Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

Sosiologi Komunikasi
Teori peniruan Media
Massa
Sub Judul:
1. Teori imitasi
2. Teori identifikasi
   3.Teori Belajar Sosial
ABSTRAK
Mampu menjelaskan dan menganalisis proses belajar sosial

TUJUAN
Kesesuaian penjelasan proses belajar sosial

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
Pendahuluan
Komunikasi massa sendiri kerap didefinisikan sebagai komunikasi melalui media
massa (modern) pada awalnya hanya mencakup media cetak (surat kabar, majalah
atau tabloid) dan media elektronik (TV dan radio), baru belakangan termasuk kajian
multimedia yang juga sering disebut media dot com (internet). Pada era ini, kajian
komunikasi massa berkembang menjadi semakin luas, selain mencakup tiga jenis
media (media cetak, media elektronik, dan multimedia), peran dan proses komunikasi
massa, juga efek media bagi masyarakat dan budaya, sehingga semakin banyak
dijadikan sebagai objek studi (McQuail & Dueze, 2020).

Teori mempunyai fungsi untuk membedah sebuah fenomena, anda dapat


menyebutkanbahwa dalam penelitian alat untuk membedah fenomena adalah teori.
Teori terdiri dari konsep, teori dan variabel. Sehingga anda akan muncul sebuah
pertanyaan apa yang dimaksud dengan teori?. Teori terdiri dari konstruk, konsep dan
variabel. Sebelum kita membahas teori terlebih dahulu kita mengetahui perbedaan
antara konstruk, konsep dan variabel.

Konsep adalah konstruk yang belum mempunyai variasi nilai. Salah satu
contohnya adalah warna merah, kuning, hijau, biru. Sedangkan konstruk adalah
konsep yang dapat diukur dan mempunyai parameter. Salahsatu contohnya seperti
mendengar radio, mendengar radio dapat diukur menggunakan frekuensi, durasi dan
intensitas. Sedangkan teori adalah gabungan dari konsep dan konstruk. Dalam ilmu
komunikasi kita mengetahui minat mendengar dan minat menonton.

Sedangkan Variabel adalah konstruk yang diberikan variasi nilai. Contoh dari
variabel adalah minat mendengar radio di kalangan siswa SMA, minat mendengar
radio di kalangan siswa SMP. Anda dapat melihat bahwa di dalam variabel terdapat
konsep, konstruk dan teori yang mana sudahmempunyai variasi nilai.

Maka dari itu anda harus mengetahui perbedaanantara teori, konsep dan variabel.
Anda wajib mengingat, mengetahui, memahami, mengerti, dan menghayati perbedaan
antara teori, konsep dan variabel. Pertanyaan akan selalu muncul dan timbul dalam
beberapa matakuliah yang akan anda dapatkan termasuk siding penelitian.

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
Teori Peniruan atau Imitasi
Teori Peniruan atau Imitasi adalah media berkontribusi mengembangkan
kemampuan afektif manusia. Dalam upaya pengembangan kemampuan ini,
manusia menekankan orientasi eksternalnya untuk mencari gratifikasi (pemuasan
kebutuhan psikologi dan sosial) (Kriyantono, 2019)
Media massa dapat menimbulkan efek peniruan atau imitasi, khususnya yang
menyangkut delinkuesi dan kejahatan, bertolak dari besarnya kemungkinan atau
potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang ia peroleh dari
media massa. Kemudahan isi media massa untuk dipahami memungkinkan
khalayak untuk mengetahui isi media massa dan kemudian dipengaruhi oleh isi
media tersebut.
Perilaku khalayak jelas amat dipengaruhi oleh media massa, hal ini dapat kita
lihat dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya isi media massa dapat memberikan
dua pengaruh pada khalayak. Isi media massa yang disukai khalayak cenderung
akan ditiru oleh masyarakat, sebaliknya bila isi media massa itu tidak disukai
khalayak, maka khalayak pun akan cenderung untuk menghindarinya. Sebagai
contoh tayangan kriminal di televisi. Masyarakat yang tidak menyukai tindak kriminal
tentu akan menghindari perilaku yang ditayangkan di televisi seperti membunuh,
memperkosa, mencuri dan sebagainya. Tetapi lain dengan masyarakat yang
berdarah kriminal alias penjahat. Mereka tentu akan meniru isi media massa
tersebut dan bahkan “memperbaharui” tindak kejahatan tersebut agar tidak
tertangkap polisi. Bukankah itu suatu kemungkinan yang amat mungkin terjadi pada
manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial.
Pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan apakah kekerasan di televisi
menyebabkan perilaku kekerasan pada khalayak atau tidak. Situasi ini memang
kompleks karena terdapatnya kepentingan yang bertentangan yang menyebabkan
metode, hasil dan interprestasi yang juga saling bertentangan. Kalangan pendidik
umumnya berpendapat bahwa isi yang negatif pada media massa akan berdampak
negatif pula pada khalayak. Sedangkan pihak media cenderung untuk bertahan dan
menyatakan bahwa apa-apa yang mereka siarkan itu tidak berbahaya bagi
masyarakat. Mereka bahkan berpendapat bahwa dengan menyaksikan kekerasan
di televisi, kita dapat mensublimasikan tekanan (tension) dan frustasi yang dialami,
jadi mengurangi kemungkinan untuk melakukan tindakan agresif atau kekerasan.
Jadi khalayak yang melihat kekerasan di televisi pun akan mencoba menghindari
tindakan kekerasan tersebut pada kehidupan sehari-harinya. Usaha-usaha untuk
mengkaji perilaku meniru secara umum dikaitkan dengan adanya dorongan
pembawaan (innate urges) atau kecenderungan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Menurut pandanga umum ini, manusia cenderung untuk meniru perbuatan orang
lain semata-mata karena hal itu merupakan bagian dari sifat biologis (part of
biological “nature”) mereka untuk melakukan hal tersebut.

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
Seorang sosiolog bernama Gabriel Tarde (1903) berpendapat bahwa semua
orang memiliki kecenderungan yang kuat untuk menandingi (menyamai atau
bahkan melebihi) tindakan orang disekitarnya. Ia berpendapat bahwa mustahil bagi
dua individu yang berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang untuk tidak
menunjukan peningkatan dalam peniruan perilaku secara timbal balik. Ia juga
memandang imitasi memainkan perana yang sentral dalam tranmisi kebudayaan
dan pengetahuan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Dengan
pengamatannya tersebut, Tarde sampai pada pernyataanya yang mengatakan
bahwa “society is imitation…”. Pernyataan ini didukung oleh Mc Dougal (1908),
pengarang buku teks psikologi yang pertama.
Pandangan Tarde tersebut banyak dikritik belakangan ini kerena
kecenderungan manusia meniru orang lain sebagai suatu bawaan sejak lahir tidaj
cocok dengan kenyataan, karena seringkali pengamatan terhadap orang lain justru
membuat kita menghindari untuk meniru perilaku tersebut. Pandangan ini
menganggap bahwa pernyataan Tarde tidak dipertegas dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya peniruan, cara seseorang dalam memilih model tertentu
yang akan ditirunya, ataupun jenis perilaku yang akan disamainya itu.
Hal tersebut membuat teori yang dikemukakan Tarde ditinggalkan secara
perlahan-lahan di lingkungan psikologi dan digantikan oleh teori yang berpendapat
bahwa kecenderungan untuk meniru orang lain adalah sesuatu yang dipelajari
(learned), atau diperoleh melalui suatu proses pengkondisian agar orang
melakukan peniruan terhadap perilaku tertentu.
Kelemahan terbesar dari teori yang mengatakan bahwa tayangan kekerasan di
televisi menimbulkan kekerasan adalah bahwa teori ini diperolah dari studi-studi
laboratory yang bersifat eksperimen. Jadi studi ini tidak berdasarkan studi yang
dipelajari dari kehidupan nyata. Aliran ini dipimpin oleh Seymour Feshbach dan
kawan-kawan (1971) yang menyatakan bahwa daripada memicu perilaku
kekerasan, menonton perilaku kekerasan di televisi justru memberikan efek katarsis
bagi khalayak. Menurut mereka, dengan menonton kekerasan pada televisi, kita
justru menjadi frustasi dan itu mengurangi dan memperkecil kemungkinan kepada
khalayak untuk meniru kekerasan yang ditampilkan oleh televisi atau media lainnya.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh
tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak
menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari
melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku (modeling ). Dalam hal ini
orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh
bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku membaca.
Teori Identifikasi
Seseorang terkadang ingin menyerupai orang lain yang diidolakannya. Ia lalu
bermaksud berusaha menyamai idolanya itu, dalam tingkah laku ataupun dalam
penampilannya, sehingga ia tampak identik dengan sang idola. Dalam hubungan
ini, teori identifikasi menjadi suatu penjelasan teoritis yang disukai untuk

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
menjelaskan misalnya, bagaimana seseorang berperilaku dan berpenampilan mirip
dengan Michael Jackson. Ia kemudian mengembangkan atribut-atribut yang luas
dan pola perilaku yang secara umum mirip dengan idolanya dan model-model sosial
lain yang bermakna dalam hidup mereka. Konsep identifikasi memiliki tiga
pengertian yang khas, yakni :
Menurut analisis Bronfenbrenner (1960), identifikasi menunjuk kepada perilaku
ketika seseorang bertindak atau merasa seperti orang lain (yang disebut “model”).
Kemiripan perilaku diantara dua orang bukan berarti bahwa ia telah identik dengan
orang lain. Seorang anak misalnya yang identik dengan ayahnya, ketika ayahnya
sedang merasa senang, dan si anak merasa senang pada waktu yang bersamaan.
Keduanya independen satu sama lain dan berdasarkan alasan yang sepenuhnya
amat berbeda. Si ayah senang karena pangkatnya naik, sedangkan si anak senang
karena ia mendapat pacar baru. Hal itu memperlihatkan bahwa kemiripan
seseorang dengan orang lain bukan membuat ia menjadi orang lain.
Identifikasi juga berarti suatu motif dalam bentuk suatu keinginan umum untuk
berbuat atau menjadi seperti orang lain. Seseorang harus memiliki motif untuk
menyamai atau menyerupai model. Besar sekali kemungkinan bahwa kebanyakan
anak memiliki motif yang kuat untuk menyamai atau menyerupai orang tuanya.
Identifikasi mengacu kepada proses atau mekanisme melalui mana anak-anak
menyamai suatu model dan menjadikan diri seperti model itu. Dengan teori ini dapat
dipahami bahwa bagaimana seorang anak membiasakan standar-standar orang tua
dan sosial untuk diidentifikasi perilakunya sesuai dengan jenis kelamin dan tindakan
moral yang tepat, dan bagaimana mereka menjadikan atribut dan karakter
orangtuanya menjadi bagian dari diri mereka, khususnya yang sama jenis
kelaminnya. Anak laki-laki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya sementara anak
perempuan dengan ibunya.
Walaupun identifikasi melibatkan peniruan terhadap suatu model (misalnya
seorang pemuda berpenampilan mirip Damon Albarn), namun istilah identifikasi dan
peniruan (imitasi) tidaklah sinonim. Suatu proses peniruan semata-mata
menyangkut tidak lebih sekedar emulasi dari perilaku tertentu dari suatu model.
Sedangkan identifikasi merupakan proses yang jauh lebih kompleks, hingga tingkat
yang bermacam-macam, membuat seseorang seolah-olah dia adalah orang lain,
yaitu tokoh yang dijadikannya model itu.
Bagi anak-anak dan remaja, dua motivasi penting yang mendorong mereka
untuk mengidentifikasikan diri adalah :
Keinginan untuk memiliki kekuasaan (a desire for power) dan penguasaan
terhadap lingkungan (mastery over the environtment).
Kebutuhan akan asuhan dan perhatian (affection).
Konsep identifikasi ini membantu kita untuk memahami tentang mengapa
anggota masyarakat berusaha menerupai tokoh-tokoh ideal yang mereka temukan

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
melalui sajian media massa. Begitu banyak orang yang menjadikan bintang film,
artis sinetron, musisi, atau pribadi menarik lainnya sebagai idola mereka, sehingga
mereka berusaha menyamai gerak-gerik, penampilan dan tingkah laku idolanya
tersebut. Khalayak yang seperti ini akan berpakaian, memilih mode, berdandan dan
berbicara seperto tokoh yang diidentifikasikannya (Kriyantono, 2019).
Teori Belajar Sosial
Teori Belajar Sosial adalah seluruh perilaku manusia (kecuali insting) adalah
hasil dari belajar. Belajar dimaknai sebagai perubahan perilaku organisme yang
dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan hingga dalam hal ini, manusia berupaya
mengembangkan kelakuannya hingga sesuai tuntutan lingkungannya (Bandura, 1989).
Pijakan awal teori belajar sosial adalah bahwa manusia belajar melalui
pengamatannya terhadap perilaku orang lain. Pakar yang paling banyak melakukan
riset teori belajar sosial adalah Albert Bandura dan Bernard Weiner.
Meskipun classical dan operant conditioning dalam hal-hal tertentu masih merupakan
tipe penting dari belajar, namun orang belajar tentang sebagian besar apa yang ia
ketahui melalui observasi (pengamatan) (Bandura, 1989). Belajar melalui pengamatan
berbeda dari classical dan operant conditioning karena tidak membutuhkan
pengalaman personal langsung dengan stimuli, penguatan kembali, maupun
hukuman. Belajar melalui pengamatan secara sederhana melibatkan pengamatan
perilaku orang lain, yang disebut model, dan kemudian meniru perilaku model
tersebut.
Baik anak-anak maupun orang dewasa belajar banyak hal dari pengamatan dan
imitasi (peniruan) ini. Anak muda belajar bahasa, keterampilan sosial, kebiasaan,
ketakutan, dan banyak perilaku lain dengan mengamati orang tuanya atau anak yang
lebih dewasa. Banyak orang belajar akademik, atletik, dan keterampilan musik dengan
mengamati dan kemudian menirukan gueunya. Menurut psikolog Amerika Serikat
kelahiran Kanada Albert Bandura, pelopor dalam studi tentang belajar melalui
pengamatan, tipe belajar ini memainkan peran yang penting dalam perkembangan
kepribadian anak. Bandura menemukan bukti bahwa belajar sifat-sifat seperti
keindustrian, keramahan, pengendalian diri, keagresifan, dan ketidak sabaran
sebagian dari meniru orang tua, anggota keluarga lain, dan teman-temannya.
Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini
merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu. Ada dua
jenis pembelajaran melalui pengamatan, yaitu:
a. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang
dialami orang lain. Contohnya: seorang pelajar melihat temannya dipuji dan
ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru
melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya.
Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami
orang lain.
b. Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model
itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
mengamati itu sedang memperhatikan model itu, mendemonstrasikan
sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan
mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa
yang dipelajari itu.
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori
pembelajaran sosial berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura
bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri,
dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku
berkembang (Bandura, 1977). Akan tetapi, teori-teori sebelumnya kurang memberi
perhatian pada konteks sosial di mana tingkah laku ini muncul dan kurang
memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan
orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar
meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai
model bagi dirinya.
Pendekatan teori sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa
ditekankanpada perlunya conditioning (pembiasaanmerespons)
dan imitation (peniruan).
a. Conditioning. Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan
moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan
perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward (ganjaran/memberi hadiah atau
mengganjar) dan punishment (hukuman/memberi hukuman) untuk senantiasa berpikir
dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu ia perbuat.
b. Imitation. Proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogianya memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang
dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi siswa. Sebagai contoh, seorang
siswa mengamati gurunya sendiri menerima seorang tamu, lalu menjawab salam,
menjabat tangan, beramah tamah, dan seterusnya yang dilakukan guru tersebut
diserap oleh memori siswa. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin
tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut.
Mengimitasi model merupakan elemen paling penting dalam hal bagaimana si
anak belajar bahasa, berhadapan dengan agresi, mengembangkan perasaan moral
dan belajar perilaku yang sesuai dengan gendernya. Analisis perilaku terapan (applied
behavior analysis) merupakan kombinasi dari pengkondisian dan modeling, yang
dapat membantu menghilangkan perilaku yang tidak di inginkan dan memotivasi
perilaku yang diinginkan secara sosial. Definisi belajar pada asasnya ialah tahapan
perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar dapat diartikan
sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi
dalam diri siswa.
Teori belajar sosial adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Salah seorang tokoh utama teori ini
adalah Albert Bandura, seorang psikologi pada Universitas Standford Amerika serikat,
dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat. Bandura memandang

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus, melainkan
juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi anatar lingkungan dengan skema
kognitif manusia itu sendiri. Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk
belajar sosial dan moral.
Dalam teori pembelajaran sosial, Albert Bandura sepakat dengan teori
pembelajaran kaum behaviorisme seperti teori classical conditioning dan teori operant
conditioning atau teori operant conditioning B.F Skinner. Kesepakatan ini kemudian
ditambahkan oleh Bandura  dengan gagasan lainnya yaitu perilaku dipelajari dari
lingkungan melalui proses pembelajaran observasi dan  proses mediasi terjadi antara
stimulus dan tanggapan.
1. Pembelajaran melalui observasi atau pengamatan
Pembelajaran melalui observasi atau pengamatan terdiri dari beberapa
bagian yaitu menemukan perilaku baru, menerima perilaku baru itu, dan
peniruan oleh pengamat. Berdasarkan eksperimen boneka Bobo yang telah
dilakukan oleh Bandura diketahui bahwa anak-anak cenderung meniru perilaku
yang diamati. Bandura menyebut fenomena ini dengan pembelajaran melalui
observasi atau pengamatan.
Dalam proses pembelajaran melalui observasi terdapat beberapa elemen
pembelajaran yaitu perhatian, pengingatan, pengulangan, dan motivasi.
Bandura mendemonstrasikan bahwa anak-anak mempelajari dan meniru
perilaku yang diamati melalui orang lain. Pada proses ini, Bandura
mengidentifikasi tiga model dasar pembelajaran melalui observasi atau
pengamatan, yaitu  :
● Model langsung dimana individu mendemonstrasikan perilaku yang
diinginkan.
● Model instruksi verbal yang melibatkan deskripsi dan penjelasan
sebuah perilaku.
● Model simbolis yang melibatkan karakter nyata atau fiktif yang
disajikan dalam media massa seperti buku, film, televisi, atau media
daring.

2. Proses Pemodelan
Teori pembelajaran sosial kerap digambarkan sebagai jembatan antara
teori pembelajaran tradisional (behaviorisme) dan pendekatan kognitif. Hal ini
disebabkan teori pembelajaran sosial menekankan pada bagaimana
faktor-faktor mental atau kognitif terlibat dalam proses pembelajaran.
Namun, berbeda dengan Skinner, Bandura percaya bahwa manusia
adalah makhluk pengolah informasi yang aktif dan berpikir tentang hubungan
antara perilaku mereka dan konsekuensi perilaku.

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
Pembelajaran melalui observasi tidak akan terjadi kecuali proses kognitif
turut bekerja. Faktor-faktor mental inilah yang memediasi proses pembelajaran
untuk menentukan apakah terjadi tanggapan baru.
Untuk itu, individu tidak secara otomatis mengamati perilaku model dan
meniru perilaku. Terdapat proses mediasi yang terjadi antara mengamati
perilaku (stimulus) dan meniru atau tidak meniru perilaku (tanggapan).
Bandura menyebutkan bahwa terdapat empat tahapan yang diperlukan
dalam proses mediasi atau pemodelan yaitu attention atau
perhatian, retention atau pengingatan, reproduction atau reproduksi,
dan motivation atau motivasi.
Proses pembelajaran dimulai dengan adanya peristiwa seperti tindakan
atau gambaran pola pemikiran yang dapat diamati secara langsung atau tidak
langsung oleh seseorang. Apabila peristiwa itu sudah diamati, maka tahapan
proses pembelajaran dimulai.
● Attention atau perhatian
Tahap pertama yang harus dilakukan dalam proses pemodelan
adalah memberikan perhatian pada model. Dari berbagai hasil studi
menunjukkan bahwa kesadaraan tentang apa yang dipelajari dan
mekanisme penguatan atau peneguhan dapat meningkatkan hasil
pembelajaran.
Apa yang diperhatikan oleh pengamat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti karakteristik pengamat dan karakteristik perilaku atau
peristiwa yang diamati. Yang termasuk karakteristik pengamat adalah
karakteristik demografis, kebutuhan, suasana emosional, nilai, dan
pengalaman masa lalu. Sedangkan, yang termasuk karakteristik perilaku
atau peristiwa yang diamati meliputi relevansi, valensi afektif, kebaruan,
dan nilai fungsional.
● Retention atau pengingatan
Tahap kedua adalah pengingatan yang mengacu pada kesanggupan
pengamat untuk mengingat perilaku yang telah diamati.
Sebagaimana tahap attention atau perhatian, tahap retention atau
pengingatan juga dipengaruhi oleh karakteristik pengamat dan
karakteristik perilaku atau peristiwa yang diamati. Proses-proses kognitif
terletak pada pengingatan yang dideskripsikan oleh Bandura sebagai
gambaran visual dan verbal.
● Reproduction atau reproduksi
Tahap ketiga yaitu reproduksi mengacu pada kemampuan dan
kesiapan untuk menampilkan perilaku yang ditampilkan oleh model.
Dalam artian, pengamat harus dapat mereplikasi perilaku karena jika
tidak dapat menjadi sebuah masalah bagi seorang pengamat yang tidak
siap untuk mereplikasi perilaku yang telah dipelajari.

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
● Motivation atau motivasi
Tahap kempat dalam proses pemodelan adalah motivasi. Keputusan
pengamat untuk menampilkan perilaku yang telah dipelajari bergantung
pada motivasi dan harapan pengamat serta berbagai konsekuensi yang
telah diantisipasi sebelumnya dan standar-standar internal.
Gambaran Bandura tentang motivasi juga didasarkan atas
lingkungan dan faktor-faktor sosial. Pada tahapan motivasi, ganjaran dan
hukuman yang mengikuti perilaku memegang peranan yang sangat
penting.
Jika ganjaran yang diterima melebihi harga yang diterima maka
perilaku akan ditiru oleh pengamat. Jika peneguhan gantian tidak terlihat
cukup penting bagi pengamat maka pengamat tidak akan meniru perilaku
(Bandura, 1989).

Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Prentice-Hall, Inc: New Jersey.

Bandura, A. (1989). Human Agency in Social Cognitive Theory. American


Psychologist, 1175-1184.

Bandura, A. (2002). Social Cognitive Theory in Cultural Context. APPLIED


PSYCHOLOGY: AN INTERNATIONAL REVIEW, 269–290.

Kriyantono, R. (2019). Pengantar Lengkap Ilmu Komunikasi Filsafat dan Etika Ilmunya
Serta Perspektif Islam. Jakarta: Kencana.

Littlejohn, S. W., Foss, K. A., & Oetzel, J. G. (2017). Theories of Human


Communication 11 ed. Long Grove: Waveland Press, Inc.

McQuail, D., & Dueze, M. (2020). Mass Communication Theory, 7 ed. LA: Sage
Publication.

2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id
2020 Sosiologi Komunikasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning
12 Damara Putra M.I.kom 081219590162 http://www.undira.ac.id

Anda mungkin juga menyukai