Tinuk Ingin Menjadi Perajin Perak Kotagede
Tinuk Ingin Menjadi Perajin Perak Kotagede
ISBN 978-602-98884-6-1
Penerbit:
REKOMPAK
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya
Java Reconstruction Fund
Kotagede juga sangat dikenal sebagai “Kota Perak”. Banyak perajin perak di
Kotagede yang memiliki keahlian tinggi dalam membuat berbagai perhiasan dan
benda-benda lain dari perak. Mereka tersebar di dalam kampung-kampung di
Kotagede. Akhir-akhir ini jumlah perajin sudah berkurang banyak, salah satunya
adalah karena kurangnya minat generasi muda untuk menjadi perajin perak.
Karena itu, kami menyambut baik terbitnya buku Tinuk Ingin menjadi Perajin
Perak Kotagede agar anak-anak dan generasi muda, dapat mengenali salah satu
pusaka Kotagede yang perlu dilestarikan, yaitu kemampuan dan ketrampilan dalam
seni kerajinan perak. Buku ini diharapkan akan menumbuhkan rasa cinta terhadap
kekayaan pusaka lokal Kotagede, sehingga pada saatnya nanti mereka dapat ikut
berperan dalam pelestarian seni kerajinan perak Kotagede.
Semoga seni kerajinan perak sebagai salah satu pusaka Kotagede tetap lestari dan
anak-anak Kotagede ikut berperan dalam mewujudkannya.
Omong-omong
medali ini bagus
sekali ya, Pak?
Tunggu, Nuk!
Mengapa harus
dicampur, Pak?
Karena sangat
lembek, perak
harus dicampur
dengan tembaga
supaya lebih kuat
O, ya ya.
Begitu ya,
Pak.
Apa ada aturan
campurannya?
O, ya ya.
Kok ini tulisannya 925. Jadi
campurannya berapa, Pak?
perak
tembaga
las pelebur
O, pakai gas LPG yang didorong
dengan oksigen. Dulu sebelum ada
gas, biji perak dilebur
menggunakan lamus
Lamus
Api dari arang
penampang lamus
penampang lamus
Peleburan Perak pada Masa Kini
n
ka
t a
ce
Diurut
Ditempa
“Ooo… Rumit juga ya, Pak?”
tanya Tinuk
“Ini belum seberapa, Nuk. Mari
lempeng
kita lihat proses selanjutnya.”
perak tebal
pemipihan perak
perak pipih
“Proses selanjutnya, lembaran perak tadi dipukul-pukul hingga
menjadi seperti pot. Beberapa bagian dikuatkan dengan lis
penguat yang dipatri menempel kuat pada pot. Proses ini disebut
diondhel.”
“Inilah teknologi tinggalan nenek moyang kita, Nuk. Mungkin
Kotagede satu-satunya tempat yang mengembangkan kerajinan
perak menjadi seni bermutu tinggi. Ini pusaka leluhur bangsa kita,”
terang Pak Moko dengan bangga.
“Ayo kita lihat proses berikutnya,” ajak Pak Moko.
Mereka kembali terbang menuju tempat perajin yang lain.
diondhel
lempeng dibentuk
batu bata
jabung
damarsela
Proses penatahannya
seperti apa, Pak?
Tinuk ingin tahu
“Wah, ini proses yang paling rumit
dan istimewa. Mari kita lihat,” ajak
Pak Moko.
“Proses pertama adalah perancapan,
yaitu proses membuat sketsa.”
“Proses kedua disebut pemudulan,
yaitu proses membuat relief. Bagian-
bagian yang seharusnya menonjol
dibuat menjadi menonjol, juga
sebaliknya. Selanjutnya adalah tatah
pemudulan
proses perancapan ulang dan
pengupasan. Dan proses terakhir
adalah penatasan. Yaitu proses untuk
pemotongan bagian-bagian yang
tidak diperlukan.”
tatah
pengupasan penatasan
perancapan
ulang
Hmm…
Tinuk jadi tertarik
untuk mempelajarinya
lebih jauh, Pak.
Prosesnya rumit tapi
kelihatannya asyik
sekali
diambril
dikikir
disangling lerak
proses pada
masa sekarang
pengilatan akhir
Pak Moko kemudian mengajak
Tinuk untuk terbang
meninggalkan kompleks
perusahaan perak tersebut.
Di tengah perjalanan, pikiran
Tinuk masih melayang-layang
pada pembuatan perak yang
baru saja disaksikannya.
“Pak, apakah Bapak tahu sejak kapan Kotagede menjadi
pusat kerajinan perak?” tanya Tinuk penasaran.
“Konon sejak zaman Mataram, Nuk. Artinya, sejak
abad 16 kerajinan perak sudah ada di Kotagede.
Namun, peninggalan perak pada zaman tersebut tak
bisa kita lihat lagi. Karena pada waktu itu bahan perak
masih terbatas, maka jika pemilik perhiasan perak
hendak berganti model atau bentuk mereka mendaur
ulang dari perhiasan perak yang sudah ada. Zaman itu,
para perajin hanya melayani kebutuhan keraton saja.”
“Kerajinan perak di Kotagede berkembang pesat pada awal abad
20. Tahun 1925, istri Gubernur VOC saat itu, Mary Agnes van
Gesseler, memberi ide yang segar pada perajin perak. Ia meminta
para perajin membuat benda-benda yang belum pernah mereka
buat. Ada peralatan makan, peralatan minum, dan masih banyak
lagi.”
“Benda tersebut diberi sentuhan
ukiran yang diambil dari ragam
kebudayaan Jawa. Ornamen di Candi
Prambanan dan Masjid Mantingan
adalah contohnya.”
Ck ck ck….
Ide yang
ornamen di Masjid Mantingan
hebat ya,
Pak?
ornamen kalpataru
yang terdapat
di Candi Prambanan
Iya. Benda-benda semacam itu di Eropa
hanya dibuat polos, tanpa hiasan apapun.
Produk perak dari Kotagede menjadi karya
seni yang mahal harganya. Banyak pesanan
datang pada waktu itu. Itulah masa keemasan
kerajinan perak di Kotagede.
Keren, Pak.
Tinuk ingin sekali
mempelajari proses
pembuatan perak. Siapa
tahu Tinuk bisa menjadi
perajin perak yang
terkenal
Jabung: alat bantu produksi mengukir perak yang digunakan untuk mengikat
atau memegang perak yang diukir agar tidak bergerak ketika diukir
Lamus: alat yang menghasilkan angin dalam proses produksi kerajinan perak.
Ujudnya kotak kayu dengan tongkat yang bisa disorong keluar masuk untuk
menciptakan angin. Angin digunakan untuk memperbesar api yang digunakan
untuk melebur perak
Ondhel: salah satu tehnik produksi kerajinan perak dengan cara pemukulan
lembaran perak menggunakan palu, baik yang berkepala keras maupun tidak
keras, yang bertujuan menghasilkan bentuk dasar dari hasil kerajinan
Tatah: alat untuk mengukir perak. Alat bantu yang dibuat dari bekas pegas
baja atau paku baja ini mempunyai berbagai macam bentuk, seperti lurus,
lengkung, dan bulat. Tatah juga mempunyai bermacam ketajaman, yaitu
tumpul dan tajam. Nama-nama alat ukir ini adalah pengrancap, pemudul,
pengusap, penatas. Nama-nama alat ini sesuai dengan fungsi kerjanya,
pengrancap untuk membikin garis awal, pemudul untuk meninggirendahkan
permukaan, pengusap untuk menghaluskan permukaan, penatas untuk
memotong
Priyo Salim bekerja sebagai perancang
perhiasan merangkap direktur perusahaan
Salim Silver di Kotagede Yogyakarta. Ia
dilahirkan pada 1961 di Yogyakarta dalam
keluarga yang bergelut dalam bidang kerajinan
perak. Keprihatinan akan kemunduran budaya
kerajinan perak di Kotagede membuatnya
berusaha untuk melestarikan budaya kerajinan
perak Kotagede dan mencatat sejarah
perkembangannya. Ia menamatkan pendidikan
di Fakultas Geografi UGM.