Anda di halaman 1dari 32

Cerita: Gunawan Maryanto .

Penanggungjawab: Budi Yuwono

Pengarah: Guratno Hartono, Adjar Prayudi, Aswin Grandiarto


Sukahar, Eki Arsita Rizki, Teguh Muhammad Abduh, Catrini P.
Kubontubuh, Makhmudun Ainuri, Titi Handayani, Dyah Arnawati,
Rizon Parmadhi Utomo, Punto Wijayanto

Naskah: Priyo Salim


Cerita: Gunawan Maryanto
Penyunting: Anastasia Melati

Gambar: Ign. Ade


Tata letak: Carlos Iban

Koordinator tim: Sinta Carolina


Konsultan artistik: Agung Kurniawan

ISBN 978-602-98884-6-1

Penerbit:
REKOMPAK
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya
Java Reconstruction Fund

Cetakan Pertama: Maret 2011


Cerita: Gunawan Maryanto .
Sambutan
DIREKTUR PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Pusaka di Yogyakarta sangat beragam, termasuk yang ada di Kotagede,


bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam pertama yang didirikan pada pertengahan
abad ke-16. Ada Pasar Gede, Masjid Gede, Makam Hastarengga, Situs Watu
Gilang dan Watu Cantheng.

Kotagede juga sangat dikenal sebagai “Kota Perak”. Banyak perajin perak di
Kotagede yang memiliki keahlian tinggi dalam membuat berbagai perhiasan dan
benda-benda lain dari perak. Mereka tersebar di dalam kampung-kampung di
Kotagede. Akhir-akhir ini jumlah perajin sudah berkurang banyak, salah satunya
adalah karena kurangnya minat generasi muda untuk menjadi perajin perak.

Karena itu, kami menyambut baik terbitnya buku Tinuk Ingin menjadi Perajin
Perak Kotagede agar anak-anak dan generasi muda, dapat mengenali salah satu
pusaka Kotagede yang perlu dilestarikan, yaitu kemampuan dan ketrampilan dalam
seni kerajinan perak. Buku ini diharapkan akan menumbuhkan rasa cinta terhadap
kekayaan pusaka lokal Kotagede, sehingga pada saatnya nanti mereka dapat ikut
berperan dalam pelestarian seni kerajinan perak Kotagede.

Semoga seni kerajinan perak sebagai salah satu pusaka Kotagede tetap lestari dan
anak-anak Kotagede ikut berperan dalam mewujudkannya.

Jakarta, Januari 2011


Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan

Ir. Guratno Hartono, MBC


Kamu hebat.
Bapak bangga
dengan kamu, Nak
Besok kamu tingkatkan
prestasimu. Jangan hanya
puas dengan medali perak.
Kamu harus mendapat
medali emas

Baik, Pak. Tinuk


akan berlatih
lebih giat

Omong-omong
medali ini bagus
sekali ya, Pak?

Itulah yang disebut


perak, Nak. Salah
satu jenis logam mulia,
selain emas
Medali ini bagus
sekali ya, Pak.
Ukirannya sangat
indah

Hanya perajin perak yang mampu


membuatnya dengan bagus, Nak. Kamu
mau tahu cara membuatnya? Kita bisa
mampir di Kotagede, tempat perajin
perak yang jempolan. Banyak benda lain
yang bisa dibuat dari perak. Cangkir,
teko, tempat tisu, dan perhiasan yang
indah-indah

Mau sekali, Pak. Ayo


kita ke sana. Tinuk
ingin tahu bagaimana
cara membuat medali
perak
Wow!
Ayo kita segera ke
sana!

Tunggu, Nuk!

Rumah-rumah tradisional bercampur


dengan rumah-rumah modern tampak
di bawah mereka.
Tinuk menyusul di belakangnya.
Mereka terbang merendah
mendekati sebuah rumah yang
tampaknya adalah sebuah
perusahaan perak.

Ayo kita menuju


salah satu tempat
kerajinan perak!
Itu namanya proses
peleburan, Nuk. Biji-
biji perak yang diambil
dari tambang perak
dilebur ditambahi
tembaga

Mengapa harus
dicampur, Pak?
Karena sangat
lembek, perak
harus dicampur
dengan tembaga
supaya lebih kuat

O, ya ya.
Begitu ya,
Pak.
Apa ada aturan
campurannya?

Tentu saja ada. Kadar campurannya


disesuaikan dengan benda yang akan
dibikin. Campuran cangkir perak adalah 80
persen perak dan 20 persen tembaga.
Cangkir tidak akan mudah penyok.
Campuran sebesar itu biasanya disebut
kadar 800. Jadi kalau kamu menemukan
perak dengan tanda 800 berarti
campurannya 80 persen perak dan 20
persen tembaga

O, ya ya.
Kok ini tulisannya 925. Jadi
campurannya berapa, Pak?

Ooo, itu berarti 92,5 persen perak


dan campurannya 7,5 persen
tembaga. Perhiasan perak umumnya
berkadar 925. Itu sudah aturan
internasional supaya mudah untuk
diperjualbelikan
Eh, Pak. Peleburannya
memakai apa itu?

perak

tembaga

las pelebur
O, pakai gas LPG yang didorong
dengan oksigen. Dulu sebelum ada
gas, biji perak dilebur
menggunakan lamus

Peleburan Perak Pada Masa Lalu

Lamus
Api dari arang

penampang lamus

penampang lamus
Peleburan Perak pada Masa Kini

n
ka
t a
ce

Setelah proses peleburan,


cetakan
perak dipipihkan menjadi
lembaran yang tipis. lempeng
Pemipihan disesuaikan perak tebal
dengan bentuk yang akan
diwujudkan nantinya. Di
lempeng samping ditipiskan, ada
perak tipis juga yang dibuat seperti
tali. Namanya diurut

Diurut

Ditempa
“Ooo… Rumit juga ya, Pak?”
tanya Tinuk
“Ini belum seberapa, Nuk. Mari
lempeng
kita lihat proses selanjutnya.”
perak tebal

pemipihan perak

perak pipih
“Proses selanjutnya, lembaran perak tadi dipukul-pukul hingga
menjadi seperti pot. Beberapa bagian dikuatkan dengan lis
penguat yang dipatri menempel kuat pada pot. Proses ini disebut
diondhel.”
“Inilah teknologi tinggalan nenek moyang kita, Nuk. Mungkin
Kotagede satu-satunya tempat yang mengembangkan kerajinan
perak menjadi seni bermutu tinggi. Ini pusaka leluhur bangsa kita,”
terang Pak Moko dengan bangga.
“Ayo kita lihat proses berikutnya,” ajak Pak Moko.
Mereka kembali terbang menuju tempat perajin yang lain.

diondhel

lempeng dibentuk

“Sehabis diondhel, peraknya diapakan


lagi, Pak?” Tinuk tak sabar menanti
proses selanjutnya. “Ayo kita lihat
proses berikutnya,” ajak Pak Moko.
Mereka kembali terbang menuju
tempat perajin yang lain.
Selanjutnya, pot perak tadi diisi dengan jabung.

batu bata

jabung

damarsela

Jabung terbuat dari batu


bata merah yang ditumbuk
halus dicampur dengan
damarsela dan digoreng
dengan minyak goreng
Lalu, pot perak
tadi diukir
dengan cara
ditatah
Wow, karya seni
yang luar biasa!
Jadi, medali
perakku ini dibuat
dengan cara seperti
itu tadi ya, Pak?

Benar. Jadi, kamu


harus merawat baik-
baik medali itu. Di
samping sebagai karya
seni tinggi, medali itu
juga merupakan tanda
kemenanganmu tadi
tatah
perancapan

Proses penatahannya
seperti apa, Pak?
Tinuk ingin tahu
“Wah, ini proses yang paling rumit
dan istimewa. Mari kita lihat,” ajak
Pak Moko.
“Proses pertama adalah perancapan,
yaitu proses membuat sketsa.”
“Proses kedua disebut pemudulan,
yaitu proses membuat relief. Bagian-
bagian yang seharusnya menonjol
dibuat menjadi menonjol, juga
sebaliknya. Selanjutnya adalah tatah
pemudulan
proses perancapan ulang dan
pengupasan. Dan proses terakhir
adalah penatasan. Yaitu proses untuk
pemotongan bagian-bagian yang
tidak diperlukan.”

tatah
pengupasan penatasan

perancapan
ulang
Hmm…
Tinuk jadi tertarik
untuk mempelajarinya
lebih jauh, Pak.
Prosesnya rumit tapi
kelihatannya asyik
sekali

Tunggu. Masih belum selesai nih.


Masih ada proses setelan, yaitu
memperbaiki bagian-bagian yang
rusak akibat proses pengukiran.
Setelah itu, dikikir dan diambril
supaya rata. Kalau tidak rata, perak
tidak akan bisa mengkilap dengan
sempurna

diambril

dikikir
disangling lerak

proses pada masa lalu

“Proses terakhir adalah finishing. Dulu, finishing dilakukan


dengan menggosok perak dengan alat baja yang mengilap yang
disebut sangling. Proses penyanglingan dilakukan dengan
merendamnya di air lerak dan menggosoknya dengan sangling.
Zaman sekarang, finishing dilakukan dengan menggunakan alat
dinamo yang dipasangi polish dari kain dan diberi obat polish.
Pada tahap polish ini, kerajinan perak akan kotor dengan obat
polish. Ia harus dicuci dengan campuran air dan deterjen.”
“Selesai, Pak?” tanya Tinuk. “Iya. Selesai!” sahut Pak Moko.
DE
TE
RJ
EN

proses pada
masa sekarang

pengilatan akhir
Pak Moko kemudian mengajak
Tinuk untuk terbang
meninggalkan kompleks
perusahaan perak tersebut.
Di tengah perjalanan, pikiran
Tinuk masih melayang-layang
pada pembuatan perak yang
baru saja disaksikannya.
“Pak, apakah Bapak tahu sejak kapan Kotagede menjadi
pusat kerajinan perak?” tanya Tinuk penasaran.
“Konon sejak zaman Mataram, Nuk. Artinya, sejak
abad 16 kerajinan perak sudah ada di Kotagede.
Namun, peninggalan perak pada zaman tersebut tak
bisa kita lihat lagi. Karena pada waktu itu bahan perak
masih terbatas, maka jika pemilik perhiasan perak
hendak berganti model atau bentuk mereka mendaur
ulang dari perhiasan perak yang sudah ada. Zaman itu,
para perajin hanya melayani kebutuhan keraton saja.”
“Kerajinan perak di Kotagede berkembang pesat pada awal abad
20. Tahun 1925, istri Gubernur VOC saat itu, Mary Agnes van
Gesseler, memberi ide yang segar pada perajin perak. Ia meminta
para perajin membuat benda-benda yang belum pernah mereka
buat. Ada peralatan makan, peralatan minum, dan masih banyak
lagi.”
“Benda tersebut diberi sentuhan
ukiran yang diambil dari ragam
kebudayaan Jawa. Ornamen di Candi
Prambanan dan Masjid Mantingan
adalah contohnya.”

Ck ck ck….
Ide yang
ornamen di Masjid Mantingan
hebat ya,
Pak?

ornamen kalpataru
yang terdapat
di Candi Prambanan
Iya. Benda-benda semacam itu di Eropa
hanya dibuat polos, tanpa hiasan apapun.
Produk perak dari Kotagede menjadi karya
seni yang mahal harganya. Banyak pesanan
datang pada waktu itu. Itulah masa keemasan
kerajinan perak di Kotagede.
Keren, Pak.
Tinuk ingin sekali
mempelajari proses
pembuatan perak. Siapa
tahu Tinuk bisa menjadi
perajin perak yang
terkenal

Iya, bagus! Kamu


nanti bisa membuat
medali perak
sebanyak-banyaknya.
Nanti bapak minta
satu ya?
SELESAI
Damarsela: satu unsur pembentuk jabung yang berasal dari bahan galian
pertambangan; damar berarti api, sedang sela berarti batu

Jabung: alat bantu produksi mengukir perak yang digunakan untuk mengikat
atau memegang perak yang diukir agar tidak bergerak ketika diukir

Lamus: alat yang menghasilkan angin dalam proses produksi kerajinan perak.
Ujudnya kotak kayu dengan tongkat yang bisa disorong keluar masuk untuk
menciptakan angin. Angin digunakan untuk memperbesar api yang digunakan
untuk melebur perak

Ondhel: salah satu tehnik produksi kerajinan perak dengan cara pemukulan
lembaran perak menggunakan palu, baik yang berkepala keras maupun tidak
keras, yang bertujuan menghasilkan bentuk dasar dari hasil kerajinan

Tatah: alat untuk mengukir perak. Alat bantu yang dibuat dari bekas pegas
baja atau paku baja ini mempunyai berbagai macam bentuk, seperti lurus,
lengkung, dan bulat. Tatah juga mempunyai bermacam ketajaman, yaitu
tumpul dan tajam. Nama-nama alat ukir ini adalah pengrancap, pemudul,
pengusap, penatas. Nama-nama alat ini sesuai dengan fungsi kerjanya,
pengrancap untuk membikin garis awal, pemudul untuk meninggirendahkan
permukaan, pengusap untuk menghaluskan permukaan, penatas untuk
memotong
Priyo Salim bekerja sebagai perancang
perhiasan merangkap direktur perusahaan
Salim Silver di Kotagede Yogyakarta. Ia
dilahirkan pada 1961 di Yogyakarta dalam
keluarga yang bergelut dalam bidang kerajinan
perak. Keprihatinan akan kemunduran budaya
kerajinan perak di Kotagede membuatnya
berusaha untuk melestarikan budaya kerajinan
perak Kotagede dan mencatat sejarah
perkembangannya. Ia menamatkan pendidikan
di Fakultas Geografi UGM.

Gunawan Maryanto lahir di Yogyakarta, 10 April


1976. Sehari-hari ia bekerja sebagai sutradara
dan penulis di Teater Garasi Jogjakarta.
Bukunya yang telah terbit adalah Waktu Batu
(naskah lakon, ditulis bersama Andre Nur Latif
dan Ugoran Prasad, Indonesiatera, 2004), Bon
Suwung (kumpulan cerpen, Insistpress, 2005),
Galigi (kumpulan cerpen, Koekoesan, 2007),
Perasaan-perasaan yang Menyusun Sendiri
Petualangannya (kumpulan puisi, Omahsore,
2008), Usaha menjadi Sakti (kumpulan cerpen,
Omahsore, 2009) dan Sejumlah Perkutut buat
Bapak (kumpulan puisi, Omasore 2010, penerima
anugrah “Khatulistiwa Literary Award 2010").

Ignatius Ade S.Sn. lahir di Yogyakarta, 15


Desember 1983. Ia lulusan ISI Yogyakarta
Jurusan Seni Murni Grafis. Ade suka menonton
film, bermain musik dan bereksperimen animasi
pendek bersama Gang Bang studio. Untuk
mengisi waktu luangnya, ia bekerja paruh waktu
sebagai ilustrator lepas dan tergabung dalam
klub sepeda mini vintage 20'.
Diterbitkan oleh:

Anda mungkin juga menyukai