Anda di halaman 1dari 143

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


COVID-19 adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh novel
coronavirus atau virus dari golongan coronavirus, yaitu SARS-CoV-2 atau Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2. COVID-19 sendiri merupakan
singkatan dari Corona Virus Disease yang ditemukan pada tahun 2019. Virus
tersebut pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember 2019 di kota Wuhan,
China. Beberapa virus golongan coronavirus lainnya adalah MERS-CoV (beta
coronavirus yang menyebabkan Middle East Respiratory Syndrom atau MERS)
dan SARS-CoV (beta coronavirus yang menyebabkan Severe Acute Respiratory
Syndrome atau SARS). COVID-19 juga dapat menginfeksi segala usia, dan
memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita dengan
komorbid.
Saat ini COVID-19 merupakan ancaman kesehatan yang serius, dan
situasinya berkembang setiap hari. WHO (World Health Organization)
melaporkan hinnga 5 Maret 2020, terdapat sebanyak 95.324 kasus terkonfirmasi
COVID-19 dengan 3.015 kasus diantaranya dilaporkan meninggal. 1 Kemudian
hingga tanggal 27 Maret 2020, WHO melaporkan sebanyak 509.164 kasus positif
COVID-19 secara global, dengan jumlah kematian mencapai 23.335 kasus.
Penyebaran kasus ini terus terjadi, hingga 9 Juli 2020 WHO telah melaporkan
total kasus terkonfirmasi COVID-19 secara global adalah 11.874.226 kasus dan
angka kematian mencapai 545.481 kasus. Hal tersebut menunjukan adanya
penyebaran COVID-19 yang masif.
Tingkat infeksi COVID-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan
sejak kasus pertama ditemukan pada bulan Maret 2020.2 Dimana pada tanggal 1
Juni 2020, terdapat jumlah total kasus COVID-19 di Indonesia mencapai 26.940
kasus dengan jumlah meninggal mencapai 1.641 kasus. Kemudian pada 1 Juli
2020, terdapat total 57.770 kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia dengan
2.934 kasus mengalami kematian. Kemudian pada tanggal 9 Juli 2020, terdapat

1
total sebanyak 70.736 kasus positif di Indonesia dengan kematian 3.417 kasus.
Kemudian pada tanggal 11 Juli 2020, terdapat total kasus positif COVID-19 di
Indonesia mencapai 74.018 kasus, dengan 3.535 kasus positif COVID-19
meninggal dunia. Hal tersebut menunjukan gambaran penyebaran COVID-19
yang terus mengalami meningkatan.
Provinsi DKI Jakarta masih menjadi zona dengan risiko tinggi penularan
COVID-19.2 Hingga 11 Juli 2020, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan tingkat
kasus COVID-19 terbanyak ke-2 di Indonesia (sebanyak 14.113 kasus atau
19,1%) setelah Provinsi Jawa Timur (16.140 kasus atau 21,8%). Dan berdasarkan
zonasi risiko per 5 Juli 2020, terdapat 4 wilayah dengan risiko tinggi dan 2
wilayah termasuk risiko sedang di Provinsi DKI Jakarta. Adapun wilayah dengan
risiko tinggi di Provinsi DKI Jakarta yakni wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat,
Jakarta Barat, dan Jakarta Utara. Sedangkan 2 wilayah lainnya yang termasuk
dalam risiko sedang adalah Kepulauan Seribu dan Jakarta Timur.
Hingga saat ini belum ada vaksin maupun obat untuk mencegah infeksi
virus corona. Namun terdapat intervensi non farmakologis yang dapat dilakukan
untuk mengurangi risiko terjangkit virus ini. Intervensi non farmakologis yang
dapat dilakukan untuk mencegah penularan atau penyebaran COVID-19 adalah
lebih sering mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air hingga bersih,
hindari kontak langsung atau berdekatan dengan orang yang sakit, maupun
menggunakan masker ketika kontak dengan orang lain. Penggunaan masker
menjadi salah satu cara mengurangi risiko penularan atau penyebaran COVID-19.
Masker merupakan salah satu alat pelindung diri yang wajib digunakan oleh
masyarakat saat ini.
Peneliti melihat bahwa masih cukup banyak masyarakat yang tidak
menggunakan masker ketika beraktivitas di luar rumah. Hal ini menunjukan
tindakan masyarakat yang belum mengindahkan anjuran pemerintah dalam
mewajibkan masyarakat untuk menggunakan masker ketika beraktivitas di luar
rumah. Selain itu, masyarakat yang sudah menggunakan masker ketika
beraktivitas di luar rumah, masih cukup banyak yang tidak menggunakan masker
dengan baik dan benar.

2
Perubahan perilaku terjadi melalui tiga tahapan yakni perubahan
pengetahuan, perubahan sikap, dan kemudian diikuti perubahan praktik atau
tindakan. Penelitian yang dilakukan oleh Devi Pramita Sari tahun 2020 di
Ngronggah juga menunjukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan kepatuhan penggunaan masker sebagai upaya pencegahan COVID-19.3
Hal tersebut menunjukkan perubahan pengetahuan terkadang menjadi dasar yang
cukup penting untuk dapat merubah tindakan atau perilaku seseorang.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat
Indonesia tentang pencegahan COVID-19 yang masih kurang. Penelitian yang
dilakukan oleh Devi Pramita Sari di Ngroggah menunjukan sebanyak 30,65%
sampel yang diteliti memiliki pengetahuan yang tidak baik mengenai penggunaan
masker dalam upaya pencegahan COVID-19.3 Kemudian penelitian yang
dilakukan Ika Purnamasari pada masyarakat Wonosobo menunjukan sebanyak
9,7% sampel memiliki pengetahuan pencegahan COVID-19 yang rendah. 4
Sedangkan penelitian yang dilakukan Anggun pada masyakat Kalimantan Selatan
menunjukan sebanyak 366 dari 1190 sampel (30,75%) memiliki tingkat
pengetahuan pencegahan COVID-19 yang kurang baik.5 Sehingga diperlukan
upaya dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat agar diharapkan terjadi
perubahan perilaku.
Oleh karena itu peneliti memilih untuk meneliti ada tidaknya pengaruh
penyuluhan terhadap perubahan pengetahuan mengenai penggunaan masker yang
baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh penyuluhan terhadap perubahan
pengetahuan dan sikap tentang penggunaan masker yang baik dan
benar dalam rangka pencegahan infeksi COVID-19 pada
masyarakat yang berdomisili di Jakarta?

3
1.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh penyuluhan terhadap
perubahan pengetahuan dan sikap tentang penggunaan masker yang baik
dan benar dalam rangka pencegahan infeksi COVID-19 pada masyarakat
yang berdomisili di Jakarta.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum:
Mengetahui ada tidaknya pengaruh penyuluhan terhadap
perubahan tingkat pengetahuan dan sikap tentang penggunaan masker
yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19 pada
masyarakat yang berdomisili di Jakarta.
1.4.2 Tujuan Khusus:
1. Dapat mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan masyarakat
Jakarta mengenai penggunaan masker yang baik dan benar dalam
rangka pencegahan COVID-19 sebelum dilakukan penyuluhan.
2. Dapat mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan masyarakat
Jakarta mengenai penggunaan masker yang baik dan benar dalam
rangka pencegahan COVID-19 setelah dilakukan penyuluhan.
3. Dapat mengidentifikasi gambaran sikap masyarakat Jakarta mengenai
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan
COVID-19 sebelum dilakukan penyuluhan.
4. Dapat mengidentifikasi gambaran sikap masyarakat Jakarta mengenai
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan
COVID-19 setelah dilakukan penyuluhan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat bagi Peneliti
1. Sebagai sarana melatih dan mengaplikasikan ilmu mengenai
promosi kesahatan dengan metode penyuluhan.
2. Memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti sebagai bekal
untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut.

4
3. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam bidang
penelitian.
4. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat sekitar.
1.5.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi:
1. Mewujudkan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam menjalankan
tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
2. Menciptkan UKRIDA sebagai masyarakat ilmiah dalam peran
sertanya di bidang kesehatan.
3. Sebagai bahan dasar untuk dilakukan penelitian lebih lanjut bagi
peneliti lainnya.
1.5.3 Manfaat bagi Pengembangan Ilmu:
1. Sebagai bahan referensi dalam memberikan pengaruh perubahan
pengetahuan dan sikap tentang penggunaan masker yang baik dan
benar dalam rangka pencegahan COVID-19 melalui metode
penyuluhan sehingga dapat dilakukan penelitian dengan ruang
lingkup yang lebih luas lagi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Coronavirus
2.1.1.1 Karakteristik virologi
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam famili
coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA (Ribonucleo Acid) strain tunggal
positif, berkapsul dan bersegmen. Terdapat empat struktur protein utama pada
Coronavirus yaitu: protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran),
glikoprotein spike S, protein E (selubung). Coronavirus tergolong ordo
Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronavirus ini dapat menyebabkan
penyakit pada hewan atau manusia.6 Hewan dengan coronavirus dapat
berkembang dan menginfeksi manusia seperti pada kasus MERS dan SARS
seperti kasus outbreak saat ini. Sebelum COVID-19, ada enam jenis coronavirus
yang dapat menginfeksi manusia yaitu HCoV-229E (alphacoronavirus), HCoV-
OC43 (betacoronavirus), HCoVNL63 (alphacoronavirus), HCoV-HKUI
(betacoronavirus), SARSCoV (betacoronavirus), dan MERS-CoV
(betacoronavirus).7,8
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nanometer. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa
virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang
menyebabkan wabah SARS pada 2002- 2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas
dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan
nama penyebab COVID-19 sebagai SARS-CoV-2.6
Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S
berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu
protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen.
Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host

6
(interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang). 9 Seperti virus corona lain,
SARS-COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat
dinonaktifkan dengan pelarut lemak (lipid - 12 - solvents) seperti eter, etanol 75%,
etanol, disinfektan yang mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan klorofom
(kecuali klorheksidin).6
2.1.1.2 Epidemiologi
Sejak ditemukan kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus
COVID-19 di China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari – Februari
2020. Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.734 kasus terkonfirmasi COVID-
19 di China, dan 90 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan,
Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura,
Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Perancis,
dan Jerman.10
Per 10 Juli 2020, WHO melaporkan 12.102.328 kasus terkonfirmasi
dengan 228.102 kasus baru dan 551.046 kasus kematian akibat COVID-19 secara
global. Amerika diketahui memiliki angka kejadian dengan kasus tertinggi
berdasarkan region dan kemudian Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, Afrika
dan Pasifik Barat.9

Grafik 2.1. Data statistik WHO berdasarkan kasus terkonfirmasi COVID-19.11

7
Grafik 2. Data statistik WHO berdasarkan kasus kematian akibat COVID-19.11

Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret


2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan tanggal 30
Juni 2020 Kementerian Kesehatan RI melaporkan 56.385 kasus konfirmasi
COVID-19 dengan 2.875 kasus meninggal (Case Fatality Rate (CFR) 5,1%) yang
tersebar di 34 provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus paling
banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia
0-5 tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan pada pasien dengan usia 55-64
tahun.6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC (Center for Disease
Control and Prevention) China, diketahui bahwa kasus paling banyak terjadi pada
pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia
<10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan kasus yang ringan, 14% parah,
dan 5% kritis.6 Orang dengan usia lanjut atau yang memiliki penyakit bawaan
diketahui lebih berisiko untuk mengalami penyakit yang lebih parah. Usia lanjut
juga diduga berhubungan dengan tingkat kematian. CDC China melaporkan
bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80 tahun adalah 14,8%, sementara CFR
keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian di Italia,

8
di mana CFR pada usia ≥ 80 tahun adalah 20,2%, sementara CFR keseluruhan
adalah 7,2%. Tingkat kematian juga dipengaruhi oleh adanya penyakit bawaan
pada pasien. Tingkat 10,5% ditemukan pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular, 7,3% pada pasien dengan diabetes, 6,3% pada pasien dengan
penyakit pernapasan kronis, 6% pada pasien dengan hipertensi, dan 5,6% pada
pasien dengan kanker.6
2.1.1.3 Transmisi
Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet
cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi
sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui.6
Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14
hari namun dapat mencapai 14 hari. Risiko penularan tertinggi diperoleh di hari-
hari pertama penyakit disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi.
Orang yang terinfeksi dapat langsung dapat menularkan yakni mulai 48 jam
sebelum onset gejala (presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset
gejala.6 Sebuah studi Du Z et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6% menunjukkan
penularan presimptomatik. Penting untuk mengetahui periode presimptomatik
karena memungkinkan virus menyebar melalui droplet atau kontak dengan benda
yang terkontaminasi. Sebagai tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi yang
tidak bergejala au asimptomatik, meskipun risiko penularan sangat rendah akan
tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan. 6
Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa
COVID-19 utamanya ditularkan dari orang yang bergejala atau simptomatik ke
orang lain yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel
berisi air dengan diameter >5-10 µm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang
berada pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala
pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai
mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi
melalui benda dan permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar orang yang
terinfeksi.6 Oleh karena itu, penularan virus COVID-19 dapat terjadi melalui

9
kontak langsung dengan orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan
permukaan atau benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya,
stetoskop atau termometer).6
Dalam konteks COVID-19, transmisi melalui udara dapat dimungkinkan
dalam keadaan khusus dimana prosedur atau perawatan suportif yang
menghasilkan aerosol seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, suction terbuka,
pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi, mengubah
pasien ke posisi tengkurap, memutus koneksi ventilator, ventilasi tekanan positif
non-invasif, trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner. Masih diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai transmisi melalui udara.6
2.1.1.4 Faktor risiko
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC terjadi pada pria
(51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia <10
tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan kasus yang ringan, 14% parah, dan
5% kritis. Orang dengan usia lanjut atau yang memiliki penyakit bawaan seperti
hipertensi dan diabetes melitus diketahui lebih berisiko untuk mengalami penyakit
yang lebih parah. Selain itu berdasarkan jenis kelamin, lebih banyak terjadi pria
karena diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Usia
lanjut juga diduga berhubungan dengan tingkat kematian sedangkan hipertensi,
diabetes melitus diduga berhubungan dengan peningkatan ekspresi reseptor ACE2
(Angiotensin Converting Enzyme-2).6,7
Seseorang dengan penyakit kanker dan penyakit hati kronik juga dianggap
lebih rentan terkena infeksi SARS-CoV-2. Dimana penyakit kanker dihubungkan
dengan reaksi imunosupresif sedangkan pada pasien dengan sirosis ataupun
penyakit hati kronik lainnya mengalami penurunan respon imun, sehingga lebih
mudah terkena COVID-19 dan dapat mengakibatkan keadaan yang lebih buruk.7
CDC China melaporkan bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80 tahun
adalah 14,8%, sementara CFR keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama juga
ditemukan pada penelitian di Italia, di mana CFR pada usia ≥ 80 tahun adalah
20,2%, sementara CFR keseluruhan adalah 7,2%. Tingkat kematian juga
dipengaruhi oleh adanya penyakit bawaan pada pasien. Tingkat 10,5% ditemukan

10
pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, 7,3% pada pasien dengan diabetes,
6,3% pada pasien dengan penyakit pernapasan kronis, 6% pada pasien dengan
hipertensi, dan 5,6% pada pasien dengan kanker.6
Keadaan lain adalah pasien HIV (Human Immunodeficiency Virus) dengan
infeksi saluran nafas akut umumnya memiliki tingkat mortilitas yang lebih tinggi
dibandingkan seseorang tanpa HIV. Namun, sampai dengan saat ini belum ada
studi penelitian yang mengkaitkan HIV dengan infeksi SARS-CoV-2.7
CDC juga melaporkan kontak erat sebagai salah satu faktor risiko pada
COVID-19. Kontak erat dilihat apakah seseorang tersebut tinggal dalam satu
rumah dengan pasien COVID-19 ataupun terdapat riwayat perjalanan ke area
terjangkit. Berada dalam satu lingkungan namun tidak memiliki kontak dekat
(dalam jarak dua meter) dianggap sebagai risiko rendah. Sedangkan tenaga medis
merupakan salah satu populasi yang memiliki risiko tinggi untuk tertular COVID-
19. Di Italia, sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga medis. Di China, lebih
dari 3.300 tenaga medis juga terinfeksi, dengan mortalitas sebesar 0,6%.7
2.1.1.5 Patofisologi
Patogenesis 2019 nCoV sampai saat ini belum diketahui dengan pasti
tetapi diduga tidak jauh berbeda dengan SARS-CoV sebelumnya. Pada manusia,
SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang melapisi
alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan membuat jalan
masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan
berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel,
SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-protein
yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru yang muncul di permukaan
sel.7
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk
ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan
ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom
virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru
terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Badan Golgi.
Terjadi pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein

11
nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan
Badan Golgi. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan
bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang
baru.7
2.1.1.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari COVID-19 muncul setelah periode inkubasi sekitar lima
hari setelah terjangkit. Sedangkan jika dilihat periode dari onset timbul gejala
hingga sembuh berkisar antara 6-41 hari dengan median 14 hari. Periode ini
tergantung pada usia dan status sistem kekebalan tubuh orang tersebut. Pada
permulaan gejala paling umum ditemukan demam, batuk dan kelelahan dan
kemudian dapat disertai batuk berdahak, sakit kepala, hemoptisis, diare, sesak dan
limfopenia.10
Berdasarkan tingkat keparahannya, COVID-19 dibedakan atas beberapa
kelompok antara lain adalah tidak ada komplikasi, pneumonia ringan hingga
berat,
1. Tidak ada komplikasi
Pasien dengan gejala tidak khas tetapi dapat ditemukan
beberapa gejala umum seperti demam, batuk, nyeri tenggorokan,
hidung tersumbat, malaise, sakit kepala dan nyeri otot. Tingkatan ini
merupakan tingkatan dengan gejala paling ringan tetapi perlu
diwaspadai pada pasien lanjut usia dan juga immunocompromised.9
1. Pneumonia ringan
Pasien dengan pneumonia tetapi tidak ditemukan tanda-tanda
pneumonia berat serta tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada
anak-anak dapat ditemukan keluhan batuk atau sulit bernafas disertai
nafas cepat (takipnea) tanpa disertai tanda pneumonia berat.
Berdasarkan usia pengertian takipnea pada anak adalah sebagai
berikut:9
a. < 2 bulan : Frekuensi pernafasan > 60 kali per menit
b. 2-11 bulan : Frekuensi pernafasan > 50 kali per menit
c. 1-5 tahun : Frekuensi pernafasan > 40 kali per menit

12
2. Pneumonia berat
Pasien dewasa dengan demam atau dicurigai infeksi saluran
nafas, ditambah satu dari keluhan seperti peningkat frekuensi
pernafasan lebih dari 30 kali per menit, distress pernafasan, atau
saturasi oksigen (SpO2) kurang dari 93% pada udara kamar atau rasio
PaO2/FiO2 kurang dari 300 mmHg. Sedangkan pada pasien anak-anak
dapat ditemukan keluhan batuk atau kesulitan bernafas, ditambah
minimal satu dari beberapa keadaan ini:9
a. Sianosis sentral atau SpO2 kurang dari 90%
b. Distress pernafasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding
dada yang berat)
c. Tanda pneumonia berat seperti ketidakmampuan menyusu atau
minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
d. Tanda lain dari pneumonia antara lain tarikan dinding dada dan
takipnea.
3. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Pada onset baru atau dengan perburukan dalam waktu satu
minggu. Kriteria ARDS dapat dibagi berdasarkan kondisi hipoksemia.
Hipoksemia didapat atas pembagian antara tekanan oksigen di arteri
(PaO2) dengan fraksi oksigen inspirasi (FIO2) kurang dari 300 mmHg.
Pada kondisi ini penting dilakukan pemeriksaan analisis gas darah
untuk melihat tekanan oksigen dalam darah sehingga dapat
menentukan tingat keparahan ARDS serta terapi.9
1) Kriteria ARDS pada dewasa:9
a. ARDS ringan
200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP atau
CPAP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi)
b. ARDS sedang
100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP ≥5
cmH2O atau tanpa diventilasi

13
a. ARDS berat
PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O atau tanpa
diventilasi
b. Tidak tersedia data PaO2
SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS (termasuk pasien tanpa
ventilasi)
2) Kriteria ARDS pada anak berdasarkan IO (Oxygenation Index) dan
SpO2:9
a. PaO2 / FiO2 ≤300 mmHg atau SpO2 / FiO2 = 264
Bilevel NIV atau CPAP ≥5 cmH2O menggunakan masker full
wajah
b. ARDS ringan (ventilasi invasif)
4 ≤ OI < 8 or 5 ≤ OSI < 7.5
c. ARDS sedang (ventilasi invasif)
8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ OI using SpO2 (OSI) < 12.3
d. ARDS berat (ventilasi invasif)
OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12
4. Sepsis
Sepsis merupakan keadaan disfungsi organ akibat respon
disregulasi tubuh terhadap kemungkin atau infeksi pasti. Tanda
disfungsi organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi
napas cepat, saturasi oksigen rendah, keluaran urin berkurang,
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, akral dingin atau tekanan
darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti laboratorium
koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau
hiperbilirubinemia.9
Skor SOFA (Sequential Sepsis-related Organ Failure
Assesment) dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari
nilai 0-24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia
melalui tekanan oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi

14
(trombositopenia), liver (bilirubin meningkat), kardivaskular
(hipotensi), sistem saraf pusat (tingkat kesadaran dihitung dengan
Glasgow Coma Scale) dan ginjal (keluaran urin berkurang atau tinggi
kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan skor SOFA ≥ 2 poin. 9
Pada anak-anak diagnosis sepsis ditentukan bila didapatkan
kecurigaan atau terbukti infeksi dan ditemukan lebih sama dengan dari
dua kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dengan
salah kriteria harus disertai suhu tubuh abnormal atau hitung leukosit
abnormal. 9
5. Syok septik
Pasien dewasa dengan hipotensi menetap meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan Mean Arterial Pressure (MAP) ≥65 mmHg dan
kadar laktat serum> 2mmol/L. Sedangkan pada pasien anak didapatkan
keadaan hipotensi dengan tekanan sistolik < persentil 5 atau >2 SD
(Standard Deviation) dibawah rata rata tekanan sistolik normal
berdasarkan usia atau diikuti dengan 2-3 kondisi berikut:9
a. Perubahan status mental
b. Bradikardia atau takikardia:
- Pada balita : Frekuensi nadi 160 kali per menit
- Pada anak-anak : Fekuensi nadi 150 kali per menit
c. Capillary Refill Time meningkat lebih dari 2 detik atau vasodilatasi
hangat dengan bounding pulse
d. Takipnea
e. Kulit mottled atau petekia atau purpura
f. Peningkatan laktat
g. Oliguria
h. Hipertemia atau hipotermia
2.1.1.7 Diagnosis
Pada bagian ini, dijelaskan definisi operasional kasus COVID-19 yaitu kasus
suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, dan kontak erat. Untuk kasus suspek,

15
kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, istilah yang digunakan pada
pedoman sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam
Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG).6
1. Kasus suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
b. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19.
2. Kasus probable
Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS/meninggal dengan gambaran
klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan
laboratorium RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction).
3. Kasus konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi
dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
4. Kontak erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau
konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus
konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit
atau lebih.
b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi
(seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).

16
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable
atau konfirmasi tanpa menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang
sesuai standar.
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan
penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan
epidemiologi setempat (penjelasan sebagaimana terlampir).
Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk
menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Sedangkan pada kasus
konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat
periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal
pengambilan spesimen kasus konfirmasi.6 Informasi yang bersangkutan dengan
hal-hal tersebut bisa didapatkan berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksan
fisik dan penunjang yang dilakukan kepada pasien.
1. Anamnesis
Pasien dapat datang dengan keluhan infeksi saluran napas, mulai
dari ringan hingga berat seperti demam, batuk, atau sesak napas hingga
kesulitan bernapas. Adanya riwayat bepergian ke dan atau dari Wuhan
atau China dalam 14 hari terakhir, atau kontak erat dengan pasien COVID-
19, atau berkunjung ke tempat yang diketahui merawat pasien COVID-19,
atau kontak dengan hewan atau produk hewan seperti unggas, mamalia,
ular, dan mamalia lainnya.8
2. Pemeriksaan fisik
Kesadaran pasien dalam tahap awal bisa dalam keadaan
composmentis, penurunan kesadaran biasanya terjadi pada pasien COVID-
19 berat. Tanda vital pasien umumnya terjadi peningkatan frekuensi nadi,
napas, dan suhu. Tekanan darah bisa dalam batas normal atau bisa
menurun. Pemeriksaan fisik torak didapati retraksi otot pernapasan,
fremitus meningkat, redup pada bagian konsolidasi, suara napas
bronkovesikuler atau bronkial, atau ronki kasar.8

3. Pemeriksaan penunjang

17
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin, hitung
jenis, fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat,
dan prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi.
Trombositopenia juga kadang dijumpai, sehingga kadang diduga
sebagai pasien dengue. Yan, dkk., di Singapura melaporkan adanya
pasien positif palsu serologi dengue, yang kemudian diketahui positif
COVID-19. Karena gejala awal COVID-19 tidak khas, hal ini harus
diwaspadai.7
b. Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto
toraks dan Computed Tomography Scan (CT-Scan) toraks. Pada foto
toraks dapat ditemukan gambaran seperti opasifikasi ground-glass,
infiltrat, penebalan peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan
atelectasis. Foto toraks kurang sensitif dibandingkan CT-Scan, karena
sekitar 40% kasus tidak ditemukan kelainan pada foto toraks.7
Studi dengan USG toraks menunjukkan pola B yang difus
sebagai temuan utama. Konsolidasi subpleural posterior juga
ditemukan walaupun jarang Studi lain mencoba menggunakan F-FDG
PET/CT, namun dianggap kurang praktis untuk praktik sehari-hari.7
Berdasarkan telaah sistematis oleh Salehi, dkk., temuan utama
pada CT-Scan toraks adalah opasifikasi ground-glass (88%), dengan
atau tanpa konsolidasi, sesuai dengan pneumonia viral. Keterlibatan
paru cenderung bilateral (87,5%), multilobular (78,8%), lebih sering
pada lobus inferior dengan distribusi lebih perifer (76%). Penebalan
septum, penebalan pleura, bronkiektasis, dan keterlibatan pada
subpleural tidak banyak ditemukan.7
Gambaran CT scan yang lebih jarang ditemukan yaitu efusi
pleura, efusi perikardium, limfadenopati, kavitas, CT halo sign, dan
pneumotoraks. Walaupun gambaran-gambaran tersebut bersifat jarang,
namun bisa saja ditemui seiring dengan progresivitas penyakit. Studi

18
ini juga melaporkan bahwa pasien di atas 50 tahun lebih sering
memiliki gambaran konsolidasi. Gambaran CT scan dipengaruhi oleh
perjalanan klinis:7
- Pasien asimtomatis: cenderung unilateral, multifokal,
predominan gambaran ground-glass. Penebalan septum
interlobularis, efusi pleura, dan limfadenopati jarang
ditemukan.
- Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus,
predominan gambaran ground-glass. Efusi pleura 5%,
limfadenopati 10%.
- Dua minggu sejak onset gejala: masih predominan gambaran
ground-glass, namun mulai terdeteksi konsolidasi
Tiga minggu sejak onset gejala: predominan gambaran ground-
glass dan pola retikular. Dapat ditemukan bronkiektasis, penebalan pleura,
efusi pleura, dan limfadenopati.
c. Pemeriksaan diagnostik SARS-CoV-2
- Pemeriksaan antigen-antibodi
Ada beberapa perusahaan yang mengklaim telah
mengembangkan uji serologi untuk SARS-CoV-2, namun
hingga saat ini belum banyak artikel hasil penelitian alat uji
serologi yang dipublikasi. Salah satu kesulitan utama dalam
melakukan uji diagnostik tes cepat yang sahih adalah
memastikan negatif palsu, karena angka deteksi virus pada RT-
PCR sebagai baku emas tidak ideal. Selain itu, perlu
mempertimbangkan onset paparan dan durasi gejala sebelum
memutuskan pemeriksaan serologi. IgM dan IgA dilaporkan
terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset gejala, sementara IgG
mulai hari 10-18 setelah onset gejala. Pemeriksaan jenis ini
tidak direkomendasikan WHO sebagai dasar diagnosis utama.
Pasien negatif serologi masih perlu observasi dan diperiksa
ulang bila dianggap ada faktor risiko tertular.7

19
- Pemeriksaan virologi
Saat ini WHO merekomendasikan pemeriksaan
molekuler untuk seluruh pasien yang termasuk dalam kategori
suspek. Pemeriksaan pada individu yang tidak memenuhi
kriteria suspek atau asimtomatis juga boleh dikerjakan dengan
mempertimbangkan aspek epidemiologi, protokol skrining
setempat, dan ketersediaan alat. Pengerjaan pemeriksaan
molekuler membutuhkan fasilitas dengan biosafety level 2
(BSL-2), sementara untuk kultur minimal BSL-3. Kultur virus
tidak direkomendasikan untuk diagnosis rutin.7
Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah
amplifikasi asam nukleat dengan RT-PCR dan dengan
sequencing. Sampel dikatakan positif (konfirmasi SARS-CoV-
2) bila RT-PCR positif pada minimal dua target genom (N, E,
S, atau RdRP) yang spesifik SARSCoV-2; ATAU RT-PCR
positif betacoronavirus, ditunjang dengan hasil sequencing
sebagian atau seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-
CoV-2.7
Berbeda dengan WHO, CDC sendiri saat ini hanya
menggunakan primer N dan RP untuk diagnosis molekuler.
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat juga
telah menyetujui penggunaan tes cepat molekuler berbasis
GenXpert® yang diberi nama Xpert® Xpress SARS-CoV-2.
Perusahaan lain juga sedang mengembangkan teknologi serupa.
Tes cepat molekuler lebih mudah dikerjakan dan lebih cepat
karena prosesnya otomatis sehingga sangat membantu
mempercepat deteksi.7
Hasil negatif palsu pada tes virologi dapat terjadi bila
kualitas pengambilan atau manajemen spesimen buruk,
spesimen diambil saat infeksi masih sangat dini, atau gangguan
teknis di laboratorium. Oleh karena itu, hasil negatif tidak

20
menyingkirkan kemungkinan infeksi SARS-CoV-2, terutama
pada pasien dengan indeks kecurigaan yang tinggi.7
- Pengambilan spesimen
WHO merekomendasikan pengambilan spesimen pada
dua lokasi, yaitu dari saluran napas atas (swab nasofaring atau
orofaring) atau saluran napas bawah (sputum, bronchoalveolar
lavage (BAL), atau aspirat endotrakeal). Sampel diambil
selama 2 hari berturut turut untuk PDP dan ODP, boleh diambil
sampel tambahan bila ada perburukan klinis. Pada kontak erat
risiko tinggi, sampel diambil pada hari 1 dan hari 14.7
Zou, dkk., melaporkan deteksi virus pada hari ketujuh
setelah kontak pada pasien asimtomatis dan deteksi virus di
hari pertama onset pada pasien dengan gejala demam. Titer
virus lebih tinggi pada sampel nasofaring dibandingkan
orofaring. Studi lain melaporkan titer virus dari sampel swab
dan sputum memuncak pada hari ke 4-6 sejak onset gejala.
Bronkoskopi untuk mendapatkan sampel BAL merupakan
metode pengambilan sampel dengan tingkat deteksi paling
baik. Induksi sputum juga mampu meningkatkan deteksi virus
pada pasien yang negatif SARS-CoV-2 melalui swab
nasofaring/orofaring. Namun, tindakan ini tidak
direkomendasikan rutin karena risiko aerosolisasi virus.7
Sampel darah, urin, maupun feses untuk pemeriksaan
virologi belum direkomendasikan secara rutin dan masih belum
dianggap bermanfaat dalam praktek di lapangan. Virus hanya
terdeteksi pada sekitar kurang dari 10% sampel darah, jauh
lebih rendah dibandingkan swab. Belum ada yang berhasil
mendeteksi virus di urin. SARS-CoV-2 dapat dideteksi dengan
baik di saliva. Studi di Hong Kong melaporkan tingkat deteksi
91,7% pada pasien yang sudah positif COVID-19, dengan titer
virus paling tinggi pada awal onset.7

21
2.1.1.8 Diagnosis banding
Diagnosis banding mencakup seluruh infeksi saluran pernafasan terutama
disebabkan oleh virus (influenza, parainfluenza, Respiratory Syncytial Virus
(RSV), adenovirus, metapneumovirus manusia, non COVID-19 coronavirus)
organisme atipikal (Mycoplasma, klamidia).12
2.1.1.9 Tatalaksana
Saat ini, tidak ada pengobatan khusus untuk COVID-19. Strategi utama
adalah perawatan simtomatik dan suportif, seperti menjaga tanda vital, menjaga
saturasi oksigen dan tekanan, darah serta mengobati komplikasi, seperti infeksi
sekunder atau kegagalan organ.13
1. Terapi etiologi
Berikut adalah obat-obat yang diduga dapat bermanfaat untuk COVID-19:7
a. Lopinavir/Ritonavir (LPV/r)
Chu, dkk., menunjukkan kombinasi RBV dan LPV/r
menurunkan angka kematian ARDS pada SARS-CoV
dibandingkan RBV pada hari ke-21 pasca onset gejala. Kemudian,
Cao, dkk., melakukan uji klinis tak tersamar pada 199 subjek untuk
menilai LPV/r dibandingkan pelayanan standar pada pasien
COVID-19. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada waktu
perbaikan klinis. Pada penilaian mortalitas 28-hari didapatkan
angka yang lebih rendah pada kelompok LPV/r (19.2% vs 25.0%)
Baden, dkk., berpendapat bahwa LPV/r memiliki
kemampuan inhibisi replikasi, bukan supresi jumlah virus. Oleh
karena itu, mereka mengusulkan perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk menyimpulkan efektivitasnya.
b. Remdesvir (RDV)
Remdesivir adalah obat antivirus spektrum luas yang telah
digunakan secara luas untuk virus RNA, termasuk MERS/SARS-
CoV, penelitian in vitro menunjukkan obat ini dapat menginhibisi
infeksi virus secara efektif. Uji klinis tahap tiga secara acak
tersamar dengan terkontrol plasebo pada pasien COVID-19 telah

22
dimulai di China. Studi ini membandingkan remdesivir dosis awal
200 mg diteruskan dosis 100 mg pada sembilan hari dan terapi
rutin (grup intervensi) dengan plasebo dosis sama dan terapi rutin
(grup kontrol). Uji klinis ini diharapkan selesai pada April 2020.
Obat ini juga masuk dalam uji klinis Solidarity.
c. Favipiravir (FAVI)
Favipiravir merupakan obat baru golongan inhibitor RNA-
dependent RNA polymerase (RdRp) yang dapat menghambat
aktivitas polimerasi RNA. Hasil penelitian sementara di China
menunjukkan bahwa favipiravir lebih poten dibandingkan LPV/r
dan tidak terdapat perbedaan signifikan reaksi efek samping. Studi
uji klinis tanpa acak tak tersamar menunjukkan favipiravir lebih
baik dalam median waktu bersihan virus dibandingkan LPV/r (4
hari vs 11 hari). Selain itu, favipiravir juga lebih baik dalam
perbaikan gambaran CT scan dan kejadian lebih sedikit efek
samping.
d. Imunoglobulin Intravena (IVIg)
Cao W, dkk., melaporkan serial kasus COVID-19 yang
menambahkan IVIg (dosis 0,3-0,5 g/kgBB) selama lima hari pada
terapi standar. Seluruh pasien yang diberikan merupakan pasien
kategori berat. Hasil terapi menunjukkan terdapat percepatan
perbaikan klinis demam dan sesak napas serta perbaikan secara
CT-scan.
2. Manajemen simtomatik dan suportif
a. Oksigen
Pastikan patensi jalan napas sebelum memberikan oksigen.
Indikasi oksigen adalah distress pernapasan atau syok dengan
desaturase, target kadar saturasi oksigen >94%. Oksigen dimulai
dari 5 liter per menit dan dapat ditingkatkan secara perlahan
sampai mencapai target. Pada kondisi kritis, boleh langsung
digunakan nonrebreathing mask.7

23
b. Antibiotik
Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang
dicurigai infeksi bakteri dan bersifat sedini mungkin. Pada kondisi
sepsis, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam. Antibiotik
yang dipilih adalah antibiotik empirik berdasarkan dengan profil
mikroba lokal.7
c. Kortikosteroid
Shang, dkk., merekomendasikan pemberian kortiksteroid.
Landasannya adalah studi Chen, dkk. pada 401 penderita SARS
yang diberikan kortiksteroid, 152 di antaranya termasuk kategori
kritis. Hasil studi menunjukkan kortikosteroid menurunkan
mortalitas dan waktu perawatan pada SARS kritis. Dosis yang
diberikan adalah dosis rendah-sedang (≤0.5-1 mg/kgBB
metilprednisolon) selama kurang dari tujuh hari. Dosis ini
berdasarkan konsensus ahli di China.7
Russel CD, dkk., justru merekomendasikan untuk
menghindari pemberian kortikosteroid bagi pasien COVID-19
karena bukti yang belum kuat dan penyebab syok pada COVID-19
adalah sekuens non-vasogenik. Hal ini didukung studi telaah
sistematik Stockman, dkk., yang menyatakan bahwa belum dapat
disimpulkan apakah terapi ini memberi manfaat atau justru
membahayakan.7
Australia melaporkan studi observasional terapi
kortikosteroid pada 11 dari 31 pasien yang berasal dari China.
Tidak didapatkan hubungan kortikosteroid dengan waktu
pembersihan virus, lama perawatan dan durasi gejala. Pedoman di
Italia merekomendasikan deksametason 20 mg/hari selama 5 hari
dilanjutkan 10 mg/hari selama 5 hari pada kasus pasien COVID-19
dengan ARDS. Society of Critical Care Medicine
merekomendasikan hidrokortison 200 mg/hari boleh
dipertimbangkan pada kasus COVID-19 yang kritis.7

24
d. Vitamin C
Vitamin C diketahui memiliki fungsi fisiologis pleiotropik
yang luas. Kadar vitamin C suboptimal umum ditemukan pada
pasien kritis yang berkorelasi dengan gagal organ dan luaran
buruk. Penurunan kadar vitamin C disebabkan oleh sitokin
inflamasi yang mendeplesi absorbsi vitamin C. Kondisi ini
diperburuk dengan peningkatan konsumsi vitamin C pada sel
somatik. Oleh karena itu, dipikirkan pemberian dosis tinggi
vitamin C untuk mengatasi sekuens dari kadar yang suboptimal
pada pasien kritis.7
CITRIS-ALI merupakan studi terbaru yang menilai
efektivitas dosis tinggi vitamin C pada sepsis dan gagal napas.
Hasil studi menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara grup
vitamin C dengan dosis 50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 96 jam
dengan plasebo pada penurunan skor SOFA. Namun, terdapat
perbedaan bermakna pada mortalitas 28-hari, bebas ICU sampai 28
hari dan bebas perawatan rumah sakit sampai 60 hari.7
Oleh karena itu, dosis tinggi vitamin C dapat
dipertimbangkan pada ARDS walaupun perlu dilakukan studi pada
populasi khusus COVID-19. Saat ini, terdapat satu uji klinis yang
melihat efektivitas vitamin C dosis 12 gram terhadap waktu bebas
ventilasi pada COVID-19.7
e. Plasma konvalesen
Plasma dari pasien yang telah sembuh COVID-19 diduga
memiliki efek terapeutik karena memiliki antibodi terhadap SARS-
CoV-2. Shen C, dkk. melaporkan lima serial kasus pasien COVID-
19 kritis yang mendapatkan terapi plasma ini. Seluruh pasien
mengalami perbaikan klinis, tiga diantaranya telah dipulangkan.
Biarpun studi masih skala kecil dan tanpa kontrol. plasma
konvalesen telah disetujui FDA untuk terapi COVID-19 yang
kritis. Donor plasma harus sudah bebas gejala selama 14 hari,

25
negatif pada tes deteksi SARS-CoV-2, dan tidak ada kontraindikasi
donor darah.7
f. Imunoterapi
Wang C, dkk., melakukan identifikasi antibodi yang
berpotensial sebagai vaksin dan antibodi monoklonal. Mereka
menggunakan ELISA (Enzyme Linked Immunosupressed Assay)
untuk menemukan antibodi yang sesuai, sampel berasal dari tikus
percobaan. Hasil akhir menemukan bahwa antibodi 47D11
memiliki potensi untuk menetralisir SARS-CoV-2 dengan
berikatan pada protein S. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk
mempelajari perannya dalam COVID-19.7
3. Manajemen pasien kritis COVID-19
Median waktu onset gejala sampai masuk intensive care unit (ICU)
adalah 9 – 10 hari dengan penyebab utama ARDS. Faktor risiko meliputi
usia di atas 60 tahun, memiliki komorbid, umumnya hipertensi, penyakit
jantung dan diabetes melitus, dan neonatus. Umumnya anak memiliki
spektrum penyakit ringan. Tatalaksana pasien kritis COVID-19 memiliki
prinsip penanganan yang sama dengan ARDS pada umumnya. Pedoman
penangan meliputi:7
- Terapi cairan konservatif
- Resusitasi cairan dengan kristaloid
- Nor-epinefrin sebagai lini pertama agen vasoaktif pada
COVID-19 dengan syok
- Antibiotik spektrum luas sedini mungkin pada dugaan
koinfeksi bakteri sampai ditemukan bakteri spesifik
- Pilihan utama obat demam adalah acetaminophen
- Penggunaan imunoglobulin intravena (IVIg) dan plasma
konvalesen COVID-19 telah dilaporkan, tetapi belum
direkomendasikan rutin
- Mobilisasi pasien setiap 2 jam untuk mencegah ulkus dekubitus
- Berikan nutrisi enteral dalam 24-48 jam pertama.

26
Pada kondisi pelayanan tidak memadai untuk ventilasi invasif,
dapat dipertimbangkan pemberian oksigen nasal dengan aliran tinggi atau
ventilasi noninvasif dengan tetap mengutamakan kewaspadaan karena
risiko dispersi dari aerosol virus lebih tinggi.7
4. Ventilasi mekanik pada COVID-19
Saat melakukan ventilasi mekanik invasif, operator wajib waspada,
mengenakan APD lengkap, dan memakai masker N95 ketika prosedur
intubasi. Upayakan Rapid Sequence Intubation (RSI). Strategi ventilasi
yang direkomendasikan Society of Critical Care Medicine pada Surviving
Sepsis Campaign:7
- Pertahankan volume tidal rendah (4-8 mL/kg beratbadan
prediksi)
- Target plateau pressure (Pplat) < 30 cm H2 O
- PEEP lebih tinggi pada pasien ARDS berat, waspada
barotrauma
- Ventilasi posisi pronasi selama 12-16 jam (dikerjakan tenaga
ahli)
- Agen paralitik dapat diberikan pada ARDS sedang/ berat untuk
proteksi ventilasi paru. Hindari infus kontinu agen paralitik.
Bolus intermiten lebih dipilih
- Untuk hipoksemia refrakter, dipertimbangkan Venovenous
Extracorporeal Membrane Oxygenation (VV ECMO).
Ventilasi mekanik noninvasif dapat dipertimbangkan jika didukung
dengan sistem fasilitas kesehatan yang dapat memastikan tidak terjadi
penyebaran secara luas dari udara ekshalasi pasien. Teknik ini dapat
digunakan pada pasien derajat tidak berat dan patut dipertimbangkan
mengganti ke ventilasi mekanik noninvasif jika tidak terdapat perbaikan.7
5. Perawatan di rumah (home care)
Pasien dengan infeksi ringan boleh tidak dirawat di rumah sakit,
tetapi pasien harus diajarkan langkah pencegahan transmisi virus. Isolasi
di rumah dapat dikerjakan sampai pasien mendapatkan hasil tes virologi

27
negatif dua kali berturut-turut dengan interval pengambilan sampel
minimal 24 jam. Bila tidak memungkinkan, maka pasien diisolasi hingga
dua minggu setelah gejala hilang.7
Beberapa pertimbangan indikasi rawat di rumah antara lain: pasien
dapat dimonitor atau ada keluarga yang dapat merawat; tidak ada
komorbid seperti jantung, paru, ginjal, atau gangguan sistem imun; tidak
ada faktor yang meningkatkan risiko mengalami komplikasi; atau fasilitas
rawat inap tidak tersedia atau tidak adekuat.
Selama di rumah, pasien harus ditempatkan di ruangan yang
memiliki jendela yang dapat dibuka dan terpisah dengan ruangan lainnya.
Anggota keluarga disarankan tinggal di ruangan yang berbeda. Bila tidak
memungkinkan, jaga jarak setidaknya satu meter. Penjaga rawat
(caregiver) sebaiknya satu orang saja dan harus dalam keadaan sehat.
Pasien tidak boleh dijenguk selama perawatan rumah.7
Pasien sebaiknya memakai masker bedah dan diganti setiap hari,
menerapkan etika batuk, melakukan cuci tangan dengan langkah yang
benar, dan menggunakan tisu sekali pakai saat batuk/bersin. Penjaga rawat
menggunakan masker bedah bila berada dalam satu ruangan dengan pasien
dan menggunakan sarung tangan medis bila harus berkontak dengan
sekret, urin, dan feses pasien. Pasien harus disediakan alat makan
tersendiri yang setiap pakai dicuci dengan sabun dan air mengalir.
Lingkungan pasien seperti kamar dan kamar mandi dapat dibersihkan
dengan sabun dan detergen biasa, kemudian dilakukan desinfeksi dengan
sodium hipoklorit 0,1%.7

6. Kriteria pulang dari rumah sakit


WHO merekomendasikan pasien dapat dipulangkan ketika klinis
sudah membaik dan terdapat hasil tes virologi yang negatif dua kali
berturut-turut. Kedua tes ini minimal dengan interval 24 jam.7
2.1.1.10 Pencegahan
COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena itu
pengetahuan terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci pencegahan meliputi

28
pemutusan rantai penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi
dasar.
1. Vaksin
Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan
vaksin guna membuat imunitas dan mencegah transmisi. Saat ini, sedang
berlangsung dua uji klinis tahap satu vaksin COVID-19. Studi pertama
dari National Institute of Health (NIH) menggunakan mRNA-1273 dengan
dosis 25, 100, dan 250 µg. Studi kedua berasal dari China menggunakan
adenovirus type 5 vector dengan dosis ringan, sedang dan tinggi.7
2. Deteksi dini dan isolasi
Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah
berkontak dengan pasien yang positif COVID-19 harus segera berobat ke
fasilitas kesehatan. WHO juga sudah membuat instrumen penilaian risiko
bagi petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19 sebagai
panduan rekomendasi tindakan lanjutan. Bagi kelompok risiko tinggi,
direkomendasikan pemberhentian seluruh aktivitas yang berhubungan
dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan infeksi SARS-CoV-2 dan
isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan pemantuan
mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari
dan mencari bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat masyarakat,
usaha mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan kumpul massa pada
acara besar (social distancing).7

3. Menjaga kebersihan, mencuci tangan dan memberikan disinfektan


Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah
melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan
alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki
gejala batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat
ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak
yang harus dijaga adalah satu meter.7

29
Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi
jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker bedah,
diajarkan etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan.7
Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas
kesehatan pada lima waktu, yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum
melakukan prosedur, setelah terpajan cairan tubuh, setelah menyentuh
pasien dan setelah menyentuh lingkungan pasien. Air sering disebut
sebagai pelarut universal, namun mencuci tangan dengan air saja tidak
cukup untuk menghilangkan coronavirus karena virus tersebut merupakan
virus RNA dengan selubung lipid bilayer.7
Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa hidrofobik
seperti lemak atau minyak. Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-
71% dapat mengurangi infektivitas virus. Oleh karena itu, membersihkan
tangan dapat dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau sabun dan
air. Berbasis alkohol lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak
kotor sedangkan sabun dipilih ketika tangan tampak kotor.7
Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau
mulut dengan permukaan tangan. Ketika tangan terkontaminasi dengan
virus, menyentuh wajah dapat menjadi portal masuk. Terakhir, pastikan
menggunakan tisu satu kali pakai ketika bersin atau batuk untuk
menghindari penyebaran droplet.7
4. Alat Pelindung Diri (APD)
SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplet. APD merupakan
salah satu metode efektif pencegahan penularan selama penggunannya
rasional. Komponen APD terdiri atas sarung tangan, masker wajah,
kacamata pelindung atau face shield, dan gaun nonsteril lengan panjang.
Alat pelindung diri akan efektif jika didukung dengan kontrol administratif
dan kontrol lingkungan dan teknik.7
Penggunaan APD secara rasional dinilai berdasarkan risiko
pajanan dan dinamika transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi
dengan pasien tanpa gejala pernapasan, tidak diperlukan APD. Jika pasien

30
memiliki gejala pernapasan, jaga jarak minimal satu meter dan pasien
dipakaikan masker. Tenaga medis disarankan menggunakan APD
lengkap.7
Alat seperti stetoskop, thermometer, dan spigmomanometer
sebaiknya disediakan khusus untuk satu pasien. Bila akan digunakan untuk
pasien lain, bersihkan dan desinfeksi dengan alcohol 70%.2 WHO tidak
merekomendasikan penggunaan APD pada masyarakat umum yang tidak
ada gejala demam, batuk, atau sesak.
5. Penggunaan masker
Berdasarkan rekomendasi CDC, petugas kesehatan yang merawat
pasien yang terkonfirmasi atau diduga COVID-19 dapat menggunakan
masker N95 standar. Masker N95 juga digunakan ketika melakukan
prosedur yang dapat menghasilkan aerosol, misalnya intubasi, ventilasi,
resusitasi jantung-paru, nebulisasi, dan bronkoskopi.7
Masker N95 dapat menyaring 95% partikel ukuran 300 nm
meskipun penyaringan ini masih lebih besar dibandingkan ukuran SARS-
CoV-2 (120-160 nm). Studi retrospektif di China menemukan tidak ada
dari 278 staf divisi infeksi, ICU, dan respirologi yang tertular infeksi
SARS-CoV-2 (rutin memakai N95 dan cuci tangan). Sementara itu,
terdapat 10 dari 213 staf di departemen bedah yang tertular SARS-CoV-2
karena di awal wabah dianggap berisiko rendah dan tidak memakai masker
apapun dalam melakukan pelayanan.7
Saat ini, tidak ada penelitian yang spesifik meneliti efikasi masker
N95 dibandingkan masker bedah untuk perlindungan dari infeksi SARS-
CoV-2. Meta-analisis oleh Offeddu, dkk., pada melaporkan bahwa masker
N95 memberikan proteksi lebih baik terhadap penyakit respirasi klinis dan
infeksi bakteri tetapi tidak ada perbedaan bermakna pada infeksi virus atau
influenzalike illness. Radonovich, dkk., tidak menemukan adanya
perbedaan bermakna kejadian influenza antara kelompok yang
menggunakan masker N95 dan masker bedah. Long Y, dkk., juga
mendapatkan hal yang serupa.7

31
6. Mempersiapkan daya tahan tubuh
Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat
memperbaiki daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di
antaranya adalah berhenti merokok dan konsumsi alkohol, memperbaiki
kualitas tidur, serta konsumsi suplemen.
Berhenti merokok dapat menurunkan risiko infeksi saluran napas
atas dan bawah. Merokok menurunkan fungsi proteksi epitel saluran
napas, makrofag alveolus, sel dendritik, sel Natural Killer (NK), dan
sistem imun adaptif. Merokok juga dapat meningkatkan virulensi mikroba
dan resistensi antibiotika.2
Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa
konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia
komunitas. ARDS juga berhubungan dengan konsumsi alkohol yang berat.
Konsumsi alkohol dapat menurunkan fungsi neutrofil, limfosit, silia
saluran napas, dan makrofag alveolus.
Kurang tidur juga dapat berdampak terhadap imunitas. Gangguan tidur
berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi yang
ditandai dengan gangguan proliferasi mitogenik limfosit, penurunan
ekspresi HLA-DR, upregulasi CD14+, dan variasi sel limfosit T CD4+ dan
CD8+.7
Salah satu suplemen yang didapatkan bermanfaat yaitu vitamin D.
Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa
suplementasi vitamin D dapat secara aman memproteksi terhadap infeksi
saluran napas akut. Efek proteksi tersebut lebih besar pada orang dengan
kadar 25-OH vitamin D kurang dari 25 nmol/L dan yang mengonsumsi
harian atau mingguan tanpa dosis bolus.7
Suplementasi probiotik juga dapat memengaruhi respon imun.
Suatu review Cochrane mendapatkan pemberian probiotik lebih baik dari
plasebo dalam menurunkan episode infeksi saluran napas atas akut, durasi
episode infeksi, pengunaan antibiotika dan absensi sekolah. Namun

32
kualitas bukti masih rendah. Terdapat penelitian yang memiliki
heterogenitas besar, besar sampel kecil dan kualitas metode kurang baik.7
Defisiensi seng juga berhubungan dengan penurunan respon imun.
Suatu meta-analisis tentang suplementasi seng pada anak menunjukkan
bahwa suplementasi rutin seng dapat menurunkan kejadian infeksi saluran
napas bawah akut.2
2.1.1.11 Komplikasi
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi Yang,
dkk.menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas
ARDS, melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas
kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain
yang telah dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata
(KID), rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum.7
2.1.1.12 Prognosis
Prognosis COVID-19 dipengaruhi banyak faktor. Studi Yang X, dkk.,
melaporkan tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan
median lama perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. Peningkatan
kasus yang cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan beban pasien
yang tinggi. Hal ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut. Laporan
lain menyatakan perbaikan eosinofil pada pasien yang awalnya eosinofil rendah
diduga dapat menjadi prediktor kesembuhan.7
Reinfeksi pasien yang sudah sembuh masih kontroversial. Studi pada
hewan menyatakan kera yang sembuh tidak dapat terkena COVID-19, tetapi telah
ada laporan yang menemukan pasien kembali positif RT-PCR dalam 5-13 hari
setelah negatif dua kali berturut-turut dan dipulangkan dari rumah sakit. Hal ini
kemungkinan karena reinfeksi atau hasil negatif palsu pada RT-PCR saat
dipulangkan. Peneliti lain juga melaporkan deteksi SARS-CoV-2 di feses pada
pasien yang sudah negatif berdasarkan swab orofaring.7
2.1.2 Masker
Penggunaan masker yang ditujukan oleh masyarakat maupun tenaga medis
memiliki jenis dan standar yang berbeda-beda. Masker yang digunakan perlu

33
disesuaikan dengan tingkat intensitas kegiatan tertentu. Masker wajah bekerja
dengan memberikan penghalang fisik antara mulut dan hidung pemakai dan
kontaminan potensial di lingkungan terdekat.14,15
2.1.2.1 Jenis Masker
1. Masker Kain
Masker kain dapat digunakan untuk mencegah penularan dan
mengantisipasi kelangkaan jumlah masker yang terjadi di Indonesia. Efektivitas
penyaringan pada masker kain meningkat seiring dengan jumlah lapisan dan
kerapatan tenun kain yang dipakai sebagai bahan pembautan masker. Masker kain
dapat mendapatkan perlindungan pemakai terhadap droplet besar, namun tidak
mendapat perlindungan terhadap aerosol atau partikel udara, karena tingkat
efektivitas filtrasi yang dimiliki adalah 3 mikron banding 10 – 60 %, dan tentunya
dapat mencegah keluarnya droplet besar dari batuk/ bersin pemakai masker,
namun tidak dapat mencegah keluarnya droplet kecil dari batuk atau bersin
pemakai masker kain. Pada penggunaan masker kain penutupan wajahnya adalah
longgar, namun masker kain perlu dicuci dan dapat dipakai berkali-kali. Hal ini
tentunya memberikan kemudahan pada pengguna masker kain. Bahan yang
digunakan untuk masker kain berupa bahan kain katun, scarf, dan sebagainya.
Penggunaan masker kain digunakan umumnya pada saat berada di tempat umum
dan fasilitas lainnya dengan tetap menjaga jarak fisik 1-2 meter.14
Tentunya masker kain ini tidak direkomendasikan untuk tenaga medis.
Masker kain digunakan sebagai opsi terakhir jika masker bedah atau masker N95
tidak tersedia bagi tenaga medis. Sehingga, masker kain idealnya perlu
dikombinasikan dengan pelindung wajah yang menutupi seluruh bagian depan
dan sisi wajah.14
2. Masker Bedah 3 ply
Masker bedah memiliki 3 lapisan (layers) yaitu lapisan luar kain tanpa
anyaman kedap air, lapisan dalam yang merupakan lapisan filter densitas tinggi
dan lapisan dalam yang menempel langsung dengan kulit yang berfungsi sebagai
penyerap cairan berukuran besar yang keluar dari pemakai ketika batuk maupun
bersin. Karena memiliki lapisan filter ini, masker bedah efektif untuk menyaring

34
droplet yang keluar dari pemakai ketika batuk atau bersin, namun bukan
merupakan barier proteksi pernapasan karena tidak bisa melindungi pemakai dari
terhirupnya partikel airborne yang lebih kecil. Dengan begitu, masker ini
direkomendasikan untuk masyarakat yang menunjukan gejala-gejala flu /
influenza (batuk, bersin - bersin, hidung berair, demam, nyeri tenggorokan) dan
untuk tenaga medis di fasilitas layanan kesehatan.14
3. Masker N95
Masker N95 adalah masker yang lazim dibicarakan dan merupakan
kelompok masker Filtering Facepiece Respirator (FFR) sekali pakai
(disposable).14 Kelompok jenis masker ini memiliki kelebihan tidak hanya
melindungi pemakai dari paparan cairan dengan ukuran droplet, tapi juga hingga
cairan berukuran aerosol. Masker jenis ini pun memiliki face seal fit yang ketat
sehingga mendukung pemakai terhindar dari paparan aerosol asalkan seal fit
dipastikan terpasang dengan benar.14
Masker Filtering Facepiece Respirator (FFR) yang ekuivalen dengan N95
yaitu FFP2 (EN 149- 2001, Eropa), KN95 (GB2626-2006, Cina), P2 (AS/NZA
1716:2012, Australia/New Zealand), KF94 (KMOEL-2017-64, Korea), DS
(JMHLW-Notification 214,2018, Jepang). Kelompok masker ini
direkomendasikan terutama untuk tenaga kesehatan yang harus kontak erat secara
langsung menangani kasus dengan tingkat infeksius yang tinggi. Idealnya masker
N95 tidak untuk digunakan kembali, namun dengan stok N95 yang sedikit, dapat
dipakai ulang dengan catatan semakin sering dipakai ulang, kemampuan filtrasi
akan menurun. Masker N95 dapat mendapatkan perlindungan pemakai terhadap
droplet besar dan perlindungan terhadap aerosol / partikel udara, karena tingkat
efektivitas filtrasi yang dimiliki adalah 0.1 mikron banding ≥95%, dan tentunya
dapat mencegah keluarnya droplet besar dan kecil dari batuk/ bersin pemakai
masker. Tentunya penutupan wajah secara erat sangat ketat. Jika akan
menggunakan metode pemakaian kembali, masker N95 perlu dilapisi masker
bedah pada bagian luarnya.14
Masker kemudian dapat dilepaskan tanpa menyentuh bagian dalam (sisi
yang menempel pada kulit) dan disimpan selama 3-4 hari dalam kantung kertas

35
sebelum dapat dipakai kembali. Masker setingkat N95 yang sesuai dengan standar
WHO dan dilapisi oleh masker bedah dapat digunakan selama 8 jam dan dapat
dibuka dan ditutup sebanyak lima kali. Masker tidak dapat digunakan kembali jika
pengguna masker N95 sudah melakukan tindakan yang menimbulkan aerosol.
4. Reusable Facepiece Respirator
Tipe masker ini memiliki keefektifan filter lebih tinggi dibanding N95
meskipun tergantung filter yang digunakan. Karena memiliki kemampuan filter
lebih tinggi dibanding N95, tipe masker ini dapat juga menyaring hingga bentuk
gas. Reusable Facepiece Respirator dapat mendapatkan perlindungan pemakai
terhadap droplet besar, dan perlindungan terhadap aerosol atau partikel udara,
karena tingkat efektivitas filtrasi yang dimiliki adalah 0.1 mikron banding ≥99%,
dan tentunya dapat mencegah keluarnya droplet besar dan kecil dari batuk atau
bersin pemakai masker. Tentunya penutupan wajah secara erat pada facepiece
respirator adalah ketat. Tipe masker ini direkomendasikan dan lazim digunakan
untuk pekerjaan yang memiliki risiko tinggi terpapar gas-gas berbahaya. Tipe
masker ini dapat digunakan berkali-kali selama face seal tidak rusak dan harus
dibersihkan dengan disinfektan secara benar sebelum digunakan kembali.14
2.1.2.2 Manfaat Masker
Kita semua masih dalam perjuangan melawan COVID-19. Sementara
menjaga jarak fisik dan mencuci tangan merupakan rekomendasi utama.
Mengenakan masker adalah cara yang efektif, murah dan mudah
diimplementasikan. Hal tersebut lebih bermakna ketika menjaga jarak fisik kurang
dapat dilakukan, seperti pada transportasi umum, ketika orang berbelanja untuk
kebutuhan sehari-hari, dan untuk orang-orang yang tidak dapat bekerja dari
rumah. WHO merekomendasikan pada masyarakat yang menggunakan masker
adalah untuk pasien dengan gejala penyakit dan petugas kesehatan. Tetapi
penelitian telah menunjukkan bahwa pembawa COVID-19 mungkin tidak
menunjukkan gejala sehingga anggota masyarakat mungkin tidak menyadari
bahwa mereka membawa virus.16,17
Karena orang yang terinfeksi gejala diminta untuk memakai masker untuk
menghindari percikan ke orang lain, dan secara logika semua orang yang sehat

36
juga harus memakai masker wajah dikarenakan dua alasan yaitu pertama mereka
harus menghindari percikan dari orang lain yang mungkin pembawa adalah pasien
dengan tanpa gejala yang tidak mengenakan masker. alasan kedua adalah mereka
mungkin merupakan orang dengan tanpa gejala. Para ahli mengatakan orang yang
memakai masker mungkin lebih berisiko terkena infeksi apabila jika mereka lebih
sering menyentuh wajahnya, jika mereka tetap memakai masker dengan cara yang
tidak benar atau jika mereka membuang masker dengan tidak aman.16,17
Ada sebuah studi yang mengemukakan bahwa pemakai masker yang
menyentuh masker di wajah mereka mungkin terkena risiko infeksi yang lebih
tinggi. Namun argumen seperti itu dianggap cacat karena tidak ada bukti bahwa
orang yang memakai masker wajah akan lebih sering menyentuh wajah mereka
daripada mereka yang tidak. Menurut penelitian oleh Mi-na Kim, masker bedah
adalah jenis terbaik untuk orang yang memakai masker untuk mencegah
penularan melalui percikan cairan ludah, baik orang dengan atau tanpa gejala. 17
Satu kekhawatiran nyata adalah kekurangan masker wajah dengan tingkat medis
untuk petugas kesehatan garis depan. Untuk masyarakat umum, disarankan untuk
menggunakan masker dari bahan kain. Penggunaan masker dalam pengaturan
layanan kesehatan jelas penting untuk melindungi pekerja medis yang berada di
garis depan. 17,18
Meskipun demikian, tidak seperti isolasi ketat dan langkah-langkah jarak
sosial, yang memiliki biaya sosial dan ekonomi yang substansial, produksi secara
masal dan penggunaan topeng kain murah dan mudah, dan bahkan dapat
memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat. Beberapa data menunjukkan bahwa
topeng kain mungkin hanya sedikit (15%) kurang efektif daripada masker bedah
dalam menghalangi emisi partikel, dan masker kain lima kali lipat lebih efektif
dari pada tidak memakai masker sama sekali.18
2.1.2.3 Penggunaan Masker
Penggunaan dan pembuangan masker terlepas dari jenisnya penting untuk
dilakukan dengan benar agar dapat memastikan masker tersebut digunakan secara
efektif dan untuk menghindari peningkatan dan penularan. Informasi berikut
tentang penggunaan tepat masker diambil dari praktik-praktik di fasilitas

37
pelayanan kesehatan, maka dari itu dideskripsikan seperti berikut pertama
tempatkan masker dengan hati-hati, pastikan masker menutup mulut dan hidung,
dan kaitkan dengan kuat untuk meminimalisasi jarak antara wajah dan masker,
kemudian hindari menyentuh masker saat digunakan di wajah, lalu bila ingin
melepas masker lakukan dengan teknik yang benar yaitu dilarang menyentuh
bagian depan masker, melainkan lepaskan masker dari belakang, kemudian
setelah melepas atau setiap kali tidak sengaja menyentuh masker yang sudah
terpakai segera bersihkan tangan dengan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol
atau sabun dan air mengalir jika tangan terlihat kotor, kemudian segera ganti
masker saat masker menjadi lembap dan segera ganti dengan masker baru yang
bersih dan kering, kemudian jangan gunakan kembali masker sekali pakai, buang
masker sekali pakai setelah digunakan dan segera buang setelah dilepas.19
2.1.3 Perilaku
2.1.3.1 Definisi Perilaku
Perilaku merupakan hasil hubungan antara stimulus dengan respon atau
rangsangan dengan respon.20 Perilaku juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan.21 Jadi perilaku manusia pada
hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku
manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup; berjalan, berbicara,
bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa
yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung
atau secara tidak langsung.
Perilaku dapat berbentuk perilaku pasif dan perilaku aktif. 20,22 Bentuk pasif
(respon internal) adalah perilaku yang masih tersembunyi di dalam diri, tidak
dapat diamati secera langsung seperti pikiran, tanggapan, sikap batin dan
pengetahuan, sedangkan bentuk aktif (respon eksternal), perilaku ini sudah
merupakan tindakan nyata dan merupakan respon yang secara langsung dapat
diobservasi. Perilaku pasif yang berubah menjadi aktif disebut sebagai sikap.
Menurut Skinner, seoarang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar).21 Dalam teori ini, terjadinya perilaku didasari oleh adanya stimulus terhadap

38
organisme, dan kemudian organisme tersebut me-respon. Oleh sebab itu, teori
Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau stimulus – organisme- respon. Skinner
membedakan respon menjadi dua yakni Respondent respon atau flexive dan
operant response atau instrumenal response. Respondent respon atau flexive
adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan – rangsangan (stimulus tertentu).
Stimulus semacam ini disebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon –
respon yang relative tetap. Sedangkan operant response atau instrumenal
response, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh
stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation
atau reinforce karena memperkuat respon.
Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yakni perilaku tertutup (convert behavior) dan perilaku
terbuka (overt behavior).23–25 Perilaku tertutup adalah suatu respon atau reaksi
terhadap stimulus masih terbatas perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran,
dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum
dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku terbuka adalah
respon terhadap stimulus sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang
mudah diamati atau dilihat orang lain.
Perilaku manusia didorong oleh motif tertentu. Dalam hal ini terdapat
beberapa teori tentang perilaku yang dikemukakan oleh Machfoedz dan Suryani
yakni teori naluri (Instinc Theory), teori dorongan (drive theory), teori insentif
(incentive theory), dan teori atribusi. Menurut teori naluri, perilaku disebabkan
oleh naluri. Naluri merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan
naluri akan mengalami perubahan karena pengalaman. Sedangkan teori dorongan
mengatakan bahwa organisme itu mempunyai dorongan – dorongan tertentu.
Dorongan – dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan organisme yang kemudian
mendorong organsime tersebut berperilaku untuk memenuhi kebutuhannya.
Kemudian teori insentif mengatakan bahwa perilaku timbul karena adanya insentif
atau reinforcement. Terdapat dua insentif yaitu positif dan negative. Insentif
positif adalah yang berkaitan dengan hadiah atau award, sedangkan insentif
negative berkaitan dengan sanksi atau hukuman. Sedangkan teori atribusi

39
menjelaskan bahwa sebab – sebab perilaku terdiri dari faktor internal (motif,
sikap, dll) dan faktor eksternal (budaya, geografis, dll).
2.1.3.2 Ruang Lingkup Perilaku
Perilaku manusia sangat komplek dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Teori Bloom yang dikutip dalam Notoatmodjo membedakan perilaku
dalam 3 domain perilaku yakni kognitif (cognitive), afektif (affective) dan
psikomotor (psychomotor).20,21 Untuk kepentingan pendidikan praktis, teori ini
kemudian dikembangkan menjadi 3 ranah perilaku yakni pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice).
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang dihasilkan setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.20,21 Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan juga dapat
didefinisikan sebagai segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang
didapatkan oleh setiap manusia.25 Dengan demikian pada dasarnya pengetahuan
akan terus bertambah bervariatif dengan asumsi senantiasa manusia akan
mendapatkan proses pengalaman atau mengalami. Pengetahuan seseorang
terhadap obyek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda – beda. Tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:20
a) Tahu (know), merupakan level terendah di domain kognitif, di
mana seseorang mengingat kembali (recall) pengetahuan yang
telah dipelajari sebelumnya.
b) Memahami (comprehension), merupakan level yang lebih tinggi
dari hanya sekedar tahu. Pada level ini pengetahuan dipahami dan
diinterpretasi secara benar oleh individu tersebut.
c) Aplikasi (application), merupakan level di mana individu tersebut
dapat menggunakan pengetahuan yang telah dipahami dan
diinterpretasi dengan benar ke dalam situasi yang nyata di
kehidupannya.

40
d) Analisis (analysis), merupakan level di mana individu tersebut
mampu untuk menjelaskan keterkaitan materi tersebut dalam
komponen yang lebih kompleks dalam suatu unit tertentu.
e) Sintesis (synthesis), merupakan level di mana kemampuan individu
untuk menyusun formulasi yang baru dari formulasi yang sudah
ada.
f) Evaluasi (evaluation), merupakan level di mana individu mampu
untuk melakukan penilaian terhadap materi yang diberikan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.24 Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan – tingkatannya.
Pengukuran tingkat pengetahuan adalah apabila seseorang mampu
menjawab mengenai materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka
dikatakan orang tersebut mengetahui bidang tersebut. Nilai pengetahuan dalam
penelitian dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
f
P= x 100
n
Keterangan
P = Skor pengetahuan
f = frekuensi jawaban benar
n = jumlah item pertanyaan
Sedangkan kategori tingkat pengetahuan seseorang dibagi menjadi tiga
tingkatan yang berdasarkan pada nilai presentase yakni sebagai berikut:26
1. Tingkat pengetahuan kategori baik, apabila nilainya ≥ 75%.
2. Tingkat pengetahuan kategori cukup, apabila nilainya 56-74%.
3. Tingkat pengetahuan kategori kurang, apabila nilainya ≤55%.
Terdapat beberapa faktor yang ikut mempengaruhi pengetahuan. Secara
garis besar, faktor – faktor tersebut dibagi menjadi 2 yakni faktor internal dan
faktor eksternal. Adapun faktor internal meliputi pendidikan, usia, dan

41
pengalaman. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan; sosial, budaya, dan
ekonomi; informasi maupun media massa.
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha dalam mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non-formal),
berlangsung seumur hidup.26 Pendidikan adalah sebuah proses pengubah sikap dan
tindakan seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut
menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk, maka akan semakin
banyak juga pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan berkaitan
erat dengan pendidikan, pendidikan yang tinggi diharapkan memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi. Namun orang dengan pendidikan rendah tidak mutlak
akan berpengetahuan rendah, karena terdapat faktor – faktor lain yang
mempengaruhi.
2. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.26 Semakin
bertambah usia akan semakin bertambah pula daya tangkap dan pola pikir,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia muda,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan soial, serta
lebih banyak melakukan persiapan untuk menyesuaikan diri menuju usia tua. Pada
usia ini kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal
hampir tidak ada penurunan.
3. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan

42
menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang
kerjanya.26
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.26 Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan tanpa melalui penalaran baik atau
buruk, akan menambah pengetahuan walaupun tidak melakukan. Status ekonomi
seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang.26
6. Informasi atau media massa
Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang
menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Informasi yang diperoleh
baik dari pendidikan formal maupun pendidikan nonformal yang dapat
memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan
bermacam – macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
mayarakat. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.26
2. Sikap
Sikap digunakan sebagai predictor dari perilaku yang merupakan respon
seseorang ketika menerima stimulus dari lingkungannya.20,21 Sikap juga dapat
dikatakan sebagai reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau obyek. Dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu. Sikap
belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu;

43
kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek; kehidupan
emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek; kecenderungan untuk bertindak
(tend tobehave).21 Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa
tingkatan yaitu:20,21
a) Menerima (receiving), yaitu sikap dimana seseorang atau subjek
mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek)
b) Menanggapi (responding), yaitu sikap memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau obyek yang dihadapi
c) Menghargai (valuing), yaitu sikap dimana subjek atau seseorang
memberikan nilai yang positif terhadap obyek atau stimulus.
Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak
atau mempengaruhi orang lain merespon.
d) Bertanggung jawab (responsible), terjadi jika individu telah
menerima segala konsekuensi dari pilihannya dan bersedia untuk
bertanggung jawab.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.24
Pengukuran sikap dapat dibagi dalam tiga cara, yaitu wawancara, observasi, dan
kuesioner.27 Setiap cara memiliki keuntungan dan keterbatasan sehingga peneliti
perlu mempertimbangkan cara yangsesuai dengan tujuan penelitian sikap.
Wawancara langsung dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
ditanyakan langgsung kepada responden. Kelemahan metode ini adalah responden
seringkali merasa ragu – ragu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan sehingga
hasil wawancara yang diperoleh dapat tidak sesuai dengan kenyataanya.
Observasi langsung dilakukan melalui pengamatan langsung tingkah laku individu
terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, metoda ini sulit dilakukan karena
adanya kecenderungan untuk memanipulasi tingkah laku yang terlihat apabila
responden mengetahui bahwa dirinya sedang diamati. Selain itu, peneliti juga
akan merasa kesulitan untuk menafsirkan sikap responden berdasarkan perilaku
yang tampak. Hasil yang diperoleh dari individu dapat memberikan hasil sesuai
fakta pada individu, namun akan mengurangi obyektifitas apabila jumlah
pengamatan semakin besar. Sedangkan kuesioner sikap digunakan dengan

44
mengukur nilai tertentu dalam obyek sikap di setiap pernyataan. Di sini, setiap
responden mengisi langsung tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap
pernyataan yang dibuat. Salah satu model skala pengukuran skala adalah dengan
skala likert. Skala likert umumnya dimulai dengan penyusunan sejumlah besar
pertanyaan sikap. Untuk masing – masing item, penyusun perlu menetapkan
apakah pernyataan sikap yang disusunnya itu menunjukan dukungan (favourable)
atau (unfavourable) terhadap obyek sikap. Akan tetapi dari item – item itu dalam
kontinum psikologinya tidak diketahui. Oleh karena didalamnya berisikan pilihan
sangat setuju, setuju, ragu – ragu, tidak setujuk, sangat tidak setuju. Dengan
demikian subjek yang sangat positif sikapnya terhadap suatu obyek akan memiliki
jawaban “sangat setuju” untuk pernyataan positif. Skala ini menggunakan ukuran
ordinal sehingga dapat membuat ranking walaupun tidak diketahui berapa kali
responden yang satu lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya. Jawaban
setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari
sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata – kata antara lain:
sangat setuju, setuju, ragu – ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Prosedur
penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didsari oleh 2 asumsi yakni
setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan
yang favorable atau pernyataan yang tidak favourable; dan jawaban yang
diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberikan bobot atau
nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang
mempunyai pernyataan negatif.
3. Tindakan
Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk
bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas atau sarana dan prasarana. 21
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice)

45
kesehatan. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut
kualitasnya, yaitu:20,21
a) Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau
seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada
tuntutan atau menggunakan panduan yang ada sesuai urutan yang
benar dalam panduan tersebut.
b) Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau
seseorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara
otomatis, tanpa melihat panduan karena sudah menjadi kebiasaan
yang dilakukan.
c) Adopsi (adoption), yaitu suatu tindakan atau praktik yang sudah
berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas
atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi sesuai
kondisi atau situasi yang dihadapi, atau tindakan atau perilaku yang
berkualitas.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung dengan cara
wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh individu sebelumnya, dan
secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan individu tersebut.24
2.1.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Salah satu bagian yag harus diperhatikan dalam promosi kesehatan adalah
faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku. Faktor perubahan perilaku dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi tenaga kesehatan masyarakat untuk memilih
metode penyampaian informasi, memperhatikan isi informasi seperti gaya bahasa
dan memperhatikan performance si pemberi informasi sehingga pesan yang
disampaikan dapat diterima dengan efektif untuk perubahan perilaku. Terdapat
faktor internal dan faktor eksternal dari individu yang dapat mempengaruhi
perubahan perilaku.20
a. Faktor Internal
Adapun faktor – faktor internal yang mempengaruhi perilaku individu yaitu:20
1. Jenis ras/keturunan

46
Ras atau keturunan merupakan faktor yang mendasari perilaku
yang dilakukan oleh seseorang. Hal ini karena perilaku memang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya yang jika
dipraktikan secara rutin akan menjadi budaya yang menetap.
Beberapa stereotip dari perbedaan ras ini misalnya pada ras negroid
yang cenderung dianggap bertemperamen keras.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin membedakan perilaku karena adanya ekspektasi dari
lingkungan untuk laki – laki dan perempuan. Misalnya cara
berpakaian, jenis pekerjaan yang menyesuaikan dengan stereotip
perempuan yang mengutamakan perasaan, dan lebih lemah
fisiknya daripada laki – laki.
3. Sifat Fisik
Sifat fisik menentukan perilaku seseorang, misalnya orang yang
pendek, bulat, gendut, dan wajah berlemak adalah tipe piknis.
Individu yang memiliki tipologi piknis tersebut cenderung
menampilkan perilaku senang bergaul, humoris, ramah, dan
banyak teman.
4. Kepribadian
Kepribadian terbentuk dalam diri individu sesuai dengan
lingkungan tempat dia berada. Kepribadiaan adalah segala corak
kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan
untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan
baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya.
Hal ini membuat kepribadian sangat unik dan berbeda antar satu
individu dan individu lainnya yang akan tampak dalam perilaku
sehari – hari.

5. Intelegensia
Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Kemampuan

47
berpikir ini akan menentukan bagaimana perilaku dilakukan dalam
merespon stimulus di lingkungannya. Semakin tinggi tingkat
intelegensinya, akan memudahkan individu untuk memiliki
beragam alternatif dan dalam memilih perilaku yang cepat dan
tepat.
6. Bakat
Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang
memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu
kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus. Bakat ini akan
menentukan performa dari sebuah keterampilan yang dipelajari.
b. Faktor Eksternal
Adapun faktor – faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku individu yaitu:20
1. Pendidikan
Pendidikan memberikan bekal pada individu untuk melakukan
perilaku yang membawa manfaat bagi dirinya dan lingkungannya.
Hasil dari pendidikan ini akan tampak pada perilaku seseorang.
Perilaku orang dengan pendidikan tinggi secara logika akan
berbeda dengan perilaku orang berpendidikan rendah.
2. Agama
Agama yang dianut seseorang memiliki aturan dan larang yang
menjadi panduan perilaku individu. Hal ini membuat perilaku
individu akan terpengaruh oleh nilai dan norma agama yang
diyakininya.
3. Kebudayaan
Kebudayaan diajarkan oleh keluarga dan masyarakat di sekitar
individu tersebut berupa kesenian, adat istiadat, atau peradaban
manusia. Hal ini membuat perilaku masyarakat dalam satu budaya
akan berbeda dengan budaya lainnya.
4. Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh pada
pembentukan perilaku, di mana lingkungan ini mencakup

48
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal ini dikarenakan
setiap manusia harus beradaptasi dengan lingkungannya agar dapat
bertahan, dan akan tampak pada perilakunya.
5. Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi membedakan ketersediaan fasilitas yang
dapat digunakan oleh seseorang. Ketersediaan sumber daya ini
akan menentukan seberapa kompleks sebuah perilaku harus
dilakukan untuk dapat beradaptasi.
Melihat banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perilaku, Lawrence
Green membagi faktor tersebut menjadi 3 variabel, yaitu:20,21,24
1. Faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor yang
ada sebelum perilaku terjadi, meliputi pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors), merupakan faktor yang
memungkinkan sebuah perilaku terjadi, misalnya ketersediaan
infrastruktur, sumber daya, dan ketersediaan fasilitas layanan
kesehatan.
3. Faktor penguat (reinforcing factors), merupakan faktor yang
membuat sebuah perilaku diteruskan atau dihentikan, misalnya
sikap dan perilaku petugas kesehatan, teman, dan tokoh
masyarakat.
2.1.3.4 Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku merupakan sebuah proses yang kompleks dan
membutuhkan waktu yang relatif lama dengan melalui tiga tahap yang diuraikan
sebagai berikut:20
1. Perubahan pengetahuan, terjadi saat individu menyadari
pengetahuan yang baru tersebut lebih banyak membawa manfaat
bagi dirinya atau keluarga dan orang di sekitarnya. Adanya

49
perubahan pengetahuan ini dibuktikan di berbagai penelitian dapat
membuat perubahan perilaku bertahan lama.
2. Perubahan sikap, terjadi setelah individu mendapatkan stimulus
dari sekitarnya dan melakukan penilaian terhadap stimulus tersebut.
3. Perubahan praktik atau tindakan, terjadi saat individu telah
mengetahui dan melakukan penilaian dari stimulus yang diterima
berupa sebuah tindakan berdasarkan pengetahuan dan penilainnya
tersebut.
Perubahan perilaku membutuhkan lebih dari motivasi individu dan tekad
untuk berubah. Seseorang yang ingin berubah membutuhkan dorongan dan
dukungan dari kelompok – kelompok mulai dari teman – teman dan keluarga.
Bentuk – bentuk perubahan perilaku individu dapat terjadi karena:20,28
1. Perubahan alamiah (natural change)
Perubahan yang dialami manusia secara alamiah bersifat dinamis
karena merespon perubahan yang terjadi di lingkungannya, baik
secara fisik maupun sosial. Perubahan lingkungan yang bersifat
makro, misalnya adalah perubahan politik, sosial, ekonomi, dan
budaya akan membuat perubahan perilaku tersebut dilakukan juga
oleh anggota masyarakat lainnya.
2. Perubahan terencana (planned change)
Perubahan terencana terjadi karena individu membuat rencana
untuk mengubah perilaku karena individu tersebut memiliki
keinginan untuk mencapai suatu tujuan yang memerlukan
perubahan dalam perilakunya.
3. Kesediaan untuk berubah (readiness to change)
Perubahan perilaku sangat ditentukan oleh kesediaan individu
untuk menerima perubahan tersebut. Setiap orang mempunyai
kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda
sehingga misalnya ketika sebuah inovasi diperkenalkan dan
membutuhkan perubahan perilaku, kecepatan seseorang untuk

50
berubah akan berbeda: ada yang dengan cepat menerima perubahan
tersebut dan ada yang sangat lambat.
Strategi yang dapat dilakukan agar terjadi upaya perubahan perilaku yang
konkret dan positif dalam bidang kesehatan, yaitu:20,28
1. Menggunakan kekuatan atau kekuasaan atau dorongan
Strategi ini dilakukan ketika diperlukan perubahan perilaku yang
cepat. Aturan atau kebijakan digunakan dalam strategi ini. Akan
tetapi, seperti banyak hal yang terjadi ketika dipaksa, perubahan
perilaku dengan strategi ini tidak berlangsung lama dan akan
berhenti terjadi ketika aturan tersebut sudah tidak ditegakkan.
2. Pemberian informasi
Strategi ini akan memakan waktu yang relatif lama karena
diperlukan upaya pemberian informasi dan mendapatkan respon
masyarakat yang positif. Respon yang positif dari masyarakat ini
terjadi melalui berbagai tahapan perubahan; perubahan
pengetahuan, perubahan sikap, sampai akhirnya perubahan
perilaku. Walaupun memakan waktu yang relatif lama, perubahan
perilaku dengan strategi ini diharapkan akan bertahan lama.
3. Diskusi partisipatif
Strategi ini dilakukan dengan melakukan interaksi dengan
masyarakat sebagai sasaran perubahan. Strateginya sama dengan
strategi pemberian informasi tetapi masyarakat sasaran diajak
untuk berdiskusi untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam
tentang materi yang disampaikan. Strategi ini jelas memakan waktu
yang lebih lama akan tetapi akan membuat perubahan bersifat
relatif permanen karena disertai pemahaman yang mendalam dari
masyarakat sasaran.

2.1.4 Penyuluhan
2.1.4.1 Definisi Penyuluhan

51
Penyuluhan adalah proses perubahan perilaku dikalangan masyarakat agar
mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya
peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan
kesejahteraannya.29 Penyuluhan bisa juga disebut sebagai penyampaian informasi
dari sumber informasi kepada seseorang atau sekelompok orang mengenai
berbagai hal yang berkaitan dengan suatu program. Penyuluhan merupakan jenis
pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Penyuluhan
merupakan suatu hubungan timbal balik antara dua orang individu, dimana
seorang penyuluh berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai
pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapinya pada waktu yang akan datang.30 Titik berat penyuluhan sebagai
proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkelanjutan.
Pengertian penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan
masyarakat (Public Health Education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu.
Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut atau individu dapat
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya
pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya.
Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat
terhadap perubahan perilaku sasaran.29
Penyuluhan kesehatan juga suatu proses, dimana proses tersebut
mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses
pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni
perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri juga
metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan
alat-alat bantu atau alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu hasil optimal, maka
faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti, bahwa
untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu
pula, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu
pendidikan disesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodenya harus berbeda

52
dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus
berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya.29 Sasaran dalam promosi
kesehatan ada 3 kelompok, yaitu pendidikan kesehatan untuk individual,
pendidikan kesehatan untuk kelompok, dan pendidikan kesehatan masyarakat,
dengan sasaran masyarakat luas.31
2.1.4.2 Tujuan Penyuluhan Kesehatan
Tujuan penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku
hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal, terbentuknya perilaku sehat pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik
fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian, menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah
perilaku perseorangan dan masyarakat dalam bidang kesehatan.32
2.1.4.3 Sasaran Penyuluhan Kesehatan
Bedasarkan pentahapan upaya promosi kesehatan ini, maka sasaran dibagi
dalam 3 kelompok sasaran, yaitu:33
1. Sasaran primer (Primary Target)
Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat
dikelompokan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu
hamil dan menyusui untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), anak
sekolah untuk kesehatan remaja, dan sebagainya.
2. Sasaran Sekunder (Secondary Target)
Adapun sasaran sekunder penyeluhan adalah para tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya.
3. Sasaran Tersier (Tertiary Target)
Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat,
maupun daerah adalah sasaran tersier pendidikan kesehatan.

2.1.4.4 Ruang Lingkup Penyuluhan Kesehatan

53
Cakupan penyuluhan kesehatan/pendidikan kesehatan, baik sebagai ilmu
maupun seni sangat luas.33
2.1.4.4.1 Ruang lingkup bedasarkan aspek kesehatan
1. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif
Sasaran pendidikan atau promosi kesehatan pada aspek promotif
adalah kelompok orang sehat.
2. Pendidikan kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan34
a) Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
Sasaran promosi/pendidikan kesehatan pada aspek ini adalah
kelompok masyarakan yang berisiko tinggi (High Risk).
b) Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
Sasaran promosi kesehatan pada aspek ini adalah para penderita
penyakit kronis, misalnya: asma, diabetes melitus, tuberkulosis, rematik,
tekanan darah tinggi, dan sebagainya.
c) Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
Sasaran promosi kesehatan pada aspek ini adalah kelompok pasien
yang baru sembuh dari suatu penyakit.
2.1.4.4.2 Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan
pelaksanaan33
1. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
Keluarga atau rumah tangga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh
sebab itu untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai di
masing-masing keluarga.
2. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah
Sekolah merupakan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan bagi
keluarga. Sekolah, terutama guru pada umumnya lebih dipatuhi oleh
murid-muridnya. Oleh sebab itu lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial yang sehat, akan sangat berpengaruh terhadap
perilaku sehat anak-anak.

3. Pendidikan kesehatan di tempat kerja

54
Tempat kerja merupakan tempat orang dewasa memperoleh nafkah
untuk keluarga. Lingkungan kerja yang sehat akan mendukung kesehatan
pekerja atau karyawannya dan akhirnya akan menghasilkan produktivitas
yang optimal.
4. Pendidikan di tempat-tempat umum
Tempat-tempat umum yang sehat, bukan saja terjaga kebersihannya,
tetapi juga harus dilengkapi dengan fasilitas kebersihan dan sanitasi
terutama toilet umum dan sarana air bersih, serta tempat sampah.
5. Fasilitas pelayanan kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan ini mencakup rumah sakit, puskesmas,
poliklinik, rumah bersalin, dan sebagainya.
2.1.4.4.3 Ruang lingkup berdasarkan tingkat pelayanan33
1. Promosi kesehatan (health promotion)
Dalam tingkat ini promosi kesehatan diperlukan misalnya dalam
peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan,
kesehatan perorangan dan sebagainya.
2. Perlindungan khusus (spesific protection)
Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan
khusus ini, promosi kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara
berkembang.
3. Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan dan penyakit, maka penyakit-penyakit yang terjadi
didalam masyarakat sering sulit terdeteksi. Bahkan kadang-kadang
masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobat penyakitnya.
4. Pembatasan cacat (disability limitation)
Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan
dan penyakit, sering mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan
pengobatannya secara tuntas. Mereka tidak melakukan pemeriksaan dan
pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak

55
layak dan sempurna dapat mengakibatkan yang bersangkutan menjadi
cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. Oleh
karena itu promosi kesehatan juga diperlukan pada tahap ini agar
masyarakat mau memeriksakan kesehatannya secara dini.
5. Rehabilitas (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit, kadang-kadang orang menjadi
cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut diperlukan latihan-latihan
tertentu. Oleh karena itu kurangnya pengertian dan kesadaran orang
tersebut, maka ia tidak atau segan melakukan latihan yang dianjurkan.
Disamping itu orang yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang
merasa malu untuk kembali ke masyarakat.
2.1.4.5 Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Semua metode akan baik bila
digunakan secara tepat yaitu sesuai dengan kebutuhan. Pada garis besarnya hanya
ada dua jenis metode dalam penyuluhan, yaitu:34
1. Metode satu arah (One Way Methods)
Pada metode ini hanya terjadi komunikasi satu yaitu dari pihak
penyuluh ke pihak sasaran. Dengan demikian, pihak sasaran tidak diberi
kesempatan untuk aktif. Yang termasuk metode ini adalah metode ceramah,
siaran melalui radio, pemutaran film, penyebaran selebaran, pameran.
2. Metode dua arah (Two Way Methods)
Pada metode ini terjadi komunikasi dua arah antara pendidik dan
sasaran. Yang termasuk dalam metode ini adalah: wawancara, demonstrasi.
Sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (role playing) dan
tanya jawab.
2.1.4.5.1 Metode Penyuluhan Kesehatan
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan
kesehatan adalah :34

1. Metode Ceramah

56
Metode ceramah adalah suatu cara dalam menerangkan dan
menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok
sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan.
2. Metode Diskusi Kelompok
Metode diskusi kelompok adalah pembicaraan yang direncanakan dan
telah dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan diantara 5 – 20 peserta
(sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.
3. Metode Curah Pendapat
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk pemecahan masalah di
mana setiap anggota mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah
yang terpikirkan oleh masing – masing peserta, dan evaluasi atas pendapat –
pendapat tadi dilakukan kemudian.
4. Metode Panel
Metode panel adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan
pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau
lebih panelis dengan seorang pemimpin.
5. Metode Bermain Peran
Metode bermain peran adalah memerankan sebuah situasi dalam
kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang
atu lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.
6. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian,
ide dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti
untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan
dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok
yang tidak terlalu besar jumlahnya.
7. Metode Simposium
Metode simposium adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2
sampai 5 orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.

8. Metode Seminar

57
Metode seminar adalah suatu cara di mana sekelompok orang
berkumpul untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli
yang menguasai bidangnya.
2.1.4.6 Media Penyuluhan
Media penyuluhan kesehatan adalah media yang digunakan untuk
menyampaikan pesan kesehatan karena alat tersebut digunakan untuk
mempermudah penerimaan pesan kesehatan bagi masyarakat yang dituju. Media
penyuluhan dapat dikelompokkan menjadi.35
1. Media cetak34
a) Leaflet atau folder adalah suatu bentuk penyampaian informasi melalui
lembar yang dilipat. Isi informasi dapat berupa kalimat maupun gambar,
sama hal nya dengan pamflet keduanya merupakan barang cetakan yang
juga dibagi-bagikan kepada sasaran penyuluhan. Bedanya adalah
umumnya dibagikan langsung oleh penyuluh, leaflet selembar kertas yang
dilipat menjadi dua (4 halaman) sedangkan folder dilipat menjadi 3 (6
halaman) atau lebih, leaflet dan folder lebih banyak berisikan tulisan
daripada gambarnya dan keduanya ditujukan kepada sasaran untuk
mempengaruhi pengetahuan dan keterampilannya pada tahapan minat,
menilai dan mencoba.
b) Flipcard adalah media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam
bentuk lembar balik berisi gambar dan dibaliknya berisi pesan yang
berkaitan dengan gambar tersebut adalah sekumpulan poster selebar kertas
karton yang digabungkan menjadi satu, masing-masing berisikan pesan
terpisah yang jika digabungkan akan merupakan satu kesataun yang tidak
terpisahkan yang ingin disampaikan secara utuh. Flipcard dimaksudkan
untuk mempengaruhi sikap, penegtahuan atau keterampilan. Akan tetapi,
karena biasa digunakan dalam pertemuan kelompok, alat peraga ini lebih
efektif dan efisien untuk disediakan bagi sasaran pada tahapan minat,
menilai, mencoba.
c) Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan kesehatan yang biasanya
ditempel di tempat umum. merupakan barang cetakan yang ukurannya

58
relatif besar untuk ditempel atau direntangkan di pinggir jalan. Berbeda
dengan placard yang banyak berisiskan tulisan, poster justru lebih banyak
berisi gambar. Keduanya dimaksudkan untuk mempengaruhi
perasaan/sikap dan pengalaman pada tahapan sadar dan minat.
d) Booklet adalah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan
maupun gambar.
e) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan suatu
masalah kesehatan.
f) Flyer (selebaran) seperti leaflet akan tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
g) Foto-foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
2. Media elektronik
Media ini sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
memiliki jenis berbeda, antara lain:34
a) Televisi, penyampaian informasi kesehatan dapat dalam bentuk sandiwara,
diskusi, kuis, cerdas cermat seputar masalah kesehatan.
b) Radio, penyampaian pesan-pesan dalam bentuk tanya jawab, sandiwara
radio, ceramah tentang kesehatan.
c) Video, penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran video yang
berhubungan dengan kesehatan.
d) Slide dan Film Strip.
3. Media papan (Bill Board)
Yaitu media yang dapat dipasang ditempat umum. Media papan mencakup
pesan kesehatan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-
kendaraan umum.
2.1.4.7 Peran media dalam penyuluhan kesehatan
Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam
pelaksanaan penyuluhan kesehatan antara lain adalah:34
1. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3. Media dapat memperjelas informasi.
4. Media dapat mempermudah pengertian.

59
5. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
6. Media dapat menampilkan obyek yang tidak dapat ditangkap dengan mata.
7. Media dapat memperlancar komunikasi.
2.1.4.8 Faktor-Faktor Keberhasilan dalam Penyuluhan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan
penyuluhan kesehatan:35
1. Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi
didapatnya.
2. Tingkat sosial ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula
dalam menerima informasi baru.
3. Adat istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan
menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4. Kepercayaan
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-
orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat
dengan pemberi informasi.
5. Ketersediaan waktu
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

2.2 Kerangka Teori

60
2.3 Kerangka Konsep

61
Bab III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Quasi
Eksperimen dengan menggunakan rancangan One group pretest – posttest design.
Observasi dilakukan dua kali yaitu sebelum eksperimen (T1) disebut pretest, dan
sesudah eksperimen (T2) disebut posttest.
Pretest Treatment Posttest
Kelompok T1  X  T2
Intervensi
Keterangan:
X : Treatment yaitu bentuk perlakuan (intervensi) yang diberikan
kepada kelompok eksperimen.
T1 : Pretest (pengukuran yang dilakukan sebelum intervensi
(treatment))
T2 : Posttest (pengukuran yang dilakukan setelah intervensi
(treatment))
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian dilaksanakan di Jakarta
3.2.2 Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2020.
3.3 Populasi Penelitian
3.3.1 Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di
Jakarta.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di
Jakarta yang dapat dihubungi oleh peneliti.
3.4 Subjek Penelitian
3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Bersedia menjadi responden.

62
b. Bersedia dan dapat mengikuti penyuluhan melalui aplikasi video
conference berupa “zoom” hingga akhir.
c. Bersedia dan dapat mengisi kuisioner melalui google form.
d. Usia 19 tahun – 64 tahun.
e. Belum pernah mendapatkan penyuluhan mengenai penggunaan
masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
a. Subjek kelompok intervensi yang tidak mengikuti penyuluhan
hingga selesai.
b. Subjek yang tidak mengisi pretest atau posttest.
3.5 Sampel
3.5.1 Besar Sampel
2
2( Z α /2 +Z β ) P(1−P)
n= 2
+ 10 %
( p 1− p 2)
2( 1,96+0,84)2 0,097(1−0,097)
n= +10 %
(0,15)2
2( 2,8)2 0,097(0,903)
n= 2
+10 %
(0,15)
n=¿61,04+10%
n= 68
n = perkiraan besar sampel
Zα = kesalahan tipe I (5%)= 1,96
Zβ = kesalahan tipe II (20%)= 0,84
p = proporsi atau masalah yang diteliti berdasarkan pustaka (P=0,097)
p1-p2 = perbedaan antara kejadian dari 2 kelompok (p1-p2 =0,15)
3.5.2 Cara Pengambilan Sampel
Karena sampling frame tidak diketahui, cara pengambilan sampel
dilakukan dengan snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik
pengambil sampel yang awal mula jumlah kecil, kemudian sampel ini disuruh
memilih teman – temannya untuk dijadikan sampel. Dan begitu seterusnya,
sehingga jumlah sampel makin lama semakin banyak. Kemudian setelah

63
didapatkan jumlah sampel, kemudian dilakukan judgemental sampling.
Judgemental sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Pemilihan sekelompok subjek dalam purposive sampling, didasarkan atas
ciri – ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri
– ciri populasi.
3.6 Media Penyuluhan
Dalam penelitian ini, media penyuluhan yang digunakan adalah media
elektronik dengan menampilkan powerpoint melalui aplikasi media conference
yakni zoom. Konten yang akan dipresentasikan terdiri dari slide - slide yang berisi
tentang informasi terkait COVID-19 dan upaya – upaya pencegahan penularan
COVID-19, khususnya tentang penggunaan yang benar dan baik dari masker.
3.7 Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
3.7.1 Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui:
Pengisian kuesioner melalui google form oleh sampel untuk memperoleh
gambaran karakteristik responden meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
serta pengetahuan terkait penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka
pencegahan COVID-19. Dalam penelitian dilakukan dua kali pengambilan data
pada setiap sampel, yakni sebelum dilakukan penyuluhan (pretest) dan sesudah
dilakukan penyuluhan (posttest).
3.7.2 Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data
pada suatu penelitian. Instrumen atau alat bantu dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner yang digunakan meliputi kuesioner untuk karakteristik
umum, pengetahuan, dan sikap responden mengenai penggunaan masker yang
baik dan benar dalam pencegahan infeksi COVID-19. Kuesioner tersebut
digunakan sebanyak dua kali yaitu untuk pretest yang dilakukan sebelum
penyuluhan, dan posttest yang dilakukan setelah penyuluhan.

64
3.8 Variabel Penelitian
3.8.1 Varibel Bebas
Pengetahuan dan sikap tentang memakai masker yang baik dan benar
dalam rangka pencegahan infeksi COVID-19 sebelum dilakukan penyuluhan.
3.8.2 Variabel Terikat
Pengetahuan dan sikap tentang memakai masker yang baik dan benar
dalam rangka pencegahan infeksi COVID-19 setelah dilakukan penyuluhan.
3.9 Analisis Data
3.9.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan
presentasi dari setiap variabel yang dikehendaki. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui gambaran karakteristik umum dan pengetahuan masyarakat Jakarta
terkait penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka mencegah infeksi
COVID-19.
3.9.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat perubahan pengetahuan dan
sikap masyarakat Jakarta mengenai penggunaan masker yang baik dan benar
dalam rangka pencegahan COVID-19 antara sebelum dan sesudah intervensi
(penyuluhan). Hasil penelitian ini memberikan data kategorik ordinal. Oleh karena
itu, uji analisis atau uji hipotesis yang dilakukan adalah menganalisis data pretest
dan posttest dari tingkat pengetahuan dengan Wilcoxon signed rank test serta
dilakukan uji hipotesis Wilcoxon signed rank test untuk menganalisis data pretest
dan posttest dari sikap penggunaan masker yang baik dan benar.
3.10 Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional.
Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala
Ukur
Penyuluhan Intervensi yang - - -
diberikan sebagai
upaya pendidikan
kesehatan

65
mengenai
penggunaan
masker yang baik
dan benar dalam
rangka
pencegahan
COVID-19
dengan media
elektronik dan
aplikasi video
conference
Pengetahua Tahu atau Kuesi Benar: skor 1 Kategorik
n tidaknya oner Salah: skor 0 ordinal
masyarakat Sp
N¿ x 100
Sm
mengenai
N= nilai pengetahuan
penggunaan
Sp= Skor yang didapat
masker yang baik
Sm= skor tertinggi
dan benar dalam
maksimum (20)
rangka
Baik  Nilai ≥75
pencegahan
Cukup Nilai =56-74
COVID-19
Kurang  Nilai ≤55
Sikap respon yang Kuesi Sangat setuju: skor 5 Kategorik
masih tertutup oner Setuju: skor 4 ordinal
dari seseorang Netral: skor 3
terhadap suatu Tidak setuju: skor 2
stimulus atau Sangat tidak setuju:
obyek, skor 1
predisposisi suatu
tindakan, dan N= jumlah skor total
manifestasi dari dari seluruh

66
sikap tidak dapat pertanyaan
dilihat secara
langsung, tetapi Baik Skor total ≥40
hanya dapat Cukup  Skor total
ditafsirkan 33-40
terlebih dahulu Buruk Skor total
≤32
Masker Merupakan alat - - -
kain yang digunakan
sebagai pelindung
pernafasan,
berbahan dasar
kain katun
maupun scarf
Masker Merupakan alat - - -
bedah 3ply yang digunakan
sebagai pelindung
pernafasan dengan
3 lapisan yaitu
lapisan luar kain
tanpa anyaman
dan bersifat kedap
air, lapisan tengah
yang merupakan
lapisan filter
densitas tinggi
dan lapisan dalam
yang menmpel
langsung dengan
kulit
Masker Merupakan alat - - -

67
N95 yang digunakan
sebagai pelindung
pernafasan dari
paparan cairan
yang berukuran
aerosol
COVID-19 Penyakit menular - - -
yang disebabkan
oleh jenis
coronovirus yang
baru ditemukan
yakni SARS-
COV-2, dengan
keluhan infeksi
saluran napas,
mulai dari ringan
hingga berat
seperti demam,
batuk, atau sesak
napas hingga
kesulitan
bernapas, dan
terkadang tidak
bergejala.

3.11 Uji Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang
mendasari sebagaimana dalam tinjauan pustaka, oleh karena itu sebelum
digunakan untuk pengumpulan data, instrumen penelitian perlu dilakukan uji
coba. Uji coba intrumen dilaksanakan di luar anggota sampel penelitian yaitu
masyarkat yang tinggal Jakarta selama dilakukan penelitian dengan jumlah 30

68
orang. Dalam penelitian ini, kuesioner mengenai pengetahuan yang digunakan
menghasilkan data dikotomis yang menunjukan nilai benar atau salah, sedangkan
kuesioner untuk mengukur sikap menghasilkan data berupa skala likert dengan
5pilihan (sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju).

3.11.1 Uji Validitas


Uji validitas merupakan uji instrumen yang digunakan untuk mengukur
apakah sebuah instrumen penelitan tersebut valid atau sahih. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Suatu instrumen
yang valid mempunyai validitas tinggi. Sebaiknya instrumen yang kurang valid
berarti memiliki validitas rendah.
Pada penelitian ini, instrumen penelitian dilakukan uji validitas pada 30
responden. Instrumen ini terdiri dari 16 soal dimana setiap soal disediakan
jawaban pilihan ganda dengan 4 opsi untuk menilai tingkat pengetahuan dan 10
soal dimana setiap soal disediakan jawaban skala Likert dengan 5 tingkatan yakni
sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Pada kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan, jawaban benar bernilai
1 dan jawaban salah bernilai 0. Pengujian validitas tiap butir soal digunakan
korelasi point biseral karena skor item yang bersifat dikotomi diskret (0/1) dengan
skor total pada suatu tes yang bersifat interval. Maksud dari dikotomi diskret di
sini adalah bahwa perbedaan nilai 1 dan 0 adalah nyata dan tidak kontinum di
dalamnya. Adapun uji validitas menggunakan korelasi point biseral sebagai
berikut:

Rpbis=
Mp−Mt
St √ p
q
Keterangan :
Rpbis = Koefisien korelasi point biseral
Mp = Rata – rata skor total yang menjawab benar pada butir soal
Mt = Rata – rata skor total
St = Standar deviasi skor total
p = Proporsi peserta didik yang menjawab benar

69
q = Proporsi peserta didik yang menjawab salah (q=1-p)
Berdasarkan uji coba soal yang telah diberikan kepada 30 responden (N=30)
dan taraf signifikan 5% diperoleh r tabel = 0,361. Jadi, item soal dikatakan valid
jika r hitung>r rabel (r hitung > 0,361).
Pada kuesioner untuk mengukur sikap, dilakukan uji validitas dengan
menggunakan korelasi product moment Pearson dengan menggunakan Microsoft
excel. Valid tidaknya suatu instrumen dapat diketahui dengan membanding nilai r
hitung dengan nilai kritis untuk korelasi r Product-Moment. Instrumen dikatakan
valid apabila r hitung ≥ r tabel. Sedangkan instrumen dikatakan tidak valid apabila
r hitung ≤ r tabel. Nilai r tabel pada signifikan 5% (n=30) adalah 0,361 dan nilai r
tabel pada signifikan 1% (n=30) adalah 0,463. Jadi, item soal dikatakan valid jika
r hitung>r rabel (r hitung > 0,361).
3.11.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang
memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu
dilakukan secara berulang. Uji reliabilitas terhadap instrumen penelitian dapat
menunjukan bahwa suatu instrumen tersebut dapat dipercaya dan diandalkan.
Pada penelitian ini, kuesioner mengenai pengetahuan dilakukan uji
reliabilitas dengan rumus Kuder dan Richardson dengan K-R 20, dengan rumus:

[ ][ ∑ pq
]
2
k St
r 11= 2
k −1 St
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
St2 = standar deviasi dari tes (akar varian)
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q=1-p)
∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dengan q
Tabel 3.2 Tingkatan Besarnya Reliabilitas
No Rentang Korelasi Tingkatan
1 Antara 0,800 sampai Sangat tinggi

70
1,000
2 Antara 0,600 sampai Tinggi
0,799
3 Antara 0,400 sampai Cukup
0,599
4 Antara 0,200 sampai Rendah
0,399
5 Antara 0,00 sampai 0,199 Sangat rendah

Pada penelitian ini, kuesioner mengenai sikap dilakukan uji reliabilitas


dengan alpha cronbach’s dengan menggunakan SPSS 16. Suatu kuesioner
dinyatakan reliabel atau konsisten apabila nilai Cronbach’s Alpha >0,60.
Sedangkan suatu kuesioner dikatakan tidak reliabel atau konsisten apabila nilai
Cronbach’s Alpha <0,60.

71
Bab IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat
Penelitian ini dilakukan di Jakarta tahun 2020 dengan didapatkan 80
responden penelitian, terdapat 10 responden dieksklusi dikarenakan tidak
mengisi kuesioner posttest. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer yang diambil dengan menggunakan kuesioner melalui
google form yang telah diisi oleh responden penelitian.
4.1.1 Data Demografi
Tabel 4.1 Distribusi Sebaran Menurut Usia, Jenis Kelamin, Domisili, Pendidikan Terakhir
dengan Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Penggunaan
Masker dalam Rangka Pencegahan Covid-19 di DKI Jakarta Periode Juli 2020 (n=70)
Variabel Frequency(n) Percent(%)
<20 tahun 5 6,2
20-29 tahun 60 75
Usia 30-39 tahun 9 11.2
40-49 tahun 0 0
50-59 tahun 6 7.5
Laki - Laki 20 28,6
Jenis Kelamin
Perempuan 50 71,4
Jakarta Barat 28 40
Jakarta Timur 14 20
Domisili Jakarta Selatan 12 17,1
Jakarta Utara 7 10
Jakarta Pusat 9 12,9
Pendidikan SD 0 0
Terakhir SMP 0 0
SMA/Madrasah Aliyah 20 28,6
Perguruan Tinggi 50 71,4
Pada tabel 4.1 menunjukan bahwa responden penelitian sebanyak 5
responden (6,2%) memiliki usia <20 tahun, responden dengan usia 20-29
tahun sebanyak 60 orang (75%), responden dengan usia 30-39 tahun

72
sebanyak 9 orang (11,2%), dan responden dengan usia 50-59 tahun sebanyak
6 orang (7,5%), dan tidak ada responden dengan usia antara 40-49 tahun.
Sebagian besar responden penelitian adalah perempuan, yakni sebanyak 50
orang (71,4%), sedangkan 20 responden lainnya (28,6%) adalah laki – laki.
Domisili responden penelitian mencakup wilayah Jakarta Barat sebanyak 28
orang (40%), Jakarta Timur sebanyak 14 orang (20%), Jakarta Selatan
sebanyak 12 orang (17,1%), Jakarta Utara sebanyak 7 orang (10%), dan
Jakarta Pusat sebanyak 9 orang (12,9%). Pendidikan terakhir responden
penelitian sebagian besar adalah perguruan tinggi, yakni sebanyak 50 orang
(71,4%), dan sisanya sebanyak 20 orang (28,6%) adalah tamatan SMA
sederajat.
4.1.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Jakarta Mengenai
Penggunaan Masker yang Baik dan Benar dalam Rangka
Pencegahan COVID-19 Sebelum Dilakukan Penyuluhan.
Tabel 4.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Jakarta Mengenai Penggunaan
Masker yang Baik dan Benar Dalam Rangka Pencegahan COVID-19 di DKI Jakarta Periode
Juli 2020 Sebelum Dilakukan Penyuluhan (n=70)

Variabel Frequency (n) Percent (%)

Pengetahuan Kurang 12 17.1

Pengetahuan Cukup 21 30.0


Pengetahuan Baik 37 52.9

Total 70 100.0

Pada Tabel 4.2 menunjukan bahwa terdapat 12 responden (17,1%)


yang memiliki pengetahuan kurang mengenai penggunaan masker yang baik
dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19 sebelum dilakukan
penyuluhan. Sedangkan responden dengan pengetahuan cukup terdapat 21
responden (30.0%), dan pengetahuan baik terdapat 37 responden (52,9%)
yang memiliki pengetahuan baik penggunaan masker yang baik dan benar
dalam rangka pencegahan COVID-19 sebelum dilakukan penyuluhan.

73
4.1.3 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Jakarta mengenai
Penggunaan Masker yang Baik dan Benar dalam Rangka
Pencegahan COVID-19 Setelah Dilakukan Penyuluhan.
Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Jakarta Mengenai Penggunaan
Masker yang Baik dan Benar Dalam Rangka Pencegahan COVID-19 di DKI Jakarta
Periode Juli 2020 Setelah Dilakukan Penyuluhan (n=70)

Variabel Frequency(n) Percent(%)

Pengetahuan Kurang 0 0
Pengetahuan Cukup 14 20.0

Pengetahuan Baik 56 80.0


Total 70 100.0

Pada Tabel 4.3 menunjukan bahwa terdapat 14 responden (20%) yang


memiliki pengetahuan cukup mengenai penggunaan masker yang baik dan
benar dalam rangka pencegahan COVID-19 sesudah dilakukan penyuluhan
dan terdapat responden dengan pengetahuan baik berjumlah 56 responden
(80%) yang memiliki pengetahuan baik penggunaan masker yang baik dan
benar dalam rangka pencegahan COVID-19 setelah dilakukan penyuluhan.
4.1.4 Gambaran Sikap Masyrakat Jakarta Mengenai Penggunaan
Masker yang Baik dan Benar dalam Rangka Pencegahan COVID-
19 Sebelum Dilakukan Penyuluhan.
Tabel 4.4. Distribusi Sikap Masyarakat Jakarta Mengenai Penggunaan Masker yang Baik
dan Benar Dalam Rangka Pencegahan COVID-19 di DKI Jakarta Periode Juli 2020
Sebelum Dilakukan Penyuluhan (n=70)

Variabel Frequency(n) Percent(%)

Sikap Buruk 5 7.1

Sikap Cukup 17 24.3


Sikap Baik 48 68.6

Total 70 100.0
Pada Tabel 4.4 menunjukan bahwa terdapat 5 responden (7,1%) yang
memiliki gambaran sikap yang buruk mengenai penggunaan masker yang

74
baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19 sebelum dilakukan
penyuluhan. Sedangkan responden dengan gambaran sikap yang cukup
terdapat 17 responden (24,3%), dan gambaran sikap yang baik terdapat 48
responden (68,6%) yang memiliki pengetahuan baik penggunaan masker
yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19 sebelum dilakukan
penyuluhan.
4.1.5 Gambaran Sikap Masyrakat Jakarta Mengenai Penggunaan
Masker yang Baik dan Benar dalam Rangka Pencegahan COVID-
19 Setelah Dilakukan Penyuluhan.
Tabel 4.5. Distribusi Sikap Masyarakat Jakarta Mengenai Penggunaan Masker yang Baik
dan Benar Dalam Rangka Pencegahan COVID-19 di DKI Jakarta Periode Juli 2020
Setelah Dilakukan Penyuluhan (n=70)

Variabel Frequency(n) Percent(%)

Sikap Buruk 0 0
Sikap Cukup 3 4.3

Sikap Baik 67 95.7


Total 70 100.0
Pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa terdapat 3 responden (4,3%) yang
memiliki gambaran sikap yang cukup mengenai penggunaan masker yang
baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19 sesudah dilakukan
penyuluhan dan terdapat responden dengan gambaran sikap baik berjumlah 67
responden (95.7%) yang memiliki gambaran sikap yang baik penggunaan
masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19 setelah
dilakukan penyuluhan.

4.2 Analisis Bivariat

75
Dalam melihat ada tidaknya pengaruh penyuluhan terhadap perubahan
pengetahuan dan sikap mengenai penggunaan masker yang baik dan benar
dalam rangka pencegahan COVID-19, pada penelitian ini dilakukan uji
Wilcoxon terhadap tingkat pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan dengan menggunakan SPSS16.
4.2.1 Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perubahan Tingkat Pengetahuan
Mengenai Penggunaan Masker yang Baik dan Benar dalam
Rangka Pencegahan COVID-19.
Tabel 4.6. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perubahan Tingkat Pengetahuan Mengenai
Penggunaan Masker yang Baik dan Benar Dalam Rangka Pencegahan COVID-19 di DKI
Jakarta Periode Juli 2020 (n=70)

No Variabel N Asymp. Sig. (2-tailed)

Penurunan Tingkat
1 0 0.000
Pengetahuan

Peningkatan Tingkat
2 29
Pengetahuan
Tidak Mengalami
3 41
Perubahan
Total 70

Pada tabel 4.6 menunjukan bahwa dalam penelitian ini, tidak


terdapat responden penelitian yang memiliki tingkat pengetahuan setelah
penyuluhan (post-test) yang lebih rendah dari pada tingkat pengetahuan
sebelum penyuluhan (pre-test). Sedangkan jumlah responden yang
mengalami peningkatan pengetahuan setelah dilakukan penyuluhan sebesar
29 responden. Sedangkan jumlah responden yang tidak mengalami
peningkatan pengetahuan ataupun penurunan pengetahuan setelah dilakukan
penyuluhan sebesar 41 responden. Dan pada uji Wilcoxon ini, menunjukan p
value <0,05, dimana hal ini menunjukan adanya perbedaan tingkat
pengetahuan yang signifikan atau bermakna antara sebelum dilakukan
penyuluhan dengan sesudah dilakukan penyuluhan. Atau dapat dikatakan

76
bahwa terdapat pengaruh penyuluhan terhadap perubahan tingkat
pengetahuan mengenai penggunaan masker yang baik dan benar dalam
rangka pencegahan COVID-19.
4.2.2 Pengaruh Penyuluhan terhadap Perubahan Sikap Mengenai
Penggunaan Masker yang Baik dan Benar dalam Rangka
Pencegahan COVID-19 Sebelum Dilakukan Penyuluhan.
Tabel 4.7. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perubahan Sikap Mengenai Penggunaan
Masker yang Baik dan Benar Dalam Rangka Pencegahan COVID-19 di DKI Jakarta
Periode Juli 2020 (n=70)

No Variabel N Asymp. Sig. (2-tailed)

1 Penurunan Sikap 0 0.000

2 Peningkatan Sikap 22

Tidak Mengalami
3 48
Perubahan

Total 70
Pada tabel 4.7 menunjukan bahwa dalam penelitian ini, tidak terdapat
responden penelitian yang memiliki perubahan tingkat sikap antara setelah
penyuluhan (post-test) dan sebelum penyuluhan (pre-test). Sedangkan
jumlah responden yang mengalami peningkatan sikap setelah dilakukan
penyuluhan sebesar 22 responden. Sedangkan jumlah responden yang tidak
mengalami peningkatan sikap ataupun penurunan sikap setelah dilakukan
penyuluhan sebesar 48 responden. Dan pada uji Wilcoxon ini, didapatkan p
value <0,05, dimana hal ini menunjukan adanya perbedaan tingkat sikap yang
signifikan atau bermakna antara sebelum dilakukan penyuluhan dengan
sesudah dilakukan penyuluhan. Atau dapat dikatakan bahwa terdapat
pengaruh penyuluhan terhadap perubahan tingkat sikap mengenai
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-
19.
Bab V
PEMBAHASAN

77
5.1 Perbedaan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Penggunaan
Masker yang Baik dan Benar dalam Rangka Pencegahan COVID-19
Sebelum dan Sesudah Penyuluhan
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Dalam penelitian
ini dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta
mengenai penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka
pencegahan COVID-19. Dimana tingkat pengetahuan ini diukur sebelum
dan setelah penyuluhan.
Tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta mengenai penggunaan
masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19
sebelum dilakukan penyuluhan sebagian besar tergolong pengetahuan
yang baik yakni sebesar 37 responden atau sebesar 52,9%. Sedangkan
kategori terbanyak kedua adalah kategori pengetahuan cukup yakni
sebanyak 21 responden atau sebesar 30%. Sedangkan tingkat pengetahuan
kurang sebanyak 12 responden atau sebesar 17,1%. Tingginya tingkat
pengetahuan masyarakat Jakarta mengenai penggunaan masker yang baik
dan benar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi adalah pemberian informasi melalui media masa. 26
Adanya informasi dari media massa yang terus digencarkan secara masif
akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
terhadap hal tersebut.26 Dimana selama terjadinya pandemi COVID-19
ini, banyak media massa baik melalui media elektronik seperti televisi,
radio, maupun internet, serta media non elektronik seperti koran, baliho
yang memberikan informasi mengenai COVID-19 termasuk upaya –
upaya dalam pencegahan penyebarannya, seperti mengenai penggunaan
masker yang digunakan dalam mengurangi risiko infeksi COVID-19.
Tingginya informasi – informasi yang didapatkan oleh masyarakat
mengenai upaya- upaya pencegahan COVID-19, khususnya penggunaan
masker yang baik dan benar, menyebabkan cukup tingginya tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai hal tersebut (penggunaan masker yang

78
baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19). Selain itu, faktor
tingginya subjek dengan tingkat pengetahuan sebelum dilakukan
penelitian juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan subjek penelitian. Hal
ini disebabkan karena pendidikan ikut serta mempengaruhi tingkat
pengetahuan.26 Pada penelitian ini, subjek penelitian memiliki latar
belakang pendidikan terakhir adalah lulusan SMA sederajat sebanyak 20
orang (28,6%), dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 50 orang (71,4%).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan pada subjek
penelitian termasuk berpendidikan tinggi. Meskipun pada penelitian ini
didapatkan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan
masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19
sebagian besar tergolong memiliki pengetahuan baik, namun masih saja
terdapat responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang.
Sedangkan tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta mengenai
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan
COVID-19 setelah dilakukan penyuluhan sebagian besar termasuk
kategori pengetahuan baik, yakni sebesar 56 responden atau sebesar 80%.
Sedangkan tingkat pengetahuan cukup sebesar 14 responden atau 20%.
Dan tidak ditemukan subjek dengan tingkat pengetahuan yang kurang
setelah dilakukan penyuluhan. Dimana hal ini menunjukan bahwa dalam
penelitian terdapat peningakatan pengetahuan masyarakat mengenai
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka pencecgahan
COVID-19 salah satunya didukung dengan adanya penyuluhan melalui
media presentasi menggunakan power-point.
5.2 Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perubahan Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Mengenai Penggunaan Masker yang Baik dan Benar
dalam Rangka Pencegahan COVID-19
Perubahan pengetahuan responden mengenai penggunaan masker
dinilai tinggi, hal ini disebabkan karena ada pengaruh seperti tingkat
pendidikan yang tinggi. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi
umumnya dapat menerima informasi dengan efektif seperti melalui media

79
informasi atau penyuluhan yang pernah di dengar oleh responden sehingga
mereka paham mengenai cara menggunakan masker yang baik dan benar,
dan motivasi dari dalam diri responden sendiri untuk menghindari
kemungkinan terkena COVID-19. Berdasarkan teori Lawrence Green
dalam Notoatmodjo yang mengatakan bahwa ada tiga faktor yang
menentukan perilaku, salah satu faktornya adalah faktor predisposisi.
Adapun faktor predisposisi ini antara lain adalah pengetahuan sebagai
pembentuk utama dalam menentukan perilaku seseorang. Apabila dengan
pengetahuan subjek yang kurang mengenai COVID-19 dan cara
menggunakan masker yang masih belum tepat maka dapat menetukan
subjek untuk mau berperilaku lebih baik untuk mencegah COVID-19.
Sehingga diadakan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan dengan
materi mengenai penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka
pencegahan COVID-19. Sesuai dengan yang disampaikan Bandura dalam
Santrock bahwa tingkat kognitif sesorang mempengaruhi perilaku, dimana
penyuluhan menurut Notoatmodjo merupakan salah satu bentuk
pendidikan kesehatan, maka penyuluhan yang disampaikan kepada
masyarakat perlu dilakukan untuk mencipatkan perubahan pengetahuan
pada masyarakat.36,37
Pada penelitian ini didapatkan perubahan tingkat pengetahuan
sebelum dan sesudah penyuluhan, hal ini dapat terjadi karena pengetahuan
dapat memberikan keyakinan untuk berperilaku untuk individu tersebut
dan bisa juga untuk tidak berperilaku. Pada penelitian ini, terjadi
peningkatan pengetahuan setelah dilakukan penyuluhan sebesar 29
responden (41,42%). Sedangkan jumlah responden yang tidak mengalami
peningkatan pengetahuan ataupun penurunan pengetahuan setelah
dilakukan penyuluhan sebesar 41 responden (58,58%). Pada penelitian ini,
terdapat perbedaan tingkat pengetahuan yang signifikan atau bermakna
antara sebelum dilakukan penyuluhan dengan sesudah dilakukan
penyuluhan. Hal ini ditunjukan dari uji Wilcoxon yang telah dilakukan
yang menunjukan nilai p value<0,05. Penelitian ini sesuai dengan

80
penelitian yang dilakukan oleh Dian maupun penelitian oleh Simanjuntak.
Pada penelitian Zatalini dan Diah didapatkan hasil terjadi peningkatan
rata-rata skor sebelum penyuluhan dan sesudah penyuluhan sebesar 7,325
dan meningkat menjadi 13,125 sesudah diberi penyuluhan. 36 Penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak dimana
penelitian tersebut menunjukan terjadi peningkatan pengetahuan setelah
dilakukan penyuluhan, dimana pada penelitian tersebut didapatkan hasil
uji statistik Wilcoxon dengan hasil p value yaitu sebesar 0,002.37
Selain itu tingginya perubahan pengetahuan juga dipengaruhi oleh
usia, karena usia juga cukup berpengaruh dalam menerima proses
pengetahuan, dimana semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir. Pada penelitian
Cahyaningsih et al, dimana dikatakan pada umur sebelum 40 tahun
diasumsikan kemampuan seseorang untuk memahami dan mengingat
informasi semakin tinggi sejalan dengan bertambahnya umur, sedangkan
umur di atas 40 tahun telah dimulainya degenerasi organ sehingga
kemampuan daya ingat justru mengalami penurunan sejalan dengan
bertambahnya umur, pada penelitian cahyaningsih didapatkan hasil rerata
peningkatan pengetahuan responden usia >40 tahun lebih tinggi
dibandingkan usia <40 tahun namun tidak berbeda secara statistika
ditunjukan dengan p value >0,05.38,39 Pada penelitian ini, terdapat
peningkatan pengetahuan responden sebanyak (41,42%) yang dapat
dikatakan terjadi peningkatan yang cukup tinggi, dengan sebagian besar
responden (75%) memiliki usia antara 20-29 tahun.
Selain itu pengetahuan itu sangat erat hubungannya dengan
pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi
maka orang tersebut akan semakin luas juga pengetahuan yang
dimilikinya. Namun hal tersebut perlu ditekankan, apa bila seseorang yang
berpendidikan rendah maka belum tentu berpengetahuan rendah. Pada
penelitian Kristina et al didapatkan hasil rerata peningkatan pengetahuan
pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar 4,77, sedangkan

81
responden dengan tingkat pendidikan rendah sebesar 3,55 dengan p value
0,000 yang menunjukan terdapat perbedaan secara statistik.39 Seseorang
yang berpendidikan rendah memiliki hambatan dalam peningkatan
pengetahuan karena kemampuan untuk mengadopsi pesan lebih lambat.
5.3 Sikap Masyarakat Mengenai Penggunaan Masker yang Baik dan
Benar dalam Rangka Pencegahan COVID-19 Sebelum dan Sesudah
Penyuluhan
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
obyek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan
sebagainya).40 Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian
orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan
yang mencakup empat hal yaitu, sikap terhadap penyakit menular dan
tidak menular (jenis penyakit, gejala penyakit, penyebab penyakit, cara
penularan dan cara pencegahan penyakit), sikap terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan, sikap terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan professional maupun tradisional, sikap untuk menghindari
kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga, lalu lintas maupun tempat
umum.40
Berdasarkan hasil pretest sikap dengan menggunakan kuesioner
menunjukkan bahwa terdapat 48 responden (68,6%) memiliki sikap baik
mengenai penggunaan masker yang baik dan benar dari seluruh responden,
17 responden (24,3%) memiliki sikap dalam kategori cukup sedangan lima
responden (7,1%) dalam kategori buruk dari seluruh responden. Hasil
tersebut sejalan dengan penelitian oleh Ressa Andriyani, et al. Dan Yanti
B et al.41,42 Dari hasil tersebut, sikap yang dimiliki responden mengenai
penggunaan masker sebelum penyuluhan sudah bagus. Hal itu dilihat dari
beberapa faktor, dimana tingkat pendidikan yang tinggi mempengaruhi
sikap responden. faktor lain seperti distribusi informasi oleh pemerintah
secara sporadis di media massa, dunia maya sudah sangat baik. Sehingga
masyarakat dibekali pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam

82
pelaksanaannya. Upaya perubahan kognitif, afektif, psikomotor juga
menjadi tujuan dari promosi kesehatan yang dilakukan oleh WHO dan
KEMENKES RI.42 Perubahan sikap terhadap Covid-19 terjadi akibat
persuasi dan modifikasi oleh lingkungan.41
Walaupun mayoritas dari responden memiliki sikap yang baik,
masih saja responden memiliki sikap yang kurang dari baik. Sebanyak
31,4% responden memiliki sikap yang kurang dari baik terhadap
penggunaan masker. Bedasarkan angka tersebut ternyata menurut peneliti
tingkat pendidikan bukan hal mutlak menjadi acuan bahwa pengetahuan
dan sikap serta perilakunya akan menjadi baik seiring tingkat pendidikan
yang semakin tinggi akan tetapi faktor lingkungan juga turut mengambil
peran dalam mempengaruhi hal tersebut. Karena pada jaman sekarang
informasi menjadi mudah didapat berkat kemajuan teknologi.
Kelemahannya dengan kemudahan tersebut mengakibatkan banyak sekali
variasi informasi, sehingga sumber informasi itu menjadi banyak
informasi yang tidak valid dan mudah didapatkan.
Sedangkan pada penilaian posttest sikap setelah dilakukan
penyuluhan diketahui bahwa yang memiliki sikap yang baik sebanyak 67
responden (95,7%) dari seluruh responden, dan 3 responden (4,3%)
memiliki sikap yang cukup dari seluruh responden. hal tersebut senada
dengan penelitian Yanti B et al, dimana terdapat perubahan sikap setelah
dilakukan penyuluhan.41 Bila Dilihat 3 responden tersebut dalam
pemilihan kuesioner sikap, mengatakan setuju dibanding sangat setuju, hal
tersebut bila ditarik kesimpulan ke kutub setuju, sikap dari ketiga
responden tersebut sebenarnya sudah memasuki kriteria sikap yang baik.
Sehingga dari 3 responden tersebut sebenarnya sudah mengalami
peningkatan penilaian sikap setelah dilakukan penyuluhan. Maka
penyuluhan penggunaan masker tersebut merubah daya pandang secara
langsung (kognitif) pemakaian masker di era pencegahan Covid-19.

83
5.4 Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perubahan Sikap Masyarakat
Mengenai Penggunaan Masker yang Baik dan Benar dalam Rangka
Pencegahan COVID-19
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh nilai p value adalah sebesar
0,000. Apabila dibandingkan dengan nilai p value = 0,05, maka nilai Asymp
Sig.(2-tailed) lebih kecil dari nilai p value = 0,05, yang berarti hasil nilai
variabel sikap adalah signifikan dan kemudian hipotesis dapat diterima.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
penyuluhan mengenai penggunaan masker yang baik dan benar secara
signifikan terhadap sikap peserta dalam rangka pencegahan COVID-19.
Adapun jumlah subjek yang mengalami peningkatan sikap setelah dilakukan
penyuluhan adalah sebesar 22 subjek (31%) dari 70 orang peserta.
Sikap merupakan reaksi atau respon terhadap suatu stimulus ataupun
obyek. Sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang ada di dalam kehidupan sehari-hari yaitu reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku, dan belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dengan menanyakan
bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Hal
tersebut dapat pula dilakukan secara tidak langsung.20
Sikap mengenai suatu obyek tersebut memiliki pengaruh yang besar
terhadap perilaku karena dengan sikap inilah seseorang dapat mewujudkan
perilaku positif maupun negatif sehingga memberikan informasi yang positif
dan benar kepada responden sangatlah penting. Cara pemberian informasi
tersebut hendaklah dilakukan dengan penuh keakraban dan kehangatan
sehingga responden yang akan menerima informasi akan merasa antusias dan
penuh perhatian.43 Sedangkan perubahan sikap dapat terjadi saat subjek
mengerti obyeknya, menerima dan mengaplikasikan.41
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang
antara lain adalah pengalaman, kebudayaan, orang yang dianggap penting,
media massa, lembaga pendidikan dan agama. Sedangkan pada individu

84
cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang yang
dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting tersebut. .Adapun sebuah pendapat mengatakan bahwa pada
perubahan sikap dan perilaku dari individu, keluarga ataupun masyarakat
dengan menanamkan prinsip sehat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari
adalah untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.43
Di sisi lain, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
membentuk sikap sehingga mengubah perilaku seseorang, dimana salah
satunya adalah dengan pemberian informasi atau penyuluhan. Informasi dalam
bentuk penyuluhan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dengan
memperluas pengetahuan responden.35 Pengetahuan ini kemudian akan
mempengaruhi sikap seseorang. Sementara itu, pada penelitian ini dilakukan
penyuluhan dengan menggunakan metode ceramah. Ceramah merupakan
salah satu metode penyampaian informasi dengan cara menerangkan dan
menjelaskan satu demi satu informasi dengan cara lisan.35 Dalam penelitian
ini, penyuluhan dilakukan dengan memberikan informasi dan arahan
mengenai penggunaan masker dalam rangka pencegahan COVID-19.
Penelitian ini juga didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya
mengenai pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap sikap seseorang.
Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Artanto menunjukan
bahwa penyuluhan kesehatan memiliki pengaruh yang signifkan dalam
memberikan pendidikan seksual dini pada orang tua.43 Selain itu juga terdapat
penelitian yang dilakukan oleh Rusmilawaty, dimana pada penelitian tersebut
didapatkan pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah terhadap perubahan
sikap yang lebih positif pada perokok aktif. 44 Sedangkan penelitian lain yang
dilakukan oleh Aisyah, dkk pada tahun 2019 juga menunjukkan terdapat
pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap sikap remaja tentang
hubungan seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 6 Kota Malang.45

85
Bab VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pada penelitian telah didapatkan 70 responden yang telah memenuhi
kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi dan telah dilakukan
analisis statistik serta dapat disimpulkan bahwa:
1. Didapatkan pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai penggunaan masker yang baik dan benar dalam
rangka pencegahan COVID-19. Dimana hal ini dibuktikan dari uji statistik
yang telah dilakukan pada hasil tingkat pengetahuan sebelum dan setelah
dilakukan penyuluhan, yang menunjukan p value < 0,05. Dimana terdapat
peningkatan pengetahuan pada 29 responden (41,42%) setelah diberikan
penyuluhan. Dan didapatkan pengaruh penyuluhan terhadap sikap
masyarakat mengenai penggunaan masker yang baik dan benar dalam
rangka pencegahan COVID-19. Dimana hal ini dibuktikan dari uji statistik
yang telah dilakukan pada hasil sikap sebelum dan setelah dilakukan
penyuluhan, yang menunjukan p value < 0,05. Dimana terdapat peningkatan
pengetahuan pada 22 responden (31,42%) setelah diberikan penyuluhan.
2. Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta mengenai
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka penegahan COVID-
19 sebelum dilakukan penyuluhan sebagian besar memiliki tingkat
pengetahuan yang baik yakni sebanyak 37 responden (52,9%); tingkat
pengetahuan cukup sebanyak 21 responden (30%); dan tingkat pengetahuan
kurang sebanyak 12 responden (17,1%).
3. Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta mengenai
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-
19 setelah dilakukan penyuluhan sebagian besar memiliki tingkat
pengetahuan yang baik, yakni sebanyak 56 responden (80%); tingkat
pengetahuan cukup sebanyak 14 responden (20%); dan tidak didapatkan
responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang.

86
4. Gambaran sikap masyarakat Jakarta mengenai penggunaan
masker yang baik dan benar dalam rangka penegahan COVID-19 sebelum
dilakukan penyuluhan sebagian besar memiliki sikap yang baik yakni
sebanyak 48 responden (68,6%); sikap yang cukup sebanyak 17 responden
(24,3%); dan sikap yang buruk sebanyak 5 responden (7,1%).
5. Gambaran sikap masyarakat Jakarta mengenai penggunaan
masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-19 setelah
dilakukan penyuluhan sebagian besar memiliki sikap yang baik, yakni
sebanyak 67 responden (95,7%); sikap yang cukup sebanyak 3 responden
(4,3%); dan tidak didapatkan responden yang memiliki sikap kurang.

6.2 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai prosedur
penelitian, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu:
1. Penelitian ini hanya membahas pengaruh pemberian penyuluhan
terhadap perubahan pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-
19, dan tidak membahas pengaruh penyuluhan terhadap perubahan tindakan
masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan waktu penelitian.
2. Pada penelitian ini, responden yang diambil adalah masyarakat
Jakarta yang dapat mengikuti penyuluhan melalui media video conference
“zoom” serta dapat mengisi kuesioner melalui google form. Sedangkan
banyak masyarakat Jakarta yang tidak dapat memiliki akses internet tersebut
karena beberapa keterbatasan.
3. Pada penelitian ini, penyuluhan dilakukan melalui media video
conference “zoom”, sehingga terkadang dapat membatasi komunikasi antara
peneliti dan responden, serta tidak jarak mengalami masalah selama
dilakukan penyuluhan seperti koneksi internet yang terputus ataupun
koneksi yang menjadi buruk ketika penyuluhan sedang berjalan.
4. Penelitian ini tidak membahas lebih lanjut atau tidak melakukan
uji statistika lebih lanjut mengenai beberapa variabel (seperti tingkat

87
pendidikan, pekerjaan, usia) yang dapat mempengaruhi tingkat perubahan
pengetahuan maupun sikap setelah dilakukan penyuluhan.

6.3 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah
satu sumber informasi dan juga acuan untuk meningkatkan penggunakan
masker yang baik dan benar, terutama dalam pencegahan COVID-19 pada
saat ini.
2. Bagi fasilitas kesehatan diharapkan dapat membentuk dan
mengadakan penyuluhan dengan menargetkan seluruh lapisan masyarakat
mengenai penggunaan masker yang baik dan benar sebagai salah satu upaya
pencegahan COVID-19 sehingga diharapkan dapat meningkatkan perilaku
penggunaan masker yang baik dan benar dalam rangka pencegahan COVID-
19, karena dengan penyuluhan terbukti dapat meningkatkan pengetahuan
dan sikap masyarakat.
3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan
penelitian terkait masalah penggunaan masker yang baik dan benar terutama
dalam pencegahan COVID-19 sebagai hal baru yang sedang dihadapi saat
ini. Peneliti mungkin dapat melibatkan jumlah responden yang lebih banyak
dan menambahkan variabel terikat dalam mencari tahu pengaruh
penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan, sikap, bahkan hingga perilaku
seseorang. Selain itu, dalam pengisian lembar kuesioner peneliti diharapkan
memberikan pengawasan terhadap responden untuk menghindari terjadinya
kesalahan dalam pengisian data yang dapat mempengaruhi hasil dari
penelitian tersebut.

88
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Coronavirus disease (COVID-2019) situation
report [Internet]. World Health Organization. 2020 [cited 2020 Jul 10].
Availablefrom:https://www.who.int/emergencies/diseases/novelcoronavirus
2019/situation-reports/
2. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Peta sebaran [Internet].
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. 2020 [cited 2020 Jul 12].
Available from: https://covid19.go.id/peta-sebaran
3. Sari DP, ‘Atiqoh NS. Hubungan antara pengetahuan masyarakat dengan
kepatuhan penggunakan masker sebagai upaya pencegahan penyakit
COVID-19 di Ngronggah. INFOKES J [Internet]. 2020;10(1):52–5.
Available from: http://ojs.udb.ac.id/index.php/infokes/article/view/850
4. Purnamasari I, Raharyan AE. Tingkat pengetahuan dan perilaku
masyarakat kabupaten Wonosobo tentang COVID-19. J Ilm Kesehat.
2020;33–42.
5. Wulandari A, Rahman F, Pujianti N, Sari AR, Laily N, Anggraini L, et al.
Hubungan karakteristik individu dengan pengetahuan tentang pencegahan
Coronavirus Disease 2019 pada masyarakat di Kalimantan Selatan. J
Kesehat Masy Indones. 2020;15(1):42.
6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor HK.01.07/menkes/328/2020 tentang panduan
pencegahan dan pengendalian. HK.01.07/MENKES/413/2020 Indonesia;
2020.
7. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M,
Herikurniawan H, et al. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan literatur
terkini. J Penyakit Dalam Indones. 2020;7(1):45–67.
8. Morfi CW, Junaidi A, Elsesmita, Asrini DN, Pangest F, Lestari DM, et al.
Kajian terkini CoronaVirus Disease 2019 (COVID-19). J Ilmu Kesehat
Indones [Internet]. 2020;1(1):1–8. Available from:
http://jikesi.fk.unand.ac.id
9. Burhan E, Isbaniah F, Susanto AD, Aditama TY, Soedarsono, Sartono TR,

89
et al. Pneumonia COVID-19: Diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2020. 1–67 p.
10. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of
Coronavirus Disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun [Internet].
2020;109:1–4. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jaut.2020.102433
11. World Health Organization. Coronavirus Disease (COVID-19) situation
report-172 [Internet]. World Health Organization. 2020 [cited 2020 Jul 12].
p. 1–19. Available from:
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/
20200710-covid-19-sitrep-172.pdf?sfvrsn=70724b90_2
12. Singhal T. A review of Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). Indian J
Pediatr. 2020;87(4):281–6.
13. Wu YC, Chen CS, Chan YJ. The outbreak of COVID-19: An overview. J
Chinese Med Assoc. 2020;83(3):217–20.
14. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Standar alat pelindung
diri (APD) untuk penanganan COVID-19 di Indonesia [Internet]. Jakarta;
2007. Available from: https://farmalkes.kemkes.go.id/en/2020/04/standar-
alat-pelindung-diri-apd-dalam-manajemen-penanganan-covid-19/
15. Kumar J, Katto MS, Siddiqui AA, Sahito B, Jamil M, Rasheed N, et al.
Knowledge, attitude, and practices of Healthcare Workers Regarding the
use of face mask to limit the spread of the new coronavirus disease
(COVID-19). Cureus. 2020;12(4).
16. Chan TK. Universal masking for COVID-19: Evidence, ethics and
recommendations. BMJ Glob Heal. 2020;5(5):1–6.
17. Kim MN. What type of face mask is appropriate for everyone-mask-
wearing policy amidst COVID-19 pandemič. J Korean Med Sci.
2020;35(20):1–4.
18. Javid B, Weekes MP, Matheson NJ. Covid-19: should the public wear face
masks? BMJ [Internet]. 2020;369:1–2. Available from:
http://dx.doi.org/doi:10.1136/bmj.m1442
19. World Health Organization. Anjuran mengenai penggunaan masker dalam

90
konteks COVID-19. World Heal Organ. 2020;(April):1–6.
20. Nurmala I, Rahman F, Nugroho A, Erlyani N, Laily N, Anhar VY. Promosi
Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press; 2018. 43–51 p.
21. Asriwati, Irawati. Buku ajar: Antropologi kesehatan dalam keperawatan.
Yogyakarta: Penerbit Depublish; 2019. 146–157 p.
22. Nugraheni H, Wiyatini T, Wiradona I. Buku ajar: Kesehatan masyarakat
dalam determinan sosial budaya. Yogyakarta: Penerbit Deepublish; 2018.
124–127 p.
23. Sudarma M. Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.
51–53 p.
24. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2009. 189–190 p.
25. Agustini A. Promosi kesehatan. Yogyakarta: Deepublish Publisher; 9–22 p.
26. Budiman dan Agus Riyanto. Kapita selekta kuesioner pengetahuan dan
sikap dalam penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2013. 4–11 p.
27. Gayatri D. Mendesain instrumen pengukuran sikap. J Keperawatan
Indones. 2014;8(2):76–80.
28. Johan H, Fadzlul F. Pengantar ilmu kesehatan masyarakat. Yogyakarta:
Gosyen Publishing; 2019. 58–60 p.
29. Subejo. Penyuluhan pertanian terjemahan dari Agriculture. 2nd ed. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara; 2010.
30. Kementrian Kesehatan RI. Rencana strategi Kementerian Kesehatan
tahun2010-2014. Jakarta; 2014.
31. Mubarak, Wahit. Promosi kesehatan untuk kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika; 2012.
32. Effendy OU. Dinamika komunikasi. Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya; 2008.
33. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta; 2012.
34. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta; 2005.

91
35. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta; 2007.
36. Zatalini DS, Wulandari DR. Pengaruh penyuluhan dengan metode diskusi,
poster dan video terhadap tingkat pengetahuan tentang penyakit menular
seksual pada anak jalanan Kota Semarang. J Kedokt Diponegoro.
2018;7(2):442–50.
37. SImanjuntak RD, Solichin, Fanani E. Pengaruh penyuluhan terhadap
peningkatan perilaku penggunaan alat pelindung diri. Prev Indones J Public
Heal. 2013;3(1):8–19.
38. Asfar A, Asnaniar WOS. Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan dan sikap tentang penyakit Hiv/Aids di SMP Baznas Provinsi
Sulawesi Selatan. J Islam Nurs. 2018;3(1):26–31.
39. Cahyaningsih I, Wiedyaningsih C, Kristina SA. Pengaruh penyuluhan
terhadap tingkat pengetahuan Masyarakat tentang analgetik di Kecamatan
Cangkringan Sleman. Mutiara Med. 2013;13(2):98–104.
40. Irwan. Etika dan perilaku kesehatan. Yogyakarta: CV. Absolute Media;
2017. 105–19 p.
41. Yanti B, Wahyudi E, Wahiduddin W, Novika RGH, Arina YMD, Martani
NS, et al. Community knowledge, attitudes, and behavior towards social
distancing policy as a means of preventing transmission of COVID-19 in
Indonesia. J Adm Kesehat Indones. 2020;8(1):4–14.
42. Utami RA, Mose RE, Martini. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan
masyarakat dalam pencegahan COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta. J
Kesehat Holist. 2020;4(2):68–77.
43. Artanto. Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap sikap dalam
memberikan pendidikan seksual dini pada ibu rumah tangga dengan anak
usia 9-12 tahun di Padukuhan Pundung dna Karang Tengah Nogotirto
Gamping Sleman Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah
Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta; 2014.
44. Rusmilawati. Pengaruh penyuluhan metode ceramah tentang bahaya rokok
terhadap perubahan sikap perokok aktif. JVokasi Kesehat.2016;2(2):113–8.

92
45. Cahyani AN, Yunus M, Ariwinanti D. Pengaruh penyuluhan kesehatan
reproduksi terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang
hubungan seksual pranikah. Sport Sci Heal [Internet]. 2019;1(2):92–101.
Available from: http://journal2.um.ac.id/index.php/jfik/index
http://fik.um.ac.id/

93
LAMPIRAN
Lampiran 1

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI


PENELITIAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
No telp/HP :

Memberikan persetujuan untuk mengisi kuesioner/angket yang diberikan


peneliti. Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian yang
diselenggarakan peniliti dengan topik Tingkat Pengetahuan Penggunaan Masker
dalam rangka mencegah Covid-19.

Saya telah diberi tahu oleh peneliti bahwa jawaban angket bersifat jujur,
sukarela, dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian. Oleh karena itu
dengan sukarela saya ikut berperan serta dalam penelitian ini

Jakarta,………………..
Tanda tangan,

(………………………………………….)

94
Lampiran 2
Kuisioner Tingkat Pengetahuan dan Sikap Memakai Masker yang Baik dan
Benar dalam Rangka Pencegahan COVID-19 Tahun 2020
Berikut adalah kuesioner tingkat pengetahuan memakai masker yang baik dan
benar dalam rangka pencegahan COVID-19 tahun 2020. Mohon di isi setiap
kolom pertanyaan dengan baik dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah terlebih dahulu semua pernyataan dan tanyakan kepada peneliti apabila
ada yang kurang di mengerti.
2. Isilah pertanyaan dengan mengisi pada kolom yang tersedia dengan jawaban
yang tersedia
I. Nama Lengkap :
II. Jenis Kelamin :
 Laki-laki
 Perempuan
III. Tempat, Tanggal Lahir :
IV. Alamat Tempat Tinggal / Kelurahan :
V. Nomor Handphone Pribadi :
VI. Pendidikan Terakhir :
 SD/ Madrasah Ibtidaiyah
 SMP/ Madrasah Tsanawiyah
 SMA/ Madrasah Aliyah
 Perguruan Tinggi
VII. Pekerjaan :
 Tidak Bekerja
 Pelajar / Mahasiswa
 Ibu Rumah Tangga
 Wiraswasta
 Pegawai Negeri Sipil

95
VIII. Apakah anda sudah pernah mendapatkan penyuluhan melalui media sosial
atau penyuluhan secara langsung mengenai "Penggunaan masker yang
baik dan benar dalam pencegahan Covid-19" ?
 Sudah Pernah / Belum Pernah
IX. Sudah berapa kali anda mendapatkan penyuluhan tersebut? (Tulis "TIDAK
ADA" bila anda belum pernah mendapatkan penyuluhan dari siapapun)
Penyuluhan tersebut diberikan oleh siapa ? (Tulis "TIDAK ADA" bila anda belum
pernah mendapatkan penyuluhan dari siapapun )
Kuisioner Tingkat Pengetahuan dan Sikap Memakai Masker yang Baik dan
Benar dalam Rangka Pencegahan COVID-19 Tahun 2020
Berikut adalah kuisioner tingkat pengetahuan memakai masker yang baik dan
benar dalam rangka pencegahan COVID-19 tahun 2020. Mohon diisi setiap
kolom pertanyaan dengan baik dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
N Pengetahuan N Sikap
o o
1 Bagaimana cara penyebaran 1 Saya setuju dalam penggunaan
infeksi COVID-19 dari manusia masker sebagai upaya
ke manusia? menurunkan risiko penyebaran
a) Melalui percikan air liur COVID-19?
(droplet) a) Sangat setuju
b) Melalui gigitan serangga b) Setuju
c) Melalui darah c) Netral/ragu-ragu
d) Melalui air mengalir d) Kurang Setuju
e) Tidak Setuju
2 Siapa saja orang yang dapat 2 Saya setuju bahwa penggunaan
menyebarkan infeksi COVID- masker perlu dilkakukan oleh
19? semua orang?
a) Orang sehat dengan hasil a) Sangat setuju
pemeriksaan COVID-19 b) Setuju
negatif c) Netral/ragu-ragu
b) Penderita COVID-19

96
yang tak bergejala d) Kurang Setuju
c) Orang flu dengan hasil e) Tidak Setuju
pemeriksaan COVID-19
negatif
d) Semua jawaban yang
benar
3 Ketika menggunakan masker, 3 Kita harus mencuci tangan
bagian apa saja yang harus sebelum memakai dan setelah
tertutup oleh masker tersebut? melepas masker serta setelah
a) Dagu membuang masker tersebut.
b) Hidung a) Sangat setuju
c) Mulut b) Setuju
d) Dagu, hidung dan mulut c) Netral/ragu-ragu
d) Kurang Setuju
Tidak Setuju
4 Jenis masker mana yang dapat 4 Kita tidak boleh menyentuh dan
menyaring virus COVID-19 melepas masker saat aktivitas di
dengan sempurna? luar rumah.
a) Masker kain a) Sangat setuju
b) Tidak ada jawaban yang b) Setuju
benar c) Netral/ragu-ragu
c) Masker bedah 3 ply d) Kurang Setuju
d) Masker N95 e) Tidak Setuju
5 Apa salah satu kelebihan dari 5 Saya setuju penggunaan masker
menggunakan masker kain? kain boleh dilakukan berulang
a) Dapat digunakan secara kali (lebih dari satu hari) dengan
bergantian oleh orang dicuci terlebih dahulu?
lain di waktu yang sama a) Sangat setuju
setelah masker tersebut b) Setuju
dipakai c) Netral/ragu-ragu
b) Memiliki tingkat

97
efektivitas penyaringan d) Kurang Setuju
yang tinggi dalam e) Tidak Setuju
mencegah penyebaran
COVID-19
c) Dapat digunakan
berulang kali dengan
dicuci terlebih dahulu
d) Pilihan a, b, c benar
6 Bagaimana cara melepas masker 6 Saya setuju, pelepasan masker
kain yang baik dan benar? yang baik dan benar hanya
a) Tidak membersihkan dengan memegang tali maskernya
tangan sebelum melepas saja.
masker a) Sangat setuju
b) Menaruh masker b) Setuju
sembarangan setelah c) Netral/ragu-ragu
digunakan d) Kurang Setuju
c) Tidak mencuci tangan e) Tidak Setuju
anda setelah melepas
masker
d) Lepaskan masker dengan
memegang tali yang ada
di belakang telinga atau
kepala
7 Berapa sering masker bedah 3ply 7 Saya setuju, jika kita tidak boleh
dapat digunakan? menggunakan masker yang kotor
a) 3 kali ataupun rusak?
b) 1 kali a) Sangat setuju
c) 8 kali b) Setuju
d) Lebih dari 10 kali c) Netral/ragu-ragu
d) Kurang Setuju

98
e) Tidak Setuju
8 Berikut adalah hal-hal yang tidak 8 Saya setuju, bahwa masker yang
boleh dilakukan ketika digunakan harus menutupi
menggunakan masker: hidung, mulut, dan dagu agar
a) Tidak mengenakan dapat mencegah penyebaran
masker dibawah hidung infeksi COVID-19
b) Tidak gunakan masker a) Sangat setuju
yang kendur b) Setuju
c) Tidak melepas masker di c) Netral/ragu-ragu
dekat orang lain yang d) Kurang Setuju
berada dalam jarak 1 e) Tidak Setuju
meter
d) Tidak mengganti masker
bedah ketika sudah
robek, kotor ataupun
basah
9 Berikut adalah beberapa hal yang 9 Saya setuju, penggunaan masker
harus dilakukan saat dan setelah kain diperuntukan untuk
melepaskan masker bedah 3ply masyarakat umum yang sehat
yang telah dipakai, kecuali: a) Sangat setuju
a) Cuci tangan anda setelah b) Setuju
membuang masker c) Netral/ragu-ragu
b) Segera buang masker d) Kurang Setuju
setelah digunakan, e) Tidak Setuju
sebaiknya ke dalam
tempat sampah tertutup
c) Melepas masker dengan
memegang bagian depan
dari masker tersebut
d) tidak ada jawaban yang

99
benar
10 Apa saja gejala awal yang 10 Saya setuju, penggunaan masker
umumnya terjadi pada penderitia saja tidak cukup melindungi kita
COVID-19? dari infeksi virus COVID-19.
a) Demam, batuk kering a) Sangat setuju
atau disertai dahak dan b) Setuju
mudah capek c) Netral/ragu-ragu
b) Pingsan d) Kurang Setuju
c) Kesulitan bernafas hingga e) Tidak Setuju
kejang
d) Mimisan
11 Jenis masker apa yang
dianjurkan untuk masyarakat
umum yang sehat?
a) Tidak ada jawaban yang
benar
b) Masker kain dan masker
bedah 3ply
c) Masker N95
d) Masker kain
12 Jenis masker apa yang
dianjurkan untuk seseorang yang
memiliki gejala seperti batuk,
bersin, demam, hidung berair
maupun nyeri tenggorokan?
a) Masker kain
b) Masker N95
c) Masker bedah 3ply
d) Tidak menggunakan
masker
13 Apa syarat masker yang dapat

100
digunakan?
a) Masker kain yang tidak
dicuci setelah dipakai
b) Masker tidak boleh robek
dan lembab
c) Masker bedah yang sudah
pernah digunakan
sebelumnya
d) Masker kain yang robek
dan kusam
14 Kapan kita perlu mencuci tangan
dalam langkah – langkah
penggunaan masker yang baik
dan benar?
a) Setelah melepas masker
b) Ketika akan
menggunakan masker
c) Setelah membuang
masker
d) Semua pilihan benar
15 Berikut adalah tata cara
menggunakan masker yang baik
dan benar, kecuali:
a) Masker tidak harus
menutup mulut, hidung,
dan dagu anda
b) Mencuci tangan sebelum
menyentuh masker
c) Periksa permukaan
masker apakah rusak

101
atau kotor
d) Sesuaikan posisi masker
pada wajah sehingga
tidak ada celah di bagian
samping
16 Ketika tidak sengaja menyentuh
masker yang sedang digunakan,
hal yang harus segera dilakukan
adalah
a) Merobek masker
b) Mengganti masker
c) Mencuci tangan
d) Tidak melakukan apapun

102
Lampiran 3
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan
1. Tabel Hasil Uji Validitas Kuesioner Pengetahuan
Validitas
Pertanyaa R R Kriteri
n hitung tabel a
0,45451 0,36 VALI
P1 7 1 D
0,41035 0,36 VALI
P2 9 1 D
0,41035 0,36 VALI
P3 9 1 D
0,41035 0,36 VALI
P4 9 1 D
0,59060 0,36 VALI
P5 8 1 D
0,70068 0,36 VALI
P6 5 1 D
0,59060 0,36 VALI
P7 8 1 D
0,69170 0,36 VALI
P8 2 1 D
0,55439 0,36 VALI
P9 9 1 D
0,41035 0,36 VALI
P10 9 1 D
P11 0,41035 0,36 VALI

103
9 1 D
0,55439 0,36 VALI
P12 9 1 D
0,59055 0,36 VALI
P13 5 1 D
0,69170 0,36 VALI
P14 2 1 D
0,53658 0,36 VALI
P15 9 1 D
0,41035 0,36 VALI
P16 9 1 D

2. Tabel Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan


P Q PQ
0,76666 0,23333 0,17888
7 3 9
0,96666 0,03333 0,03222
7 3 2
0,96666 0,03333 0,03222
7 3 2
0,96666 0,03333 0,03222
7 3 2
0,93333 0,06666 0,06222
3 7 2
0,8 0,2 0,16
0,93333 0,06666 0,06222
3 7 2
0,9 0,1 0,09
0,83333 0,16666 0,13888
3 7 9

104
0,96666 0,03333 0,03222
7 3 2
0,96666 0,03333 0,03222
7 3 2
0,83333 0,16666 0,13888
3 7 9
0,83333 0,16666 0,13888
3 7 9
0,9 0,1 0,09
0,93333 0,06666 0,06222
3 7 2
0,96666 0,03333 0,03222
7 3 2
SUM PQ 1,32
Varians 6,12
KR-20 0,837

Perhitungan Uji Reliabilitas dengan KR-20

[ ][ ∑ pq
]
2
k St
r 11= 2
k −1 St

r 11= [ ][
16
16−1
1−
∑ pq
St
2 ]
r 11= [ ][
16
15
1−
1,3156
6,1195 ]
r 11=0,8374

105
Lampiran 4
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap
1. Uji Validitas Kuesioner Sikap
Item-Total Statistics

Scale Cronbach's r-table Criteria


Scale Mean Variance if Corrected Alpha if
if Item Item Item-Total Item
Deleted Deleted Correlation Deleted

Item1 35.80 28.028 .371 .835 0,361 Valid


Item2 36.33 27.333 .547 .821 0,361 Valid
Item3 37.03 22.585 .680 .805 0,361 Valid
Item4 36.07 26.892 .469 .827 0,361 Valid
Item5 35.90 27.334 .505 .824 0,361 Valid
Item6 35.83 27.592 .399 .833 0,361 Valid
Item7 36.27 26.685 .587 .817 0,361 Valid
Item8 36.03 26.033 .597 .815 0,361 Valid
Item9 36.53 24.051 .652 .808 0,361 Valid
Item1 Valid
36.30 26.631 .505 .824
0 0,361

2. Uji Reliabilitas Kuesioner Sikap


Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.836 10

106
Lampiran 5
Data Penelitian
No Nama Usia Jenis Alamat Pendidik Pekerjaa Apakah
. Kela an n Sudah
min Pernah
Mengikuti
Penyuluhan?
1 A Liang 57 Laki- Jakarta SMA/ Wiraswa Belum
laki Barat Madrasa sta Pernah
h Aliyah
2 Adelya 29 Pere Jakarta Pergurua Ibu Belum
mpua Timur n Tinggi Rumah Pernah
n Tangga
3 Adrian 23 Laki- Jakarta Pergurua Tidak Belum
laki Barat n Tinggi Bekerja, Pernah
Pelajar /
Mahasis
wa
4 Agung 29 Laki- Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
laki Barat n Tinggi Mahasis Pernah
wa
5 Agustinus 23 Laki- Jakarta Pergurua Tidak Belum
Prio laki Barat n Tinggi Bekerja Pernah
Nugroho
6 Almirah 19 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Zahirah mpua Selatan Madrasa Mahasis Pernah
n h Aliyah wa
7 Alzena 28 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum

107
Ansogar mpua Selatan n Tinggi Mahasis Pernah
n wa
8 Anastasia 25 Pere Jakarta Pergurua Tidak Belum
Tri mpua Barat n Tinggi Bekerja Pernah
Anggarw n
ati
9 Andika 25 Laki- Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
laki Pusat n Tinggi Mahasis Pernah
wa
10 Andre 35 Laki- Jakarta Pergurua Wiraswa Belum
Tauladan laki Selatan n Tinggi sta Pernah
11 Andreas 24 Laki- Jakarta Pergurua Freelanc Belum
Putranto laki Pusat n Tinggi er Pernah
Indra
Lesmana
12 Angelina 23 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Wijaya mpua Barat n Tinggi Mahasis Pernah
n wa
13 Anna 29 Pere Jakarta Pergurua Ibu Belum
Asmaul mpua Selatan n Tinggi Rumah Pernah
Mardiyah n Tangga
14 Asmi 18 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
mpua Utara Madrasa Mahasis Pernah
n h Aliyah wa
15 Ayu 22 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Keintjem mpua Utara Madrasa Mahasis Pernah
n h Aliyah wa
16 Beatrice 20 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Julieta mpua Barat Madrasa Mahasis Pernah
n h Aliyah wa
17 Benita 23 Pere Jakarta Pergurua Tidak Belum

108
Oktaviani mpua Barat n Tinggi Bekerja Pernah
n
18 Bernadett 23 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
a Sophia mpua Pusat n Tinggi Mahasis Pernah
n wa
19 Carita 22 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
mpua Barat n Tinggi Mahasis Pernah
n wa
20 Carrent 23 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
ldb mpua Barat n Tinggi Mahasis Pernah
n wa
21 Catherine 23 Pere Jakarta Pergurua Wiraswa Belum
Shan mpua Barat n Tinggi sta Pernah
Sutanto n
22 Cathleen 21 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Kania mpua Selatan Madrasa Mahasis Pernah
n h Aliyah wa
23 Chyntia 22 Pere Jakarta Pergurua Tidak Belum
carolina mpua Selatan n Tinggi Bekerja Pernah
n
24 Claudia 25 Pere Jakarta Pergurua Tidak Belum
Husin mpua Pusat n Tinggi Bekerja Pernah
n
25 Devina 24 Pere Jakarta Pergurua Tidak Belum
Oktaviani mpua Utara n Tinggi Bekerja Pernah
n
26 Diana 29 Pere Jakarta Pergurua Ibu Belum
Simarmat mpua Timur n Tinggi Rumah Pernah
a n Tangga
27 Domi 24 Pere Jakarta SMA/ Ibu Belum
Alvariza mpua Madrasa Rumah

109
n Timur h Aliyah Tangga, Pernah
Wiraswa
sta
28 Edwin 23 Laki- Jakarta Pergurua Program Belum
Leonardo laki Barat n Tinggi mer Pernah
29 Elfia 60 Pere Jakarta Pergurua Pegawai Belum
Noerdin mpua Selatan n Tinggi Negri Pernah
n Sipil
30 Elvinta 23 Pere Jakarta Pergurua Pegawai Belum
Putri mpua Barat n Tinggi swasta Pernah
n
31 Elvita 26 Pere Jakarta SMA/ Wiraswa Belum
Chairunis mpua Barat Madrasa sta Pernah
a n h Aliyah
32 Etania 22 Pere Jakarta Pergurua Wiraswa Belum
Halim mpua Barat n Tinggi sta Pernah
n
33 Feby 26 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Sondang mpua Timur n Tinggi Mahasis Pernah
Junita S n wa
34 Gabby 26 Pere Jakarta Pergurua Pegawai Belum
Wisela mpua Barat n Tinggi Negri Pernah
n Sipil
35 Gabriella 25 Pere Jakarta Pergurua Dokter Belum
Franly mpua Utara n Tinggi Muda Pernah
Theodoru n
s
36 Geoffrey 20 Laki- Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
laki Barat Madrasa Mahasis Pernah
h Aliyah wa
37 Glorie 23 Pere Jakarta Pergurua Tidak Belum

110
Mahonny mpua Barat n Tinggi Bekerja Pernah
n
38 Goldie 24 Pere Jakarta Pergurua Wiraswa Belum
Kharisma mpua Selatan n Tinggi sta Pernah
ta n
39 Hengky 24 Laki- Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Pranandy laki Barat n Tinggi Mahasis Pernah
a wa
Laksman
a
40 Heni 23 Pere Jakarta SMA/ Ibu Belum
Wijayanti mpua Utara Madrasa Rumah Pernah
n h Aliyah Tangga
41 I Made 23 Laki- Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Anant laki Barat Madrasa Mahasis Pernah
wiguna h Aliyah wa
42 Iman 22 Laki- Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Sakajaya laki Utara Madrasa Mahasis Pernah
Pratikna h Aliyah wa
43 Jessica 20 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Amara mpua Pusat Madrasa Mahasis Pernah
Wijaya n h Aliyah wa
44 Kho Sisca 22 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Veranica mpua Barat n Tinggi Mahasis Pernah
Oktaviani n wa
45 Laela 25 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Varantika mpua Timur n Tinggi Mahasis Pernah
Prinanti n wa
46 Lydia 52 Pere Jakarta Pergurua Ibu Belum
Tjuriah mpua Barat n Tinggi Rumah Pernah

111
n Tangga
47 Magdalen 25 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
a mpua Selatan Madrasa Mahasis Pernah
n h Aliyah wa
48 Merlinda 23 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
mpua Barat n Tinggi Mahasis Pernah
n wa
49 Mery Y. 30 Pere Jakarta Pergurua Ibu Belum
mpua Timur n Tinggi Rumah Pernah
n Tangga
50 Monica 23 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Chandra mpua Barat Madrasa Mahasis Pernah
n h Aliyah wa
51 Nurbin 35 Laki- Jakarta Pergurua Pegawai Belum
Tumbur laki Timur n Tinggi Negri Pernah
Togar Ph Sipil
52 Priscilla 23 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Revina mpua Pusat n Tinggi Mahasis Pernah
Situmora n wa
ng
53 Rayhand 22 Laki- Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Mubarak laki Timur n Tinggi Mahasis Pernah
h wa
54 Ricjy 20 Laki- Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Santoso laki Pusat n Tinggi Mahasis Pernah
wa
55 Riki 33 Laki- Jakarta Pergurua Karyawa Belum
Nur'aji laki Timur n Tinggi n Swasta Pernah
Sudarso
56 Rizal 31 Laki- Jakarta Pergurua Karyawa Belum

112
laki Timur n Tinggi n Swasta Pernah
57 Ronauly 30 Pere Jakarta Pergurua Ibu Belum
Veranand mpua Timur n Tinggi Rumah Pernah
a n Tangga
58 Roni 34 Laki- Jakarta Pergurua Pegawai Belum
Toga laki Timur n Tinggi Negri Pernah
Perdana Sipil
59 Shera 24 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Lolongan mpua Barat n Tinggi Mahasis Pernah
n wa
60 Sri 26 Pere Jakarta Pergurua Wiraswa Belum
Wahyuni mpua Pusat n Tinggi sta Pernah
n
61 Sriyanti 30 Pere Jakarta SMA/ Ibu Belum
Puspitani mpua Utara Madrasa Rumah Pernah
ngrum n h Aliyah Tangga
62 Theresa 21 Pere Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Juliet mpua Barat Madrasa Mahasis Pernah
n h Aliyah wa
63 Tiara 27 Pere Jakarta SMA/ Ibu Belum
Rahmada mpua Pusat Madrasa Rumah Pernah
ni n h Aliyah Tangga
64 Tika 26 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
mpua Timur n Tinggi Mahasis Pernah
n wa
65 Tutik 55 Pere Jakarta Pergurua Wiraswa Belum
Eliwati mpua Barat n Tinggi sta Pernah
n

113
66 Wahyu 19 Laki- Jakarta SMA/ Pelajar / Belum
Permata laki Selatan Madrasa Mahasis Pernah
Putra h Aliyah wa
67 Wayan 24 Pere Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Sadhira mpua Barat n Tinggi Mahasis Pernah
Gita n wa
Krisnaya
nti
68 Yayuk 50 Pere Jakarta SMA/ Ibu Belum
Lestari mpua Timur Madrasa Rumah Pernah
n h Aliyah Tangga
69 Yoseph 26 Laki- Jakarta Pergurua Pelajar / Belum
Avian laki Selatan n Tinggi Mahasis Pernah
Saputra wa
70 Yuni 32 Pere Jakarta Pergurua karyawa Belum
Anggita mpua Selatan n Tinggi n swasta Pernah
n

No Nama Pertanyaan Pengetahuan Pre-test


. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 TO Ni
0 1 2 3 4 5 6 TA lai
L
1 A Liang 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 8 50
2 Adelya 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 12 75
3 Adrian 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93
,7
5
4 Agung 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 9 56
,2
5
5 Agustinus 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 12 75

114
Prio
Nugroho
6 Almirah 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 11 68
Zahirah ,7
5
7 Alzena 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 13 81
Ansogar ,2
5
8 Anastasia Tri 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 87
Anggarwati ,5
9 Andika 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 12
,5
10 Andre 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 10 62
Tauladan ,5
11 Andreas 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13 81
Putranto ,2
Indra 5
Lesmana
12 Angelina 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13 81
Wijaya ,2
5
13 Anna 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 13 81
Asmaul ,2
Mardiyah 5
14 Asmi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 10
0
15 Ayu 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 87
Keintjem ,5
16 Beatrice 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93
Julieta ,7

115
5
17 Benita 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93
Oktaviani ,7
5
18 Bernadetta 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 14 87
Sophia ,5
19 Carita 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 81
,2
5
20 Carrent ldb 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 12 75
21 Catherine 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 7 43
Shan Sutanto ,7
5
22 Cathleen 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 87
Kania ,5
23 Chyntia 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87
carolina ,5
24 Claudia 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 11 68
Husin ,7
5
25 Devina 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13 81
Oktaviani ,2
5
26 Diana 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 10
Simarmata 0
27 Domi 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 4 25
Alvariza
28 Edwin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 14 87
Leonardo ,5
29 Elfia 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 11 68
Noerdin ,7

116
5
30 Elvinta Putri 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 13 81
,2
5
31 Elvita 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 6 37
Chairunisa ,5
32 Etania Halim 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11 68
,7
5
33 Feby 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 11 68
Sondang ,7
Junita S 5
34 Gabby 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 12 75
Wisela
35 Gabriella 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 12 75
Franly
Theodorus
36 Geoffrey 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 12 75
37 Glorie 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93
Mahonny ,7
5
38 Goldie 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 11 68
Kharismata ,7
5
39 Hengky 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93
Pranandya ,7
Laksmana 5
40 Heni 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 12 75
Wijayanti
41 I Made 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 13 81
Anant ,2

117
wiguna 5
42 Iman 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 7 43
Sakajaya ,7
Pratikna 5
43 Jessica 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 14 87
Amara ,5
Wijaya
44 Kho Sisca 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 11 68
Veranica ,7
Oktaviani 5
45 Laela 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 7 43
Varantika ,7
Prinanti 5
46 Lydia 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 11 68
Tjuriah ,7
5
47 Magdalena 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 11 68
,7
5
48 Merlinda 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 13 81
,2
5
49 Mery Y. 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 11 68
,7
5
50 Monica 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 11 68
Chandra ,7
5

118
51 Nurbin 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 13 81
Tumbur ,2
Togar Ph 5
52 Priscilla 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87
Revina ,5
Situmorang
53 Rayhand 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 12 75
Mubarakh
54 Ricjy 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 11 68
Santoso ,7
5
55 Riki Nur'aji 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 13 81
Sudarso ,2
5
56 Rizal 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 6 37
,5
57 Ronauly 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 9 56
Verananda ,2
5
58 Roni Toga 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3 18
Perdana ,7
5
59 Shera 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 11 68
Lolongan ,7
5
60 Sri Wahyuni 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 7 43
,7
5

119
61 Sriyanti 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 10 62
Puspitaningr ,5
um
62 Theresa 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 9 56
Juliet ,2
5
63 Tiara 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 5 31
Rahmadani ,2
5
64 Tika 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 12 75
65 Tutik Eliwati 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4 25
66 Wahyu 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 11 68
Permata ,7
Putra 5
67 Wayan 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 13 81
Sadhira Gita ,2
Krisnayanti 5
68 Yayuk 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 10 62
Lestari ,5
69 Yoseph 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 13 81
Avian ,2
Saputra 5
70 Yuni 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 9 56
Anggita ,2
5

No Nama Pertanyaan Pengetahuan Post-test


. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 TOT Nila
0 1 2 3 4 5 6 AL i
1 A Liang 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 11 68,7

120
5
2 Adelya 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
5
3 Adrian 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5
4 Agung 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 11 68,7
5
5 Agustinus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Prio
Nugroho
6 Almirah 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 14 87,5
Zahirah
7 Alzena 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
Ansogar 5
8 Anastasia 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 12 75
Tri
Anggarwat
i
9 Andika 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 11 68,7
5
10 Andre 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 10 62,5
Tauladan
11 Andreas 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13 81,2
Putranto 5
Indra
Lesmana
12 Angelina 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 12 75
Wijaya
13 Anna 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Asmaul
Mardiyah
14 Asmi 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5

121
15 Ayu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
Keintjem 5
16 Beatrice 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
Julieta 5
17 Benita 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
Oktaviani 5
18 Bernadetta 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 14 87,5
Sophia
19 Carita 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
5
20 Carrent ldb 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 12 75
21 Catherine 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 11 68,7
Shan 5
Sutanto
22 Cathleen 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 14 87,5
Kania
23 Chyntia 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 13 81,2
carolina 5
24 Claudia 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5
Husin
25 Devina 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 13 81,2
Oktaviani 5
26 Diana 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
Simarmata 5
27 Domi 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 11 68,7
Alvariza 5
28 Edwin 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 12 75
Leonardo
29 Elfia 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5

122
Noerdin
30 Elvinta 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 14 87,5
Putri
31 Elvita 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 11 68,7
Chairunisa 5
32 Etania 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Halim
33 Feby 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 87,5
Sondang
Junita S
34 Gabby 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Wisela
35 Gabriella 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
Franly 5
Theodorus
36 Geoffrey 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
37 Glorie 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Mahonny
38 Goldie 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Kharismat
a
39 Hengky 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 14 87,5
Pranandya
Laksmana
40 Heni 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13 81,2
Wijayanti 5
41 I Made 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 14 87,5
Anant
wiguna
42 Iman 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 11 68,7
Sakajaya

123
Pratikna 5
43 Jessica 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 15 93,7
Amara 5
Wijaya
44 Kho Sisca 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 87,5
Veranica
Oktaviani
45 Laela 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 11 68,7
Varantika 5
Prinanti
46 Lydia 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Tjuriah
47 Magdalena 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 12 75
48 Merlinda 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5
49 Mery Y. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 14 87,5
50 Monica 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 12 75
Chandra
51 Nurbin 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 12 75
Tumbur
Togar Ph
52 Priscilla 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5
Revina
Situmoran
g
53 Rayhand 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5
Mubarakh
54 Ricky 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
Santoso 5

124
55 Riki 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 15 93,7
Nur'aji 5
Sudarso
56 Rizal 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 11 68,7
5
57 Ronauly 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 93,7
Verananda 5
58 Roni Toga 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 87,5
Perdana
59 Shera 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 11 68,7
Lolongan 5
60 Sri 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 11 68,7
Wahyuni 5
61 Sriyanti 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 12 75
Puspitanin
grum
62 Theresa 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 10 62,5
Juliet
63 Tiara 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 12 75
Rahmadani
64 Tika 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 14 87,5
65 Tutik 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 10 62,5
Eliwati
66 Wahyu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 14 87,5
Permata
Putra
67 Wayan 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 12 75
Sadhira
Gita
Krisnayant

125
i
68 Yayuk 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 12 75
Lestari
69 Yoseph 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Avian
Saputra
70 Yuni 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100
Anggita

No Nama Pertanyaan Sikap Pre-test


. 2 3 4 5 6 7 8 9 1 TOTA
0 L
1 A Liang 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 46
2 Adelya 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 39
3 Adrian 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 47
4 Agung 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
5 Agustinus 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Prio Nugroho
6 Almirah 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 42
Zahirah
7 Alzena 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 49
Ansogar
8 Anastasia Tri 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Anggarwati
9 Andika 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 33
10 Andre 4 4 4 4 2 4 4 5 4 4 39
Tauladan
11 Andreas 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Putranto Indra

126
Lesmana
12 Angelina 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 49
Wijaya
13 Anna Asmaul 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 47
Mardiyah
14 Asmi 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
15 Ayu Keintjem 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 49
16 Beatrice 5 5 5 4 5 5 5 5 3 5 47
Julieta
17 Benita 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 48
Oktaviani
18 Bernadetta 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 44
Sophia
19 Carita 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 49
20 Carrent ldb 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 48
21 Catherine 4 4 3 4 4 4 4 4 2 3 36
Shan Sutanto
22 Cathleen 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 48
Kania
23 Chyntia 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
carolina
24 Claudia Husin 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 49
25 Devina 4 5 5 4 4 4 5 4 4 4 43
Oktaviani
26 Diana 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Simarmata
27 Domi 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30
Alvariza
28 Edwin 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Leonardo

127
29 Elfia Noerdin 3 4 4 5 5 3 5 5 3 5 42
30 Elvinta Putri 5 5 5 4 5 5 5 5 3 5 47
31 Elvita 4 4 3 4 4 3 4 3 3 4 36
Chairunisa
32 Etania Halim 5 5 3 1 4 3 4 4 4 1 34
33 Feby Sondang 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 39
Junita S
34 Gabby Wisela 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 48
35 Gabriella 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Franly
Theodorus
36 Geoffrey 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 39
37 Glorie 5 5 5 3 4 5 5 5 5 4 46
Mahonny
38 Goldie 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Kharismata
39 Hengky 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 48
Pranandya
Laksmana
40 Heni 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Wijayanti
41 I Made Anant 5 5 5 4 4 4 5 5 4 3 44
wiguna
42 Iman 4 4 3 3 5 5 5 4 4 2 39
Sakajaya
Pratikna
43 Jessica Amara 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Wijaya
44 Kho Sisca 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 39
Veranica

128
Oktaviani
45 Laela 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 28
Varantika
Prinanti
46 Lydia Tjuriah 5 4 4 5 4 5 4 4 5 3 43
47 Magdalena 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 39
48 Merlinda 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 39
49 Mery Y. 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
50 Monica 5 5 5 5 2 4 5 5 4 5 45
Chandra
51 Nurbin 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Tumbur Togar
Ph
52 Priscilla 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Revina
Situmorang
53 Rayhand 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Mubarakh
54 Ricjy Santoso 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 47
55 Riki Nur'aji 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 42
Sudarso
56 Rizal 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 38
57 Ronauly 5 5 5 4 4 3 4 4 4 3 41
Verananda
58 Roni Toga 2 2 3 2 2 4 2 2 2 2 23
Perdana
59 Shera 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Lolongan
60 Sri Wahyuni 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30
61 Sriyanti 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Puspitaningru

129
m
62 Theresa Juliet 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 36
63 Tiara 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 38
Rahmadani
64 Tika 4 4 2 4 4 4 4 4 4 3 37
65 Tutik Eliwati 3 2 4 3 2 2 3 3 2 4 28
66 Wahyu 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 47
Permata Putra
67 Wayan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Sadhira Gita
Krisnayanti
68 Yayuk Lestari 4 4 4 5 4 3 3 4 3 3 37
69 Yoseph Avian 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Saputra
70 Yuni Anggita 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

No Nama Pertanyaan Sikap Post-test


. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 TOTA
0 L
1 A Liang 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 49
2 Adelya 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 45
3 Adrian 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
4 Agung 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
5 Agustinus 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 45
Prio Nugroho
6 Almirah 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 43
Zahirah
7 Alzena 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 44
Ansogar

130
8 Anastasia Tri 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Anggarwati
9 Andika 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 41
10 Andre 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 44
Tauladan
11 Andreas 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Putranto Indra
Lesmana
12 Angelina 4 4 5 5 5 5 5 5 4 2 44
Wijaya
13 Anna Asmaul 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Mardiyah
14 Asmi 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
15 Ayu Keintjem 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 46
16 Beatrice 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Julieta
17 Benita 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 49
Oktaviani
18 Bernadetta 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 44
Sophia
19 Carita 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 46
20 Carrent ldb 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 47
21 Catherine 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 49
Shan Sutanto
22 Cathleen 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Kania
23 Chyntia 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
carolina
24 Claudia Husin 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 48
25 Devina 4 5 4 5 4 5 5 4 3 4 43

131
Oktaviani
26 Diana 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Simarmata
27 Domi 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 38
Alvariza
28 Edwin 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 42
Leonardo
29 Elfia Noerdin 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 43
30 Elvinta Putri 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 48
31 Elvita 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 46
Chairunisa
32 Etania Halim 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
33 Feby Sondang 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Junita S
34 Gabby Wisela 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
35 Gabriella 4 4 4 5 5 5 4 4 5 4 44
Franly
Theodorus
36 Geoffrey 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
37 Glorie 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Mahonny
38 Goldie 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Kharismata
39 Hengky 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Pranandya
Laksmana
40 Heni 4 4 4 5 5 5 4 4 5 4 44
Wijayanti
41 I Made Anant 4 5 5 5 4 5 4 4 5 4 45
wiguna
42 Iman 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 48

132
Sakajaya
Pratikna
43 Jessica Amara 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 44
Wijaya
44 Kho Sisca 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Veranica
Oktaviani
45 Laela 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 38
Varantika
Prinanti
46 Lydia Tjuriah 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
47 Magdalena 4 5 5 4 4 5 4 5 4 5 45
48 Merlinda 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
49 Mery Y. 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 42
50 Monica 5 5 5 3 4 5 5 5 4 4 45
Chandra
51 Nurbin 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Tumbur Togar
Ph
52 Priscilla 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Revina
Situmorang
53 Rayhand 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Mubarakh
54 Ricjy Santoso 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
55 Riki Nur'aji 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 45
Sudarso
56 Rizal 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 45
57 Ronauly 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Verananda
58 Roni Toga 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 49

133
Perdana
59 Shera 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Lolongan
60 Sri Wahyuni 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 45
61 Sriyanti 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Puspitaningru
m
62 Theresa Juliet 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
63 Tiara 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 42
Rahmadani
64 Tika 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 42
65 Tutik Eliwati 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 38
66 Wahyu 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 43
Permata Putra
67 Wayan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Sadhira Gita
Krisnayanti
68 Yayuk Lestari 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 41
69 Yoseph Avian 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Saputra
70 Yuni Anggita 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50

134
Lampiran 6
Data Demografi
1. Usia
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

<20 tahun 5 6.2 6.2 6.2

20-29 tahun 60 75.0 75.0 81.2

30-39 tahun 9 11.2 11.2 92.5

50-59 tahun 6 7.5 7.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

2. Jenis Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Laki-Laki 20 28.6 28.6 28.6

Perempuan 50 71.4 71.4 100.0

Total 70 100.0 100.0

3. Domisili

135
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Jakarta Barat 28 40.0 40.0 40.0

Jakarta Timur 14 20.0 20.0 60.0

Jakarta Selatan 12 17.1 17.1 77.1

Jakarta Utara 7 10.0 10.0 87.1

Jakarta Pusat 9 12.9 12.9 100.0

Total 70 100.0 100.0

4. Pendidikan Terakhir
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

SMA / Madrasah
20 28.6 28.6 28.6
Aliyah

Perguruan Tinggi 50 71.4 71.4 100.0

Total 70 100.0 100.0

5. Pengetahuan Pretest
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Pengetahuan
12 17.1 17.1 17.1
Kurang

Pengetahuan Cukup 21 30.0 30.0 47.1

Pengetahuan Baik 37 52.9 52.9 100.0

Total 70 100.0 100.0

6. Pengetahuan Posttest

136
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Pengetahuan
14 20.0 20.0 20.0
Cukup

Pengetahuan Baik 56 80.0 80.0 100.0

Total 70 100.0 100.0

7. Sikap Pretest

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Sikap Buruk 5 7.1 7.1 7.1

Sikap Cukup 17 24.3 24.3 31.4

Sikap Baik 48 68.6 68.6 100.0

Total 70 100.0 100.0

8. Sikap Posttest

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Sikap Cukup 3 4.3 4.3 4.3

Sikap Baik 67 95.7 95.7 100.0

Total 70 100.0 100.0

137
Lampiran 7
Pengolahan Data Penelitian
1. Cross Tabulasi Pengetahuan Pre-test dan Pengetahuan Post-test
PengetahuanPostTest

Pengetahuan Pengetahuan
Cukup Baik Total

PengetahuanPreTest Pengetahuan Kurang 10 2 12

Pengetahuan Cukup 4 17 21

Pengetahuan Baik 0 37 37

Total 14 56 70

2. Cross Tabulasi Sikap Pre-test dan Sikap Post-test


SikapPostTest

Sikap Cukup Sikap Baik Total

SikapPreTest Sikap Buruk 3 2 5

Sikap Cukup 0 17 17

Sikap Baik 0 48 48

Total 3 67 70

138
3. Uji Wilcoxon Membandingkan Kenaikan Skor Sikap Setelah Penyuluhan

N Mean Rank Sum of Ranks

SikapPostTest – Negative Ranks 0a .00 .00


SikapPreTest Positive Ranks 22b 11.50 253.00

Ties 48c

Total 70

a. SikapPostTest < SikapPreTest


b. SikapPostTest > SikapPreTest
c. SikapPostTest = SikapPreTest

4. Kemaknaan Penyuluhan Terhadap Perubahan Sikap


Test Statisticsb

SikapPostTest
-
SikapPreTest

Z -4.523a
Asymp. Sig. (2-
.000
tailed)

a. Based on negative ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test

5. Uji Wilcoxon Membandingkan Kenaikan Skor Pengetahuan Setelah


Penyuluhan

139
N Mean Rank Sum of Ranks

PengetahuanPostTest - Negative Ranks 0a .00 .00


PengetahuanPreTest Positive Ranks 29b 15.00 435.00

Ties 41c

Total 70

a. PengetahuanPostTest < PengetahuanPreTest


b. PengetahuanPostTest > PengetahuanPreTest
c. PengetahuanPostTest = PengetahuanPreTest

6. Kemaknaan Penyuluhan Terhadap Perubahan Tingkat Pengetahuan


Test Statisticsb

PengetahuanP
ostTest -
PengetahuanP
reTest

Z -5.231a
Asymp. Sig. (2-
.000
tailed)

a. Based on negative ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test

140
Lampiran 8
Dokumentasi Pelaksanaan Penyuluhan

141
142
143

Anda mungkin juga menyukai