Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota (UPTD), Puskesmas
berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia (Permenkes No 279/ Menkes/ SK/ IV/2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas).
Puskesmas adalah kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan dijangkau oleh
masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna,dengan biaya yang dapat dipikul oleh
pemerintah dan masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes RI, 2004).
Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk.
Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang
dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yaitu Puskesmas Pembantu dan
Puskesmas Keliling. Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan pengobatan (kuratif), upaya pencegahan (preventif),
peningkatan kesehatan (promotif) dan pemullihan kesehatan (rehabilitatif) yang
ditujukan kepada semua penduduk dan tidak dibedakan jenis kelamin dan golongn umur,
sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Menurut Depkes RI (2004) Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/ kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerja (Effendi, 2009).
Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas merupakan pelayanan yang
menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan),

4
5

promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan


tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan
golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi,
2009).

B. Fungsi dan Pelayanan Puskesmas


1. Fungsi Puskesmas (Efendi, 2009)
a. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya,
sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping
itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus
untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat


Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan,
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggrakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaaan perorangan, keluarga dan
masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

c. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama


Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama, secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab Puskesmas meliputi :
(1) Pelayanan Kesehatan Perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
6

pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan


kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah
rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

(2) Pelayanan Kesehatan Masyarakat


Pelayanan kesehatan masyrakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut antara
lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana,
kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas


Terlepas dari statusnya sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama, Puskesmas
memiliki fasilitas yang bisa diandalkan untuk melayani pasien. Puskesmas juga bisa
memberikan perawatan penyakit yang memadai, meski memang tidak selengkap di
rumah sakit besar.
Beberapa pelayanan kesehatan yang dapat diberikan oleh Puskesmas adalah :
a. Rawat Jalan Tingkat Pertama
Puskesmas memberikan pelayanan pencegahan penyakit, konsultasi, dan saran
pengobatan pada pasien yang tidak membutuhkan rawat inap. Pelayanan rawat
jalan yang disediakan oleh Puskesmas antara lain:
 Promosi, penyuluhan, dan pelayanan kesehatan fisik, kesehatan jiwa,
kesehatan gigi, kesehatan reproduksi (termasuk deteksi dini kanker
serviks), napza, pola makan, kesehatan lansia, serta kesehatan kerja dan
olahraga
 Pelayanan kesehatan lingkungan dengan memantau tempat-tempat
umum, pengelolaan makanan, dan sumber air bersih
 Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, seperti
pemeriksaan kondisi ibu hamil, membantu persalinan, perawatan masa
nifas, program keluarga berencana, pemberian imunisasi dasar bagi bayi
dan anak, serta konseling menyususi dan makanan pendamping ASI
7

 Pelayanan gizi dengan melakukan deteksi dini kasus gizi di masyarakat


dan melakukan asuhan keperawatan pada kasus gizi
 Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit, baik penyakit
menular maupun tidak menular
 Pelayanan skrining kesehatan untuk pasien dengan risiko penyakit
kronis, seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi
 Pengobatan tradisional, komplementer, dan alternatif dengan
pemanfaatan tanaman obat keluarga

b. Rawat Inap Tingkat Pertama


Puskesmas juga memberikan penanganan rawat jalan yang disertai tambahan
fasilitas rawat inap sesuai indikasi medis pasien. Rawat inap di Puskesmas
hanya diperuntukkan untuk kasus-kasus yang durasi rawatnya paling lama 5
hari. Pasien yang memerlukan perawatan lebih dari 5 hari harus dirujuk ke
rumah sakit.

C. Profil UPT Puskesmas Poris Plawad


1. Sejarah UPT Puskesmas Poris Plawad
UPT Puskesmas Poris Plawad mulanya adalah puskesmas pembantu (pustu)
pada tahun 1986 dari Puskesmas Cipondoh, kemudian menjadi Puskesmas mulai
tanggal 01 April 1997.
UPT Puskesmas Poris Plawad terletak di Jl. Panglima Polim RT. 02/03 Kel.
Poris Plawad Kec. Cipondoh Kota Tangerang Provinsi Banten. Lokasi puskesmas
cukup strategis di dekat terminal dan pasar, dilalui oleh transportasi umum sehingga
mudah dijangkau.
UPT Puskesmas Poris Plawad adalah unit organisasi yang secara teknis dan
operasional, pembinaan dan evaluasi terhadap upaya pelayanan kesehatan
masyarakat berada di bawah naungan Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
UPT Puskesmas Poris Plawad juga menaungi beberapa kelurahan yaitu :
Kelurahan Poris Plawad, Poris Plawad Indah dan Poris Plawad Utara. Puskesmas
melakukan pelayanan Kesehatan secara berkala dan membina langsung pelayanan
kesehatan lainnya.
8

2. Visi, Misi dan Moto UPT Puskesmas Poris Plawad


a) Visi UPT Puskesmas Poris Plawad
“Menjadi Penggerak dalam Mewujudkan Mayarakat Poris Plawad yang Sehat
dan Mandiri”

b) Misi UPT Puskesmas Poris Plawad


Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, maka ditetapkan misi yag akan
ditempuh oleh UPT Puskesmas Poris Plawad, yaitu :
i. Meningkatkan tata kelola managemen puskesmas yang bermutu.
ii. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
iii. Meningkatkan kesadaran dan perilaku masyarakat dalam
mewujudkan keluarga sehat.

c) Motto UPT Puskesmas Poris Plawad


“Melayani Dengan Tulus”

3. Struktur Organisasi UPT Puskesmas Poris Plawad


Struktur organisasi UPT Puskesmas Poris Plawad mengacu kepada Permenkes
No.75 tahun 2014 tetang Pusat Kesehatan Masyarakat. UPT Puskesmas Poris
Plawad dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas dan dibantu oleh Kasubbag Tata
Usaha. Untuk memperlancar dan mengoptimalkan tugas dan fungsi puskesmas,
maka kepala UPT Puskesmas Poris Plawad dibantu oleh Koordinator Upaya
Kesehatan Perorangan, Upaya Kesehatan Masyarakat dan Jejaring.

4. Pelayanan di UPT Puskesmas Poris Plawad


Puskesmas mempunyai jenis pelayanan yang standar sesuai dengan wilayah dan
masing-masing kerja. Beberapa Puskesmas melaksanakan jenis kegiatan
pengembangan dan penunjangan sesuai kemampuan sumber daya manusia dan
sumber daya matrial yang dimilikinya.
- Pelayanan Puskesmas yang ada di dalam Gedung :
 Ruangan Loket
 Poli MTBS
 Poli Gigi
 Poli KIA-KB
9

 Apotek
 Gudang Obat
 Ruangan TU
 Ruangan Imunisasi
 Ruangan Laboratorium

- Puskesmas di luar Gedung :


 Posyandu Balita
 Penyuluhan Kesehatan
 Pelacakan Kasus
 Survei PHBS
 Rapat Koordinasi

- Program Pokok Puskesmas :


a. Promosi Kesehatan (PROMKES)
 Penyuluhan Kesehatan
 Sosialisasi Penyuluhan Kesehatan
b. Program Penyakit Penular (P2M)
 Survei Lesevi Dermiologi
 Pelacakan Kasus TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA,
Diare dan PMS

- Pengobatan :
 Poli Umum
 Poli Gigi
 Puskesmas Keliling

- Kesehatan Ibu dan Anak :


 ANC (Antenatal Care), PNC (Pos Natal Care), dan KB (Keluarga
Berencana)
 Persalinan dan Rujukan
 Upaya Peningkatan Gizi, Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk dan
Penyuluhan Gizi
10

- Kesehatan Lingkungan
 Pengawasan SPAL (Saluran Pembuangnan Air Limbah), SAMI-JAGA
(Sumber Air-Jamban Keluarga)
 TU (Tempat Umum), Institusi
 Survei Jentik Nyamuk

- Pencatatan
 Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu Puskesmas
 Program tambahan atau penunjang Puskesmas

- Kesehatan Mata
- Kesehatan Jiwa
- Kesehatan Reproduksi Remaja
- Kesehatan Olahraga
- Kesehatan Lansia
- Pemanfaatan Sarana Kesehatan Puskesmas
Keberadaan Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan khususnya
Puskesmas Poris Plawad telah dimanfaatkan oleh masyarakat secara maksimal.

- Kesehatan Pelayanan KIA


 Pemeriksaan Ibu Hamil
 Imunisasi Ibu Hamil

- Pelayanan Kesehatan KB
- Pelayanan Kesehatan Lansia
- Pelayanan Labpratorium
Jumlah kunjungan Laboratorium Puskesmas Poris Plawad masih minim,
hal ini disebabkan masih sedikitnya pemeriksaan yang dilakukan hanya HB,
LED, Hitung Jenis, Golongan Darah, Glukosa Darah Puasa, Glukosa 2 Jam
PP, Glukosa Sewaktu, Kolesterol, HDL-Kolesterol, LDL-Kolesterol,
Trigliseride, Asam Urat, Creatinin, Ureum, SGOT, SGPT, WIDAL, Urine dan
BTA (Bakteri Tahan Asam).
11

D. Kajian Teori Kasus


1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. TBC paru
tergolong penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara pernapasan ke dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-paru ke
bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui
bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya (Widyanto &
Triwibowo, 2013).
Tuberkulosis (TBC) paru adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal
di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan
kerusakan tulang vertebra otak yang khas TBC dari kerangka yang digali di
Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari
mumi dan ukuriran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000 – 4000 SM.
Hipokrates telah memperkenalkan sebuah terminologi yang diangkat dari bahasa
Yunani yang menggambarkan tampilan penyakit TBC paru ini (Sudoyo dkk, 2010).

2. Etiologi Tuberkulosis
TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC (Mycrobacterium
Tuberculosi Humanis). Mycrobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman
berbentuk batang berukuran sangat kecil dengan Panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-
0,6 µm. Sebagian besar komponen Mycrobacterium tuberculosis adalah berupa
lemak atau lipid yang menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap asam serta zat
kimia dan faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk
kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis banyak ditemukan di daerah
yang memiliki kandungan oksigen tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang
kondusif untuk penyakit TB. Kuman Mycrobacterium tuberculosis memiliki
kemampuan tumbuh yang lambat, koloni akan tampak setelah kurang dari dua
minggu atau bahkan terkadang setelah 6-8 minggu. Lingkungan hidup optimal pada
suhu 37°C dan kelembaban 70%. Kuman tidak dapat tumbuh pada suhu 25°C atau
lebih dari 40°C (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Mycrobacterium tuberculosis termasuk familie Mycrobacteriaceace yang
mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah Mycrobacterium, yang salah
12

satunya speciesnya adalah Mycrobacterium tuberculosis. Basil TBC mempunyai


dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch
untuk mewarnainya secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil
Tahan Asam (BTA). Basil TBC sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga
dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap
gelombang cahaya ultraviolet. Basil TBC juga rentan terhadap panas-basah,
sehingga dalam 2 menit saja basil TBC yang berada dalam lingkungan basah sudah
akan mati bila terkena air bersuhu 100°C. Basil TBC juga akan terbunuh dalam
beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5% (Danusantoso, 2013).

3. Patogenesis Tuberkulosis
TBC paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC
(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Karena ukurannya yang sangat kecil,
kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TBC ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TBC dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TBC. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TBC dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TBC dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman
TBC di jaringan paru disebut Fokus Primer. Waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman TBC hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai
masa inkubasi TBC. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses
infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
gejala penyakit. Masa inkubasi TBC biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas seluler (Werdhani, 2009).
TBC primer adalah TBC yang terjadi pada seseorang yang belum pernah
kemasukan basil TBC. Bila orang ini mengalami infeksi oleh basil TBC, walaupun
segera difagositosis oleh makrofag, basil TBC tidak akan mati. Dengan semikian
basil TBC ini lalu dapat berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama di
alveolus paru dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 20 jam, sehingga pada
infeksi oleh satu basil saja, setelah 2 minggu akan menjadi 100.000 basil. TBC
13

sekunder adalah penyakit TBC yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak
terjadinya infeksi primer. Kemungkinan suatu TBC primer yang telah sembuh akan
berkelanjutan menjadi TBC sekunder tidaklah besar, diperkirakan hanya sekitar
10%. Sebaliknya juga suati reinfeksi endogen dan eksogen, walaupun semula
berhasil menyebabkan seseorang menderita penyakit TBC sekunder, tidak selalu
penyakitnya akan berkelanjutan terus secara progresif dan berakhir dengan
kematian.hal ini terutama ditentukan oleh efektivitas system imunitas seluler di satu
pihak dan jumlah serta virulensi basil TBC di pihak lain. Walaupun sudah sampai
timbul TBC selama masih minimal, masih ada kemungkinan bagi tubuh untuk
menyembuhkan dirinya sendiri bila system imunitas seluler masih berfungsi dengan
baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa TBC pada anak-anak umumnya adalah TBC
primer sedangkan TBC pada orang dewasa adalah TBC sekunder (Danusantoso,
2013).

4. Penularan Tuberkulosis
Menurut Dikjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2014) cara
penularan penyakit Tuberkulosis adalah :
a. Sumber penularan adalah pasien TBC BTA positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TBC
dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam
dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadioleh karena jumlah kuman yang
terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit
dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b. Pasien TBC dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TBC. Tingkat penularan pasien TBC BTA positif
adalah 65%, pasien TBC BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah
26% sedangkan pasien TBC dengan hasilkultur negatif dan foto toraks
positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
14

Kuman TBC menyebar melalui udara saat si penderita batuk, bersin, berbicara,
atau bernyanyi. Yang hebat, kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam.
Perlu diingat bahwa TBC tidak menular melalui berjabat tangan dengan penderita
TBC, berbagi makanan/minuman, menyentuh seprai atau dudukan toilet, berbagi
sikat gigi, bahkan berciuman (Anindyajati, 2017). Lingkungan hidup yang sangat
padat dan pemukiman di wilayah perkotaan yang kurang memenuhi persyaratan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TBC. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui
inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien
TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam
(BTA) (Sudoyo dkk, 2010).

5. Gejala Klinis Tuberkulosis


Gejala klinis yang biasa ditemui pada pasien TB paru adalah batuk-batuk selama
2-3 minggu atau lebih. Selain batuk pasien juga mengeluhkan dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang
lebih dari satu bulan (Aditama, 2002).
Gejala-gejala diatas tidak hanya ditemukan pada pasien TB paru saja namun
dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis, bronkiolitis, bronkitis kronik, asma,
kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan
gejala tersebut diatas dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes RI, 2007).
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,
mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis selama sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan
mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
15

toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis (Aditama, 2002).
Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus.
Gejala umum, meliputi :
a. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang
baik.
b. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria
atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.
c. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di
daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
d. Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah
disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.
e. Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda
cairan dalam abdomen.

Gejala Khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya :


a. TB Kulit atau Skrofuloderma
b. TB Tulang dan Sendi, Meliputi :
- Tulang punggung (spondilitis) : gibbus
- Tulang panggul (koksitis) : pincang, pembengkakan di pinggul
- Tulang lutut: pincang dan atau bengkak
c. TB Otak dan Saraf
Meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran
menurun.
d. Gejala Mata
- Conjunctivitis phlyctenularis
- Tuburkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
Seorang anak juga dicurigai menderita TB apabila :
- Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA
positif.
- Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG (dalam 3-7 hari).
16

6. Diagnosis Tuberkulosis
Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya untuk
meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB berdasarkan
pemeriksaan BTA ini. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali, yaitu
pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita TB,
kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah
dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita
memeriksakan dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu, disebut
pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2
dari 3 spesimen sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1
spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan
SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-
tanda yang mengarah kepada TB maka yang bersangkutan dianggap positif
menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB,
maka pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil
atau kuman TB, hanya dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu.

6.1 Pemeriksaan Dahak Mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
beberapa sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).
- S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB dating
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua
- P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di UPK.
- S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
17

6.2 Pemeriksaan Biakan


Peran biakan dan identifikasi M. tuberculosis pada penanggulangan TB
khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka
terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan
identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam
beberapa situasi :
- Pasien TB yang masuk dalam tipe penderita kronis.
- Pasien TB ekstra paru dan penderita TB anak.
- Petugas kesehatan yang menangani penderita dengan kekebalan ganda.

6.3 Pemeriksaan Tes Resistensi


Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu
melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar
internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (quality assurance) oleh
laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan
tersebut memberikan simpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan
dalam pengobatan MDR (Multi Drug Resistance) dapat dicegah.

7. Indikasi Foto Toraks


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun
pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
sebagai berikut :
- Hanya satu dari tiga (3) spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif;
- Ketiga (3) spesimen dahak hasilnya negatif setelah tiga (3) spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT;
- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkietasis atau aspergiloma).
18

8. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien


Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
”definisi kasus” yang meliputi empat hal yaitu :
- Organ tubuh yang sakit : paru, atau ekstra paru,
- Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif
atau BTA negatif,
- Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat,
- Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah di obati.

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :


- Menentukan panduan pengobatan yang sesuai,
- Registrasi kasus secara benar,
- Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif,
- Analisis kohort hasil pengobatan.

Beberapa istilah dalam definisi kasus :


- Kasus TB : pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau di
diagnosis oleh dokter,
- Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik diperlukan


untuk :
- Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah
timbulnya resistensi.
- Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber daya lebih biaya efektif (cost effective).
- Mengurangi efek samping.

8.1 Klasifikasi Berdasarkan Organ tubuh yang Terkena Dibagi menjadi dua
yaitu :
- Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim
paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus.
19

- Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh


lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, alat kelamin dan lain-lain.
8.2 Klasifikasi Berdasrkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Berdasarkan klasifikasi ini TB paru dibagi menjadi dua yaitu :
- Tuberkulosis BTA positif
a. sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif,
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis,
c. 1 dari spesimen dahak hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif,
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

- Tuberkulosis paru BTA negatif


Khusus bagi penderita yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif. Kriteria diagnositik TB paru BTA negative harus meliputi :
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
d. Ditentukan oleh dokter untuk di beri pengobatan

8.3 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat keparahan Penyakit


Berdasarkan tingkat keparahan penyakit, maka TB paru BTA negatif foto
toraks positif dibagi menjadi berat dan ringan, dikatakan berat bila gambaran
foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas dan keadaan
umum pasien buruk.

8.4 Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
20

- Baru, adalah pasien yang belum pernah di obati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
- Kambuh (relaps), adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
- Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan
di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah.
- Pengobatan setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah beobat
dan putus berobat dua (2) bulan atau lebih dengan BTA positif.
- Gagal (failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima (5) atau lebih selama
pengobatan.
- Lain-lain, adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas,
dalam kelompok ini termsauk kasus kronik yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

9. Upaya Penanggulangan Tuberkulosis


Pengendalian atau penanggulangan TB yang terbaik adalah mencegah agar tidak
terjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB pada dasarnya adalah :
a. Mencegah penularan kuman dari penderita yang terinfeksi
b. Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya penularan.
Pada awal tahun 1990 WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang
secar ekonomis paling efektif (cost-efective).
Strategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical trials),
pengalaman-pengalaman terbaik (best practices) dan hasil implementasi program
penanggulangan TB selama lebih dari dua (2) dekade. Penerapan strategi DOTS
secara baik disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah
berkembangnya MDR-TB.
21

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas


diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memnutuskan penularan
TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya penularan TB.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank dunia telah menyatakan strategi OTS
sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integarasi ke dalam
pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu :
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kaskus TB dengan tata
laksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masayarakat dan petugas
kesehatan.
e. Pengawasan Penderita, Kontak Dan Lingkungan
1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk
dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan
terhadap bayi harus diberikan vaksinasi BCG (Bacillus Calmete
Guerin).
3) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TBC yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
4) Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan
khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita
yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program
pengobatannya yang karena alasan – alasan sosial ekonomi dan medis
untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
22

5) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang


ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring,
tempat tidur, pakaian) ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6) Imunisasi orang–orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang
sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan
lainnya yang terindikasinya dengan vaksi BCG dan tindak lanjut bagi
yang positif tertular.
7) Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota
keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara–cara
ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu
penyelidikan intensif.
8) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat obat–obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan).
Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaaan
penyelidikan oleh dokter.

f. Tindakan Pencegahan
1) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit,
seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini
bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.

3) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap


penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH (Isoniazid) sebagai
pencegahan.

4) BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan


perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian
pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.

5) Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong
sapi dan pasteurisasi air susu sapi.
23

6) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup


udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan
sebagainya.

7) Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.

8) Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko


tinggi, seperti para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita,
petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9) Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin tes (Hiswani, 2004).

10. Pengobatan Tuberkulosis


Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-
prinsip sebagai berikut :
- OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal. Pemakaian OAT kombinasi dosis tetap lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
- Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
- Pengobatan TB diberikan dalam dua (2) tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
b) Pengobatan tahap intensif tersebut apabila diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
c) Sebagian besar pasien TBC BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap lanjutan
24

a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan (Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2014).

Tabel 2.1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT


Dosis yang direkomendasikan
Sifat
Jenis OAT (mg/kg)
Harian 3 kali seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (15-20)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

E. Peran Perawat dalam Penanganan Tuberkulosis


Peran prawat dalam proses penyembuhan penyakit TB, antara lain :
- Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, dalam melakukan tindakan
pengobatan terhadap pasien TB Paru menunjukkan antusiasme / minat terhadap
proses penyembuhan penyakit TB paru pada pasien, terampil dalam melakukan
tindakan kuratif (pengobatan) pada pasien TB Paru, menunjukkan berbagai strategi
untuk memecahkan masalah pada pasien TB Paru dan berperan dalam menciptakan
rasa aman, nyaman bagi pasien dan keluarga selama perawatan.
- Peran perawat sebagai advokat, seperti selalu ada dukungan dari kepala ruangan
terhadap program pengobtan TB Paru yang dilakukan oleh perawat, aturan dan
instruksi kerja dalam menangani pasien TB Paru, bantuan pembelaan terhadap
pasien jika pasien TB Paru membutuhkan pelayanan yang optimal, selalu melakukan
pemantauan terhadap perkembangan penyembuhan pasien TB Paru dan upaya
persuasi yang mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi serta
rekomendasi tindak lanjut mengenai kesembuhan pasien TB Paru. Sebagai
pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien
dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta melindungi
klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostic
atau pengobatan. Contoh dari peran perawat sebagai pelindung adalah memastikan
25

bahwa klien tidak memiliki alergi terhadap obat dan memberikan imunisasi melawat
penyakit di komunitas.
- Peran perawat sebagai edukator seperti, melakukan bimbingan dan konseling
terhadap pasien TB paru, memotivasi pasien TB Paru dalam melakukan
penyembuhan, bekerja dalam kelompok dalam hal pembimbingan untuk
menyelesaikan permasalahan penyakit yang di derita oleh pasien, menjalankan
perannya, dan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya, sebagai motivator,
edukasi terhadap kesembuhan pasien TB Paru dan berdiskusi dan membahas tentang
penyakit yang diderita oleh pasien kepada sesama perawat edukator.
F. Peran Analis dalam Penanganan Tuberkulosis
Tenaga analis kesehatan mempunyai peran penting dalam pelayanan
penanggulangan tuberkulosis berkaitan dengan kegiatan deteksi pasien TB Paru,
pemantauan keberhasilan pengobatan serta menetapkan hasil akhir pengobatan (Depkes
RI, 2007).
Diagnosis TB Paru melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan
metode baku emas (gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih
lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak
secara mikroskopis nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan.
Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah,
murah, bersifat spesifik, sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium
(Depkes RI, 2007).
Untuk mendukung kinerja penanggulangan, diperlukan ketersediaan laboratorium
tuberkulosis dengan pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya dan
terjangkau di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan manajemen laboratorium tuberkulosis
adalah untuk meningkatkan penerapan manajemen laboratorium tuberkulosis yang baik
di setiap jenjang laboratorium dalam upaya melaksanakan pelayanan laboratorium yang
bermutu dan mudah dijangkau oleh masyarakat (Depkes RI, 2007).
Ruang lingkup manajemen laboratorium tuberkulosis meliputi beberapa aspek
yaitu ; organisasi pelayanan laboratorium tuberkulosis, sumber daya laboratorium,
kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium tuberkulosis, keamanan dan
kebersihan laboratorium, monitoring (pemantauan) dan evaluasi (Depkes RI, 2007).

G. Peran Apoteker dalam Penanganan Tuberkulosis


26

Apoteker mempunyai banyak kesempatan untuk berperan dalam pemberantasan


penyakit TB. Peran tersebut antara lain :
- Meningkatkan Adherence, adherence merupakan salah satu kunci keberhasilan
pengobatan TB, motivasi agar penderita patuh dalam masa pengobatan akan
mengurangi jumlah kematian akibat TB. Selain mengurangi jumlah kematian,
meningkatkan kepatuhan pasien juga dapat mengurangi terjadinya resistensi dan
kekambuhan.
- Peran dalam memantau pengobatan TB, adanya efek samping, serta adanya
interaksi dengan obat lain.
- Peran apoteker sebagai pengawas menelan obat (PMO). Salah satu komponen
DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangkapendek dengan pengawasan
langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
Apoteker diharapkan dapat meminta seseorang yang berfungsi sebagai PMO
bagi pasien TB.
- Apoteker dapat berperan dalam penyuluhan tentang pencegahan dan
penanggulangan penyakit TB.
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung.Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Apoteker diharapkan dapat meminta seseorang yang berfungsi sebagai PMO dengan
persyaratan :
- Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui oleh penderita dan lebih baik
lagi dikenal dan disetujui oleh petugas kesehatan termasuk Apoteker, selain itu
harus disegani dan dihormati oleh penderita.
- Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
- Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
- Bersedia dilatih dan/atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita

Tugas dari seorang PMO adalah :


- Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
- Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.
27

- Mengingatkan penderita untuk segera menemui petugas kesehatan (dokter atau


peugas kesehatan lain) yang memberikan obat, jika terjadi gejala efek samping,
atau kondisi penyakit yang bertambah parah atau ada kelainan lain.
- Mengingatkan penderita, tindakan untuk segera meneruskan meminum
obat ,jika lupa meminum obat.
- Mengingatkan penderita untuk menyimpan obat pada tempat yang kering, tidak
t erkena cahaya matahari, jauh dari jangkauan anak -anak.
- Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktuwaktu yang telah
ditentukan.
- Memberi penyuluhan padaa nggota keluarga penderita TB yang mempunyai
gejala-gejala seperti TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai