd) pada air lindi TPA
Jatibarang Semarang. Variasi dosis yang digunakan yaitu …… Hal ini
didasarkan pada penelitian sebelumnya
Skala : Rasio
Satuan : gram
2. Kadar Chemical Oxygen Demand (COD)
Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) adalah konsentrasi COD
yang terkandung di air lindi TPA Jatibarang Semarang sebelum dan
sedudah dilakukan perlakuan dengan penambahan variasi dosis zeolite
yang diukur melalui uji laboratorium dengan metode AAS.
Skala : Rasio
Satuan : mg/ l
3. Suhu
Suhu adalah derajat panas air lindi yang diukur sebelum dilakukan
penambahan zeolite.
Skala : Rasio
Satuan : Derajat Celcius
4. Nilai pH
Nilai pH adalah derajat keasaman air lindi yang diukur sebelum
dilakukan penambahan zeolite.
Skala : Rasio
Satuan : -
5. Ukuran Butir Zeolit
Ukuran butir zeolite adalah besar butiran zeolite yang lolos pada
ayakan dengan ukuran 100 mesh.
Skala : Rasio
Satuan : mm
6. Waktu Kontak
Waktu kontak adalah waktu yang diperlukan air sampel untuk terjadi
kontak dengan zeolite. Dalam penelitian ini, waktu kontak yang
digunakan adalah 60 menit yang diukur dengan menggunakan
stopwatch.
Skala : Rasio
Satuan : menit
7. Kecepatan Pengadukan
Kecepatan pengadukan adalah banyaknya putaran yang
G. Sumber Data Penelitian
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah hasil pengukuran kadar Chemical
Oxygen Demand (COD) pada sampel air lindi TPA Jatibarang Semarang
sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan dengan
penambahan variasi dosis zeolit. Selain itu data primer juga didapatkan
dari hasil pengukuran suhu, pH, kecepatan pengadukan, lama pengadukan,
dan lama waktu kontak.
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah profil TPA Jatibarang
Semarang yang meliputi lokasi TPA, jumlah sampah yang masuk ke TPA,
dan pengolahan air lindi yang dilakukan di TPA Jatibarang dari Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) TPA Jatibarang Semarang.
H. Instrumen Penelitian
a. Bahan yang digunakan
1. Zeolite
2. Sampel air lindi
3. Aquadest
4. H3PO4 5 M
b. Alat yang digunakan
1. Timbangan
2. Gelas ukur
3. Ayakan 100 mesh
4. Spatula
5. Oven
6. Jar test
7. Beker glass 1000 ml
8. Desikator
9. Botol sampel
10. Stop watch
11. Saringan
12. Thermometer
13. pH meter
14. Label
15. Jerigen
16. Ember 80 L
I. Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
a. Studi literatur
b. Pengurusan perijinan penelitian
c. Pengamatan dilapangan
d. Survey laboratorium
e. Persiapan rancangan dan instrument penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara manual dengan cara grab
sampling agar sampel yang diambil dapat mewakili keadaan air lindi
di TPA Jatibarang Semarang.
Pengambilan sampel air lindi dilakukan pada inlet Instalasi
Pengolahan Air Sampah (IPAS) TPA Jatibarang Semarang dan
dimasukkan kedalam jerigen ukuran 30 liter yang sebelumnya telah
dibilas dengan menggunakan air lindi. Jumlah sampel yang diambil
sebanyak 30 liter.
b. Aktivasi Zeolit
Aktivasi dilakukan untuk meningkatkan daya guna atau optimalisasi
zeolite sebagai adsorben. Proses aktivasi juga bertujuan untuk
membersihkan permukaan pada zeolite, membuang senyawa
pengganggu dan menambah luas permukaan spesifiknya. Berikut
adalah langkah aktivasi zeolite :
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Zeolite sebanyak 500 gr diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh.
3. Zeolite hasil ayakan dicuci dengan aquades kemudian disaring dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 1200C selama 3 jam.
1. Zeolite kemudian direndam dalam larutan H3PO4 5 M sebanyak
500 ml selama 24 jam.
2. Zeolite yang telah direndam kemudian dicuci dengan aquadest dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 1200C selama 3 jam.
c. Langkah Kerja
1. Empat buah beker glass 1000 ml disiapkan, air sampel sebanyak
1000 ml dimasukkan, kemudian diberi label sesuai dengan dosis
zeolite yang akan dimasukkan
2. Zeolite ditimbang sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan
3. Zeolite dimasukkan kedalam
d. Pengukuran Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer.
Berikut merupakan langkah pengukuran suhu pada sampel:
1. Thermometer dicelupkan ke dalam sampel
2. Hasil yang terdapat pada thermometer dilihat dan kemudian dicatat
e. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH. Berikut
merupakan langkah pengukuran pH pada sampel:
1. Kertas pH dicelupkan ke dalam sampel sampai warna pada kertas
pH berubah
2. Hasil perubahan warna pada kertas pH tersebut dicocokan dengan
pembacaan skala kemudian dicatat
f. Pengawetan Sampel
g. Pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD)
a) Alat
1. Spektofotometer
2. COD reactor
3. Tabung reaksi
4. Beaker glass
5. Kuvet
6. Rak tabung reaksi
7. Pipet ukur
8. Bulb
b) Bahan
1. H2SO4
2. Sampel air limbah
3. Larutan digestion COD tinggi
4. Aquadest
c) Cara Kerja
1. Sampel dikocok terlebih dahulu agar homogen
2. Sampel sebanyak 2,5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi
3. Larutan digestion COD tinggi sebanyak 1,5 ml ditambahkan ke
dalam tabung reaksi
4. H2SO4 sebanyak 3,5 ml ditambahkan ke dalam tabung reaksi
5. Larutan tersebut kemudian dihomogenkan
6. Semua tabung reaksi kemudian dipanaskan ke dalam COD
reactor selama 2 jam pada suhu 150oC
7. Tabung reaksi dikeluarkan dari COD reaktor, kemudian
didinginkan selama beberapa menit
8. Spektofotometri disiapkan dan diatur untuk pengujian COD
tinggi dengan panjang gelombang 600 mn
9. Sampel yang akan dilakukan pengujian dan aquadest disiapkan
10. Kuvet dibersihkan dengan menggunakan aquadest
11. Aquadest digunakan sebagai blanko, kemudian dimasukkan
secara perlahan ke kuvet hingga tanda batas yang ada di kuvet,
setelah itu dimasukkan kedalam spektofotometri
12. Sampel uji dimasukkan kedalam kuvet secara perlahan hinga
tanda batas yang ada di kuvet, kemudian dimasukkan kedalam
spektofotometri
13. Spektofometri akan menunjukkan angka absorbansi dari
sampel yang dimasukkan
14. Angka absorbansi dicatat dan dilakukan perhitungan dengan
mengunakan rumus untuk mendapatkan angka COD yang
sesungguhnya
h. Perhitungan Presentase Penurunan Kadar COD
Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan zeolite dengan berbagai variasi dosis untuk
menurunkan kadar COD air lindi TPA Jatibarang :
(Co−Ci)
Ef = ×100 %
Co
Keterangan :
Ef : Presentase penurunan parameter (%)
Co : Konsentrasi parameter sebelum diberikan perlakuan
Ci : Konsentrasi parameter sesudah diberikan perlakuan
3. Tahap Penyelesaian
a. Pengolahan data dengan menggunkaan komputer. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis secara univariat untuk membandingkan hasil
penurunan kadar kadmium (Cd) pada air lindi TPA Jatibarang
Semarang dengan pengolahan menggunakan variasi dosis zeolit.
b. Penyusan laporan dan konsultasi dengan pembimbing.
c. Penyebarluasan laporan penelitian kepada pihak yang berkepentingan.
J. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan
software statistik berupa SPSS dan dibantu dengan Microsoft excel. Data
hasil penelitian yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan
sebagai berikut :
a. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data untuk
mengantisipasi kesalahan dalam penelitian, sehingga validitas data
dapat terjamin.
b. Coding
Coding dilakukan dengan memberikan kode atau label pada botol
sampel setiap hasil pengukuran agar tidak tertukar satu dengan yang
lainnya.
c. Entry Data
Entry data dilakukan dengan memasukkan data yang telah diperoleh
dari hasil pengukuran di laboratorium terhadap variabel yang diukur
ke dalam komputer.
d. Tabulating
Tabulating dilakukan dengan menyajikan data ke dalam bentuk tabel
untuk memudahkan dalam analisis data.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap masing – masing variabel
penelitian untuk mengetahui nilai rata – rata. Analisis ini
membandingkan hasil penurunan kadar kadmium (Cd) pada air lindi
TPA Jatibarang Semarang dengan pengolahan menggunakan variasi
dosis zeolit.
b. Analisis Bivariat
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan dengan uji Test Shapiro Wilk dan uji
homogenitas menggunakan test homogeneity of variances.
Hipotesis :
Ho : Data berdistribusi normal
Ha : Data berdistribusi tidak normal
Interpretasi :
Jika p > 0,05, maka Ho diterima atau data berdistribusi normal
JIka p ≤ 0,05, maka Ho ditolak atau data berdistribusi tidak normal
2. Uji Beda
Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian
ini adalah One Way Analysis of Varian (ANOVA) apabila data
berdistribusi normal. Namun, apabila data berdistribusi tidak
normal, uji statistik yang digunakan adalah Kruskal – Wallis. Dari
hasil pengujian ini akan dapat dilihat perbedaan antara kedua
variabel penelitian.
Hipotesis :
Ho : Tidak terdapat perbedaan penurunan kadar kadmium (Cd)
pada air lindi TPA Jatibarang Semarang dengan perlakuan
pemberian variasi dosis zeolit.
Ha : Terdapat perbedaan penurunan penurunan kadar kadmium
(Cd) pada air lindi TPA Jatibarang Semarang dengan perlakuan
pemberian variasi dosis zeolit.
Interpretasi :
Jika nilai p > 0,05, maka Ho diterima atau tidak terdapat perbedaan
penurunan kadar kadmium (Cd) pada air lindi TPA Jatibarang
Semarang dengan perlakuan pemberian variasi dosis zeolit.
Jika nilai p ≤ 0,05, maka Ho ditolak atau Terdapat perbedaan
penurunan penurunan kadar kadmium (Cd) pada air lindi TPA
Jatibarang Semarang dengan perlakuan pemberian variasi dosis
zeolit.

Anda mungkin juga menyukai